Anda di halaman 1dari 27

Degenerasi Berdasarkan Deposit Timbunan Bahan-bahan Metabolik

Degenerasi merupakan kemunduran sel oleh karena padanya terjadi gangguan metabolisme
sehingga tertimbun (akumulasi) bahan-bahan metabolit, yang normal tidak tampak dalam
jumlah sedikit, sehingga sel menjadi bengkak dan sakit.
Etiologi: rangsangan sub letal
Sifat: reversible
Degenerasi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu pembengkakan sel dan perubahan
perlemakan. Pembengkakan sel timbul jika sel timbul jika sel tidak dapat mengatur
keseimbangan ion dan cairan yang menyebabkan hidrasi sel. Sedangkan perubahan perlemakan
bermanifestasi sebagai vakuola-vakuola lemak di dalam sitoplasma dan terjadi karena hipoksia
atau bahan toksik. Perubahan perlemakan dijumpai pada sel yang tergantung pada
metabolisme lemak seperti sel hepatosit dan sel miokard.
Macam-macam proses degenerasi (tergantung macam bahan yang terganggu metabolismenya)
Degenerasi lemak (lemak)
Degenerasi keruh (H2O)
Degenerasi lender/complek (sel hidrat arang dan protein)
Degenerasi hyaline (protein)
Degenerasi lemak Amiloid (Glocoprotein)
Zanker (Asam lactic)

1. Degenerasi Lemak
Ialah timbunan lemak yang abnormal dalam sel yang sakit, dapat terjadi pada hepar, jantung,
ginjal dan pulpa.
Etiologi: - Anoxia
- Infeksi
- Intoksikasi Zat Kimia (Chlour, Phospor, Bishmath, Arsen)
- Malnutrisi
- Diabetes Militus
Infiltrasi Lemak / jaringan lemak
Ini bias disebut juga stroma/fatty infiltration
Ialah timbunan lemak diantara jaringan ikat (jantung, pancreas) pada penderita obesitas, tidak
menyebabkan gangguan fungsi.

2. Degenerasi Lendir
Degenerasi Complex= H.A + PROTEIN
Bahan lendir tubuh diproduksi oleh jaringan ikat, yaitu oleh fibroblast Mucopoly Sacharida /
Mlyxoid . Ini digunakan sebagai zat perekat antar sel jaringan ikat. Ini juga berfungsi sebagai
shock absorber dan sebagai pertahanan jaringan ikat (menstion serangan kuman).
Mukus adalah substansi kompleks yang cerah, kental, dan berlendir dengan komposisi yang
bermacam-macamdan pada keadaan normal disekresi oleh sel epitel serta dapat pula sebagai
matriks jaringan ikat longgar tertentu.
a. Degenerasi Miksomatik
Degenerasi miksomatik merupakan akumulasi yang berlebihan dari konjugat yang berasal dari
karbohidrat. Konjugat ini dari mukopolisakarida tersebar dalam tubuh substansi dasar dari
jaringan ikat dan kartilago. Keadaan ini menunjukkan adanya musin di daerah interselular dan
memisahkan sel-sel stelata.
Pembentukan jaringan ikat miksomatosa yang tampak seperti jeli Wharton dan secara
histologik terdiri dari sel berbentuk stelata dalam suatu matriks mukoid. Terdapat dalam
banyak jaringan ikat, tetapi khususnya dalam jaringan fibrosa dan ditemukan pada penyakit
kolagen, dalam pembuluh darah, khususnya medionekrosis dari aorta, dan pada sebagian besar
tumor jaringan ikat.
b. Degenerasi Mukoid (degenerasi pada lender epitel)
Degenerasi mukoid digunakan pada produksi sejumlah besar sekresi musinosa oleh sel.
Musin dapat dijumpai dalam sel, dan mendesak inti ketepi seperti pada adenokarsinoma gaster
yang memberikan gambaran difus terdiri atas sel-sel gaster yang memiliki sifat ganas dan
mengandung musin. Musin tersebut akan mendesak inti ke tepi sehingga sel menyerupai cincin
dan dinamakan signet ring cell.
Produksi yang berlebihan dari musin epithelial berkaitan dengan degenerasi sel-sel padfa
peradangan kataral. Produksi mucus yang berlebihan pada tumor dapat terjadi pada kangker
koloid, kistadenoma musinosum dari ovarium dan adenoma pleomorfik dari kelenjar
salivarius.

3. Degenerasi Hyalin
Degenerasi Hyalin merupakan degenerasi yang menyangkut metabolisme berbagai macam
bahan proteih hyaline. Umumnya degenerasi hyaline merupakan perubahan dalam sel atau
rongga ekstraseluler yang memberikan gambaran homogen, cerah dan berwarna merah muda
dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin.
Degenerasi Hyalin klinisnya adalah jaringan parut (Cicatrix), jaringan bekas luka yang mengeras
karena mengandung timbunan Hyalin; neoplasma uterus (myoma), aterio Seterosis; Glunerulo
Nephitis cronica; Radang menahun pada jaringan elostis dinding pembuluh darah; deficiensi
vitamin A dapat menyebabkan kulit kasar dan kaku; dan adanya virus hepatitis.
Pada gambaran histologik terdapat timbunan hyalin inter celluler pada jaringan ikat. Ini diamati
dengan menggunakan pengecatan H E : Hyalin, dan terlihat homogen, transparan merah muda.
Degenerasi Hyaline ini tidak reversible (kelas barat) pada derajat yang berat.

4. Degenerasi Keruh / Zat Protein
Pembengkakan sel adalah manifestasi awal sel terhadap semua jejas sel. Morfologi yang sulit
dilihat dengan mikroskop cahaya. Bila pembengkakan sel sudah mengenai seluruh sel dalam
organ, jarinagn akan nampak pucat, terjadi peningkatan turgor, dan berat organ.
Contoh dari degenerasi albumin adalah epitel tubulus ginjal yang mengalami penyakit
pielonefritis kronis. Gambaran histologiknya menunjukkan epitel tubulus membengkak
sehingga lumen tubulus tidak built lagi, tetapi membentuk bintang, dan sitoplasma sel nampak
bergranular serta dinding sel menjadi tidak jelas.

5. Degenerasi Hidropik
Degenerasi hidropik merupakan jejas yang reversible dengan penimbuna intraselular yang lebih
parah jika dibandingkan degenerasi albumin. Etiologinya dianggap sama dengan pembengkakan
sel, hanya intensitas rangsang patologik lebih berat dan jangka waktu terpapar rangsangan
patologik tersebut lebih lama.
Krakteristik dengan penumpukan air lanjut dalam sel. Hal ini dapat disebabkan oleh kerusakan
mitokondria yang nyata, terhentinya produksi ATP dan kegagalan dari pompa natrium, yang
menyebabkan peningkatan tekanan osmotic dalam sel. Perubahan dalam permeabilitas
membran sel terhadap zat lain dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan toksik.
Selain itu dapat disebkan oleh gangguan air dan elektrolit yang berat, khususnya kehilangan
kalium. Bahan-bahan fisiko-kimiawi, contohnya luka baker, terseduh, kloroform dan karbon
tetraklorida. Keadaaan efektif dan setelah cloudy swelling, jika berlangsung lama.
Degenerasi hidropik ini biasanya terdapat pada sel hepar dan tubulus kontortus ginjal.
Gambaran makroskopis organ yang mengalami degenerasi hidrofik menjadi lebih besar dan
lebih berat daripada normal dan juga tampak lebih pucat.
Gambaran mikroskopik menunjukkan sel membengkak menyebabkan desakan pada kapiler-
kapiler organ seperti kapiler pada sinusoid hati. Bila pada penimbunan air dalam sel berlanjut
karena jejas terhadap sel semakin berat, akan timbul vakuola-vakuola kecil dan nampak cerah
dalam sitoplasmik. Sehingga nampak vakuola-vakuola kecil sampai besar pada sitoplasma.

6. Degenerasi Amiloid
Degenerasi amiloid ini memiliki kesamaan dengan degenerasi hyaline. Degenerasi amiloid
memiliki sifat diantaranya memberikan reaksi khusus pada pengecatan, selektif dalam
deposisinta (ada dua bagian tubuh yang terpilih/ tidak seluruhnya/selektif), ada hubungan
dengan penyakit tertentu, dan ditemukan pada organ-organ yang termasuk RES.
Macam Amilodosis:
a. Amilodosis primer
b. Amilodosis sekunder
c. Amilodosis pada multiple myeloma
d. Amilodosis local (setempat), bila tidak dirawat akan menjadi amilodosis umum.

a. Amilodosis primer
Ini tidak diketahui penyebabnya yang jelas (idiopatik). Organ yang terkena antaralain jaringan
otot, tract digostricus, jantung dan lidah. Komplikasinya yaitu pada otot, serat-serat otot diganti
/ ditimbun bahan amiloid.

b. Amilodosis sekunder
Terjadi secara sekunder, sebagai komplikasi penyakit lain (didahului oleh penyakit lain). Misal
oleh penyakit tuberkolusa, osteo myelitis khronis supurativa, lepra, tumor ganas. Organ yang
terkena antara lain limpa, ginjal dan anak ginjal, hati, dan sel getah bening.
c. Amilodosis pada Multiple Myeloma (tumor pada myeloma)
Multiple myeloma adalah tumor ganas yang HPA mengandung banyak sel plasma. Dasar
etiologinya adalah reaksi imunologi. Pada umumnya 30% kasus multiple myeloma disertai
amilodosis primer.

d. Amilodosis Lokal
Amilodosis local terjadi pada tempat-tempat tertentu.
Phatogenesa:
Merupakan permulaan dari amilodosis primer yang umum (menyeluruh)
Pada penderita dengan penyakit lain misalnya diabetes militus (pada lympha / kelopak mata)
Penderita yang lanjut usia (pada pancreas)
Penyakit trachoma (timbul bintil-bintil pada kelopak mata amiloid tumor)

7. Degenerasi Zenker
Dahulu dikenal sebagai degenerasi hyaline pada otot sadar yang mengalami nekrosis. Otot yang
mengalami degenarasi zenker adalah otot rektus abdominis dan diafragma, warna mirip
hyaline, serat-serat otot menjadi hilang & diganti dengan jaringan homogen mirip wax-waxy
degeneration. Degenerasi ini kadang kala ditemukan pada pneumonia dan tifus abdominalis
stadium terminal.
3.1 Degenerasi pada Jaringan Keras Rongga Mulut
3.1.1. Degenerasi pada Alveolar Bone
Gambarannya berupa Alveolar ridge flat yNg disebabkan oleh :
1. Berhubungan dengan perlekatan dari Gingiva.Perlekatan gingival dengan bertambahnya
umur maka gingival attachment mengalami penurunan.
2. Karena kehilangan gigi > alveolar flat
Remodelling tulang :
Tulang tua > remodeling sd 35 tahun (oleh osteoklas dan osteoblas) > tulang baru
Puncak masa tulang pada umur 35 tahun, dimana usia menopause,osteoklas akan lebih banyak
mengambil massa tulang,daripada pementukan yang dilakukan oleh osteoblas
Estrogen : Mengontrol degenersai,tidak dapat mengonrol sintesis interleukin
Pada Maksilla
setelah mengalami resorpsi, lengkung rahangnya semakin sempit dibandingkan pada saat gigi-
geligi masih ada.
Resorpsi di bag anterior os maxilla dapat mencapai basis dari spina nasalis anterior
atropi di regio molar dapat mencapai crista zygomaticus (proc.zygomaticus ossis maxillaris)
resorpsi bagian posterior lengkung maxilla: letak hamulus pterygoidei berada dibawah batas
tulang alveolar rahang ats
Sinus maxillaris tetap berkembang, bila resorpsi tul alveolar besar, dinding dasar sinus
menjadi sangat tipis
Pada mandibula
resorpsi yang terjadi pada bagian anterior mencapai batas protuberantia mentale (ventral)
dan spina mentalis (dorsal)
Bagian posterior lengkung mandibula, resorpsi hingga mencapai batas linea obliqua externa
Bila resorpsinya sangat hebat, dinding cranial canalis mandibularis menjadi sangat tipis.
Begitu pula foramen mentale dapat terbuka hingga batas itu.

Secara intra oral Plica Sublingualis tampak lebih tinggi dari batas tulang alveolar rahang
bawah
Resorpsi hebat juga mengakibatkan lengkung rahang mandibula semakin lebar dibanding
lengkung gigi-geliginya, sehingga posisinya menjadi prognathi
ramus mandibula semakin condong ke arah posterior, sehingga angulus mandibula menjadi
tumpul kembali

3.1.2. Degenerasi pada Pulpa
Degenarasi pulpa ini jarang ditemukan namun perlu diikutkan pada suatu deskripsi penyakit
pulpa. Degenerasi pulpa pada umunya ditemui pada penderita usia lanjut yang dapat
disebabkan oleh iritasi ringan yang persisten. Kadang-kadang dapat juga ditemukan pada
penderita muda seperti pengapuran. Degenerasi pulpa ini tidak perlu berhubungan dengan
infeksi atau karies, meskipun suatu kavitas atau tumpatan mungkin dijumpai pada gigi yang
terpengaruh. Tingkat awal degenerasi pulpa biasanya tidak menyebabkan gejala klinis yang
nyata. Gigi tidak berubah warna, dan pulpa bereaksi secara normal tehadap tes listrik dan tes
termal. Ada beberapa macam degenerasi pulpa yaitu degenerasi kalsifik, degenerasi atrofik,
degenerasi fibrous.
Perubahan pulpa
volume ruangpulpa menyempit ok/dentin reparative
jumlah sel berkurang, jumlah saraf bertambah
secara histologis, jaringan pulpa terlihat lebih padat dapat terjadi pengapuran yang tidak
teratur (pulp stones) tjd pengurangan jumlah dan penurunan kualitas dinding pembuluh
>reaktifitas berkurang

1. Degenerasi Klasifik
Pada degenerasi kalsifik, sebagian jaringan pulpa digantikan oleh bahan mengapur; yaitu
terbentuk batu pulpa atau dentikel. Kalsifikasi ini dapat terjadi baik di dalam kamar pulpa
ataupun saluran akar tapi umumnya dijumpai pada kamar pulpa. Bahan mengapur mempunyai
struktur berlamina seperti kulit bawangdan terletak tidak terikat di dalam badan pulpa.
Dentikel atau batu pulpa demikian dapat menjadi cukup besar untuk memberikan suatu bekas
pada kavitas pulpa bila massa mengapur tersebut dihilangkan. Pada jenis kalsifikasi lain, bahan
mengapur terikat pada dinding kavitas pulpa dan merupakan suatu bagian utuh darinya. Tidak
selalu mungkin membedakan satu jenis dari jenis lain pada radiograf
Diduga bahwa batu pulpa dijumpai pada lebih dari 60% gigi orang dewasa. Batu pulpa dianggap
sebagai pengerasan yang tidak berbahaya, meskipun rasa sakit yang menyebar pada beberapa
pasien dianggap berasal dari kalsifikasi ini pada pulpa.
Gigi dengan batu pulpa juga dicurigai sebagai focus infeksi oleh beberapa klinisi. Tidak
ditemukan perbedaan dalam insidensi batu pulpa antara kelompok pasien yang menderita
encok dan kelompok control normal dengan umur yang kira-kira sama.
Pada Degenerasi Kalsifik dapat ditemukan :
Sebagian / beberapa bagian jaringan pulpa yang mengalami pengalaman
Terbentuk batu pulpa / dentikel
Dapat terjadi di kamar pulpa atau saluran akar
Bentuk pengapuran :


Hanya dapat dilihat melalui rontgen foto
Penyebab : Terjadi setelah pulpitis, keradangan jaringan ikat melokalisir radang jaringan
fibrosa mengalami pengapuran diffuse
Pada orang muda krn rangsang terus menerus
Pada orang tua dapat terjadi tanpa penyebab
Teori terjadinya dentikel
Bersama dengan pembentukan gigi dimana :
Sesudah gigi erupsi nyeri tanpa ada tanda-tanda radang rontgen foto
Pembentukan Dentikel


Dapat terikat / tidak dengan dentin
Dapat membesar & menyumbat saluran akar
Macam Dentikel
1. True Denticle
dibentuk oleh odontoblos
seperti dentin sekunder
2. False Denticle
dari jaringan pulpa yang
mengalami pengapuran

2. Degenerasi Atrofik
Degenerasi atrofik, tidak ada diagnosis kliniknya, pada jenis degenerasi ini sering terjadi pada
penderita usia lanjut. Secara histopatologis dijumpai lebih sedikit sel-sel skelat, dan cairan
interselular meningkat. Jaringan pulpa kurang sensitif daripada normal. Yang disebut atrofi
retikuler adalah suatu artifiak (artifact) dihasilkan oleh penundaan bahan fiksatif dalam
mencapai pulpa. Biasanya terlihat saluran akarnya sempit dan seringkali menyulitkan bila
dilakukan perawatan saluran akar.
Pada degenerasi atrofik sering ditemukan adanya :
= Atrophia pulpae/pengecilan pulpa
Penyebab tidak jelas
Terdapat pada gigi yang tidak berfungsi, misal : pada gigi yang tertanam
Terjadi pada orang tua atrofik fisiologis / atrofik senilis
Histopatologis : sel stelat menurun, cairan intersellular meningkat, jaringan pulpa kurang
sensitif
Gejala : tidak ada keluhan
Pemeriksaan
Visual : normal
EPT : hampir tidak bereaksi / lebih besar dari normal
Termis : hampir tidak bereaksi
R Foto : pulpa dan saluran akar mengecil

3. Degenerasi Fibrous
Degenerasi fibrous, bentuk degenerasi pulpa ini ditandai dengan pergantian elemen selular
oleh jaringan penghubung fibrus. Dapat terlihat jelas pada saat pengambilan jaringan pulpa
berupa jaringan keras. Penyakit ini tidak menyebabkan gejala khusus untuk membantu dalam
diagnosa klinik.
Pada degenerasi Fibrous,sering terjadi :
Terdapat pada gigi dg alveolus socket yg dalam & pulpitis kronis
Gejala : tidak ada keluhan
Pemeriksaan : Tes termis, EPT hampir tidak bereaksi
R foto : normal, kadang-kadang resorpsi tl. Alveolar
Visual : sulit untuk mendiagnosa
Histopatologis : proses deg. fibrosa

4. Artifak Pulpa
Pernah diperkirakan bahwa vakuolisasi odontoblas adalah suatu jenis degenerasi pulpa ditandai
dengan ruang kosong yang sebelumnya diisi oleh odontoblas. Kemungkinan ini adalah suatu
artifak yang disebabkan karena fiksasi jelek specimen jaringan. Degenerasi lemak pulpa,
bersama-sama dengan atrofi reticular dan vakuolasasi, semuanya mungkin artifak dengan
sebab sama, yaitu fiksasi yang tidak memuaskan.Sering ditemukannya gambaran :
Ruang kosong
vakuolisasi odontoblas
Krn :
fiksasi spesimen jaringan jelek
Degenerasi lemak + atrofi retikuler

5. Metastasis sel-sel tumor
Metastasis sel-sel tumor ke pulpa gigi jarang terjadi, kecuali mungkin pada tingkat akhir.
Mekanisme terjadinya keterlibatan pulpa demikian pada kebanyakan kasus adalah perluasan
local langsung dari rahang. Satu laporan mencatat keterlibatan pulpa gigi molar pada pasien
berusia 11 tahun dengan kondromiksosarkoma rahang bawah. Dari 39 pasien yang diperiksa
dengan tumor maligna di dalam mulut, hanya satu di mana ditemuka sel-sel tumor di dalam
pulpa.

3.1.3. Degenerasi pada Dentin
Pada degenerasi yang terjadi pada dentin, dapat ditemukan perubahan berupa :
dapat tjd dentin sklerotik dan dentin tertier
dapat terjadi dead tract = tubuli dentin yang kosong krn pengerutan cabang odontoblas atau
kematian odontoblas. Pada sediaan terlihat sebagai bercak hitam di dentin mahkota

3.1.4. Resorbsi Internal
Resorpsi internal adalah suatu proses idiopatik progresif resorptif yang lambat atau cepat yang
timbul pada dentin kamar pulpa atau saluran akar gigi.
Penyebab resorpsi internal masih belum diketahui secara pasti, namun seringkali penderita
mempunyai riwayat trauma. Ada yang beranggapan bahwa resorpsi internal dapat terjadi
sebagai akibat inflamasi pulpa.
Resorpsi internal pada akar gigi adalah asimtomatik. Pada mahkota gigi, resorpsi internal dapat
terlihat sebagai daerah yang kemerah-merahan disebut bintik merah muda (pink spot).
Daerah kemerah-merahan ini menggambarkan jaringan granulasi yang terlihat melalui daerah
mahkota yang teresorpsi.
Pada pemeriksaan histipatologi, tidak seperti karies, resorpsi internal adalah hasil aktivitas
osteoklastik. Ciri proses resorpsi adalah lakuna yang mungkin terisi oleh jaringan osteoid.
Jaringan osteoid dapat dianggap sebagai usaha perbaikan. Adanya jaringan granulasi
menyebabkan perdarahan banyak bila pulpa diambil. Dijumpai sel-sel raksasa bernukleus
banyak atau dentinoklas. Pulpa biasanya menderita inflamasi kronis. Kadang-kadang terjadi
metaplasia pulpa yaitu transformasi ke jenis jaringan lain seperti tulang atau sementum.
Perawatan yang dapat dilakukan pada kasus resorpsi internal adalah eksterpasi pulpa untuk
menghentikan proses resorpsi internalnya. Diindikasikan perawatan endodontik rutin, tetapi
obturasi kerusakan memerlukan suatu bahan khusus, lebih diutamakan dengan cara guta-
percha. Pada kebanyakan pasien, resorpsi internal berkembang tanpa terlihat karena tidak
menimbulkan rasa sakit, sampai akar berlubang. Dalama kasus seperti ini, pasta kalsium
hidroksida dimampatkan pada saluran akar dan diperbaharui secara periodik sampai kerusakan
menjadi baik. Perbaikan selesai bila terjadi rintangan atau karies mengapur, baru kemudian diisi
dengan gutta-percha.
Prognosis adalah terbaik sebelum terjadi perforasi akar atau mahkota. Jika telah terjadi
perforasi akar-mahkota, prognosisnya berhati-hati dan tergantung pada terbentuknya
rintangan mengapur atau pembukaan ke perforasi yang memungkinkan perbaikan secara
bedah.
Resorpsi dibagi menjadi 3
1. resorpsi permukaan. Pemeriksaan mikroskopik pada gigi yang telah direplantasi
mengungkapkan adanya lacuna resorpsi di dalam sementum. Hal ini biasanya tidak terlihat
dalam radiograf. Resorpsi ini direparasi dengan deposisi sementum yang mencerminkan adanya
penyembuhan
2. resorpsi inflamasi. Resorpsi inflamasi ini terjadi sebagai suatu respons terhadap keberadaan
pulpa nekrosis yang terinfeksi bersama-sama dengan cedera pada ligament periodontium.
Resorpsi ini terjadi pada gigi yang direplantasikan serta pada cedera luksasi lain. Resorpsi ini
ditandai oleh adanya struktur gigi dan tulang di sebelahnya yang hilang. Resorpsi biasanya
mereda setelah pulpa nekrosisnya dibuang, jadi prognosisnya baik. Oleh karena itu, perawatan
saluran akar dianjurkan secara rutin pada gigi replantasi dengan apeks tertutup.
3. resorpsi penggantian. Pada resorpsi ini, struktur gigi diresorpsi dan digantikan oleh tulang.
Perubahan yang sering ditemukan yaitu :
Resorpsi idiopatik progresif
Cepat / lambat
Terjadi pada dentin kamar pulpa / sal. akar
Histopatologi
Hasil aktivitas osteoklastik
Proses resorptif, ciri : lakuna terisi jaringan osteoid jaringan untuk perbaikan jaringan
granulasi perdarahan banyak bila pulpa diambil tiap sel raksasa bernukleus banyak pulpa
biasanya inflamasi kronik kadang terjadi metaplasia pulpa.
Etiologi
Tidak diketahui dengan pasti
Tidak ada keluhan, kecuali bila terjadi perforasi
Riwayat trauma
Gejala-gejala :
Asimptomatik, kecuali bila terjadi perforasi
Pada mahkota gigi pink spot

3.2 Degenerasi pada Jaringan Lunak Rongga Mulut
3.2.1. Degenerasi pada Kelenjar Saliva
Perubahan pada kelenjar saliva
Penurunan kecepatan aliran saliva bila ada rangsangan
kecepatan biosintesis protein menurun karena sel-sel asini mengalami atrofi, shg jumlah
protein dlm saliva berkurang
penurunan sekresi saliva lebih disebabkan oleh penyakit sistemik atau penggunaan obat pada
keadaan tertentu
terjadi perubahan2 patologis dalam kelenjar saliva:
sel parenkim digantikan oleh sel lemak
perubahan struktur sel tu pada inti dan sitoplasma
metaplasia pada duktus kecil
akumulasi jaringan limfoid
Pada pars terminalis kelenjar saliva, jar lemak menggantikan sel-sel asini (tu parotis),
sedangkan jar fibrosa banyak ditemukan pada kel submandibularis dan kelenjar minor
terjadi perubahan enzimatik kelenjar saliva
terdapat peningkatan sekresi musin yang disertai dengan peningkatan viskositas saliva
konsentrasi Natrium dan klorida saliva menurun

3.2.2. Degenerasi pada Lidah
Perubahan lidah
Mengalami penurunan tonus otot
ukuran tidak berubah kecuali pd kehilangan gigi
papila lidah berkurang juga ukurannya, biasanya dimulai dari ujung dan sisi lateral lidah

Patologis
- Penyakit sistemik
- Medikasi
- Kebiasaan buruk
3.2.3. Degenerasi pada Mukosa Rongga Mulut
Perubahan mukosa
Secara klinis terlihat atrofi mukosa dan warna yang lebih pucat
pada lapisan epitel, kemampuan mitosis berkurang disertai pergantian epitel yang lambat
Proses keratinisasi berlangsung lambat dan lapisan epitel terlihat tipis
pada lamina propria dan submukosa terjadi perubahan yang mirip dengan lapisan dermis
Sel-sel mengalami perubahan terutama sel fibroblas
Serat elastin dan kolagen bertambah tebal dan memadat
Patogenesis : Penurunan proloferasi epitel , menyebabkan penipisan mukosa, pengasaran
serabut kolagen
Pemeriksaan : HPA
Pada lamina Propria dan lapisan submukosa trjadi perubahan yang mirip dengan lapisan
dermis.





3.3 Degenerasi pada Komponen Musculoskeletal
3.3.1. Degenerasi pada Tulang
1. Klasifikasi
Osteoporosis primer
Osteoporosis primer sering menyerang wanitapaska menopause dan juga pada pria usia lanjut
dengan penyebab yang belum diketahui.
Osteoporosis sekunder
Sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan :
Cushing's disease
Hyperthyroidism
Hyperparathyroidism
Hypogonadism
Kelainan hepar
Kegagalan ginjal kronis
Kurang gerak
Kebiasaan minum alkohol
Pemakai obat-obatan/corticosteroid
Kelebihan kafein
Merokok
2. Etiologi
Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada
wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.
Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul
lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk
menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah
menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan
pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia
lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang
wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang
disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.Penyakit ini bisa disebabkan
oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan
obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang
berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.
Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang
normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya
tulang.
3. Gejala Klinis
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis),
sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Beberapa penderita tidak
memiliki gejala.
Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka
akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk.
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh
bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara
tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika
penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya
rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.
Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari
tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit.
Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena
jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Yang juga sering
terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan
tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang
cenderung menyembuh secara perlahan.
4. Patogenesis
Mekanisme yang mendasari dalam semua kasus osteoporosis adalah ketidakseimbangan antara
resorpsi tulang dan pembentukan tulang. Dalam tulang normal, terdapat matrik konstan
remodeling tulang; hingga 10% dari seluruh massa tulang mungkin mengalami remodeling pada
saat titik waktu tertentu. Proses pengambilan tempat dalam satuan-satuan multiseluler tulang
(bone multicellular units (BMUs)) pertama kali dijelaskan oleh Frost tahun 1963.[1] Tulang
diresorpsi oleh sel osteoklas (yang diturunkan dari sumsum tulang), setelah tulang baru
disetorkan oleh sel osteoblas.
Osteoporosis adalah suatu penyakit kelainan pada tulang yang ditandai dengan berkurangnya
massa tulang, kerusakan tubuh atau arsitektur tulang sehingga tulang mudah patah.
Osteoporosis adalah penyakit degeneratif yaitu suatu penyakit yang berhubungan dengan usia.
Tapi Osteoporosis bisa dihindari atau dicegah agar jangan terjadi akibat yang lebih fatal yaitu
patah tulang.

Secara normal di tubuh kita terjadi suatu tahapan yang disebut REMODELLING TULANG, yaitu
suatu proses pergantian tulang yang sudah tua untuk diganti dengan tulang yang baru. Hal ini
sudah terjadi pada saat pembentukan tulang mulai berlangsung sampai selama kita hidup.
Proses Remodelling tulang tersebut dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini :

Setiap saat terjadi remodeling tulang di tulang manusia. Proses remodeling ini dimulai dengan
terjadinya resorpsi atau penyerapan atau penarikan tulang oleh sel tulang yaitu OSTEOKLAS,
kemudian tulang yang sudah diserap itu tadi akan diisi oleh tulang yang baru dengan bantuan
sel tulang yang bernama OSTEOBLAS.
Kejadian ini adalah suatu keadaan yang normal, dimana pada saat proses pembentukan tulang
sampai umur 30 35 tahun, jumlah tulang yang diserap atau diresorpsi sama dengan jumlah
tulang baru yang mengisi atau menggantikan sehingga terbentuk PUNCAK MASSA TULANG, tapi
setelah berumur 35 tahun keadaan ini tidak berjalan dengan seimbang lagi dimana jumlah
tulang yang diserap lebih besar dari jumlah tulang baru yang menggantikan. Hal inilah yang
mengakibatkan terjadinya penurunan massa tulang yang berakibat pada OSTEOPOROSIS.

Perubahan Fisik yang terjadi karena Osteoporosis

5. Faktor Penyebab Osteoporosis
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab atau faktorfaktor yang beresiko terkena
osteoporosis, antara lain :
Wanita, wanita lebih beresiko terhadap pria
Berusia di atas 50 tahun
Post menopause
Kekurangan hormon estrogen
Mengalami pengangkatan rahim / ovarium
Kurang kalsium
Kurang sinar matahari dan kurang vit. D
Kurang aktifitas fisik
Histori keluarga ada yang osteoporosis
Perawakan kurus, tulang kecil
Orang asia lebih beresiko dibanding orang eropa
Perokok
Peminum kopi dan cola / minuman bersoda
Peminum alcohol
Pengguna obatobatan seperti Kortison, Prednison, Anti konvulsan, hormon tiroid
Wanita memiliki hormon estrogen yang dihasilkan setiap mengalami siklus menstruasi, dimana
hormon ini merupakan suatu hormon yang berfungsi sebagai PELINDUNG TULANG. Jadi bagi
wanita yang mengalami gangguan siklus haid beresiko mengalami osteoporosis. Bila wanita
mengalami MENOPAUSE yaitu suatu fase dimana wanita sudah tidak bisa haid lagi, maka
hormon estrogen sama sekali tidak bisa dihasilkan. Hal ini akan mengakibatkan tidak adanya
hormon yang melindungi tulang, sehingga tulang mudah patah.
6. Gejala-Gejala Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang biasanya tidak diikuti gejala, makanya sering disebut
sebagai THE SILENT THIEF.
Tapi ada beberapa gejala yang bisa jadi dasar untuk menentukan seseorang terkena
osteoporosis atau tidak :
Adanya nyeri di tulang belakang, pergelangan tangan, pangkal paha
Adanya nyeri dan rasa sakit pada tulang leher
Adanya kecenderungan penurunan tinggi badan
Postur tubuh kelihatan memendek
Akibat Osteoporosis
Nyeri pada tulang
Tubuh makin lama makin memendek (bungkuk)
Tulang menjadi mudah patah
o Biaya perawatan besar
o Kecacatan
o Ketergantungan pada orang lain
o Kualitas hidup menurun
o Kematian
Biasanya orang baru menyadari terkena osteoporosis setelah mengalami PATAH TULANG(
FRAKTUR ). Untuk itu bila diantara kita mempunyai factor resiko terkena OSTEOPOROSIS
cegahlah dari sekarang biar nanti jangan menjadi fatal.
7. Pemeriksaan.
Untuk mengetahui apakah kita terkena OSTEOPOROSIS atau tidak, maka kita perlu mengetahui
keadaan MASSA TULANG kita dari sekarang..
Ada tiga cara pemeriksaan dini Osteoporosis :
1. DENSITOMETRY
2. LABORATORIUM
3. RADIOLOGI
Diantara ketiga pemeriksaan diatas, DENSITOMETRY merupakan pemeriksaan yang paling
akurat karena yang diukur adalah MASSA TULANG.
Prinsip Pemeriksaan Densitometry :

Pada pengukuran dengan alat DENSITOMETRY, si pasien akan diukur BMDnya.
BMD itu adalah ukuran kepadatan tulang.
Angka BMD 1 sampai Positif termasuk NORMAL
Angka BMD 1 s.d 2,5 termasuk OSTEOPENIA
Angka BMD dibawah 2,5 termasuk OSTEOPOROSIS
Dari pengukuran BMD ini kita bisa mengantisipasi untuk hal hal yang lebih parah dengan
prinsip:
Bila BMD kita NORMAL, maka usahayang kita lakukan adalah mempertahankan agar tetap
NORMAL
Bila BMD kita OSTEOPENIA, kita harus terapi atau obati agar menjadi NORMAL
Bila BMD kita OSTEOPOROSIS, kita harus obati agar jangan menjadi parah yang bisa
mengakibatkan tulang patah.

3.3.2. Degenerasi pada Komponen TMJ

Perubahan umum yang dapat terjadi karena pengaruh usia pada TMJ adalah :
berkurangnya kemampuan proliferasi sel secara keseluruhan> kemampuan reparasi menurun
menurunnya kemampuan reaksi jaringan terhadap rangsangan pertumbuhan
penurunan respon imun
penurunan kemampuan pembentukan protein akibat rangsang dari luar
penurunan sintesa serat kolagen

1. Perubahan pada jar tulang rawan sendi
pengurangan ketebalan lapisan fibrokartilago pd permukaan kondilus sendi

pengurangan jumlah, ukuran dan berat molekul inti protein dari proteoglikan serta tjd
rangsang tekanan
Osteoartritis (OA) adalah bentuk dari arthritis yang berhubungan dengan degenerasi tulang dan
kartilago yang paling sering terjadi pada usia lanjut.
Osteoartritis, yang juga disebut dengan penyakit sendi degeneratif, artritis degeneratif,
osteoartrosis, atau artritis hipertrofik, merupakan salah satu masalah kedokteran yang paling
sering terjadi dan menimbulkan gejala pada orang orang usia lanjut maupun setengah baya.
Terjadi pada orang dari segala etnis, lebih sering mengenai wanita, dan merupakan penyebab
tersering disabilitas jangka panjang pada pasien dengan usia lebih dari 65 tahun. Lebih dari
sepertiga orang dengan usia lebih dari 45 tahun mengeluhkan gejala persendian yang bervariasi
mulai sensasi kekakuan sendi tertentu dan rasa nyeri intermiten yang berhubungan dengan
aktivitas, sampai kelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang menetap, biasanya dirasakan
akibat deformitas dan ketidakstabilan sendi.
Degenerasi sendi yang menyebabkan sindrom klinis osteoartritis muncul paling sering pada
sendi tangan, kaki, panggul, dan spine, meskipun dapat terjadi pada sendi synovial mana pun.
Prevalensi kerusakan sendi synovial ini meningkat dengan bertambahnya usia.
1. Etiologi.
Osteoartritis seringkali terjadi tanpa diketahui sebabnya, yang disebut denganosteoartritis
idiopatik. Pada kasus yang lebih jarang, osteoartritis dapat terjadi akibat trauma pada sendi,
infeksi, atau variasi herediter, perkembangan, kelainan metabolik dan neurologik., yang disebut
dengan osteoartritis sekunder. Onset usia pada osteoartritis sekunder tergantung pada
penyebabnya; maka dari itu, penyakit ini dapat berkembang pada dewasa muda, dan bahkan
anak-anak, seperti halnya pada orang tua. Sebaliknya, terdapat hubungan yang kuat antara
osteoartritis primer dengan umur. Presentasi orang yang memiliki osteoartritis pada 1 atau
beberapa sendi meningkat dari dibawah 5% dari orang-orang dengan usia antara 15-44 tahun
menjadi 25%-30% pada orang-orang dengan usia 45-64 tahun, dan 60%-90% pada usia diatas
65 tahun. Selain hubungan erat ini dan pandangan yang luas bahwa osteoartritis terjadi akibat
proses wear & tear yang normal dan kekakuan sendi pada orang-orang dengan usia diatas 65
tahun, hubungan antara penggunaan sendi, penuaan, dan degenerasi sendi masih sulit
dijelaskan. Terlebih lagi, penggunaan sendi selama hidup tidak terbukti menyebabkan
degenerasi. Sehingga, osteoartritis bukan merupakan akibat sederhana dari penggunaan sendi.
Meskipun akhiran itis menunjukkan bahwa osteoartritis merupakan suatu penyakit inflamasi
dan ada beberapa bukti sering terjadi sinovitis, inflamasi bukan merupakan komponen utama
dari kelainan yang terjadi pada pasien. Tidak seperti kerusakan sendi yang disebabkam oleh
inflamasi sinovial, osteoartritis merupakan sekuen retrogresif dari perubahan sel dan matrik
yang berakibat kerusakan struktur dan fungsi kartilago artikuler, diikuti dengan reaksi perbaikan
dan remodeling tulang. Karena reaksi perbaikan dan remodeling tulang ini, degenerasi
permukaan artikuler pada osteoartritis tidak bersifat progresif, dan kecepatan degenerasi sendi
bervariasi pada tiap individu dan sendi. Osteoartritis sering terjadi, tapi pada sebagian besar
kasus osteoartritis berkembang lambat selama bertahun-tahun, meskipun dapat menjadi stabil
atau bahkan membaik dengan spontan dengan restorasi parsial yang minimal dari permukaan
sendi dan pengurangan gejala.
Osteoartritis biasanya melibatkan semua jaringan yang membentuk sendi sinovial, termasuk
rawan sendi, tulang subchondral, tulang metafise, synovium, ligamen, kapsul sendi, dan otot
otot yang bekerja melalui sendi; tetapi perubahan primer meliputi kerusakan rawan sendi,
remodeling tulang subchondral, dan pembentukan osteofit.
Perubahan struktur tulang rawan sendiyang paling dini terlihat pada osteoartritis adalah
kerusakan atau fibrilasi zona superfisial sampai ke zona transisional dan violasi oleh pembuluh
darah tulang subchondral. Berberapa peneliti memperkirakan bahwa kekakuan tulang
subchondral menyebabkan dan mempercepat degenerasi rawan sendi, dan progresi degenerasi
kartilago mengakibatkan kekakuan tulang subchondral, tapi beberapa peneliti lain mengatakan
bahwa kerusakan tulang rawan sendimeningkatkan stress pada tulang subchondral yang
menyebabkan remodeling tulang.
Degenerasi kartilago artikuler dan remodeling tulang subchondral muncul pada pasien yang
mengeluhkan gejala, dan kerusakan rawan sendilah yang mengakibatkan kerusakan fungsi
sendi.
Walaupun insidens OA meningkat dengan bertambahnya usia, ternyata proses OA bukan
sekedar suatu proses wear and tear yang terjadi pada sendi di sepanjang kehidupan. Dikatakan
demikian karena beberapa hal.
1) Perubahan biokimiawi rawan sendi pada tingkat molekuler yang terjadi akibat proses menua
berbeda dengan yang terjadi pada rawan sendi akibat OA.
2) Perubahan menyerupai OA dapat terjadi pada rawan sendi percobaan berusia muda yang
dirangsang dengan berbagai trauma seperti tekanan mekanik dan zat kimia.
Penyebab OA bukan tunggal, OA merupakan gangguan yang disebabkan oleh multifaktor,
antara lain usia, mekanik, genetik, humoral dan faktor kebudayaan. Menipisnya rawan sendi
diawali dengan retak dan terbelahnya permukaan sendi di beberapa tempat yang kemudian
menyatu dan disebut sebagai fibrilasi. Di lain pihak pada tulang akan terjadi pula perubahan
sebagai reaksi tubuh untuk memperbaiki kerusakan. Perubahan itu adalah penebalan tulang
subkondral dan pembentukan osteofit marginal, disusul kemudian dengan perubahan
komposisi molekular dan struktur tulang
2. Patogenesis
a. .Tulang rawan sendi
Stage I : Gangguan atau perubahan matriks kartilago. Berhubungan dengan peningkatan
konsentrasi air yang mungkin disebabkan gangguan mekanik, degradasi makromolekul matriks,
atau perubahan metabolisme kondrosit. Awalnya konsentrasi kolagen tipe II tidak berubah, tapi
jaring-jaring kolagen dapat rusak dan konsentrasi aggrecan dan derajat agregasi proteoglikan
menurun.
Stage II : Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan matriks. Ketika kondrosit
mendeteksi gangguan atau perubahan matriks, kondrosit berespon dengan meningkatkan
sintesis dan degradasi matriks, serta berproliferasi. Respon ini dapat menggantikan jaringan
yang rusak, mempertahankan jaringan, atau meningkatkan volume kartilago. Respon ini dapat
berlangsung selama bertahun-tahun.
Stage III : Penurunan respon kondrosit. Kegagalan respon kondrosit untuk menggantikan atau
mempertahankan jaringan mengakibatkan kerusakan tulang rawan sendidisertai dan
diperparah oleh penurunan respon kondrosit. Penyebab penurunan respon ini belum diketahui,
namun diperkirakan akibat kerusakan mekanis pada jaringan, dengan kerusakan kondrosit dan
downregulasi respon kondrosit terhadap sitokin anabolik.
b. Perubahan Tulang.
Perubahan tulang subchondral yang mengikuti degenerasi tulang rawan sendi meliputi
peningkatan densitas tulang subchondral, pembentukan rongga-rongga yang menyerupai kista
yang mengandung jaringan myxoid, fibrous, atau kartilago. Respon ini muncul paling sering
pada tepi sendi tempat pertemuan tulang dan tulang rawan yang berbentuk bulan sabit
(crescent).Peningkatan densitas tulang merupakan akibat dari pembentukan lapisan tulang
baru pada trabekula biasanya merupakan tanda awal dari penyakit degenerasi sendi pada
tulang subchondral, tapi pada beberapa sendi rongga rongga terbentuk sebelum peningkatan
densitas tulang secara keseluruhan. Pada stadium akhir dari penyakit, tulang rawan sendi telah
rusak seluruhnya, sehingga tulang subchondral yang tebal dan padat kini berartikulasi dengan
permukaan tulang denuded dari sendi lawan. Remodeling tulang disertai dengan kerusakan
tulang sendi rawan mengubah bentuk sendi dan dapat mengakibatkan shortening dan
ketidakstabilan tungkai yang terlibat.
Pada sebagian besar sendi sinovial, pertumbuhan osteofit diikuti dengan perubahan tulang
rawan sendi serta tulang subchondral dan metafiseal. Permukaan yang keras, fibrous, dan
kartilaginis ini biasanya muncul di tepi-tepi sendi. Osteofit marginal biasanya muncul pada
permukaan tulang rawan, tapi dapat muncul juga di sepanjang insersi kapsul sendi (osteofit
kapsuler). Tonjolan tulang intraartikuler yang menonjol dari permukaan sendi yang mengalami
degenerasi disebut osteofit sentral. Sebagian besar osteofit marginal memiliki pernukaan
kartilaginis yang menyerupai tulang rawan sendi yang normal dan dapat tampak sebagai
perluasan dari permukaan sendi. Pada sendi superfisial, osteofit ini dapat diraba, nyeri jika
ditekan, membatasi ruang gerak, dan terasa sakit jika sendi digerakkan. Tiap sendi memiliki pola
karakter yang khas akan pembentukan osteofit di sendi panggul, osteoarthritis biasanya
membentuk cincin di sekitar tepi acetabulum dan tulang rawan femur. Penonjolan osteofit
sepanjang tepi inferior dari permukaan artikuler os humerus biasanya terjadi pada pasien
dengan penyakit degenartif sendi glenohumeral. Osteofit merupakan respon terhadap proses
degerasi tulang rawan sendi dan remodelling tulang sudkhondral, termasuk pelepasan sitokin
anabolik yang menstimulasi proliferasi dan pembentukan sel tulang dan matrik kartilageneus.
c. Jaringan Periartikuler.
Kerusakan tulang rawan sendi mengakibatkan perubahan sekunder dari synovium, ligamen,
kapsul, serta otot yang menggerakan sendi yang terlibat. Membran sinovial sering mengalami
reaksi inflamasi ringan serta sedang dan dapat berisi fragmen-fragmen dari tulang rawan
sendi.Semakin lama ligamen, kapsul dan otot menjadi contracted. Kurangnya penggunaan sendi
dan penurunan ROM mengakibatkan atropi otot. Perubahan sekunder ini sering mengakibatkan
kekakuan sendi dan kelemahan tungkai.
3. Faktor Resiko.
Predisposisi genetik dan kelemahan sendiri merupakan faktor resiko osteoartritis sedangkan
usia merupakan faktor resiko yang paling penting. Bebannya mekanik yang mempengaruhi
kemampuan sendi memperbaiki atau mempertahankan dirinya juga merupakan faktor bentuk
sendi post trauma, instabilitas, atau alignment dan displasia sendi dapat menghasilkan tekanan
mekanik yang merusak permukaan sendi tulang rawan.
a. Usia
Fungsi kondrosit menurun dengan bertambahnya usia. Sel-sel ini mensintesis aggrecans yang
lebih kecil dan protein penghubung yang kurang fungsional sehingga mengakibatkan
pembentukan agregat proteoglikan yang ireguler dan lebih kecil. Aktivitas mitotik dan sintesis
menurun dengan bertambahnya usia, dan mereka kurang responsif terhadap sitokin anabolik
dan rangsang mekanik.
b. Beban Sendi yang Berlebihan dan Berulang-ulang.
Pemeliharaan struktur dan fungsi sendi synovial yang normal dilakukan melalui penggunaan
sendi yanng teratur dalam aktivitas sehari-hari. Namun, beban berlebihan dan berulang-ulang
dari sendi yang normal dapat meningkatkan resiko kerusakan degeneratif pada sendi

2. Perubahan jaringan synovial
uhi kelancaran pergerakan dari diskus artikularis

pada keadaan lebih parah dapat merobek atau merusak diskus artikularis

3. Perubahan pada ligamentum sendi
pengurangan ketebalan kapsula sendi
penurunan keleluasaan artikulasi sendi TMJ
melambat

3.3.3. Degenerasi pada Muscullus
Pada Muscullus pengunyahan maupun musculus pengunyahan yang lainnya, seiring dengan
bertambahnya umur maka otot-otot mengalami atrofi yang menyebabkan otot terlihat
mengendur ataupun mengecil disertai dengan keriput.

BAB IV
KESIMPULAN
1. Degenerasi Berdasarkan Deposit Timbunan Bahan-bahan Metabolik
Degenerasi merupakan kemunduran sel oleh karena padanya terjadi gangguan metabolisme
sehingga tertimbun (akumulasi) bahan-bahan metabolit, yang normal tidak tampak dalam
jumlah sedikit, sehingga sel menjadi bengkak dan sakit.
2. Macam-macam proses degenerasi (tergantung macam bahan yang terganggu
metabolismenya)
Degenerasi lemak (lemak)
Degenerasi keruh (H2O)
Degenerasi lender/complek (sel hidrat arang dan protein)
Degenerasi hyaline (protein)
Degenerasi lemak Amiloid (Glocoprotein)
Zanker (Asam lactic)
3. Degenerasi pada jaringan keras rongga mulut Alveolar Bone dapat berupa
osteoporosis,sedangkan pada Pulpa berupa Degenerasi Klasifik, Degenerasi Atrofik, Degenerasi
Fibrous , Artifak Pulpa , Metastasis sel-sel tumor.Degenerasi pada dentin serta resorbsi internal
dapat pula terjadi.
4. Degenerasi pada jaringan lunak rongga mulut dapat terjadi pada : Kelenjar Saliva,
Lidah,Mukosa Rongga Mulut.
5. Degenerasi pada Komponen Musculoskeletal yaitu : Degenerasi pada Tulang, Degenerasi
pada Komponen TMJ yang terdiri dari : Perubahan pada jar tulang rawan sendi, Perubahan
jaringan synovial, Perubahan pada ligamentum sendi, dan terdapat pula Degenerasi pada
Muscullus

Anda mungkin juga menyukai