Anda di halaman 1dari 6

Sel dapat mengalami kerusakan ataupun kematian yang dapat disebabkan oleh berbagai

faktor. Faktor-faktor penyebab kerusakan sel dapat berupa faktor ektrinsik (faktor-faktor
yang terdapat di luar individu) dan faktor intrinsik (faktor-faktor yang terdapat di dalam
individu). Kerusakan atau kematian sel akibat faktor ektrinsik dapat berupa trauma fisik,
toksin, abnormalitas ketidakseimbangan nutrisi, infeksi oleh virus, bakteri, jamur dan parasit.
Faktor intrinsik yang dapat menyebabkan kerusakan atau kematian sel diantaranya yaitu
mutasi gen secara spontan dan disfungsi immunologi. Salah satu faktor yang paling sering
mengakibatkan kerusakan sel yaitu defisiensi oksigen atau zat gizi penting lainnya. Sel
bergantung pada suplai oksigen yang kontinu, karena oksigen merupakan energi pada reaksi-
reaksi kimia oksidatif yang mengerakkan mesin sel dan mempertahankan integritas berbagai
komponen sel. Oleh karena itu, tanpa oksigen berbagai aktivitas pemeliharaan dan
penyintesis sel berhenti dengan cepat. Mekanisme umum yang terjadi akibat dari kerusakan
sel melibatkan deplesi (penipisan) ATP (sering disebabkan oleh hipoksia), kerusakan
membran (disebabkan oleh banyak faktor diantaranya radikal bebas), gangguan metabolisme
sel dan kerusakan genetik1 (Gambar 1).

Gambar 1 Tempat kerusakan selular dan biokimia


pada sel yang cidera (McGavin dan Zachary 2007)

Efek pertama yang terjadi apabila stimulasi mengakibatkan kerusakan atau cidera
pada sel yaitu lesi biokimiawi. Proses ini meliputi perubahan kimia pada salah satu atau lebih
reaksi metabolik di dalam sel. Pada tingkat awal ini hanya sedikit tipe kerusakan yang benar-
benar dipahami. Apabila kerusakan biokimiawi telah terjadi, sel dapat memiliki manifestasi
atau tanpa manifestasi kelainan fungsional2. Pada kasus cidera pada sel, sel memiliki cukup
cadangan tanpa menimbulkan gangguan fungsional, tetapi dapat juga menimbulkan gangguan
fungsional berupa kegagalan kontraksi, sekresi atau aktivitas-aktivitas sel lainnya. Terjadinya
gangguan fungsional pada sel yang cidera tergantung dari luasnya gangguan produksi energi
(disertai deplesi ATP) dan luasnya gangguan fungsi membran sel. Selain itu, respon sel
terhadap kerusakan tergantung dari banyak faktor diantaranya tipe agen, luasnya kerusakan
terjadi, lamanya kerusakan terjadi dan tipe sel yang dipengaruhi. Sel memiliki mekanisme
adaptasi seluler terhadap berbagai macam gangguan yang terjadi. Sebagai contoh, suatu
reaksi pada sel otot yang sering terjadi apabila berada di bawah tekanan abnormal adalah
meningkatkan kekuatan dengan pembesaran (hipertrofi). Melalui mekanisme ini sel-sel otot
jantung pada individu yang mengalami tekanan darah tinggi mengalami pembesaran untuk
menanggulangi tekanan memompa pada saat menghadapi tahanan yang meningkat. Contoh
lainnya yaitu barbiturat dan zat-zat tertentu lainnya biasanya dimetabolisme di dalam sel-sel
hati di bawah pengaruh sistem enzim yang ditemukan di dalam sel ini (dalam kaitannya
dengan retikulum endoplasma). Individu yang mengkonsumsi barbiturat sering mengalami
peningkatan mencolok jumlah retikulum endoplasma di dalam sel hati, yang berkaitan
dengan peningkatan kandungan enzim dalam sel hati dan peningkatan kemampuan untuk
memetabolisme barbiturat. Kerusakan di dalam sel dapat bersifat sementara (subletal)
ataupun permanen (menetap). Pada kerusakan yang bersifat sementara, sel mengalami
perubahan untuk beradaptasi agar tetap hidup. Sedangkan pada kerusakan yang bersifat
permanen, maka sel akan mengalami kematian. Sel yang mengalami perubahan bersifat
sementara dinamakan dengan sel yang mengalami degenerasi, sedangkan sel yang mengalami
kematian disebut dengan nekrosa. Perubahan-perubahan degenerasi biasanya cenderung
melibatkan sitoplasma sel, sedangkan nukleus mempertahankan integritas selama sel tidak
mengalami kerusakan permanen. Ciri-ciri sel mengalami degenerasi yaitu pembengkakan
umum dari sel dan organelnya, blebbing pada membaran plasma, pelepasan ribososm dari
retikulum endoplasma dan terjadi penggumpalan kromatin nukleus (Gambar 2). Sel yang
mengalami degenerasi meliputi claudy swelling, degenerasi hidropis, degenerasi lemak,
degenerasi hialin, degenerasi mukoid dan degenerasi amiloid atau amiloidosis. Kerusakan sel
yang berkelanjutan akan mencapai suatu titik, dimana kerusakan sel menjadi bersifat
permanen dan sel akan mengalami kematian. Ciri-ciri dari kerusakan sel yang bersifat
permanen diantaranya yaitu terjadi kerusakan membran plasma, kalsium masuk ke dalam sel,
pembengkakan mitokondria dan vakuolisasi, pengendapan kalsium di dalam mitokondria
serta pembengkakan lisosom3 (Gambar 2).

Gambar 2 Sel yang normal dan perubahan pada sel yang mengalami kerusakan sementara dan
permanen (McGavin dan Zachary 2007)

KERUSAKAN SEL YANG REVERSIBEL

 Pada stadium awal terjadinya kerusakan atau pada kerusakan ringan, kerusakan fungsi
dan morfologi akan dapat kembali normal jika penyebab dari kerusakan tersebut
dihilangkan. Pada stadium ini meskipun terjadi kerusakan sel secara signifikan,
namun tidak terjadi kerusakan baik pada membran sel maupun pada pada inti.
 pada kerusakan yang terjadi secara terus menerus, maka kerusakan tersebut menjadi
irreversibel dan akhirnya sel tidak memiliki kemampuan untuk memperbaiki
kerusakan sehingga menyebabkan sel mati.

Ada 2 macam kematian sel, yang dibedakan dari morfologi, mekanisme dan
perubahan fisiologis dan penyakit, yaitu apoptosis dan nekrosis

KERUSAKAN SEL YANG IRREVERSIBEL

1. Apoptosis : kematian sel oleh sel itu sendiri yang disebabkan oleh growth factor atau
DNA sel atau protein yang dihancurkan dengan maksud perbaikan. Memiliki
karakteristik sel dimana inti sel mengalami pemadatan dan tidak terjadi kerusakan
membran sel. Apoptosis memerlukan sintesis aktif RNA dan protein dan merupakan
suatu proses yang memerlukan energy. Secara morfologis, proses ini ditandai oleh
pemadatan kromatin di sepanjang membran inti
2. Nekrosis : terjadi akibat dari kerusakan membran, lisosom mengeluarkan enzim ke
sitoplasma dan menghancurkan sel, isi sel keluar dikarenakan kerusakan membran
plasma dan mengakibatkan reaksi inflamatori. Nekrosis adalah pathway yang secara
umum terjadi pada kematian sel yang diakibatkan oleh:
- Ischemia
- Keracunan
- infeksi dan
- trauma
2.1. Gambaran Mikroskopik Nekrosis :
A. Nukleus
- Piknosis : nukleus terlihat lebih bundar, ukuran lebih kecil dan gelap
- Karioreksis : nukleus mengalami fragmentasi menjadi kecil dan tersebar
- Kariolisis : nukleus lisis, tidak terlihat sehingga rongga kosong dibatasi
membran nukleus disebut ghost.
B. Sitoplasma : berwarna asidofilik, struktur tidak jelas, jika melanjut :
- Tidak terlihat garis besar struktur histologi sel
- Tidak terlihat adanya pewarnaan
2.2. Tipe-tipe morfologik nekrosis jaringan
Secara makroskopik dan dengan pemeriksaan mikroskop dapat dikenali beberapa
bentuk nekrosis. Bentuk-bentuk tersebut:
- Nekrosis koagulasi : Tidak hanya terjadi denaturasi protein, namun juga berkaitan
dengan hambatan enzim-enzim litik. Sel tidak mengalami lisis, dengan demikian
kerangka luar sel relatif utuh. Inti menghilang dan sitoplasma yang mengalami
asidifikasi menjadi eosinofilik
 Gambaran makroskopik : terlihat berwarna putih, keabu-abuan atau kekuning-
kuningan dan sedikit berlemak, padat
 Gambaran mikroskopik : struktur sel dan jaringan masih jelas, inti sel
mengalami piknotik (menghilang), sitoplasma lebih acidophilic

- Nekrosis liquefaktif (mencair) : Ditandai oleh larutnya jaringan akibat lisis enzimatik
sel-sel yang mati. Proses ini biasanya terjadi di otak sewaktu terjadi pelepasan enzim-
enzim otokatalitik dari sel-sel yang mati. Nekrosis likuefaktif juga terjadi pada
peradangan purulen akibat efek heterolitik leukosit polimorfonuklear pada pus.
Jaringan yang mengalami likuefaksi menjadi lunak, mudah mencair, dan tersusun oleh
sel-sel yang mengalami disintegrasi dan cairan.
 Gambaran makroskopik : adanya benjolan berisi cairan dikelilingi kapsula
tipis dan ireguler.
 Gambaran mikroskopik : tampak ruang kosong dengan sisa kapsula yang
ireguler, terlihat fibrin dan neutrophil disekitarnya.

- Nekrosis lemak : Terjadi akibat kerja enzim-enzim lipolitik pada jaringan lemak.
Proses ini biasanya terjadi pada nekrosis pankreatik akut dan merupakan konsekuensi
pelepasan lipase pankreas ke jaringan peripankreas. Lipolisis ditandai oleh hilangnya
kontur sel-sel lemak. Asam-asam lemak yang dibebaskan dari sel lemak mengalami
saponifikasi dengan mengikat natrium, kalium dan kalsium.

- Nekrosis kaseosa (perkejuan) Memiliki baik gambaran nekrosis koagulasi maupun


likuefaktif. Biasanya nekrosis ini terjadi di bagian tengah granuloma tuberkolusa,
yang mengandung bahan seperti keju yang putih atau kekuningandan merupakan asal
nama nekrosis tipe ini. Secara histologis, rangka luar sel tidak lagi utuh, tetapi
sebaliknya jaringan juga belum mencair. Sisa-sisa sel tampak sebagai bahan amorf
bergranula halus.
 Gambaran makroskopik : terlihat berwarna putih, keabu-abuan atau kekuning-
kuningan dan sedikit berlemak, padat
 Gambaran mikroskopik : struktur histologi sudah tidak terlihat lagi
membentuk masa bergranulasi. Dengan pengecatan HE berwarna keabu-
abuan, dikelilingi oleh epiteloid dan limfosit.

Sumber:

1. McGavin MD, Zachary JF. 2007. Pathologic Basis of Veterinary Disease. Edisi ke-4.
USA: Mosby Elsevier.
2. Price SA, Wilson L M. 2006. Patofisiologi. Edisi VI. Volume I. Jakarta: EGC.

3. Shapiro LS. 2010. Pathology and Parasitology for Veterinary Tecnicians. Edisi ke-2.
USA: Delmar

Anda mungkin juga menyukai