Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Degenerasi sel atau kemunduran sel adalah kelainan sel yang terjadi akibat
cedera ringan. Cedera ringan yang mengenai struktur dalam sel seperti
mitokondria dan sitoplasma akan mengganggu proses metabolisme sel. Kerusakan
ini sifatnya reversibel artinya bisa diperbaiki apabila penyebabnya segera
dihilangkan. Apabila tidak dihilangkan, atau bertambah berat, maka kerusakan
menjadi ireversibel, dan sel akan mati. Kelainan sel pada cedera ringan
yang bersifat reversible inilah yang dinamakan kelainan degenerasi. Degenerasi
ini akan menimbulkan tertimbunnya berbagai macam bahan di dalam maupun di
luar sel.
Degenerasi sel atau penuaan sel ditandai dengan menurunnya fungsi
berbagai organ tubuh. Gejala menua tampak secara fisik dan psikis. Tanda fisik
misalnya, masa otot berkurang, lemak meningkat, fungsi seksual terganggu, sakit
tulang dan kemampuan kerja menurun. Sedangkan tanda psikis berupa sulit tidur,
mudah cemas, mudah tersinggung, gairah hidup menurun dan merasa sudah tidak
berarti lagi. Faktor pemicu degenerasi sel antara lain adalah faktor genetis,
defisiensi nutrisi dan cedera pada sel.

B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana terjadinya proses degenerasi?
2. Apa perbedaan degenerasi dan infilrasi?
3. Apa yang dimaksud dengan Nekrosis/kematian sel?
4. Apa yang dimaksud dengan kematian soamatik dan perubahan
postmortem?

1
C. Tujuan
Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah
mahasiswa mampu :
1.      Mengetahui pengertian degenerasi.
2.      Mengetahui jenis-jenis degenerasi.
3.      Mengetahui penyebab terjadinya degenerasi
4.      Mengetahui pengertian penyakit degeneratif dan macam-macamnya.
5. Untuk mengetahui apa itu kematian sel
6. Untuk mengetahui Apa itu Nekrosis
7. Untuk mengetahui macam-macam Nekrosis
8. Untuk mengetahui penyebab Nekrosis
9. Untuk mengetahui Mekanisme Nekrosis

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Degenerasi
Degenerasi sel atau kemunduran sel adalah kelainan sel yang terjadi akibat
cedera ringan. Cedera ringan yang mengenai struktur dalam sel seperti
mitokondria dan sitoplasma akan mengganggu proses metabolisme sel. Kerusakan
ini sifatnya reversible artinya bisa diperbaiki apabila penyebabnya segera
dihilangkan. Apabila tidak dihilangkan, atau bertambah berat, maka kerusakan
menjadi ireversibel, dan sel akan mati. Infiltrasi adalah diawali gangguan sistemik
(perubahan metabolisme ) menghasilkan  metabolit  berlebih yang menimbulkan
jejas pada sel sehat. Kelainan sel pada cedera ringan yang bersifat reversible
inilah yang dinamakan kelainan degenerasi. Degenerasi ini akan menimbulkan
tertimbunnya berbagai macam bahan di dalam maupun di luar sel.
Degenerasi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu pembengkakan sel
dan perubahan perlemakan. Pembengkakan sel timbul jika sel tidak dapat
mengatur keseimbangan ion dan cairan yang menyebabkan hidrasi sel. Sedangkan
perubahan perlemakan bermanifestasi sebagai vakuola-vakuola lemak di dalam
sitoplasma dan terjadi karena hipoksia atau bahan toksik. Perubahan perlemakan
dijumpai pada sel yang tergantung pada metabolisme lemak seperti sel hepatosit
dan sel miokard. (Sudiono dkk, 2003)
Apabila sebuah stimulus menyebabkan cedera sel, maka perubahan yang pertama
kali terjadi adalah terjadinya kerusakan biokimiawi yang mengganggu proses
metabolisme. Sel bisa tetap normal atau menunjukkan kelainan fungsi yang
diikuti dengan perubahan morfologis.

1.1    Jenis-Jenis Degenerasi


Berbagai jenis degenerasi sel yang sering dijumpai antara lain :
a) Degenerasi Albuminosa
Pembengkakan sel adalah manifestasi awal sel terhadap semua jejas sel.
Perubahan morfologi yang terjadi sulit dilihat dengan mikroskop cahaya. Bila

3
pembengkakan sel sudah mengenai seluruh sel dalam organ, jaringan akan tampak
pucat, terjadi peningkatan turgor, dan berat organ.
b) Degenerasi Hidrofik (Degenerasi Vakuolar)
Degenerasi hidrofik merupakan jejas sel yang reversible dengan
penimbunan intraselular yang lebih parah jika dengan degenerasi albumin.
Merupakan suatu cedera sel yang menyebabkan sel itu tampak bengkak. Hal itu
dikarenakan meningkatnya akumulasi air dalam sitoplasma.
Sel yang mengalami degenerasi hidropik secara mikroskopis tampak
sebagai berikut :
1.         Sel tampak membesar atau bengkak karena akumulasi air dalam
sitoplasmanya.
2.         Sitoplasma tampak pucat.
3.         Inti tetap berada di tengah.
4.         Pada organ hati, akan tampak lumen sinusoid itu menyempit.
5.         Pada organ ginjal, akan tampak lumen tubulus ginjal menyempit.
6.         Pada keadaan ekstrim sitoplasma sel akan tampak jernih dan ukuran sel
makin membesar (Balloning Degeneration) sering ditemukan pada sel epidermal
yang terinfeksi epitheliotropic virus, seperti pada pox virus.
c) Degenerasi Lemak
Degenerasi lemak dan perubahan perlemakan (fatty change)
menggambarkan adanya penimbunan abnormal trigliserid dalam sel parenkim.
Perubahan perlemakan sering terjadi di hepar karena hepar merupakan organ
utama dalam metabolisme lemak selain organ jantung, otot dan ginjal.
Etiologi dari degenerasi lemak adalah toksin, malnutrisi protein, diabetes
mellitus, obesitas, dan anoksia.
d) Degenerasi Hyalin (Perubahan Hyalin)
            Istilah hyaline digunakan untuk istilah deskriprif histologik dan
bukan sebagai tanda adanya jejas sel. Keadaan ini terbentuk akibat berbagai
perubahan dan tidak menunjukkan suatu bentuk penimbunan yang spesifik.
Contoh : degenerasi hialin pada otot ( penyakit Boutvuur).

4
e) Degenerasi Zenker
            Dahulu dikenal sebagai degenerasi hialin pada otot sadar yang
mengalami nekrosis. Otot yang mengalami degenerasi zenker adalah otot rektus
abdominis dan diafragma.
f) Degenerasi Mukoid (Degenerasi Miksomatosa)
Degenerasi Mukoid mukus adalah substansi kompleks yang cerah, kental,
dan berlendir dengan komposisi yang bermacam-macam dan pada keadaan normal
disekresi oleh sel epitel serta dapat pula sebagai bagian dari matriks jaringan ikat
longgar tertentu.

1.2 Penyebab Degenerasi


Jejas sel merupakan keadaan dimana sel beradaptasi secara berlebih atau
sebaliknya, sel tidak memungkinkan untuk beradaptasi secara normal. Di bawah
ini merupakan penyebab-penyebab dari jejas sel :
1.         Kekurangan oksigen
2.         Kekurangan nutrisi/malnutrisi
3.         Infeksi sel
4.         Respons imun yang abnormal/reaksi imunologi
5.         Faktor fisik (suhu, temperature, radiasi, trauma, dan gejala kelistrikan) dan
kimia (bahan-bahan kimia beracun)
6.         Defect (cacat / kegagalan) genetic
7.         Penuaan
Berdasarkan tingkat kerusakannya, jejas sel dibedakan menjadi dua
kategori utama, yaitu jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas irreversible
(kematian sel). Contoh degenerasi sel ialah mola hidatidosa termasuk jejas sel
yang reversible yaitu apabila penyebabnya dihilangkan organ atau jaringan bisa
berfungsi normal. Sel dapat cedera akibat berbagai stressor. Cedera terjadi apabila
stresor tersebut melebihi kapasitas adaptif sel.

5
1.3 Penyakit Degeneratif 
Penyakit degeneratif adalah penyakit yang menyebabkan terjadinya
kerusakan atau penghacuran terhadap jaringan atau organ tubuh. Proses dari
kerusakan ini dapat disebabkan oleh penggunaan seiring dengan usia maupun
karena gaya hidup yang tidak sehat. Beberapa contoh penyakit degeneratif yang
sering dapat ditemui.
a. Kencing manis atau diabetes mellitus (DM) tipe 2
            Kencing manis atau diabetes mellitus adalah penyakit yang
ditandai dengan tingginya kadar glukosa atau gula dalam darah yang disebabkan
oleh tubuh tidak dapat menggunakan glukosa atau gula dalam darah sebagai
sumber energi. Penyakit ini terdiri dari beberapa tipe, tipe tersering yang dapat
ditemui adalah diabetes mellitus tipe 2. Gejala klasik :
1.         Cepat merasa haus.
2.         Sering buang air kecil (BAK).
3.         Cepat merasa lapar
4.         Gejala akibat komplikasi dari penyakit ini muncul sebagai akibat dari
kelaparan pada sel - sel tubuh. Kelaparan dalam jangka panjang menyebabkan sel
tersebut mati.
5.         Kesemutan pada ujung - ujung jari tangan dan kaki.
6.         Pengelihatan menjadi buram. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh kelainan
dari retina, kornea, maupun lensa dari mata.
7.         Luka yang sulit sembuh.
Faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit ini antara lain:
1.         Kebiasaan makan makanan manis
2.         Kelebihan berat badan
3.         Genetik
4.         Jarang berolah raga

b. Osteoartritis (OA)

6
OA merupakan penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan
jaringan tulang rawan pada sendi yang ditandai dengan perubahan pada tulang.
Gejala yang dapat ditemukan pada penyakit ini adalah:
1.          Nyeri pada sendi terutama setelah beraktivitas dan membaik setelah
beristirahat
2.          Kadang dapat ditemukan kekakuan di pagi hari, durasi tidak lebih dari 30
menit.

c. Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit degeneratif pada tulang yang ditandai
dengan rendahnya massa tulang dan penipisan jaringan tulang. Hal tersebut dapat
menyebabkan tulang menjadi rapuh dan mudah patah.Osteoporosis dapat
disebabkan oleh:
1.Penyerapan kalsium yang menurun pada wanita post monopause,
2.Usia lebih dari 70 tahun,
3.Penyakit kronis,
4.Defisiensi zat pembentu tulang seperi kalsium, viatamin D.

B. Pengertian Kematian Sel (Nekrosis)


Kematian sekelompok sel atau jaringan pada lokasi tertentu dalam tubuh
disebut nekrosis.Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat
patologis. Selain karena stimulus patologis, kematian sel juga dapat terjadi
melalui mekanisme kematian sel yang sudah terprogram dimana setelah mencapai
masa hidup tertentu maka sel akan mati. Mekanisme ini disebut apoptosis, sel
akan menghancurkan dirinya sendiri (bunuh diri/suicide), tetapi apoptosis dapat
juga dipicu oleh keadaan iskemia.
Dalam artian lainnya Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari
adanya kerusakan sel akut atau trauma (mis: kekurangan oksigen, perubahan suhu
yang ekstrem, dan cedera mekanis), dimana kematian sel tersebut terjadi secara
tidak terkontrol yang dapat menyebabkan rusaknya sel, adanya respon peradangan
dan sangat berpotensi menyebabkan masalah kesehatan yang serius.

7
Apoptosis adalah kematian sel yang terprogram (programmed cell death), adalah
suatu komponen yang normal terjadi dalam perkembangan sel untuk menjaga
keseimbangan pada organisme multiseluler.
Perbedaan antara Nekrosis dan Apoptosis

Nekrosis Apoptosis
  Kematian oleh faktor luar sel   Kematian diprogram oleh sel
  Sel membengkak   Sel tetap ukurannya
  Pembersihan debris oleh fagosit   Pembersihan berlangsung cepat
dan sistem imun sulit
  Sel sekarat tidak dihancurkan   Sel sekarat akan ditelan fagosit
fagosit maupun sistem imun karena ada sinyal dari sel
  Lisis sel   Non-lisis
  Merusak sel tetangga (inflamasi)   Sel tetangga tetap hidup normal

2.1 Perubahan Morfologis pada Nekrosis


Perubahan pada sel yang nekrotik terjadi pada sitoplasma dan organel-
organel sel lainnya. Inti sel yang mati akan menyusut (piknotik), menjadi padat,
batasnya tidak teratur dan berwarna gelap. Selanjutnya inti sel hancur dan
meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel. Proses
ini disebut karioreksis. Kemudian inti sel yang mati akan menghilang (kariolisis).

Gambar Perubahan Morfologis pada Nekrosis.

2.2 Perkembangan Jaringan Nekrosis

8
Seperti yang dijelaskan sejak awal, nekrosis merupakan kematian sel
akibat cedera (jejas) yang bersifat irreversible.Ketika sel mengalami gangguan,
maka sel akan berusaha beradaptasi dengan jalan hipertrofi, hiperplasia, atrofi,
dan metaplasia supaya dapat mengembalikan keseimbangan tubuh. Namun, ketika
sel tidak mampu untuk beradaptasi, sel tersebut akan mengalami jejas atau cedera.
Jejas tersebut dapat kembali dalam keadaan normal, apabila penyebab jejas
hilang (reversible). Tetapi ketika jejas tersebut berlangsung secara kontinu, maka
akan terjadi jejas yang bersifat irreversible (tidak bisa kembali normal) dan
selanjutnya akan terjadi kematian sel.

Mekanisme cedera secara biokimia adalah sebagai berikut(Kumar; Cotran &


Robbins, 2007):
1. Deplesi ATP
ATP penting bagi setiap proses yang terjadi dalam sel, seperti
mempertahankan osmolaritas seluler, proses transport, sintesis protein, dan
jalur metabolik dasar. Hilangnya sintesis ATP menyebabkan penutupan
segera jalur homeostasis.
2. Deprivasi oksigen

9
Kekurangan oksigen mendasari patogenesis jejas sel pada iskemia.
3. Hilangnya homeostasis kalsium
Kalsium bebas sitosol normalnya dipertahankan oleh transpor kalsium
yang bergantung pada ATP. Iskemia atau toksin menyebabkan masuknya
kalsium ekstrasel diikuti pelepasan kalsium dari deposit intrasel.
Peningkatan kalsium sitosol akan mengaktivasi fosfolipase (pencetus
kerusakan membran), protease (katabolisator protein membran dan
struktural), ATPase (mempercepat deplesi ATP), dan endonuklease
(pemecah materi genetik).
4. Defek permeabilitas membran plasma
Membran plasma dapat langsung dirusak oleh toksin bakteri, virus,
komponen komplemen, limfosit sitolitik, agen fisik maupun
kimiawi.Perubahan permeabilitas membran dapat juga disebabkan oleh
hilangnya sintesis ATP atau aktivasi fosfolipase yang dimediasi kalsium.
5. Kerusakan mitokondria
Peningkatan kalsium sitosol, stress oksidatif intrasel dan produk
pemecahan lipid menyebabkan pembentukan saluran membran
mitokondria interna dengan kemampuan konduksi yang tinggi.Pori
nonselektif ini memungkinkan gradien proton melintasi membran
mitokondria sehingga mencegah pembentukan ATP.

2.3 Gangrene
Gangrene adalah kondisi matinya jaringan tubuh akibat tidak mendapat
pasokan darah yang cukup. Kondisi ini umumnya terjadi di tungkai jari kaki, atau
jari tangan. Tetapi juga bisa terjadi pada otot serta organ dalm tubuh. Gangrene
merupakan kondisi serius yang bisa mengarah ke amputasi hingga kematian.
Kondisi ini banyak ditemukan sebagai komplikasi dari penyakit yang
menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan aliran darah seperti diabetes atau
aterosklerosis

2.4 Kematian Soamatik dan Perubahan Postmortem

10
Kematian seluruh individu disebut kematian somatik, bandingkan dengan
kematian lokal atau nekrosis. Dahulu definisi kematian somatic adalah sederhana.
Seseorang dinyatakan meninggal jika ‘fungsi vital’ berhenti tanpa ada
kemungkinan untuk berfungsi kembali. Jadi, jika seseorang berhenti bernafas dan
tidak dapat diresusitasi, maka jantung dengan cepat berhenti berdenyut sebagai
akibat dari anoksia, dan orang itu tidak dapat disangkal lagi telah mati (Price &
Wilson, 1995).
Pengertian tentang kematian mengalami perkembangan dari waktu ke waktu
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kematian dapat dibagi menjadi
2 fase, yaitu: somatic death (kematian somatik) dan biological death (kematian
biologik). Kematian somatik merupakan fase kematian dimana tidak didapati
tanda tanda kehidupan seperti denyut jantung, gerakan pernafasan, suhu badan
yang menurun dan tidak adanya aktifititas listrik otak pada rekaman EEG.
Kematian somatik akan diikuti fase kematian biologik yang ditandai dengan
kematian sel seperti kematian batang otak saja, henti nafas saja atau henti detak
jantung saja sudah dapat dipakai sebagai patokan penentuan kematian manusia.
Permasalahan penentuan saat kematian ini sangat penting bagi pengambilan
keputusan baik oleh dokter maupun keluarganya dalam kelanjutan pengobatan
(Olif, 2011).
Kematian secara klinis merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi dan
tekanan darah serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai
dengan aktivitas listrik otak terhenti. Dengan perkataan lain, kematian merupakan
kondisi terhentinya fungsi jantung, paru-paru, dan kerja otak secara menetap.
Sekarat dan kematian memiliki proses atau tahapan yang sama seperti pada
kehilangan dan berduka (Hidayati, 2008).

Setelah kematian terjadilah perubahan-perubahan yang dinamakan


perubahan postmortem. Karena reaksi kimia dalam otot orang mati, timbul suatu
kekakuan yang dinamakan rigor mortis. Kata algor mortis menunjukkan pada
dinginnya mayat, karena suhu tubuhnya mendekati suhu lingkungan. Perubahan

11
lain disebut livor mortis atau perubahan warna postmortem. Umumnya perubahan
warna semacam itu disebabkan oleh kenyataan bahawa sirkulasi berhenti, darah di
dalam pembuluh mengambil tempat yang terletak paling bawah dalam tubuh
menjadi merah keunguan, disebabkan oleh bertambahnya kandungan darah.
Karena jaringan-jaringan di dalam mayat itu mati, maka secara mikroskopik
enzim-enzim dikeluarkan secara lokal, dan mulai terjadi reaksi lisis. Reaksi-reaksi
ini, disebut otolisis postmortem (secara harfiah berarti melarutkan diri), yang
snagat mirip dengan perubahan-perubahan yang terlihat pada jaringan nekrotik,
tetapi tentu saja, tidak disertai dengan reaksi peradangan. Akhirnya bila tidak
dicegah dengan tindakan tertentu-tertentu (misalnya pembalseman) bakteri-bakteri
kan tumbuh dengan subur dan akan terjadi pembusukan. Kecepatan mulai
timbulnya perubahan postmortem sangat berbeda-beda, tergantung pada individu
maupun pada sifat-sifat lingkunga sekitarnya. Jadi, penentuan waktu kematian
yang tepat, oleh para dikter dalam cerita detektif khayalan memang hanya
merupakan khayalan (Price & Wilson, 1995).
Seseorang dinyatakan mati jika fungsi spontan pernapasan dan jantung telah
berhenti secara pasti/irreversible yaitu misalnya pada kematian normal yang biasa
terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat. Pada keadaan ini, denyut
jantung dan nadiberhenti pada suatu saat ketika jantung ataupun organism lain
secara keseluruhan begitu terpengaruhi oleh penyakit tersebut, sehingga orang
yang bersangkutan tidak mungkin untuk tetap hidup lebih lama lagi. Upaya
reusitasi pada keadaan ini tidak berarti lagi. Upaya resusitasi dilakukan pada
keadaan mati klinis yaitu bila denyut nadi besar (sirkulasi) dan napas berhenti dan
diragukan apakah kedua fungsi spontan jantung dan pernapasan telah berhenti
secara pasti/irreversible misalnya pada kematian mendadak.
Upaya resusitasi darurat ini dapat diakhiri bila:
a. Diketahui kemudian bahwa sesudah dimulai resusitasi, pasien ternyata berda
dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi
atau hampir dapat dipastikan bahwa pasien tidak akan memperoleh kembali
fungsi cerebralnya yaitu sesudah 1 jam terbukti tidak ada nadi pada
normoternia tanpa resusitasi jantung baru.

12
b. Terdapat tanda-tanda klinis mati otak yaitu sesudah resusitasi, pasien tetap
tidak sadar, tidak timbul napas spontan dan gag reflex, pupil tetap dilatasi
selama paling sedikit 15-30 menit. Kecuali untuk itu ialah hipotermia atau
di bawah pengaruh barbiturate atau anestesi umum.
c. Terdapat tanda mati jantung yaitu asistole listrik membandel (garis datar
pada EKG) selama paling sedikit 30 menit, meskipun telah dilakukan
resusitasi dan pengobatan optimal.
d. Penolong terlalu lelah sehingga tidak dapat melanjutkan upaya resusitasi.
(Hanafiah & Amir, 2007).
Diagnosis mati batang otak (MBO)
Ada 3 langkah untuk menegakkan diagnosis MBO ;
a. Menyakini bahwa telah terdapat pra kondisi tertentu,
b. Menyingkirkan penyebab koma dengan henti napas yang irreversible,
c. Memastikan refleksia batang otak dan henti napas yang menetap. Bila setiap
kasus didekati secara sistematis, tak akan terjadi keselahan. Bila setiap kasus
didekati secara sistematis, tak akan terjadi kesalahan.
Terdapat dua pra kondisi yang diperlukan ;
a. Bahwa pasien dalam keadaan koma dan henti napas yaitu tidak responsive
dan dibantu ventilator;
b. Bahwa penyebabnya adalah kerusakan otak structural yang tidak dapat
diperbaiki lagi yang disebabkan oleh ganguan yang dapat menuju MBO.
(Hanafiah & Amir, 2007).

BAB 3
PENUTUP

13
3.1  Kesimpulan
Degenerasi merupakan suatu perubahan keadaan secara fisika dan kimia
dalam sel, jaringan atau organ yang bersifat menurunkan efisiensinya.
Gangguan fungsi bisa bersifat reversible ataupun ireversibel sel tergantung dari
mekanisme adaptasi sel. Cedera reversibel disebut juga cedera subletal dan cedera
ireversibel disebut juga cedera letal.
Jejas sel merupakan keadaan dimana sel beradaptasi secara berlebih atau
sebaliknya, sel tidak memungkinkan untuk beradaptasi secara normal.
Penyakit degeneratif adalah penyakit yang menyebabkan terjadinya kerusakan
atau penghacuran terhadap jaringan atau organ tubuh. Misalnya diabetes militus
tipe 2, osteoporosis, dan lain sebagainya.

3.2    Saran
Degenerasi merupakan suatu bentuk kerusakan sel sebagai akibat dari
adanya kerusakan sel akut atau trauma, di mana kerusakan sel tersebut terjadi
secara tidak terkontrol. Oleh karena itu kita perlu memperhatikan makanan yang
akan kita konsumsi, menjaga aktivitas fisik serta selalu mengutamakan prilaku
sehat agar tidak menyebabkan timbulnya gejala-gejala degenerasi yang dapat
merusak sel dan berpotensi menimbulkan masalah kesehatan yang serius.

14
DAFTAR PUSTAKA

Janti S, Budi K, Andhy H, Bing D. 2003.  Ilmu PatologiBuku Kedokteran.


Jakarta : EGC.
Danny H, Harry M, Ferry S, Arief B, Tono D, Boenjamin S. 2010.Stem Cell
Dasar Teori dan Aplikasi Klinis. Jakarta : Humana Press.
https://id.wikipedia.org/wiki/Degenerasi
Diakses tanggal 25 Februari 2017
https://puzzleinmymind.wordpress.com/2010/03/21/hello-world/
Diakses tanggal 27 Februari 2017
http://revias-clinics.blogspot.co.id/2010/05/degenerasi.html
Diakses tanggal 26 Februari 2017
http://abhique.blogspot.co.id/2009/10/adaptasi-sel-terhadap-cedera.html
Diakses tanggal 2 Maret 2017
http://www.kerjanya.net/faq/6648-penyakit-degeneratif.html
Diakses tanggal 26 Februari 2017

15
MAKALAH
PROSES DEGENERATIF & NEKROSIS
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patofisiologi

Dosen Pembimbing:
Kurniawati, S.Kep.Ners.M.Kep

Disusun Oleh :
1. Lina Safitri (7122001)
2. Syavrinna Rachma S (7122007)

D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM
JOMBANG
2022/2023

16
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama allah swt yang maha pengasih lagi maha
penyayang . kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratnya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah patofisiologi tentang “Proses Degeneratif”.
Makalah  ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah 
berkonstribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Kami berharap semoga makalah patofisiologi tentang “Proses
Degeneratif” ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Jombang, 22 Januari 2023

17
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan......................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................
A. Pengertian Degenerasi.............................................................................................
1.1 Jenis-Jenis Degenerasi.......................................................................................
1.2 Penyebab Degenerasi.........................................................................................
1.3 Penyakit Degenerasi..........................................................................................
B. Pengertian Kematian Sel (Nekrosis)........................................................................
2.1 Perubahan Morfologis pada Nekrosis................................................................
2.2 Perkembangan Jaringan Nekrosis......................................................................
2.3 Gangrene............................................................................................................
2.4 Kematian Soamatik dan Perubahan Postmortem...............................................
BAB III PENUTUP.............................................................................................................
A. Kesimpulan..............................................................................................................
B. Saran........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................

18

Anda mungkin juga menyukai