Anda di halaman 1dari 23

KELOMPOK 3

TUTORIAL SKENARIO 2 BLOK 17


DOSEN PEMBIMBING :
DRG. ISNUR HATTA, M. AP
Anggota Kelompok:
◦ Siti Aisyah Minnutfatin (1811111220003)
◦ Helsa Nadia (1811111120007)
◦ Benedictus Dimas Aryo Prakoso (1811111210016)
◦ Hasnaa Ramadhani Putri Pratami (1811111220024)
◦ U S Ramadilla A (1811111220040)
◦ Siti Ujrumiah (1811111220002)
◦ M Adeya Herdira Putra (1811111210029)
◦ M Dimas Ardiansyah (1811111210031)
◦ Sandria Aprilano (1811111310006)
◦ Qurratul Aina (1811111320018)
SKENARIO
“ D o k t e r. . To l o n g b a n t u t e m a n s a y a ”
Pasien laki-laki usia 28 tahun datang ke IGD RSGM dengan keluhan kecelakaan
motor vs motor lalu lintas 0,5 jam sebelum datang ke RS, pasien menggunakan
helm, pingsan (+), mual(-), muntah (-) allo anamnesa didapatkan pasien jatuh
tengkurap dengan dagu membentur aspal jalan. Pada pemeriksaan didapatkan
status kesadaran apatis, GCS E4V4M5, vulnus apertum simpisis disertai
p e n d a r a h a n o o z i n g , v u l n u s l a c e ra t u m d i p i p i d a n p e l i p i s , s t e p o f f b o rd e r
inferior mandibula, false movement (+), pada pemeriksaan intra oral di
dapatkan maloklusi disertai open bite. Lengkung rahang mandibula anterior
displaced ke arah dorsal.
KLARIFIKASI DAN IDENTIFIKASI ISTILAH ASING

1. Vulnus apertum simpisis: Luka atau fraktur pada simfisis mandibula dengan
tepi tidak beraturan.
2. Allo anamnesa: anamnesa atau keterangan yg didapat oleh orang lain.
3. GCS E4V4M5: penilaian yg dilakukan untuk menilai kesadaran orang lain.
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH
1. Apa diagnosa dari scenario? fraktur mandibula
2. Penanganan pertama apa yg dilakukan ?
Primary Survey:- air way: memeriksa ada tidaknya benda asing yg menghalangi jalan napas
- breathing: memerhatikan proses respirasi
- circulation: adanya perdarahan atau tidak
- diability: ukuran dan retraksi pupil
- exposure: pemeriksaan kembali bagian tubuh yang terluka
Secondary airway: anamnesa, pemeiksaan fisik, pemeriksaan penunjang
3. Apa hubungan nilai GCS pada pasien dgn dengan penanganan pertama pada pasien? Untuk
menentukan klasifikasi cidera pasien. Apbila cidera nya parah, makan penanganannya juga akan lebih
kompleks. GCS, menilai keparahan cidera pasien. GCS sesuai scenario termasuk sedang (13), jadi
penanganannya disesuaikan dengan klasifikasi cideranya.
4. Dampak yang terjadi jika tidak ditangani? Disebutkan bahwa fraktur apabila tidak ditangani akan
membuat banyak komplikasi pada pasien seperti sulit berbicara maupun mengunyah.
5. Pemeriksaan penunjang pada kasus di skenario? Pemeriksaan penunjang
pemeriksaan radiografi.
6. Apa penanganan lanjutan pada skenario? Kontrol rasa sakit dengan analgesik yang
cukup kuat seperti pentazosin, Kontrol infeksi dengan antibiotik, Stabilisasi sementara
dengan perban barel, Diet dan menjaga ohis, Instruksi pergerakan rahang perlahan
Follow up.
7. Bagaimana prognosis pada kasus dalam skenario? Tergantung kepararahan fraktur
dan ada atau tidaknya komplikasi pasca fraktur seperti malunion dan nonunion, serta tata
laksana dari tim medis terhadap pasien dengan korban fraktur. Jika penanganan cepat,
maka prognosisnya akan lebih baik dan sebaliknya Usia yang lebih muda prognosisnya
lebih bagus dibandingkan usia lanjut.
8. Apa komplikasi dari skenario? Apabila tidak ditangani rasa nyeri terjadi, estetik jelek,
infeksi. Apabila sudah ditangani terdapat gangguan penyembuhan malunion dan union,
merupakan keterlambatan penyembuhan.
TOPIC TREE

Fraktur
Mandibula

Definisi Klasifikasi Etiologi Epidemiologi Pemeriksaan Penanganan Komplikasi Prognosis

Tingkat
Kesadaran
SASARAN BELAJAR
1. Definisi fraktur mandibula
2. Klasifikasi fraktur mandibula
3. Etiologi fraktur mandibula
4. Epidemiologi fraktur mandibula
5. Pemeriksaan fraktur mandibula
6. Pemeriksaan Tingkat kesadaran fraktur mandibula
7. Penanganan fraktur mandibula
8. Komplikasi fraktur mandibula
9. Prognosis fraktur mandibula
DEFINISI FRAKTUR MANDIBULA
◦ Fraktur mandibula merupakan suatu kondisi terputusnya
kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan pada mandibula yang
disebabkan oleh ruda paksa, dapat berupa trauma langsung dan
trauma tidak langsung.
◦ Garis fraktur pada mandibula biasa terjadi pada area lemah dari
mandibula tergantung mekanisme trauma yang terjadi.
◦ Pada fraktur mandibula, fragmen yang fraktur mengalami displaced
akibat dari tarikan otot-otot mastikasi.
Mesuri, 2014
KLASIFIKASI FRAKTUR MANDIBULA
◦ Fraktur mandibula dapat diklasifikasikan secara letak anatomis yang menunjukkan
regio-regio pada mandibula yaitu:

Johnson & Rosen,


2014
Derajat fraktur mandibula berdasarkan ada tidaknya gigi:
◦ Fraktur kelas 1: gigi terdapat di 2 sisi fraktur
◦ Fraktur kelas 2: gigi hanya terdapat di salah satu fraktur
◦ Fraktur kelas 3: tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur

Johnson & Rosen,


2014
Fraktur yang diklasifikasikan dengan melihat posisi fraktur
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
◦ Fraktur Unilateral
◦ Fraktur Bilateral
◦ Multiple Fracture
◦ Fraktur Kominutif.

Berdasar arah fraktur dan kemudahan untuk direposisi


dibedakan:
◦ Fraktur horizontal dan vertikal yang dibagi menjadi
favourable dan unfavourable.
◦ Kriteria favourable dan unfavourable berdasarkan arah
satu garis fraktur terhadap gaya muskulus yang bekerja
pada fragmen tersebut. Disebut favourable apabila arah
fragmen memudahkan untuk mereduksi tulang waktu
reposisi, sedangkan unfavourable bila garis fraktur Johnson & Rosen,
menyulitkan untuk reposisi. 2014
ETIOLOGI FRAKTUR MANDIBULA
2. Traumatis
1. Patologis
● Fraktur pada mandibular karna traumatis atau karna
● Fraktur pada mandibular karna adanya trauma dapat disebabkan oleh:
keadaan patologis dapat ● Kecelakaan lalu lintas

disebabkan oleh ● Jatuh


● Kekerasan interpersonal
● Tumor ● Kecelakaan olahraga
● Osteoporosis ● Dan lain-lain (Marantson, 2019).
● Kecelakaan industri
● Penyakit lain yang
● Kecelakaan kerja
mempengaruhi struktur tulang. ● Kecelakaan rumah tangga
Marantson, 2019;
● Mabuk dan perkelahian
Reksodiputro, 2017
EPIDEMIOLOGI FRAKTUR MANDIBULA
◦ Berdasarkan jumlah garis fraktur (Putri et al, ◦ Berdasarkan usia (Hakim et al, 2016)
2015)
1. Insiden tertinggi = 21-30 tahun
1. garis fraktur : 68,6%
2. Insiden terendah = 61-70 tahun
2. garis fraktur : 32%
3. lebih dari 2 garis fraktur : 1%
◦ Berdasarkan Etiologi
 
Paling umum pada orang dewasa adalah
◦ Berdasarkan jenis kelamin (Hakim et al,
Kecelakaan lalu lintas (15%-72%) dan tindak
2016) kekerasan (18%-61%). Etiologi lainnya
◦ Laki-laki : Wanita = 4:1 termasuk jatuh (7%-34%), cedera olahraga
  (3%-12%) dan kecelakaan kerja (3%-14%).

Putri, 2015; Hakim, 2016


Pemeriksaan Fraktur Mandibula
a) Pemeriksaan radiologi Selain foto polos X-ray (plane x-ray) juga
diperlukan teknik khususnya seperti:
Hal yang harus dibaca pada X-ray:
(1) Tomografi
(1) Bayangan jaringan lunak.
(2) Myelografi
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat
(3) Arthrografi
reaksi periosteum atau biomekanik atau juga
rotasi. (4) Computed Tomografi-Scanning

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.


(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur
sendi.

Wijaya, 2013
 

b) Pemeriksaan Laboratorium c) Pemeriksaan lain-lain

◦ Kalsium Serum dan Fosfor Serum ◦ Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan


meningkat pada tahap penyembuhan test sensitivitas
tulang. ◦ Biopsi tulang dan otot
◦ Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan ◦ Elektromyografi
tulang dan menunjukkan kegiatan ◦ Arthroscopy
osteoblastik dalam membentuk tulang.
◦ Indium Imaging
◦ Enzim otot seperti Kreatinin Klinase,
Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat ◦ MRI
Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
 
Wijaya, 2013
Pemeriksaan Tingkat Kesadaran
◦ Tingkat kesadaran sendiri merupakan salah satu indikator kegawatan dan
prognosis pada trauma kecelakaan.
◦ Pada keadaan kritis pasien mengalami perubahan psikologis dan fisiologis.
◦ Perubahan fisiologis yang terjadi pada pasien dengan gangguan kesadaran antara
lain pada pemenuhan kebutuhan dasar yaitu gangguan pernafasan, kerusakan
mobilitas fisik, gangguan hidrasi, gangguan aktifitas menelan, kemampuan
berkomunikasi, gangguan eliminasi.
◦ Pengkajian tingkat kesadaran secara kuantitatif yang biasa digunakan pada kondisi
emergensi atau kritis sebagian besar menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).

Lumbantobing & Anna, 2015


Lumbantobing & Anna, 2015
Penanganan Fraktur Mandibula

Pada prinsipnya ada dua cara penatalaksanaan fraktur mandibula:


a. Cara tertutup atau disebut juga perawatan konservatif, dengan penempatan
peralatan fiksasi maksilomandibular.
b. Cara terbuka yang ditempuh dengan cara pembedahan.
c. modifikasi dari teknik terbuka yaitu metode fiksasi skeletal eksternal.

Cascarini, 2020
Perawatan pada simfisis mandibula:
a. Reduksi/Reposisi:
b. Fiksasi
c. Immobilisasi

Pasca Pembedahan:
a. Radiografi pasca pembedahan
b. Instruksi kepada pasien tentang kebersihan mulut dan obat kumur antibakteri
c. Diet lunak selama 6 minggu
d. Menjelaskan kemungkinan pembengkakan dan trismus pasca bedah

Cascarini, 2020
Komplikasi Fraktur Mandibula
1. Delayed Union
◦ Proses penyatuan tulang yang terlambat

2. Non union
◦ Fraktur tulang yang gagal menyatu.

3. Malunion
◦ Keadaan tulang patah yang mengalami penyatuan dengan fragmen fraktur
namun berada dalam posisi tidak benar.
Adjie, 2017
Prognosis Fraktur Mandibula
◦ GCS berentang dari 3 - 15.
◦ Skor rendah berindikasikan prognosis yang buruk.
◦ Prognosis fraktur mandibula baik bila penatalaksanaan dilakukan sesuai
prosedur dari tahap reduksi, fiksasi, immobilisasi maupun rehabilitasi.
◦ Jika tidak dilakukan sesuai prosedur maka prognosis menjadi buruk karena
akan memperburuk keadaan.

Lee, 2020
DAFTAR PUSTAKA
◦ Adjie RKF. 2017. Clinical Application of Bone Morphogenetic Protein on Fracture Healing Process. Journal Orthopaedi and Traumatology Surabaya; 6 (02):2.
◦ Bhagol A, Singh V, Kumar I, Verma A. 2013. Prospective Evaluation of a New Classification System for the Management of Mandibular Subcondylar Fractures. J Oral
Maxillofac Surg. ; 68(6).
◦ Cascarini et al. 2020. Buku Saku Bedah Mulut dan Maksilofasial. EGC.
◦ Hakim AHA, Adhani R, Sukmana BI.2016. Deskripsi Fraktur Mandibula pada Pasien Rumah Sakit Umum Daera Ulin Banjarmasin Periode Juli 2013 - Juli 2014.
DENTINO Jurnal Kedokteran Gigi; 1 (2) : 191-196.
◦ Joachim M., et al. 2019. Trigeminal Neuropathy After Mandibular Fractures: Epidemiology and Neurophysiologic Diagnosis. J Craniofac Surg.; 30(4)
◦ Johnson JT, Rosen CA. Mandibular Fracture in Bailey′s Head and Neck Surgery.Fifth Edition. Baltimore: S4Charlisle Publishing Service; 2014. P.1229-1241.
◦ Joshi, U.M., Ramdurg, S., Saikar, S. et al. 2018. Brain Injuries and Facial Fractures: A Prospective Study of Incidence of Head Injury Associated with Maxillofacial
Trauma. J. Maxillofac. Oral Surg. ;17: 531–537.
◦ Lumbantobing VBM, Anna A. 2015. Pengaruh Stimulasi Sensori Terhadap Nilai Glaslow Coma Scale Pada Pasien Cedera Kepala Di Ruang Neurosurgical Critical Care
Unit Rsup Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Ilmu Keperawatan; 3(2).
◦ Marantson N. 2019. Penggunaan Arch Bar pada Fraktur Dentoalveolar. Majalah Biomorfologi; 49(1): 19-24.
◦ Mesuri R, Huriani E. 2014. Hubungan Mekanisme Koping dengan Tingkat Stres Pada Pasien Fraktur. Ners Jurnal Keperawatan; 10(1): 66-74, 66.
◦ Putri RAD, Pamungkas KA, Mursali LB. 2015. Angka Kejadian Fraktur Mandibula Berdasarkan Lokasi Anatomis Di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Periode
Januari 2011 – Desember 2013. JOM FK ; 1(2): 1-14.
◦ Reksodiputro MH, Aldino N. 2017. Penatalaksanaan Fraktur Simfisis Mandibula dengan Dua Perpendicular Mini-Plates. ORLI; 47(2): 186-188.
◦ Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai