Anda di halaman 1dari 22

JOURNAL READING

A Study of Management of Supracondylar


Femur Fractures by Supracondylar Nail

Oleh: Pembimbing :
Rezy Prasasti J510195021
dr. Komang Kusumawati, Sp.KFR
Marti Eka Ning Tias J510195108

KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI


RSO PROF. DR. R. SOEHARSO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
Abstrak
Aims and objective

Untuk mempelajari insidensi dan pola fraktur supracondylar


femur berdasarkan klasifikasi AO/ASIF, untuk menilai
tatalaksanan dan keluaran fungsional jangka panjang fraktur
supracondylair femur menggunakan retrograde nail

Methods

Pada penellitian ini fraktur shaft supracondylar femur diterapi dengan retrograde nail. Dari
semuanya, 4 perempuan dan 16 laki-laki, dalam rentang usia 20-70 tahun. Fraktur
diklasifikasikan menggunakan Muller. 40% tipe fraktur A2, 20% tipe A3, 20% tipe C1, 15% tipe
C2,dan 5% tipe C3. semua kasus dioperasi dengan pemasangan intramedullary retrograde
nail
Result

Mekanisme yang paling umum dari trauma adalah kecelakaan sepeda motor dihubungkan dengan trauma
energi tinggi 12 kasus (60%). 5 kasus fraktur terbukan dan 15 kasus fraktur tertutup. 305 kasus fraktur
comminuted, 30% fraktur transversal. 25% fraktur obliq dan hanya 1 fraktur spiral yang ada pada kasus
series ini. Rata-rata pergerakan lutut pada series ini 92,5⁰. Kekakuan lutut terjadi pada 1 pasien dengan tipe
fraktur C3. ada 2 kasus pemendekan yang signifikan, 1,8 cm dan 3,1 cm, keduanya tipe fraktur comminuted
C2, tidak menyebabkan kecacatan apapun dan dikoreksi dengan sepatu yang tinggi. Risiko infeksi non-
union rendah. Insidensi dan keparahan yang signiikan karena malunion tidak ada. Hal ini menyebabkan
opname yang cepat, mobilisasi yang awal, dan penyembuhan yang terprediksi

Conclusion

Supracondylar nail adalah pilihan yang tepat untuk menejemen fraktur supracondylair femur
bahkan dengan ekstensi intracondyla
Pendahuluan
Fraktur femur supracondylar adalah jenis fraktur yang paling kompleks karena keterlibatan cedera
jaringan lunak dan tingkat kominusi. Berdasarkan letak anatomi supracondylar, dengan sendi lutut,
sehingga terdapat kesulitan dalam mengontrol fragmen distal.

Banyak modalitas pengobatan telah dianjurkan untuk pengobatan fraktur supracondylar femur. Misalnya
dengan metode cast braces dan reduksi yang dianjurkan untuk mengurangi periode imobilisasi.
Perawatan non-operatif dalam bentuk apa pun selalu disulitkan dengan adanya kelainan struktur
anatomis dan kekakuan lutut.

Pada awal 1960-an ada keraguan terhadap manajemen operatif dari fraktur ini karena tingginya insiden
infeksi, non-union, malunion, inadekuat, fiksasi dan kurangnya instrumen yang tepat, pilihan implan
serta antibiotik.

Penatalaksanaan fraktur supracondylar femur dari Watson Jones dan John Charnley Berbagai
modalitas fiksasi internal telah direkomendasikan dengan blade plates, Rush rods, perangkat Zickel,,
supracondylar plates, kompresi.
Pendahuluan
Penatalaksanaan fraktur supracondylar femur dengan reduksi terbuka menggunakan plate dan sekrup.

Diseksi paha yang cukup besar dengan harapan devaskularisasi dari fragmen distal menyebabkan
tingginya tingkat komplikasi termasuk perlekatan yang tertunda, nonunion, kegagalan implan dan infeksi

Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan intrameduler nail tertutup agar meminimalkan kerusakan
jaringan lunak pada suplai darah otot periosteal dan meminimalisir kehilangan darah. Meskipun
penyembuhan patah tulang yang cepat dengan pembentukan kalus diprediksi lebih tinggi meskipun
infeksi jarang terjadi. Namun kekakuan fiksasi internal dapat digunaan sebagai penanganan awal.

Mobilisasi, pemulihan fungsi setelah fraktur tergantung pada penanganan awal dan mobilisasi yang
dilakukan segera untuk mencegah kerusakan permanen. Pada tahun 1970an hasil membaik dengan
reduksi terbuka dan fisksasi internal.

Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk mempelajari pengobatan femur supracondylar femur
secara retrograde, dan melakukan penilaian apakah memenuhi prinsip OA.
Material and Method

Metode, Case series, analisis kohort


Department of Orthopaedics, Indira


Gandhi Government Medical College


Tempat and Hospital, Nagpur, Maharashtra.

Populasi ●
20 pasien fraktur shaft
penelitian supracondylar femur

Fraktur femur suprakondilar tipe
Kriteria Inklusi A1, A2, A3, C1, C2, C3

Grade I, Grade II


Grade III
Muller tipe B
Kriteria Eksklusi


Mengalami infeksi

Riwayat sakit tulang sebelumnya
Anamnesis, Mempersiapkan
Pemeriksaan fisik,
Pemeriksan
alat pre-op dan
Penunjang persiapan pasien

Melakukan
incisi
perkutaneus

Insersi
Melebarkan
supracondylar
area operasi nail
Observasi dan Hasil
Total 20 pasien yang terdaftar dalam penelitian ini memiliki rentang usia 20-70 tahun
dengan fraktur paling sering terjadi pada kelompok usia 41-50 tahun dengan rata-rata
49,77 tahun.

Dari 20 pasien, 16 (80%) adalah laki-laki dan 4 (20%) perempuan menunjukkan


dominan laki-laki, hal ini kemungkinan karena laki-laki sebagian besar bekerja di
lapangan pabrik dan bepergian.

Di antara laki-laki, kelompok usia paling umum kejadian adalah 41-50 tahun dengan
usia rata-rata 39,8 tahun. Di antara perempuan, kelompok umur yang paling umum
adalah di atas enam puluh tahun dengan rata-rata 59,75 tahun. Terdapat 12 (60%)
dengan fraktur supracondylar pada sisi kanan dan 8 (40%) dengan fraktur femoralis
supracondylar sisi kiri. Mayoritas cedera akibat kecelakaan lalu lintas jalan raya,
sebanyak 12 kasus (60%), 4 (20%) karena trauma langsung pada lutut tertekuk dan 4
kasus karena jatuh (20%).
Observasi dan Hasil
Sebagian besar fraktur dalam seri kami tertutup (75%) sedangkan hanya lima
kasus (25%) yang merupakan fraktur terbuka.
Fraktur terjadi pada 30% kasus sedangkan 30% disajikan dengan pola
transversal. 25% adalah patah tulang miring dan hanya satu patah tulang spiral
yang terjadi di seri kami. Cedera rangka terkait terjadi pada sepuluh pasien
Para pasien dengan fraktur supracondylar bilateral tulang paha memiliki cedera
poplitea di sisi kanan, yang menyebabkan amputasi anggota badan tersebut. Tidak
ada cedera saraf yang terjadi pada saat trauma pada salah satu pasien.

Waktu operasi rata-rata adalah 90 menit dan kehilangan darah rata-rata ditemukan
menjadi 170 cc. Intraoperatif, reduksi tertutup tidak mungkin dilakukan pada dua
pasien. Perpanjangan fraktur, kegagalan melakukan close locking, hilangnya reduksi
intraartikular, terjadi pada masing-masing satu pasien. Kerusakan artikular terjadi
pada dua orang. Terjadi dua kejadian kelumpuhan saraf, keduanya merupakan
neuropraksia. Waktu rata-rata untuk menahan beban penuh adalah 7,5 minggu.

Satu pasien, kasus non-serikat tidak bisa menahan beban dan waktu rata-rata untuk
serikat adalah 13,7 minggu. Rata-rata lama tinggal di rumah sakit adalah 5,65 hari
sejak masuk hingga operasi dan 11,95 hari sejak operasi hingga keluar. Rata-rata
lama tinggal di rumah sakit adalah 17,6 hari. Cara pengurangan ditutup pada 80%
pasien, dua (10%) membutuhkan reduksi terbuka.
Observasi dan Hasil
Ada satu kasus yang signifikan dengan tipe fraktur C3. 2 kasus dengan fraktur
kominutif tipe C2 terjadi pemendekan yaitu1,8 cm dan lainnya 3,1cm yang tidak
menyebabkan morbiditas dan dapat dikoreksi menggunakan sepatu. Satu kasus
didapati terdapat nonunion. Prosedur tambahan sekunder diperlukan pada dua
pasien.

Debridement dan resuturing dilakukan untuk infeksi dalam dan


pencangkokan tulang dilakukan untuk. Nyeri lutut anterior dan atrofi paha
depan terjadi pada dua pasien. Artritis femoralis patello, kelelahan patah
tulang, sekrup pengunci tidak terjawab tidak terjadi di salah satu pasien.

Tidak ada kejadian sindrom kompartemen, Kerusakan


pembuluh darah atau patah tulang karena kelelahan.
Diskusi
Pasien paling banyak adalah laki-laki, penyebab jumlah yang besar dapat menjadi
fakta bahwa biasanya fraktur ini dihubungkan dengan trauma energi tinggi yang
mana laki-laki lebih umum terpapar dari pada perempuan. Kecelakaan sepeda
motor yang paling umum menyebabkan fraktur dengan pola ini.

Trauma ringan menyebabkan fraktur terjadi pada 15% kasus pada wanita di atas
60 tahun.

Tipe yang umum dari pola fraktur adalah A2, ekstraartikular simpel supracondylar,
bergeser dengan beberapa fragmentasi. Dibandingkan dengan studi yang
dilakukan Leung, menunjukkan bahwa distribusi yang hampir sama dari pola
fraktur.
Diskusi
Pada kasus ini, fraktur terbuka terjadi pada 5 kasus (25%), sebagian besar grade
1 dan grade 2. Berdasarkan Insall, insidensi luka terbuka bervariasi dari 8-38%.

Pada penelitian lain, rata-rata operasi dilakukan dalam 5,65 hari. Pada penelitian
ini, 65% dioperasi dalam 7 hari, 35% dioperasi dalam 8,4 hari. Waktu operasi
yang lama disebabkan masalah kebugaran dan keterjangkauan implan.

Rata-rata pasien opname 17,6 hari. Hal ini lebih rendah dari pada series yang
dilakukan oleh Siliski, yang mana rata-rata opname 33,2 hari.

Rata-rata full weight bearing pada series ini 7,5 minggu, dimana sebanding
dengan series pembanding yang lain.
Diskusi

Union didefinisikan secara klinis sebagai pasien


bisa berjalan tanpa crutch dan tidak ada nyeri Sebagian besar ROM lutut
pada fraktur dan secara radiologi didefinisikan pada pasien ini 100⁰ atau lebih.
sebagai formasi pembentukan kalus penghubung
yang berkelanjutan. Rata-rata waktu union pada Ini sebanding dengan series
series ini adalah 13,7 minggu, sebanding
dengan series yang lain.
pada penelitian yang lain.
Diskusi

Ada satu kasus infeksi dalam yang terjadi pada trauma grade 1 tertutup. Dua kasus
terjadi infeksi superfisial pada fraktur tertutup. Hasil ini sebanding dengan series
penelitian yang lain.

Atrofi quadriceps dan kelemahan terjadi pada dua pasien. Satu kasus pada fraktur
segmental kominutif C2 dengan kekakuan lutut, kasus yang lain fraktur tertutup C3 yang
non-union. Kurangnya fisioterapi dan latihan weight bearing lebih awal sebagai faktor
utama. Leung melaporkan hasil yang hampir sama pada kasusnya.

Semua pasien mendapatkan hasil yang memuaskan dibandingkan dengan series standar
yang lain dalam hal weight bearing lebih awal, waktu union, dan kompikasinya.
Kesimpulan

Penelitian dilakukan untuk menilai hasil pengobatan patah tulang femoralis


supracondylar secara fungsional menggunakan metode retrograde intramedullary
nail.

Penatalaksanaan patah tulang yang sulit dan kompleks dengan retrograde


intramedullary nail memberikan keuntungan yang signifikan pada waktu operasi
yang lebih singkat,pengupasan jaringan lunak yang minimal, perdarahan yang
minimal, menurun kebutuhan untuk cangkok tulang dan fiksasi yang cukup kuat.
Dan memberikan waktu rawat inap di rumah sakit yang lebih singkat, dapat
mobilisasi lebih awal, serta dapat memprediksi masa penyembuhan.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa tehnik supracondylar naik merupaka teknik yang
sangat baik untuk manajemen patah tulang paha supracondylar bahkan dengan
kondisi ekstensi interkondilaris.
PICO
Population
• 20 pasien fraktur shaft femur supracondylar

Intervention
• Mobilisasi dengan batas toleransi nyeri, latihan pinggul, dan dan
latihan mobilisasi lutut
Comparison
• Series yang dilakukan pada penelitian lain

Outcome
• Hasilnya memuaskan pada 95% pasien, sebanding dengann series
yang lain.
VIA
V
• Karakteristik dideskripsikan dengan
jelas

I
• Penelitian ini mengetahui outcome
fungsional pasien post operasi fraktur
supracondylar femur

A
• Penelitian ini dapat memberikan
gambaran bahwa pelatihan fungsi lebih
awal pada pasien post operasi
menghasilkan outcome yang baik.
TELAAH KRITIS JAWABAN
1. Was the purpose of this Ya
research stated clearly?
2. Was relevant literature Ya
reviewed?
3. What is the design? Case series
4. Was the theoretical Ya
perspective identified?

5. Methods Analisis kohort


6. Was the process of Tidak dijelaskan
purposeful selection
described?
Thank’s a lot
For your attention

Anda mungkin juga menyukai