Anda di halaman 1dari 17

DEGENERASI

DAN
NEKROSIS SEL

Erlina Cahayani,S.Kep.,Ners
Degenerasi Dan Infiltrasi
• Degenerasi merupakan perubahan-perubahan morfologik
akibat jejas-jejas yang nonfatal. Perubahan perubahan tersebut
masih dapat pulih (reversible).Meskipun sebab yang
menimbulkan perubahan tersebut sama, tetapi apabila berjalan
lama dan derajatnya berlebih akhirnya mengakibatkan
kematian sel atau yang disebut nekrosis.
• infiltrasi terjadi akibat gangguan yang sifatnya sitemik dan
kemudian mengenai sel-sel yang semula sehat akibat adanya
metabolit "metabolit yangmenumpuk dalam jumlah
berlebihan, karena itu perubahan yang awal adalah
ditemukannya metabolit-metabolit dalam sel.
Faktor yang berpengaruh
terhadap degenerasi antara lain:
 Usia : semakin bertambah usia, fungsi imunitas menurun
jadi mudah terserang penyakit
 Kurangnya oksigen : oksigen berkurang mengakibatkan
transport ion berkurang sehingga metabolisme sel
terganggu
 Kurangnya nutrisi
 Trauma
Macam-macam degenerasi:
 Degenerasi parenkimatosa (cloudy swelling)
 Degenerasi lemak (fatty degeneration)
 Degenerasi hidropik (ballooning degeneration)
 Degenerasi fibrinoid
 Degenerasi mukoid
Nekrosis/Kematian Sel
• Nekrosis merupakan salah satu pola dasar kematian sel.
Nekrosis terjadi setelah suplai darah hilang atau setelah
terpajan toksin dan ditandai dengan pembengkakan sel,
denaturasi protein dan kerusakan organel.
• Pada nekrosis, perubahan terutama terletak pada inti. Memiliki
tiga pola, yaitu (Lestari, 2011):
• Piknosis
Yaitu pengerutan inti, merupakan homogenisasi sitoplasma dan
peningkatan eosinofil, DNA berkondensasi menjadi massa yang
melisut padat.
• Karioreksis
Inti terfragmentasi (terbagi atas fragmen-fragmen) yang piknotik.
• Kariolisis
Pemudaran kromatin basofil akibat aktivitas DNAse.
 Macam-macam nekrosis:
 Nekrosis koagulatif
 Nekrosis Lekuefaktif (colliquativa)
 Nekrosis kaseosa (sentral)
 Nekrosis lemak Terjadi dalam dua bentuk:
a) Nekrosis lemak traumatik terjadi akibat trauma hebat pada
daerah atau jaringan yang banyak mengandung lemak
b) Nekrosis lemak enzimatik Merupakan komplikasi dari
pankreatitis akut hemorhagika, yang mengenai sel lemak di
sekitar pankreas, omentum, sekitar dinding rongga abdomen.
 Nekrosis Fibrinoid
Nekrosis dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
 Iskemia Terjadi akibat anoksia (hambatan total pasokan oksigen) atau hipoksia
seluler (kekurangan oksigen pada sel).

 Agen biologic
• Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dan
trombosis. Toksin biasanya berasal dari bakteri yang virulensinya tinggi baik
endogen maupun eksogen.

 Agen kimia
• Natrium dan glukosa merupakan zat kimia yang berada dalam tubuh. Namun
ketika konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan
keseimbangan osmotik sel. Beberapa zat tertentu dapat pula menimbulkan nekrosis
ketika konsentrasinya rendah (Pringgoutomo, 2002). Misalnya, sel epitel pada
tubulus ginjal dan sel beta pada pulau Langerhans mudah rusak oleh alloxan.
 Agen fisik
• Trauma, suhu yang ekstrim (panas maupun dingin), tenaga
listrik, cahaya matahari, dan radiasi dapat menimbulkan
kerusakan inti sehingga menyebabkan nekrosis
(Pringgoutomo, 2002).

 Hipersensitivitas
• Hipersensitivitas (kerentanan) pada seorang individu berbeda-
beda. Kerentanan ini dapat timbul secara genetik maupun
didapat (acquired) dan menimbulkan reaksi imunologik
kemudian berakhir pada nekrosis. Sebagai contoh, seseorang
yang hipersensitif terhadap obat sulfat ketika mengonsumsi
obat sulfat dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus ginjal
(Pringgoutomo, 2002).
Perubahan Morfologis Nerkrosis
 Perubahan Mikroskopis
Perubahan pada sel yang nekrotik terjadi pada sitoplasma dan
organel-organel sel lainnya. Tahap-tahap perubahan tersebut
dimulai dengan hilangnya gambaran kromatin dan inti menjadi
keriput, tidak vesikuler lagi. Selanjutnya, inti sel yang mati akan
menyusut (piknotik), menjadi padat, batasnya tidak teratur dan
berwarna gelap. Kemudian inti sel hancur dan meninggalkan
pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel . Proses
ini disebut karioreksis. Akhirnya inti sel yang mati akan
menghilang (kariolisis).
 Perubahan Makroskopis
Perubahan morfologis sel yang mati tergantung dari aktivitas
enzim lisis pada jaringan yang nekrotik. Jika aktivitas enzim lisis
terhambat maka jaringan nekrotik akan mempertahankan
bentuknya dan jaringannya akan mempertahankan ciri
arsitekturnya selama beberapa waktu. Nekrosis ini disebut
nekrosis koagulatif, seringkali berhubungan dengan gangguan
suplai darah. Contohnya gangren.
 Perubahan Kimia Klinik
Kematian sel ditandai dengan menghilangnya nukleus yang
berfungsi mengatur berbagai aktivitas biokimiawi sel dan
aktivasi enzim autolisis sehingga membran sel lisis. Lisisnya
membran sel menyebabkan berbagai zat kimia yang terdapat
pada intrasel termasuk enzim spesifik pada sel organ tubuh
tertentu masuk ke dalam sirkulasi dan meningkat kadarnya di
dalam darah. Misalnya seseorang yang mengalami infark
miokardium akan mengalami peningkatan kadar LDH, CK dan
CK-MB yang merupakan enzim spesifik jantung.
Perkembangan Jaringan
Nekrosis
 Apoptosis
Apoptosis (dari bahasa Yunani apo = "dari" dan ptosis = "jatuh") adalah
mekanisme biologi yang merupakan salah satu jenis kematian sel
terprogram. Apoptosis digunakan oleh organisme multisel untuk
membuang sel yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh. Apoptosis
berbeda dengan nekrosis. Apoptosis pada umumnya berlangsung
seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh, sedangkan
nekrosis adalah kematian sel yang disebabkan oleh kerusakan sel secara
akut. Contoh nyata dari keuntungan apoptosis adalah pemisahan jari
pada embrio. Apoptosis yang dialami oleh sel-sel yang terletak di antara
jari menyebabkan masing-masing jari menjadi terpisah satu sama lain.
Bila sel kehilangan kemampuan melakukan apoptosis maka sel tersebut
dapat membelah secara tak terbatas dan akhirnya menjadi kanker.
 Ganggren
Gangren berasal dari bahasa Latin kata "gangraena" dan dari
bahasa Yunani “gangraina” , yang berarti " pembusukan
jaringan”. Ganggren adalah kematian jaringan yang luas dan
disertai invasi kuman saprofit. Pada ganggren, jaringan menjadi
busuk akibat kuman saprofit. Karena kuman saprofit hanya
tumbuh baik pada jaringan yang mati, maka gangren pun hanya
dapat terjadi pada bagian-bagian yang telah nekrotik dan tempat
kuman-kuman itu dapat sampai. Karena itu, gangren hanya dapat
terjadi pada alat-alat tubuh yang berhubungan dengan dunia luar
seperti kulit, lambung, usus, mulut, paru-paru,dll. Gangrene
disebabkan oleh infeksi atau iskemia , seperti oleh bakteri
Clostridium perfringens atau oleh trombosis (diblokir pembuluh
darah ).
Kematian Somatic dan
Perubahan Postmortem
 Kematian Somatic
Kematian seluruh individu, berbeda dengan kematian lokal atau
nekrosis, disebut kematian somatik. Dahulu defisini kematian somatik
relatif sederhana, Seseorang dinyatakan meninggal jika ”fungsi vital”
seperti kerja jantung dan respirasi berhenti tanpa ada kemungkinan
untuk berfungsi kembali. Saat ini, dengan kemajuan teknologi, seorang
pasien dapat dibantu dengan ventilator mekanis jika pernafasan
berhenti. Jika denyut jantung pasien mulai lemah, maka dapat dipasang
alat picu jantung elektronik. Dengan tersedianya peralatan untuk
“mempertahankan hidup” semacam ini, maka definisi kematian
menjadi berbeda. Sebenarnya tidak semua sel tubuh mati secara
serentak. Sudah dibuat jaringan hidup dari jaringan-jaringan yang
diambil dari mayat.
 Perubahan postmortem
Setelah kematian terjadilah perubahan-perubahan tertentu yang disebut
perubahan postmortem. Karena reaksi kimia pada otot orang mati, timbul
kekakuan yang disebut rigor mortis. Istilah algor mortis menunjukkan
mendinginnya orang yang sudah mati karena suhu tubuh mendekati suhu
lingkungan. Perubahan lain disebut sebagai livor mortis atau lividitas
postmortem. Secara umum, lividitas ini terjadi karena pada saat sirkulasi
berhenti, darah di dalam pembuluh mengambil tempat menurut daya tarik
gravitasi, dan jaringan-jaringan tubuh yang terletak paling bawah berubah
warna menjadi ungu karena bertambahnya kandungan darah. Secara
mikroskopik, karena tiap jaringan pada mayat telah mati, enzim-
enzimnya dilepas secara lokal, dan mulai terjadi reaksi litik. Reaksi-reaksi
ini, disebut autolisis postmortem (secara harafiah disebut pencairan-diri),
sama dengan perubahan yang diamati pada jaringan nekrotik tetapi, tentu
saja, tidak disertai reaksi peradangan. Akhirnya jika tidak dicegah dengan
tindakan-tindakan tertentu (misal, pembalseman), akan terjadi
pertumbuhan bakteri secara berlebihan dan pembusukan

Anda mungkin juga menyukai