Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

N DENGAN GANGGUAN
SISTEM MUSKULOSKELETAL : PRE OP CLOSE FRAKTUR
CLAVIKULA SINISTRA DAN OPEN FRAKTUR HUMERUS SINISTRA
DIRUANG MAWAR RSUD BAYU ASIH PURWAKARTA

KELOMPOK I
DESYANTI (214121172)
FARIDA EKA SUSANTI (214121178)
SAMSUL GANI (214121171)
NINA SUPRIATNI (214121187)
MASITOH (214121164)
NINIK SRI RAHAYU (214121167)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI CIMAHI
Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan


ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Lukman dan
Ningsih, Nurna, 2009 ; 25).
Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang.
(Doenges. 2000 ; 761). Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. (Smeltzer, dkk. 2001 ; 2357).
Etiologi

 Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor
(Reeves, 2001:248)
 Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak,
apabila tulang melemah atau tekanan ringan.

 Menurut Long (1996:356) adapun penyebab fraktur antara lain:


 Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa misalnya
benturan atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur.
 Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
kejadian kekerasan.
 Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal (kongenital,peradangan, neuplastik dan
metabolik).
Klasifikasi/jenis fraktur

Berdasarkan bentuk garis


Berdasarkan komplit /
Berdasarkan sifat fraktur patah & hubungan dengan
tidak komplit fraktur
mekanisme trauma

• Fraktur tertutup • Fraktur komplit • Fraktur transversal


• Fraktur terbuka : • Fraktur inkomplit • Fraktur oblik
• Fraktur spiral
• Grade I :Luka bersih, • Fraktur kompresi
panjang.
• Grade II :Luka lebih
besar / luas tanpa
kerusakan jaringan lunak
yang ekstensif.
• Grade III : Sangat
terkontaminasi dan
mengalami kerusakan
jaringan lunak yang
ekstensif, merupakan yang
paling berat.
Patofisiologi Fraktur
Tanda dan gejala fraktur

Nyeri, terus menerus dan bertambah berat sampai fragme tulang di imobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
menimbulkan gerakan antara fragmen tulang.
Setelah fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara
alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstimitas yang bisa diketahui
dengan membandingkan dengan ekstrimitas normal. Ekstrimitas tak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya otot.
Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang karena kontraksi otot yang melekat
diatas dan bawah tempat fraktur.
Saat diperiksa dengan tangan teraba derik tulang yang disebut krepitus akibat gesekan
antara fragmen satu dengan lainnya (uji kreptus dapat berakibat kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat).
Pembengkaan dan perubahan warna lokal pada kulit karena trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari.
Tidak semua tanda dan gejala diatas terdapat pada setiap fraktur. Diagnosis fraktur
tergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaaan sinar X.
Proses penyembuhan tulang

Stadium 1 Pembentukan Stadium 2 Proliferasi


Hematoma Seluler
Stadium 3 Pembentukan Stadium 4 Konsolidasi
Kallus

Stadium 5 Remodelling
Faktor penyembuhan fraktur

Menurut Muttaqin (2008), Faktor-faktor yang


menentukan lama penyembuhan fraktur adalah sebagai
berikut :
Usia penderita.
Lokasi dan konfigurasi fraktur.
Pergeseran awal fraktur.
Vaskularisasi pada kedua fragmen
Reduksi serta imobilisasi
Waktu imobilisasi.
Cairan synovial.
Pemeriksaan diagnostik / penunjang

Pemeriksaan Radiologi Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin


Sebagai penunjang, pemeriksaan yang perlu tehnik khususnya seperti :
Tomografi: menggambarkan tidak satu
penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). struktur saja tapi struktur yang lain tertutup
yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini
Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
ditemukan kerusakan struktur yang
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit,
kompleks dimana tidak pada satu struktur
maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau saja tapi pada struktur lain juga
PA dan lateral. mengalaminya.
Myelografi: menggambarkan cabang-cabang
Hal yang harus dibaca pada x-ray: saraf spinal dan pembuluh darah di ruang
 Bayangan jaringan lunak. tulang vertebrae yang mengalami kerusakan
 Tipis tebalnya korteks sebagai akibat
akibat trauma.
Arthrografi: menggambarkan jaringan-
reaksi periosteum atau biomekanik atau
jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
juga rotasi.
Computed Tomografi Scanning:
 Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
menggambarkan potongan secara transversal
 Sela sendi serta bentuknya arsitektur
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur
sendi. tulang yang rusak.
Next…

 Elektromyografi.
Pemeriksaan Laboratorium
o Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat Terdapat kerusakan konduksi
pada tahap penyembuhan tulang. saraf yang diakibatkan fraktur.
o Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan
 Arthroscopy
tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang. didapatkan jaringan ikat yang
o Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat
Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
rusak atau sobek karena
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat trauma yang berlebihan.
pada tahap penyembuhan tulang.
o Pemeriksaan lain-lain (Ignatavicius, Donna D,
 Indium Imaging
1995) pada pemeriksaan ini
o Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test
sensitivitas: didapatkan mikroorganisme didapatkan adanya infeksi
penyebab infeksi. pada tulang.
o Biopsi tulang dan otot: pada intinya
 MRI
pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi menggambarkan semua
infeksi.
kerusakan akibat fraktur.
Komplikasi Fraktur

Komplikasi Awal Komplikasi Lanjut

Kerusakan arteri
Mal union
Sindrom kompartemen

Fat Embolism Syndrome Delayed union

Infeksi
Non union
Syok
Penatalaksanaan

 Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memungkinkan
terjadinya pertumbuhan tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya
infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan
adalah dengan gips dan traksi.
 Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh
 Traksi (mengangkat / menarik)
Secara umum traksi dilakukan
dengan menempatkan beban, dengan
tali pada ekstermitas pasien.
Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa
sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah
 Operatif
Pada saat ini metode penatalaksanaan
yang paling banyak keunggulannya
mungkin adalah pembedahan.
Metode perawatan ini
disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka.
Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami
cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju
tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan
fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka.
Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan
posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-
fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik
berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
KONSEP KEPERAWATAN
 Riwayat Penyakit Sekarang :
 Pengkajian
 Pengumpulan data yang dilakukan untuk
 Identitas Klien
menentukan sebab dari fraktur
 Keluhan Utama  Riwayat Penyakit Dahulu : Pada pengkajian
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap ini ditemukan kemungkinan penyebab
tentang rasa nyeri klien digunakan: fraktur dan memberi petunjuk berapa lama
o Provoking Incident: apakah ada peristiwa tulang tersebut akan menyambung
yang menjadi faktor presipitasi nyeri.  Riwayat Penyakit Keluarga
o Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang  Riwayat Psikososial.
dirasakan atau digambarkan klien. Apakah  Pola-Pola Fungsi Kesehatan :
seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk. o Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup
o Region : radiation, relief: apakah rasa sakit
Sehat
bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau o Pola Nutrisi dan Metabolisme
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
o Pola Eliminasi
o Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa
o Pola Aktivitas
nyeri yang dirasakan klien, bisa
o Pola Hubungan dan Peran.
berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit o Pola Persepsi dan Konsep Diri
mempengaruhi kemampuan fungsinya. o Pola Sensori dan Kognitif
o Time: berapa lama nyeri berlangsung, o Pola Reproduksi Seksual
kapan, apakah bertambah buruk pada o Pola Penanggulangan Stress
malam hari atau siang hari. o Pola Tata Nilai dan Keyakinan.
Pemeriksaan Fisik
• Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri
kepala
Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada
lesi, simetris, tidak ada oedema
Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)
Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
• Mulut dan Faring
• Jantung
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak
terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak - Inspeksi
pucat. Tidak tampak iktus jantung.
- Palpasi
• Thoraks Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Tak ada pergerakan otot intercostae, - Auskultasi
gerakan dada simetris. Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-
mur.
• Paru
o Inspeksi • Abdomen
Pernafasan meningkat, reguler atau - Inspeksi
tidaknya tergantung pada riwayat Bentuk datar, simetris.
penyakit klien yang berhubungan dengan - Palpasi
paru. Tugor baik, tidak ada defands
o Palpasi muskuler, hepar tidak teraba
Pergerakan sama atau simetris, fermitus - Perkusi
raba sama. Suara thympani, ada pantulan
o Perkusi gelombang cairan.
Suara ketok sonor, tak ada redup atau - Auskultasi
suara tambahan lainnya. Peristaltik usus normal ± 20 x/menit.
o Auskultasi
• Inguinal-Genetalia-Anus
Suara nafas normal, tak ada wheezing,
atau suara tambahan lainnya seperti Tak ada hernia, tak ada pembesaran
stridor dan ronchi. Lymphe, tak ada kesulitan BAB.
 Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia,
Pulse, Pergerakan).
Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
• Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
• Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
• Cape au lait spot (birth mark).
• Fistulae.
• Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
• Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
• Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
• Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
• Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi).
• Move (pergerakan terutama lingkup gerak) Setelah melakukan pemeriksaan feel,
kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah
terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
 DIAGNOSA KEPERAWATAN (SDKI, 2018).
1. Nyeri
2. Kerusakan integritas jaringan kulit
3. Gangguan mobilitas fisik

 INTERVENSI KEPERAWATAN (SLKI, 2018)

No. Diagnosa Intervensi


 Manajemen Nyeri
1.   Nyeri
Observasi
 Identifikas lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
 Identifikasi skala nyeri.
 Identifikasi respon non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik
 Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri (mis: hipnosis, terapi
musik, terapi pijat, aromatherapy,,,)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis;suhu ruangan, kebisingan,
pencahayaan)
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik
No. Diagnosa Intervensi
 Perawatan luka
2  Kerusakan
Observasi
integritas  Monitor karakteristik luka (mis: drainase, warna, ukuran, bau)
 Monitor tanda-tanda infeksi.
jaringan kulit
Terapeutik

 Lepaskan balutan dan plester secara perlahan.


 Cukur rambut disekitar luka, jika perlu.
 Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontiksik sesuai kebutuhan.
 Bersihkan jaringan necrotik.
 Berikan salep yang sesuai ke kulit, jika perlu.
 Pasang balutan sesuai jenis luka.
 Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka.
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainage.
 Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam sekali sesuai kondisi pasien.

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian antibiotik.


Kolaborasi prosedur debridement, jika perlu.

3  Gangguan
mobilitas fisik  Dukungan ambulasi
Observasi
 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik.
 Identifikasi toleransi fisk melakukan ambulasi.
 Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi.
Terapeutik
 Fasilitasi ambulasi dengan alat bantu (mis; tongkat, kruk)
 Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu.
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi.
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan ambulasi dini.
Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan

Anda mungkin juga menyukai