Anda di halaman 1dari 18

KEPANITERAAN KLINIK NERS

DEPARTEMEN KEPERAWATAN KOMUNITAS

LaporanPendahuluan
21 Agustus 2020

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA LANSIA


DENGAN OSTEOATRITIS DI KEL. PUUNAAHA
KEC. UNAAHA

Disusun Oleh:

EVI NURMAISA BIDURI


N201901078

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NERS


STIKES MANDALA WALUYA
KENDARI
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
OSTEOARTRITIS PADA LANSIA

KONSEP DASAR MEDIS


A. DEFINISI
Osteoartritis adalah kondisi dimana sendi terasa nyeri akibat inflamasi
ringan yang timbul karena gesekan ujung-ujung tulang penyusun sendi
(Soenarwo, 2011).
Osteoartritis didefinisikan sebagai penyakit yang diakibatkan oleh
kejadian biologis dan mekanik yang menyebabkan gangguan keseimbangan
antara proses degradasi dan sintesis dari kondrosit matriks ektraseluler tulang
rawan sendi dan tulang subkondral.
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degenerate atau
osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang
paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan
(disabilitas) (Smeltzer, 2002).

B. ETIOLOGI
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pencetus dari Osteoartritis yang banyak meyebabkan
gejala, meliputi:
1) Umur
Perubahan fisik dan biokimia yang terjadi sejalan dengan
bertambahnya usia dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air,
dan endapannya berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
2) Pengausan
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan
sendi melalui 2 mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi
karena bahan yang harus dikandungnya.
3) Kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat
badan, sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis
mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah
kegemukan
4) Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma
yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik
sendi tersebut.
5) Keturunan
Herbeden node merupakan salah satu bentuk osteortritis yang biasa
ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis
sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.
6) Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematoid, infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan
reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matrik rawan sendi
oleh membran synovial dan sel- sel radang.
7) Joint mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormone pertumbuhan, maka rawan
sendi akan menebal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/
seimbang sehingga memperceat proses degenerasi
8) Penyakit Endokrin
Pada hipertiroidisme terjadi produksi air dan garam- garam proteglikan
yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehinggga merusak
sifat fisik rawan sendi, ligament. Tendon, synovial, dan kulit pada
diabetes melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglandin
menurun.
9) Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis,penyakit wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan homosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis,
kristal monosodium urat/ pirofosfat dalam rawan sendi.
b. Faktor Presipitasi
Mereka yang terdiagnosis osteoartritis, sangatlah diperlukan adanya
perhatian lebih mengenai keadaan lingkungan. Ketika lingkungan
sekitarnya yang tidak mendukung. Maka kemungkinan besar klien akan
merasakan gejala penyakit ini. Banyak diantaranya ketika keadaan suhu
lingkungan sekitar klien yang cukup dingin, maka klien akan merasa ngilu,
kekakuan sendi pada area-area yang biasa terpapar, sulit untuk mobilisasi
dan bahkan kelumpuhan.

C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena,
terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula
rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang saat istirahat. Terdapat
hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi, dan
perubahan gaya berjalan. Nyeri pada osteoarthritis disebabkan oeh inflamasi
sinova,peregangan kapsula dan ligamentumsendi, iritasi ujung-ujung saraf
dalam periosteum akibat pertumbuhan osteofit, mikrofraktur,trabekulum,
hipertensi intraoseus, bursitis, tendonitis, dan spasme otot. Gangguan
fungsional disebabkan oleh rasa nyeri ketika sendi digerakkan dan
keterbatasan gerakan yang terjadi akibat perubahan structural dalam sendi.
Meskipun osteoarthritis terjadi paling sering pada sendi penyokong berat
badan (panggul, lutut, servikal, dan tulag belakang), sendi tengah dan ujung
jari juga sering terkena. Mungkin ada nodus tulanh yang khas, pada inspeksi
dan palpasi ini biasanya tidak ada nyeri, kecuali ada inflamasi.
Gejala khas pada penderita OA :

1. Rasa nyeri pada sendi merupakan gambaran primer pada osteoartritis,


nyeri akan bertambah apabila sedang melakukansesuatu kegiatan fisik.
2. Kekakuan dan keterbatasan gerak biasanya akan berlangsung 15-30 menit
dan timbul setelah istirahat atau saat memulai kegiatan fisik.
3. Peradangan sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan
cairan dalam ruang sendi akan menimbulkan pembengkakan dan
peregangan simpai sendi yang semua ini akan menimbulkan rasa nyeri.
4. Mekanik nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas
lama dan akan berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya
dengan keadaan penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak
berat. Nyeri biasanya berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat
menjalar, misalnya pada osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di lutut,
bokong sebelah lateril, dan tungkai atas. Nyeri dapat timbul pada waktu
dingin, akan tetapi hal ini belum dapat diketahui penyebabnya.
5. Pembengkakan sendi. Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan
karena pengumpulan cairan dalam ruang sendi biasanya teraba panas
tanpa adanya pemerahan.
6. Deformitas disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.
7. Gangguan fungsi timbul akibat ketidakserasian antara tulang pembentuk
sendi.

D. PATOFISIOLOGI
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak
meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses
penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan
pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi. Proses degenerasi ini
disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur penting
rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik
tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida
protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga
mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena
adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan
kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya
gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau
diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi
tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena
peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas
congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma
pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan
fraktur ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang pada
akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran,
tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan
nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus.

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi bila osteoartritis tidak ditangani yaitu
terjadi deformitas atau kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal,
deformitas bautonmere dan leher angsa pada kaki terdapat protrusi (tonjolan)
kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan
ulkus peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti
inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit
(disease modifying antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor
penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga
sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Foto sinar X pada sendi- sendi yang terkena. Perubahan-perubahan yang
dapat ditemukan adalah
1) Pembengkakan jaringan lunak
2) Penyempitan rongga sendi
3) Erosi sendi
4) Osteoporosis juksta artikuler
b. Tes Serologi
1) BSE Positif
2) Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
c. Pemeriksaan radiologi
1) Periarticular osteopororsis, permulaan persendian erosi
2) Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan ankilosis
d. Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya kekurangan serta proses radang
aseptik, cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.

G. TERAPI
Prinsip utama pengobatan penyakit osteoartritis adalah dengan
mengistirahatkan sendi yang terserang. Karena jika sendi yang terserang terus
digunakan akan memperparah peradangan. Dengan mengistiratakan sendi
secara rutin dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan. Embidaian bisa
digunakan untuk imobilisasi dan mengistiratkan satu atau beberapa sendi.
Tetapi untuk mencegah kekakuan dapat dilakukan beberapa gerakkan yang
sistematis.
Obat- obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ini adalah:
1. Obat anti peradangan non steroid, yang paling sering digunakan adalah
aspirin dan ibuprofen. Obat ini mengurangi pembengkakan sendi dan
mengurangi nyeri.
2. Obat slow-acting. Obat ini ditambahkan jika terbukti obat anti peradangan
non steroid tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan atau diberikan
segera jika penyakitnya berkembang cepat.
3. Kortikosteroid, misalnya prednison merupakan obat paling efektif untuk
mengurangi peradangan dibagian tubuh manapun. Kortikosteroid efektif
digunakan pada pemakaian jangka pendek, dan kurang efektif bila
digunakan dalam jangka panjang. Obat ini tidak memperlambat perjalanan
pnyakit ini dan pemakaian jangka panjang mengakibatkan berbagai efek
samping., yang melibatkan hampir setiap orang.
4. Obat Imuno supresif (contoh metotreksat, azatioprin, dan
cyclophosphamide) efektif unuk mengatasi artritis yang berat. Obat ini
menekan peradangan sehingga pemakaian kortikosteroid bisa dihindari
atau diberikan dengan dosis rendah.
Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk
mencapai tujuan-tujuan ini. Pendidikan, istirahat, latihan fisik dan
termoterapi, gizi dan obat-obatan.
a. Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan
pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada pasien, keluarganya dan
siapa saja yang berhubungan dengan pasien. Pendidikan yang di berikan
meliputi pengertian tentang patofisiologis, penyebab, dan prognosis
penyakit ini, semua kompnen program penatalaksanaan termasuk regimen
obat yang kompleks, sumber- sumber bantuan untuk mengatasi penyakit
ini, dan metode-metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan
oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus
menerus. Bantuan dapat diperoleh melalui club penderita. Badan- badan
kemasyarakatan dan dari orang- orang lain yang juga pendeita artritis
reumatoid serta keluarga mereka.
b. Istirahat penting karena osteartiritis biasanya disertai rasa lelah yang hebat.
Walaupun rasa lelah dan kekakuan sendi itu bisa timbul setiap hari, tetapi
ada masa- masa ketika pasien merasa lebih baik atau lebih berat. Kekakuan
dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat, hal ini berarti
bahwa pasien dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari karena
nyeri.
c. Latihan- latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi
sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang
sakit, sedikitnya dua kali sehari. Kompres panas pada sendi- sendi yang
sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan
suhu yang bisa diatur dan mandi dengan suhu panas dan dingin dapat
dilakukan di rumah.
d. Tindakan operatif dapat dilakukan apabila tindakan diatas sudah tidak
dapat menolong pasien lagi. Penggantian engsel (artoplasti) dilakukan
dengan mengganti engsel yang rusak dan diganti dengan alat lain yang
terbuat dari plastik atau metal yang disebut prostesis. Pembersihan
sambungan (debridemen) dapat dilakukan dengan mengangkat serpihan
tulang rawan yang rusak yang mengganggu pergerakan dan menyebabkan
nyeri saat pergerakan tulang. Penataan tulang dapat dipilih jika artroplasti
tidak dipilih pada kondisi tertentu, seperti osteoartritis pada anak dan
remaja. Penataan ini dilakukan agar sambungan/ engsel tidakmenerima
beban saat melakukan pergerakan.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Identitas
b. Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit pada persendian, bengkak, dan terasa
kaku.
d. Pola fungsi Gordon
1) Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya, saat klien sakit tindakan
yang dilakukan klien untuk menunjang kesehatannya.
2) Nutrisi/metabolic
Kaji makanan yang dikonsumsi oleh klien, porsi sehari, jenis makanan,
dan volume minuman perhari, makanan kesukaan.
3) Pola eliminasi
Kaji frekuensi BAB dan BAK, ada nyeri atau tidak saat BAB/BAK dan
warna
4) Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan klien saat beraktivitas dan dapat melakukan mandiri,
dibantu atau menggunakan alat
5) Pola tidur dan istirahat
Kaji pola istirahat, kualitas dan kuantitas tidur, kalau terganggu kaji
penyebabnya
6) Pola kognitif-perseptual
Status mental klien, kaji nyeri dengan Provokasi (penyebab), Qualitas
nyerinya seperti apa), Region (di daerah mana yang nyeri), Scala (skala
nyeri 1-10), Time (kapan nyeri terasa bertambah berat).
7) Pola persepsi diri
Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri, identitas
diri, gambaran diri.
8) Pola seksual dan reproduksi
Kaji manupouse, kaji aktivitas seksual
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum yang lengkap perlu dilakukan. Disamping menilai
adanya sinovasi pada setiap sendi, perhatikan juga hal- hal berikut ini:
1) Keadaan umum: komplikasi steroid, berat badan.
2) Tangan: meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan
3) Lengan: Siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar
limfe aksila.
4) Wajah: periksa mata untuk sindroma sjorgen, skleritis, episkelritis,
skleromalasia perforans, katarak anemia dan tanda- tanda
hiperviskositas pada fundus. Kelenjar parotis membesar
5) Mulut: (Kring, karies dentis, ulkus) catatan: artritis rematoid tidak
menyeababkan iritasi.
6) Leher: adanya tanda- tanda terkenanya tulang servikal.
7) Toraks: Jantung (adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi
katup aorta dan mitral).Paru- paru (aadanya efusi pleura, fibrosis, nodul
infark, sindroma caplan)
8) Abdomen: andanya splenomegali dan nyeri tekan epigastrik
9) Panggu dan lutut: tungkai bawah danya ulkus, pembengkakan betis
(kista baker yang ruptur) neuropati, mononeuritis multipleks dan tanda-
tanda kompresi medula spinalis.
10) Kaki: efusi lutut, maka cairan akan mengisi cekungan medial dan
kantong suprapatelar mengakibatkan pembengkakan diatas dan sekitar
patela yang berbentuk seperti ladam kuda dan efusi sendi pergelangan
kaki akan terjadi pembengkakan pada sisi anterior.
11) Urinalisis: untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk
menentukan adanya darah.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b/d penurunan fungsi tulang, distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan : Deformitas skeletal,
Nyeri, ketidaknyamanan , penurunan kekuatan otot
3. Risiko cedera b/d penurunan fungsi tulang.
4. Perubahan pola tidur b/d nyeri
5. Defisit perawatan diri b/d nyeri dan kelemahan, kerusakan auskuloskeletal :
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
6. Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran b/d perubahan
kemampuan untukmelakukan tugas-tugas umum, Peningkatan penggunaan
energi, ketidakseimbangan mobilitas.
7. Resiko Tinggi terhadap Kerusakan Penatalaksanaan Lingkungan
berhubungan dengan : Proses penyakit degeneratif jangka panjang, Sistem
pendukung tidak adekuat.
8. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit, prognosis dan
kebutuhan perawatan dan pengobatan b/d kurangnya pemahaman /
mengingat kesalahan interpretasi informasi.

C. INTERVENSI
Diagnosa 1:
Nyeri b/d penurunan fungsi tulang, distensi jaringan oleh
akumulasicairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
Kriteria hasil: nyeri hilang atau tekontrolIntervensi :
1. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0–10). Catat faktor-
faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal. R/
Membantu dalam menentukan kebutuhan managemen nyeri dan
keefektifan program.
2. Berikan matras atau kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur
sesuai kebutuhan.R/Matras yang lembut/empuk, bantal yang besar akan
mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuhyang tepat, menempatkan setres
pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidurmenurunkan tekanan
pada sendi yang terinflamasi / nyeri
3. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau
duduk di kursi.Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi. R/ Pada
penyakit berat, tirah baring mungkindiperlukan untuk membatasi nyeri atau
cedera sendi.
4. Pantau penggunaan bantal.
5. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak di
tempat tidur, sokongsendi yang sakit di atas dan di bawah, hindari gerakan
yang menyentak. R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan
sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pada sendi.
6. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu
bangun. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit
beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi. R/ Panas
meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan
melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitifitas pada panas dapat
dihilangkan dan luka dermaldapat disembuhkan.
7. Pantau suhu kompres.
8. Berikan masase yang lembut. R/ Meningkatkan elaksasi/mengurangi
tegangan otot.
9. Beri obat sebelum aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai petunjuk
seperti asetil salisilat. R/ Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan
otot, memudahkan untuk ikut serta dalamterapi.
10. Dorong penggunaan teknik manajemen stress misalnya relaksasi progresif
sentuhan terapeutik bio feedback, visualisasi, pedoman imajinasi hipnotis
diri dan pengendalian nafas.
11. Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.
12. Beri obat sebelum aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
13. Bantu klien dengan terapi fisik.
Diagnosa 2 : Kerusakan mobilitas fisik b/d deformitas skeletal, nyeri,
ketidaknyamanan,penurunan kekuatan otot.
Kriteria Hasil :
Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
Intervensi :
1. Pantau tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi
2. Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan. R/ Untuk
mencegah kelelahan danmempertahankan kekuatan
3. Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus-menerus
dan tidur malam haritidak terganggu.
4. Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif dan latihan resistif dan
isometric jikamemungkinkan.
5. Bantu bergerak dengan bantuan seminimal mungkin. R/ Meningkatkan
fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum.
6. Dorong klien mempertahankan postur tegak, duduk tinggi, berdiri dan
berjalan. R/Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.
7. Berikan lingkungan yang aman dan menganjurkan untuk menggunakan alat
bantu. R/Menghindari cedera akibat kecelakaan seperti jatuh.
8. Berikan obat-obatan sesuai indikasi seperti steroid. R/ Untuk menekan
inflamasi sistemik akut.
9. Kolaborasi ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vasional.
Diagnosa 3 : Risiko cedera b/d penurunan fungsi tulang, kerusakan mobilitas
fisik.

Kriteria Hasil :

Klien dapat mempertahankan keselamatan fisik.

Intervensi :

1. Kendalikan lingkungan dengan : Menyingkirkan bahaya yang tampak jelas,


mengurangi potensial cedera akibat jatuh ketika tidur misalnya
menggunakan penyanggah tempat tidur,usahakan posisi tempat tidur
rendah, gunakan pencahayaan malam siapkan lampu panggil
2. Memantau regimen medikasi.
3. Izinkan kemandirian dan kebebasan maksimum dengan memberikan
kebebasan dalamlingkungan yang aman, hindari penggunaan restrain,
ketika pasien melamun alihkan perhatiannya ketimbang mengagetkannya.
R/ Lingkungan yang bebas bahaya akan mengurangi resiko cedera dan
membebaskan keluarga dari kekhawatiran yang konstan. Hal ini akan
memberikan pasien merasa otonomi, restrain dapatmeningkatkan agitasi,
mengagetkan pasien akan meningkatkan ansietas.
Diagnosa 4 : Risiko cedera b/d penurunan fungsi tulang.

Kriteria Hasil :

Klien dapat memenuhi kebutuhan istirahat atau tidur.

Intervensi :

1. Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan biasanya dan perubahan yang


terjadi. R/ Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang
tepat.
2. Berikan tempat tidur yang nyaman. R/ Meningkatkan kenyamaan tidur
serta dukunganfisiologis/psikologis.
3. Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan
lingkungan baru. R/ Bilarutinitas baru mengandung aspek sebanyak
kebiasaan lama, stress dan ansietas yang berhubungan dapat berkurang.
4. Instruksikan tindakan relaksasi. R/ Membantu menginduksi tidur.
5. Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur, misalnya mandi hangat
dan massage. R/Meningkatkan efek relaksasi.
6. Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi: rendahkan tempat tidur bila
mungkin. R/ Dapatmerasakan takut jatuh karena perubahan ukuran dan
tinggi tempat tidur, pagar tempat untuk membantu mengubah posisi.
7. Hindari mengganggui bila mungkin, misalnya membangunkan untuk
obat atau terapi. R/ Tidurtanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar
dan pasien mungkin mungkin tidak mampukembali tidur bila terbangun.
8. Berikan sedatif, hipnotik sesuai indikasi. R/ Mungkin diberikan untuk
membantu pasien tiduratau istirahat.

Diagnosa 5 : Defisit perawatan diri b/d nyeri dan kelemahan, kerusakan


auskuloskeletal,penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu
bergerak, depresi.

Kriteria Hasil :

Klien dapat melaksanakan aktivitas perawatan sendiri secara mandiri.

Intervensi :

1. Kaji tingkat fungsi fisik. R/ Mengidentifikasi tingkat bantuan/dukungan


yang diperlukan.
2. Diskusikan tingkat fungsi umum; sebelum timbul eksaserbasi penyakit
dan potensial perubahanyang sekarang diantisipasi.
3. Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. R/
Mendukung kemandirianfisik/emosional.
4. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri, identifikasi
untuk modifikasilingkungan. R/ Menyiapkan untuk meningkatkan
kemandirian yang akan meningkatkan hargadiri.
5. Identifikasikasi untuk perawatan yang diperlukan, misalnya; lift,
peninggian dudukan toilet,kursi roda. R/ Memberikan kesempatan untuk
dapat melakukan aktivitas secara mandiri.
6. Kolaborasi untuk mencapai terapi okupasi.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan

E. EVALUASI
Evaluasi dilihat berdasarkan hasil dari tujuan awal yang ingin dicapai yang
telah direncanakan sebelumnya.

.
DAFTAR PUSTAKA

Agatha, D.R., 2014, Laporan Pendahuluan Osteoatritis (online), available:


http://davvhieedreeo.blogspot.com/2014/03/laporan-pendahuluan-
osteoartritis-oa.html, (24 Maret 2015)

Anonim, 2013, Askep Gerontik Pasien dengan Rematik, (online), available:


rhizaners.blogspot.com/2013/02/askep-gerontik-pasien-dengan-
rematik.html, (24 Maret 2015)

Carpenito, L.J., 2012, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC

Price, S.A. dan Lorraine M.Wilson., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Vol.2, diterjemahkan dari: Pathophysiologi:
Clinical Concepts of Disease Processes (6th Edition), oleh H. Hartanto,
Jakarta: EGC

Puspita, E.D., 2014, Asuhan Keperawatan Osteoatritis, (online), available:


http://awlianteka.blogspot.com/2014/06/asuhan-keperawatan-
osteoartritis.html, (24 Maret 2015)

Smeltzer, C.S. dan Bare, B.G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Vol.2 Edisi 8, diterjemahkan dari: Brunner &
Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing (8th Edition), oleh Agung
Waluyo, dkk., Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai