Anda di halaman 1dari 7

MATA KULIAH : Perawatan Trauma

DOSEN : Harmantho RD, S.Kep.,Ns.,M.Kes

LAPORAN PENDAHULUAN

FLAIL CHEST

EVI NURMAISA BIDURI


P.2014.01.193

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA

KENDARI

2018
A. DEFINISI

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga

fisik. (Price,2005).

Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak yang

disebabkan oleh trauma. Hal ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak.

Adanya fraktur tengkorak biasanya menimbulkan dampak tekanan yang kuat.

(Suzanne C. Smeltzer, 2001).

Fraktur terbuka (kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau

membran mukosa sampai ke patahan tulang.

Fraktur terbuka digradasi menjadi:

1. Grade I dengan luka bersih kurang dari l cm panjangnya.

2. Grade II luka lebih besar, luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.

3. Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak

ekstensif, merupakan yang paling kuat.

Fraktur maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah,

yaitu tulang frontal, temporal, orbito zigomatikus, nasal, maksila dan mandibula.

Fraktur maksilofasial lebih sering terjadi sebagai akibat dari faktor yang datangnya

dari luar seperti kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, kecelakaan akibat olah

raga dan juga sebagai akibat dari tindakan kekerasan.


B. ETIOLOGI

Ada banyak faktor etiologi yang menyebabkan fraktur kompleks frontal itu

dapat terjadi, seperti kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, kecelakaan akibat

olahraga, kecelakaan akibat peperangan dan juga sebagai akibat dari tindakan

kekerasan. Tetapi penyebab terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas. Terjadinya

kecelakaan lalu lintas ini biasanya sering terjadi pada pengendara sepeda motor.

Hal ini dikarenakan kurangnya perhatian tentang keselamatan jiwa mereka pada

saat mengendarai sepeda motor di jalan raya, seperti tidak menggunakan pelindung

kepala (helm), kecepatan dan rendahnya kesadaran tentang beretika lalu lintas.

C. PATOFISIOLOGI

Gaya yang menyebabkan cidera dapat dibedakan jadi 2, yaitu high impact

atau low impact. Keduanya dibedakan apakah lebih besar atau lebih kecil dari 50

kali gaya gravitasi. Setiap region pada wajah membutuhkan gaya tertentu hingga

menyebabkan kerusakan dan masing masing region berbeda-beda. Margo

supraorbital, maxilla, dan mandibula (bagian syimphisis dan angulus) dan frontal

membutuhkan gaya yang high impact agar bias mengalami kerusakan. Sedangkan

os zygoma dan os nasal dapat mngalami kerusakan hanya dengan terkena gaya

yang low impact. Fraktur kompleks frontal disebabkan oleh trauma langsung.

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Depersi malar

2. Pendataran tulang pipi


3. Nyeri tekan penonjolan zygoma

4. Flame sign : kerusakan dan depresi tendon canthal lateral, pendarahan sub

conjunctival, paresthesi pada sisi lateral hidung dan bibir bagian atas, diplopia

akibat m. rectus inferior, intraoral ecchimosis.

E. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN

Penatalaksanaan fraktur tersebut tergantung pada derajat pergeseran tulang,

segi estetika dan defisit fungsional. Perawatan fraktur zigoma bervariasi dari tidak

ada intervensi dan observasi meredanya oedem, disfungsi otot ekstraokular dan

parestesi hingga reduksi terbuka dan fiksasi interna. Intervensi tidak selalu

diperlukan karena banyak fraktur yang tidak mengalami pergeseran atau

mengalami pergeseran minimal. Penelitian menunjukkan bahwa antara 9-50% dari

fraktur ini tidak membutuhkan perawatan operatif. Jika intervensi diperlukan,

perawatan yang tepat harus diberikan seperti fraktur lain yang mengalami

pergeseran membutuhkan reduksi dan alat fiksasi.

1. Penatalaksanaan Medis

Perbaikan fraktur kompleks frontal sering dilakukan secara elektif. Fraktur

arkus yang terisolasi bisa diangkat melalui pendekatan Gillies klasik. Adapun

langkah-langkah teknik Gillies yang meliputi :

1) Membuat sayatan dibelakang garis rambut temporal

2) Mengidentifikasi fasia temporalis

3) Menempatkan elevator di bawah fasia mendekati lengkungan dari aspek

dalam yakni dengan menggeser elevator di bidang dalam untuk fasia, cedera

pada cabang frontal dari syaraf wajah harus dihindari. Sehingga arkus dapat

kembali ke posisi anatomis yang lebih normal. Bila hanya arkus zigoma saja
yang terkena fraktur, fragmen-fragmen harus direduksi melalui suatu

pendekatan memnurut Gillies. Fiksasi tidak perlu dilakukan karena fasia

temporalis yang melekat sepanjang bagian atas lengkung akan melakukan

imobilisasi fragmen-fragmen secara efektif.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Pemeriksaan klinis pada fraktur kompleks frontal dilakukan dalam dua

pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada pemeriksaan ekstra

oral, pemeriksaan dilakukan dengan visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi

dapat terlihat adanya kehitaman pada sekeliling mata, mata juling, ekhimosis,

proptosis, pembengkakan kelopak mata, perdarahan subkonjungtiva, asimetris

pupil, hilangnya tonjolan prominen pada daerah zigomatikus. Sedangkan secara

palpasi terdapat edema dan kelunakan pada tulang pipi. Pada pemeriksaan intra

oral, pemeriksaan dilakukan secara visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi

dapat terlihat adanya ekimosis pada sulkus bukal atas di daerah penyangga

zigomatik, kemungkinan penyumbatan oklusi didaerah molar pada sisi yang

terkena injuri. Sedangkan secara palpasi terdapat kelunakan pada sulkus bukal

atas di daerah penyangga zigomatik, anestesia gusi atas. Pemeriksaan ini

dilakukan dengan foto rontgen submentoverteks, proyeksi waters dan CT scan.

F. PEMERIKSAAN RADIOGRAFIS

Pada pasien dengan trauma wajah, pemeriksaan radiografis diperlukan

untuk memperjelas suatu diagnosa klinis serta untuk mengetahui letak fraktur.

Pemeriksaan radiografis juga dapat memperlihatkan fraktur dari sudut dan

perspektif yang berbeda. Pemeriksaan radiografis pada mandibula biasanya

memerlukan foto radiografis panoramic view, open-mouth Towne’s view, postero-


anterior view, lateral oblique view. Biasanya bila foto-foto kurang memberikan

informasi yang cukup, dapat juga digunakan foto oklusal dan periapikal. Computed

Tomography (CT) scans dapat juga memberi informasi bila terjadi trauma yang

dapat menyebabkan tidak memungkinkannya dilakukan teknik foto radiografis

biasa. Banyak pasien dengan trauma wajah sering menerima atau mendapatkan CT-

scan untuk menilai gangguan neurologi, selain itu CT-scan dapat juga digunakan

sebagai tambahan penilaian radiografi. Pemeriksaan radiografis untuk fraktur

sepertiga tengah wajah dapat menggunakan Water’s view, lateral skull view,

posteroanterior skull view dan submental vertex view.

G. KOMPLIKASI

1. Kehilangan darah – tulang memiliki suplai darah yang kaya. Istirahat yang buruk

dapat membuat Anda kehilangan sejumlah besar darah.

2. Cedera organ, jaringan atau struktur di sekitarnya – misalnya otak bisa rusak

oleh patah tulang tengkorak. Organ dada dapat terluka jika pecah tulang rusuk.

3. Pertumbuhan terhambat jika tulang-tulang panjang anak pecah dekat dengan

sendi dimana lempeng pertumbuhan ditemukan.

H. ALAT PENGOBATAN

Pengobatan dapat mencakup:

1. Penyangga untuk menghentikan gerakan ekstremitas yang rusak

2. Kawat gigi untuk mendukung tulang

3. Gips untuk memberikan dukungan dan mengimobilisasi tulang

4. Traksi pilihan yang kurang umum


5. Batang logam dimasukkan secara operasi atau pelat untuk memegang potongan

tulang bersama-sama.

DAFTAR PUSTAKA

Carter Michael A. (2006). Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi. Edisi 6. Jakarta : EGC

Carolyn M. Hudak, Barbara M. Gallo. (1996). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik.


Alih bahasa, Monica E. D. Adiyanti, Made Kariasa, Made Sumarwati, Efi
Afifah. Jakarta : EGC

Doengoes, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa, I Made
Kariasa, Ni Made Sumawarti. Edisi 3. Jakarta: EGC

Lukman Ningsih, Nurma. (2000). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika

Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta : Media A
Esculapius

Nursalam. (2001). Proses Dan Dokumentasi Keperawatan Konsep Dan Praktik. Jakarta :
Salemba Medika

Price, Sylvia Anderson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit.
Alih bahasa, Brahm U Pendit. Edisi 6.Jakarta: EGC

Rasjad Chairuddin. (2009). Struktur dan Fungsi Tulang Dalam : Pengantar Ilmu Bedah
Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone

Smeltzer, Suzzane C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Brunner &


Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Suratun, Heryati, Manurung Santa, Raenah Een. (2008). Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC

Fatimah, Siti. (2012). BAB II Konsep Dasar Fraktur. Diambil pada tanggal 01 Januari
2015 pukul 14.00 WIB dari http://digilib.unimus.ac.id/jtptunimus.gdl-
sitifatimah-5395-2-07-bab

Anda mungkin juga menyukai