Anda di halaman 1dari 11

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sesungguhnya agama Islam yang mulia sangat menjaga lima perkara
penting, dari kelima perkara tersebut diantaranya, agama, nyawa, kehormatan,
harta, dan akal. Imam asy-Syatibi rahimahullah berkata: “Seluruh umat, bahkan
semua agama bersepakat bahwa syari’at itu diletakan guna menjaga lima kebutuhan
pokok, yaitu agama, nyawa kehormatan, harta, dan akal.”
Menjaga jiwa termasuk tujuan pokok syari’at yang mulia, karena itu, begitu
banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam yang
memerintahkan untuk menjaga nyawa dan melarang keras dari segala hal yang
dapat melukai atau mencederainya apalagi sampai menumpahkan darahnya. Nabi
Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam bersabda:

(‫لححزحوايل الددنُّيقحيِاَ حو حمراَ فيييِقحهاَ أحيهحونن يعينحد الي يمرين قحقيتيل اليسلييم بيغح ييي ححقق ) رواه التمرذي‬
“Hilangnya dunia beserta isinya sungguh lebih ringan di sisi Allah daripada
terbunuhnya seorang muslim dengan tidak benar.” (HR. Tirmidzi)
Oleh sebab itu, tidak boleh bagi seorang manusia untuk melakukan bunuh
diri, atau melukai badannya. Tidak hanya sampai di situ saja, syari’at Islam juga
menjaga badan seorang muslim sekalipun dia telah meninggal dunia. Oleh
karenanya, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam melarang menginjakan kaki
diatas kuburan mayat atau duduk bersandar di atasnya karena perbuatan tersebut
termasuk merendahkan dan menghinakan penghuni kubur.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian otopsi dan pembongkaran mayat ?


2. Apa saja macam-macam otopsi ?

3. Apa saja ketentuan otopsi dan pembongkaran mayat ?

4. Bagaimana pendapat ulama tentang otopsi dan pembongkaran mayat ?


2

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian otopsi dan pembongkaran mayat


2. Untuk mengetahui macam-macam otopsi

3. Untuk mengetahui ketentuan otopsi dan pembongkaran mayat

4. Untuk mengetahui pendapat ulama tentang otopsi dan pembongkaran mayat


3

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengetian Otopsi Dan Membongkar Mayat

Otopsi secara bahasa berarti pengobatan penyakit dengan jalan memotong atau
mengiris bagian tubuh manusia yang sakit atau operasi. Dalam bahasa Arab dikenal
dengan istilah jirahah atau amaliyah bil al-jirahah yang berarti melukai, mengiris
atau operasi pembedahan. Bedah mayat oleh dokter Arab dikenal dengan istilah at-
tashrih jistul al-mauta. Otopsi istilah adalah pembedahan dan pemeriksaan organ-
organ dan jaringan mayat untuk menemukan penyakit dan cedera yang
menyebabkan atau berkontribusi terhadap kematian.
Definisi dari membongkar mayat di umpamakan sebagai perkataan ‫ت‬ ‫ش ماَلومموواَ ت‬
‫نومب ش‬
‫ اَتمخوراَشج اَملوميي ت‬oleh penulis arab. Maka disimpulkan definisinya sebagai
atau ‫ت تمببمن قومبببترته‬
berikut: “membongkar mayat adalah mengangkat mayat dari lahad kubur, karena
ada masalah hukum yang berkaitan dengan mayat itu akan segera diselesaikan”.

2.2 Macam-macam Otopsi

(1) otopsi anatomis, yaitu otopsi yang dilakukan mahasiswa kedokteran untuk
mempelajari ilmu anatomi.

(2) otopsi klinis, yaitu otopsi untuk mengetahui berbagai hal yang terkait dengan
penyakit (misal jenis penyakit) sebelum mayat meninggal.

(3) otopsi forensik, yaitu otopsi yang dilakukan oleh penegak hukum terhadap
korban pembunuhan atau kematian yang mencurigakan, untuk mengetahui
sebab kematian, menentukan identitasnya, dan sebagainya.
4

2.3 Ketentuan Otopsi dan Pembongkaran Mayat

A. Ketentuan Otops

Kita telah sama-sama mengetahui bahwa pada dasarnya setiap jenazah


harus dipenuhi hak-haknya, dihormati keberadaannya dan tidak boleh dirusak,
jika otopsi jenazah itu dibolehkan jika ada kebutuhan mendesak yang ditetapkan
oleh pihak yang punya kewenangan untuk itu. Selanjutnya, dalam otopsi untuk
kepentingan penelitian kedokteran, perlu diperhatikan beberapa ketentuan
sebagai berikut:
1. Otopsi jenazah didasarkan pada kebutuhan yang dibenarkan syar’i (seperti
mengetahui penyebab kematian untuk penyelidikan hukum, penelitian
kedokteran, atau pendidikan kedokteran), dan ditetapkan oleh orang atau
lembaga yang berwenang dan dilakukan oleh ahlinya.
2. Otopsi merupakan jalan keluar satu-satunya dalam memenuhi tujuan
sebagaimana dimaksud.
3. Otopsi hanya sesuai dengan kebutuhan darurat saja sehingga tidak boleh
mempermainkan jasad mayat.
4. Jenazah yang akan dijadikan objek otopsi harus memperoleh izin dari dirinya
sewaktu hidup melalui wasiat, izin dari ahli waris atau izin dari pemerintah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Mayat wanita tidak boleh diurusi dan dibedah kecuali oleh dokter wanita
pula, kecuali jika memang jika tidak ada dokter wanita.
6. Setelah selesai otopsi, maka seluruh bagian jenazah harus dikuburkan secara
utuh, tidak boleh dikurangi. Dan jika memang mayat yang diotopsi adalah
muslim maka harus ditunaikan hak-haknya berupa dikafani, dimandikan,
dishalati, dan dikuburan kaum muslimin.
5

B. Ketentuan Membongkar Mayat

1. Adanya mayat yang telah dikuburkan tidak pernah dirawat secara islam,
misalnya tidak pernah dimandikan, tidak pernah dikafani, tidak pernah
disembahyangi dan tidak dihadapkan ke kiblat. Kalau ternyata tidak pernah
dirawat secara islam, lalu dikuburkan, maka harus membongkarnya untuk
dimandikan kalau belum membusuk, untuk dikafani, untuk disembahyangi
dan dihadapkan ke kiblat

2. Adanya mayat yang telah dikuburkan tidak diketahui oleh keluarganya. Dan
untuk diyakini siapa sebenarnya yang dikuburkan itu, maka keluarganya
dapat membongkarnya. Oleh karena itu, apabila hendak menguburkan mayat
yang tidak diketahui asalnya, maka harus difoto terlebih dahulu, agar disuatu
ketika datang keluarganya menanyakan, bisa diperlihatkan fotonya, agar tidak
perlu lagi membongkar mayatnya untuk kepentingan tersebut.

3. Adanya kepentingan penegakan hukum, yaitu penegak hukum berhak


membongkar mayat yang telah dikuburkan, untuk memperoleh data tentang
keadaan luka yang dideritanya ketika dianiaya. Karena bukti luka-luka yang
dideritanya, dapat menentukan kadar sangsi hukum terhadap pelaku yang
menganiayanya, termasuk masa kurungan (penjara) bagi pelakunya.

2.4 Pendapat Ulama Tentang Otopsi dan Pembongkaran Mayat

A. Hukum Otopsi

1. Membolehkan ketiga otopsi di atas. Alasannya, otopsi dapat mewujudkan


kemaslahatan di bidang keamanan, keadilan, dan kesehatan. Ini adalah
pendapat sebagian ulama, seperti Syeikh Hasanain Makhluf (ulama Mesir),
Syeikh Sa’id Ramadhan Al-Buthi (ulama Suriah), dan beberapa lembaga
fatwa seperti Majma’ Fiqih Islami OKI, Hai`ah Kibar Ulama (Arab Saudi),
dan Fatwa Lajnah Da`imah (Arab Saudi). (Lihat : As-Sa’idani, Al-Ifadah Al-
Syar’iyah fi Ba’dh Al-Masa`il Al-Thibiyah, hlm. 172; M. Ali As-Salus,
6

Mausu`ah Al-Qadhaya Al-Fiqhiyah Al-Mu’ashirah, hlm. 587; Al-Syinqithi,


Ahkam Al-Jirahah Al-Thibiyah, hlm. 170; Al-Hazmi, Taqrib Fiqh Al-Thabib,
hlm. 90).

2. Mengharamkan ketiga otopsi tersebut. Alasannya, otopsi telah melanggar


kehormatan mayat. Padahal Islam melarang melanggar kehormatan mayat
yang sepatutnya dijaga, berdasarkan sabda Nabi SAW :

‫كسر عظم اَلميت ككسره حيا ا‬

“Memecahkan tulang mayat sama dengan memecahkan tulangnya saat dia


hidup.” (kasru ‘azhmi al-mayyit ka-kasrihi hayyan). (HR Abu Dawud, no
3207, hadits shahih; HR Ahmad, Al Musnad, no 24.783). Ini adalah pendapat
sebagian ulama lainnya, seperti Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani (ulama
Palestina), Syeikh Bukhait Al-Muthi’i, dan Hasan As-Saqaf. (Al-Syinqithi,
Ahkam Al-Jirahah Al-Thibiyah, hlm. 170.

B. Hukum Pembongkaran Mayat

1. Asy-Syaukaany mengatakan:

‫ب وولوشحجُجةو فتميته وولتكمن شجتعول‬ ‫ ووهَوذاَوواَتمن وكاون قوموول و‬,‫صلوتة وعلوميته‬


‫صوحا ت‬ ‫ش اَملوميي ت‬
ُ‫ت لتشغمسلتته ووتومكفتمينتته وواَل ج‬ ‫اَونجُهش يووحبشموشزنومب ش‬

‫ب شغمستل اَملوميي ت‬
ُ‫ت اَوموتومكفتمينتته اَوتواَل ج‬
‫صلوتة وعلوميته شممحوتاجج تاَلى ودلتميلل وولوودلتميلل‬ ‫اَلجُدمفشن وممسقو ا‬.
‫طالتوماشعلتوم تممن شوشجمو ت‬

Artinya:

“bahwasanya boleh membongkar mayat untuk memandikannya,


mengafaninya, dan menyembahyanginya. Dan haln ini termasuk pendapat
sahabatku yang tidak ada dalilnya. Akan tetapi, bila dijadikan penguburan itu
sebagai suatu penetapan (agama), sebagaimana halnya kewajiban
memandikan mayat, mengafaninya, menyembahyanginya, maka itulah yang
dimaksudkan dalilnya, atau (boleh pula dikatakan) tidak ada dalilnya.
7

2. Sayyid Saabiq mengatakan:

‫ ثشببجُم اَشتعميببود‬,‫صليوى وعلوميببته‬ ‫ اَتمن وكاون لومم يشهومل وعلوميته اَلتتوراَ ش‬.‫صللى وعلوميته اَشمختروج تمون اَملقومبتر‬
‫ وو ش‬.‫ب‬ ‫وووممن شدقتون تممن وغميتراَومن يش و‬

‫ش قومبترته وواَتمخوراَشجهش تممنببهش تعمنببود اَملومحنوببا ت‬


‫ف وواَلجُشببافتتعيجُتة ووتروواَيوببلة وعببمن‬ ‫ وواَتمن وكاون اَشتهَميول وعلوميته اَلتشوراَ ش‬,‫ودمفنششه‬
‫ب وحشروم نومب ش‬

‫ وووخببموشز اَ م تلجُمببتة اَلجُثلثوببتة‬.‫صببللى وعلوميببته‬ ‫ ووتفى تروواَيولة وعمن اَومحوموداَونجُهش يشمنبوبب ش‬,‫صليوى وعلوميته ووهَشووفتمى اَملقومبتر‬
‫ وويش و‬,‫ش‬ ‫ وو ش‬,‫اَومحومود‬

‫ ووتومغتسبميتل‬,‫ ووتوموتجميته وممن شدفتون تاَلى وغميتراَملقتمبلوتة اَتلوميوهبا‬,‫ك تفى اَملقومبتر‬ ‫ح تممثشل اَتمخوراَ ت‬
‫ج ومالل تشتر و‬ ‫صتحمي ل‬ ‫ش اَملقومبترلتوغور ل‬
‫ض و‬ ‫نومب ش‬

‫ اَتوذاَنوتسببوي اَملوحفجُببشر‬:‫ ووقوبباول اَومحومببشد‬.‫ك‬


‫ اَتلجُ اَومن يومخشى وعلوميببته اَومن يوتوفوجُسببوخ فويشمتببور ش‬,‫ ووتومحتسميتن اَملوكفوتن‬,‫وممن شدفتون بتوغميتروغمسلل‬

‫م‬
‫ تممثشل اَملفوأ ت‬.‫ وووقاول تفى اَلجُشميلءيومسقشطش تفى اَلقومبتر‬.‫ش وعمنوها‬
‫يشمنبو ش‬..‫س وواَلجُدوراَتهَتم‬
‫ش‬ ‫…تممسوحاتوهش تفى اَملقومبتروجاوزاَومن يشمنبو و‬

Artinya;

“barang siapa yang dikuburkan tanpa disembahyangi lebih dahulu, (maka


mayatnya) boleh dibongkar dari kuburannya. Bila belum termakan oleh tanah,
lalu disembahyanginya, kemudian dikuburkan kembali. Dan apabila termakan
oleh tanah, maka haram menggali kuburannya dan membongkar mayatnya
menurut pendapat golongan Hanafi, pengikut Syafi’iy dan riwayat dari Imam
Ahmad. Serta boleh disembahyangi ketika mayat itu masih berada di
kuburan. Riwayat dari Imam Ahmad mengatakan; bahwa boleh membongkar
lalu disembahyangi. Maka ketiga Ulama Madzhab (di atas) membolehkan
membongkar mayat, lalu menyembahyanginya karena ada maksud yang baik,
misalnya mengeluarkan benda berharga yang tertinggal di dalam kuburan,
menghadapkan wajahnya ke kiblat bagi mayat yang tidak dihadapkan ke arah
tersebut, memandikannya bagi mayat yang belum pernah dimandikan serta
memperbaiki kafannya. Kecuali kalau dikhawatirkan (mayat itu) akan rusak
(terputus-putus), maka boleh saja tidak membongkarnya. Dan Imam Ahmad
berkata; apabila tukang penggali kubur itu melupakan paculnya (cangkulnya)
dalam lubang kuburan, maka boleh menggali kembali kuburan itu. Lalu
berkata lagi; bahwa sesuatu yang jatuh dalam lubang kuburan, misalnya
kapak atau uang dirham (maka kuburan itu) boleh digali kembali.
8

Meskipun dalam keterangan Asy-Syaukaany dan Sayyid Saabiq tidak


menerangkan kebolehan menggali kuburan dan membongkar mayat, dengan
motivasi agar keluarganya dapat mengetahuinya dan sebagai kepentingan
penegakan hukum, maka penulis tetap memahaminya bahwa hal tersebut
dibolehkan dalam Islam, karena pertimbangan hajat. Karena itu, dibolehkan
melakukan sesuatu, yang sebenarnya sejak semula dilarang oleh Islam. Hal
ini sesuai dengan keterangan beberapa Qaidah Fiqhiyah yang berbunyi:

‫صةا‬ ُ‫اَوملوحاوجةش تومنتزشل وممنتزلوةو اَل ج‬.


‫ضشرموورتة وعاجُمةا وكانو م‬
ُ‫ت اَومووخا ج‬

Artinya:

“hajat menempati kedudukan darurat, baik hajat umum maupun perorangan”.

‫ت تشبتميشح اَملوممحظشمووراَ ت‬
‫ت‬ ُ‫واَل ج‬.
‫ضشرمووراَ ش‬

Artinya:

“persoalan darurat itu membolehkan sesuatu yang diharamkan (oleh agama).

‫ت وولاوكوراَهَوةو وموع ماَلوحاوجتة‬ ُ‫لووحوراَوم وموع اَل ج‬.


‫ضشرمووراَ ت‬

Artinya:

“tiada haram (bila) bersama dengan darurat, dan tiada makruh (bila) bersama
dengan hajat”.
9

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Otopsi secara bahasa berarti pengobatan penyakit dengan jalan memotong


atau mengiris bagian tubuh manusia yang sakit atau operasi. Dalam bahasa
Arab dikenal dengan istilah jirahah atau amaliyah bil al-jirahah yang berarti
melukai, mengiris atau operasi pembedahan. Membongkar mayat adalah
mengangkat mayat dari lahad kubur, karena ada masalah hukum yang
berkaitan dengan mayat itu akan segera diselesaikan”.
2. Macam-macam otopsi : otopsi anatomis, otopsi klinis dan otopsi forensik

3. Ketentuan Otopsi. Otopsi jenazah didasarkan pada kebutuhan yang


dibenarkan syar’I, otopsi hanya sesuai dengan kebutuhan darurat saja
sehingga tidak boleh mempermainkan jasad mayat, jenazah yang akan
dijadikan objek otopsi harus memperoleh izin dari dirinya sewaktu hidup
melalui wasiat, izin dari ahli waris atau izin dari pemerintah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan Dan lain-lain. Ketentuan
membongkar mayat. Adanya mayat yang telah dikuburkan tidak pernah
dirawat secara islam, ddanya mayat yang telah dikuburkan tidak diketahui
oleh keluarganya, adanya kepentingan penegakan hokum.
4. Pendapat ulama tentang otopsi. Membolehkan ketiga otopsi di atasan dan
mengharamkan ketiga otopsi tersebut. Pendapat ulama tentang
pembongkaran mayat. Bahwasanya boleh membongkar mayat untuk
memandikannya, mengafaninya, dan menyembahyanginya. Dan barang
siapa yang dikuburkan tanpa disembahyangi lebih dahulu, (maka mayatnya)
boleh dibongkar dari kuburannya.
10

3.2 Saran

Sebagai ummat islam kita harus sangat berhati-hati dalam mengambil


sebuah keputusan, apalagi kita sudah mempunyai ilmu pengetahuan yang
cukup. Jadi dalam mengambil keputusan, kita terlebih dahulu harus
mempertimbangkan dengan beberapa pendapat para ulama supaya tidak terjadi
kesalahan atau sesuatu yang di kerjakan menjadi haram.
11

DAFTAR PUSTAKA

Muh, Shiddiq. 2014. https://hizbut-tahrir.or.id/2014/12/17/hukum-otopsi-dalam-


pandangan-syariah-islam/ (23 November 2016)

Azzahra, Husnul. 2015. http://azzahrahusnul.blogspot.co.id/2015/08/otopsi-jenazah-


dalam-perspektif-hukum.html (23 November 2016)

Muh, Nawir. 2013. http://al-badar.net/pengertian-hukum-menggali-kuburan-dan-


membongkar-mayat/ (23 November 2016)

Anda mungkin juga menyukai