Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

OSTEORATHRITIS

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Minggu Pertama Departemen


Keperawatan Gerontik Profesi Ners FIK Unmuh Ponorogo
DI PSTW (Panti Sosial Tresna Werda) Magetan

Disusun oleh :
Pita Arifatun Siam 19650101

PRODI PROFESI NERSFAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
JL.Budi Utomo No. 10 Telp (0352) 487 662 Ponorogo Fax. (0352) 461796

1
KONSEP PENYAKIT

A. DEFINISI
Osteorathritis merupakan penyakit sendi degenerative yang berkaitan dengan
kerussakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering
terkena OA (Sudoyo, A.,dkk 2017)
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini bersifat kronik,
berjalan progresif lambat, dan abrasi rawan sendi dan adanya gangguan pembentukan
tulang baru pada permukaan persendian (Guyton A.C. and J.E. Hall 2017)
Osteoartritis adalah bentuk atritis yang paling umum, dengan jumlah pasiennya
sedikit melampui separuh jumlah pasien arthritis.Osteoartritis adalah penyakit peradangan
sendi yang sering muncul pada usia lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun
dan lebih sering dijumpai pada usia diatas 60 tahun (Evelyn CP, 2016)
Osteoartritis juga dikenal dengan nama osteoartrosi , yaitu melemahnya tulang rawan
pada engsel yang dapat terjadi di engsel manapun di sekujur tubuh. Tapi umumnya,
penyakit ini terjadi pada siku tangan, lutut, pinggang dan pinggul (Evelyn CP, 2016)

B. KLASIFIKASI
(Guyton A.C. and J.E. Hall 2017) Osteoartritis diklasifikasikan menjadi:
1. Idiopathic
a. Lokal
 Tangan (benjolan herbenden dan bouchard = osteoarthritis yang erosif)

 Kaki (hallux vagus, hallux rigidus)

2
 Lutut (plattellafemoral)

 Pinggul (tonjolan tulang punggung)


 Menyeluruh

2. Sekunder
a. Trauma (akut dan kronis)
OA sekunder terutama terjadi akibat fraktur pada daerah sendi, setelah
menisektomi, tungkai bawah yang tidak sama panjang, adanya hipermobilitas,
instabilitas sendi, ketidaksejajaran dan ketidakserasian permukaan sendi.

3
b. Genetik, Penyakit tulang persendian lain (penyakit okronosis, akromegali,
mukopolisakarida, deposisi kristal, atau setelah inflamasi pada sendi.
(misalnya, OA atau artropati karena inflamasi, ochronosis, hemochromatosis,
gout)
c. Endokrin/metabolik (displasia epifisial, displasia asetabular, penyakit Legg-
Calve-Perthes, dislokasi sendi panggul bawaan, tergelincirnya epifisis
osteonecrosis charcot arthropathi, rheumatoid arthritis) (DR. Faisal Yatim,
DTM, MPH)

C. ETIOLOGI (Sudoyo, A.,dkk 2017)


a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pencetus dari Osteoartritis yang banyak meyebabkan gejala, meliputi:
1) Umur
Perubahan fisik dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya usia
dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk
pigmen yang berwarna kuning.
2) Pengausan
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi
melalui 2 mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan yang
harus dikandungnya.
3) Kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat badan,
sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis mengakibatkan
seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah kegemukan
4) Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.
5) Keturunan
Herbeden node merupakan salah satu bentuk osteortritis yang biasa ditemukan
pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis sedangkan wanita, hanya
salah satu dari orang tuanya yang terkena.
6) Akibat penyakit radang sendi lain

4
Infeksi (artritis rematoid, infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi
peradangan dan pengeluaran enzim perusak matrik rawan sendi oleh membran
synovial dan sel- sel radang.
7) Joint mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormone pertumbuhan, maka rawan sendi akan
menebal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/ seimbang sehingga
memperceat proses degenerasi
8) Penyakit Endokrin
Pada hipertiroidisme terjadi produksi air dan garam- garam proteglikan yang
berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehinggga merusak sifat fisik rawan
sendi, ligament. Tendon, synovial, dan kulit pada diabetes melitus, glukosa akan
menyebabkan produksi proteaglandin menurun.
9) Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis,penyakit wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan homosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal
monosodium urat/ pirofosfat dalam rawan sendi.
b. Faktor Presipitasi
1) Demografi
Mereka yang terdiagnosis osteoartritis, sangatlah diperlukan adanya perhatian lebih
mengenai keadaan lingkungan. Ketika lingkungan sekitarnya yang tidak
mendukung. Maka kemungkinan besar klien akan merasakan gejala penyakit ini.
Banyak diantaranya ketika keadaan suhu lingkungan sekitar klien yang cukup
dingin, maka klien akan merasa ngilu, kekakuan sendi pada area- area yang biasa
terpapar, sulit untuk mobilisasi dan bahkan kelumpuhan.

D. MANIFESTASI KLINIK (Guyton A.C. and J.E. Hall 2017)


1. Nyeri sendi, keluhan utama dan cenderung memiliki onset yang perlahan.
2. Hambatan gerak sendi, gangguan ini biasanya semakin berat dengan pelan-pelan
sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
3. Nyeri bertambah dengan aktifitas, membaik dengan istirahat , terasa paling nyeri pada
akhir , dan seiring dengan memburuknya penyakit, menjadi semakin parah, sampai
pada tahap dimana pergerakan minimal saja sudah menimbulkan rasa nyeri dan biasa
menganggu tidur

5
4. Kekakuan paling ringan pada pagi hari namun terjadi berulang-ulang sepanjang hari
dengan periode istirahat.
5. Krepitasi, rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit
6. Pembesaran sendi (deformitas)
7. Perubahan gaya berjalan
8. Tanda-tanda peradangan pada sendi (nyeri tekan , gangguan gerak, rasa hangat yang
merata dan warna kemerahan).
(Nurarif dkk, 2015)

Gambar : Perbandingan sendi sehat dengan sendi yang terkena osteoarthritis

E. PATOFISIOLOGI (Sudoyo, A.,dkk 2017)


Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan
progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami
kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi
sendi. Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan
unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik
tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang
membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang
rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan,
seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini
disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi
atau kurang digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa
tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit
peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik
dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan
metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan

6
kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang
menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus.

7
F. PATHWAYS

Proses Penuaan
Trauma
Intrinsik
Ekstrinsik
Pemecahan Perubahan
kondrosit Komponen sendi
Kolagen
Progteogtikasi Perubahan
Jaringan sub metabolisme sendi
Proses penyakit kondrial
degeneratif
yang panjang

MK: Pengeluaran
Kerusakan enzim lisosom
Penatalaksanaan
lingkungan

Kerusakan
Kurang matrik kartilago
kemampuan
mengingat
Kesalahan
interpretasi Penebalan Perubahan
tulang sendi fungsi sendi

Penyempitan Deformitas
MK: Kurang rongga sendi sendi
pengetahuan
Kontraktur

Penurunan MK: Kerusakan


Kekuatan mobilytas fisik
nyeri

MK: Gangguan Hipertrofi


MK: Kurang Citra tubuh
perawatan diri

Distensi Cairan

MK: Nyeri akut

8
G. PENATALAKSANAAN
Prinsip utama pengobatan penyakit osteoartritis adalah dengan mengistirahatkan sendi
yang terserang. Karena jika sendi yang terserang terus digunakan akan memperparah
peradangan. Dengan mengistiratakan sendi secara rutin dapat mengurangi rasa nyeri
yang ditimbulkan. Embidaian bisa digunakan untuk imobilisasi dan mengistiratkan
satu atau beberapa sendi. Tetapi untuk mencegah kekakuan dapat dilakukan beberapa
gerakkan yang sistematis (Evelyn CP, 2016). Obat- obat yang digunakan untuk
mengobati penyakit ini adalah:
1. Obat anti peradangan non steroid, yang paling sering digunakan adalah aspirin
dan ibuprofen. Obat ini mengurangi pembengkakan sendi dan mengurangi
nyeri.
2. Obat slow-acting. Obat ini ditambahkan jika terbukti obat anti peradangan non
steroid tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan atau diberikan segera
jika penyakitnya berkembang cepat.
3. Kortikosteroid, misalnya prednison merupakan obat paling efektif untuk
mengurangi peradangan dibagian tubuh manapun. Kortikosteroid efektif
digunakan pada pemakaian jangka pendek, dan kurang efektif bila digunakan
dalam jangka panjang. Obat ini tidak memperlambat perjalanan pnyakit ini
dan pemakaian jangka panjang mengakibatkan berbagai efek samping., yang
melibatkan hampir setiap orang.
4. Obat Imunosupresif (contoh metotreksat,azatioprin, dan cyclophosphamide)
efektif unuk mengatasi artritis yang berat. Obat ini menekan peradangan
sehingga pemakaian kortikosteroid bisa dihindari atau diberikan dengan dosis
rendah.
Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai
tujuan- tujuan ini. Pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi dan
obat- obatan.
a. Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan
pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada pasien, keluarganya dan
siapa saja yang berhubungan dengan pasien. Pendidikan yang di berikan
meliputi pengertian tentang patofisiologis, penyebab, dan prognosis
penyakit ini, semua kompnen program penatalaksanaan termasuk regimen
obat yang kompleks, sumber- sumber bantuan untuk mengatasi penyakit
ini, dan metode-metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan
9
oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus
menerus. Bantuan dapat diperoleh melalui club penderita. Badan- badan
kemasyarakatan dan dari orang- orang lain yang juga pendeita artritis
reumatoid serta keluarga mereka.
b. Istirahat penting karena osteartiritis biasanya disertai rasa lelah yang hebat.
Walaupun rasa lelah dan kekakuan sendi itu bisa timbul setiap hari, tetapi
ada masa- masa ketika pasien merasa lebih baik atau lebih berat. Kekakuan
dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat, hal ini berarti
bahwa pasien dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari
karena nyeri.
c. Latihan- latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi
sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi
yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Kompres panas pada sendi- sendi
yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin
dengan suhu yang bisa diatur dan mandi dengan suhu panas dan dingin
dapat dilakukan di rumah.
d. Tindakan operatif dapat dilakukan apabila tindakan diatas sudah tidak
dapat menolong pasien lagi. Penggantian engsel (artoplasti) dilakukan
dengan mengganti engsel yang rusak dan diganti dengan alat lain yang
terbuat dari plastik atau metal yang disebut prostesis. Pembersihan
sambungan (debridemen) dapat dilakukan dengan mengangkat serpihan
tulang rawan yang rusak yang mengganggu pergerakan dan menyebabkan
nyeri saat pergerakan tulang. Penataan tulang dapat dipilih jika artroplasti
tidak dipilih pada kondisi tertentu, seperti osteoartritis pada anak dan
remaja. Penataan ini dilakukan agar sambungan/ engsel tidakmenerima
beban saat melakukan pergerakan.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Price & Wilson. 2015)


a. Foto sinar X pada sendi- sendi yang terkena. Perubahan-perubahan yang dapat
ditemukan adalah
 Pembengkakan jaringan lunak
 Penyempitan rongga sendi
 Erosi sendi

10
 Osteoporosis juksta artikuler
b. Tes Serologi
 BSE Positif
 Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
c. Pemeriksaan radiologi
 Periarticular osteopororsis, permulaan persendian erosi
 Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan ankilosis
d. Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya kekurangan serta proses radang aseptik,
cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.

I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi bila osteoartritis tidak ditangani yaitu terjadi
deformitas atau kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit.
Pergeseran ulnar atau jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas
bautonmere dan leher angsa pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal
yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal (Evelyn CP, 2016).
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying
antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada arthritis reumatoid (Guyton A.C. and J.E. Hall 2017)
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan
dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik
akibat vaskulitis (Price & Wilson. 2015)

11
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN (NANDA NIC-NOC, 2018)


1) Pengkajian fisik
a) Identitas
Identitas pasien yang perlu untuk dikaji meliputi:
 Meliputi nama dan alamat
 Jenis kelamin : Osteoartritis biasa terjadi pada pria dan wanita, namun sering
pada wanita yang menopause.
 Umur: paling sering menyerang orang yang berusia antara 15 – 35 tahun.
 Pekerjaan:pekerjaan berpengaruh karena pekerjaan yang berat akan
menyebabkan osteoarthritis.
b) Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
d) Pola fungsi Gordon
 Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya, saat klien sakit tindakan yang
dilakukan klien untuk menunjang kesehatannya.
 Nutrisi/metabolic
Kaji makanan yang dikonsumsi oleh klien, porsi sehari, jenis makanan, dan
volume minuman perhari, makanan kesukaan.
 Pola eliminasi
Kaji frekuensi BAB dan BAK, ada nyeri atau tidak saat BAB/BAK dan warna
 Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan klien saat beraktivitas dan dapat melakukan mandiri, dibantu
atau menggunakan alat
 Pola tidur dan istirahat
Kaji pola istirahat, kualitas dan kuantitas tidur, kalau terganggu kaji
penyebabnya
 Pola kognitif-perseptual

12
Status mental klien, kaji nyeri dengan Provokasi (penyebab), Qualitas 9nyerinya
seperti apa), Reqion (di daerah mana yang nyeri), Scala (skala nyeri 1-10), Time
(kapan nyeri terasa bertambah berat).
 Pola persepsi diri
Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri, identitas diri,
gambaran diri.
 Pola seksual dan reproduksi
kaji manupouse, kaji aktivitas seksual
 Pola peran dan hubungan
Kaji status perkawinan, pekerjaan
 Pola manajemen koping stress
 Sistem nilai dan keyakinan
e) Pemeriksaan Head to Toe
Pemeriksaan umum yang lengkap perlu dilakukan. Disamping menilai adanya
sinovasi pada setiap sendi, perhatikan juga hal- hal berikut ini:
a. Keadaan umum: komplikasi steroid, berat badan.
b. Tangan: meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan
c. Lengan: Siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar limfe
aksila.
d. Wajah: periksa mata untuk sindroma sjorgen, skleritis, episkelritis, skleromalasia
perforans, katarak anemia dan tanda- tanda hiperviskositas pada fundus. Kelenjar
parotis membesar
e. Mulut: (Kring, karies dentis, ulkus) catatan: artritis rematoid tidak menyeababkan
iritasi.
f. Leher: adanya tanda- tanda terkenanya tulang servikal.
g. Toraks: Jantung (adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi katup aorta
dan mitral).Paru- paru (aadanya efusi pleura, fibrosis, nodul infark, sindroma
caplan)
h. Abdomen: andanya splenomegali dan nyeri tekan epigastrik
i. Panggu dan lutut: tungkai bawah danya ulkus, pembengkakan betis (kista baker
yang ruptur) neuropati, mononeuritis multipleks dan tanda- tanda kompresi
medula spinalis.
j. Kaki: efusi lutut, maka cairan akan mengisi cekungan medial dan kantong
suprapatelar mengakibatkan pembengkakan diatas dan sekitar patela yang
13
berbentuk seperti ladam kuda dan efusi sendi pergelangan kaki akan terjadi
pembengkakan pada sisi anterior.
k. Urinalisis: untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk menentukan
adanya darah.
b. Fungsional klien
1) Indeks Barthel yang dimodifikasi
Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan
aktivitas fungsional. Penilaian meliputi makan, berpindah tempat, kebersihan
diri, aktivitas di toilet, mandi, berjalan di jalan datar, naik turun tangga,
berpakaian, mengontrol defikasi dan berkemih. Cara penilaian:
NO KRITERIA BANTUAN MANDIRI
1 Makan 5 10
2 Minum 5 10
3 Berpindah dari kursi roda ketempat tidur/sebaliknya 5-10 15
4 Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, 0 5
menggosok gigi)
5 Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, menyeka 5 10
tubuh, menyiram)
6 Mandi 5 15
7 Jalan di permukaan datar 0 5
8 Naik turun tangga 5 10
9 Menggunakan pakaian 5 10
10 Kontrol bowel (BAB) 5 10
11 Kontrol Bladder (BAK) 5 10
Total skor

Cara penilaian:
< 60 : Ketergantungan penuh/total
65-105 : Ketergantungan sebagian
110 : Mandiri

2) Indeks Katz

14
Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk aktivitas kehidupan
sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau bergantung dari
klien dalam hal: makan, kontinen (BAB/BAK), berpindah, ke kamar mandi,
mandi dan berpakaian. Indeks Katz adalah pemeriksaan disimpulkan dengan
system penilaian yang didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam
melakukan aktivitas fungsionalnya. Salah satukeuntungan dari alat ini adalah
kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap waktu,
yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilitasi. Pengukuran pada kondisi ini
meliputi:
Termasuk kategori manakah klien?
A. Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB/BAK), menggunakan pakaian, pergi
ke toilet, berpindah dan mandi
B. Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas
C. Mandiri kecuali mandi dan salah satu fungsi lain
D. Mandiri kecuali mandi, berpakaian dan salah satu fungsi diatas
E. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi yang lain
F. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang
lain
G. Ketergantungan untuk semua fungsi diatas
Keterangan :
Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari orang
lain, seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak
melakukan fungsi, meskipun ia dianggap mampu.
c. Status mental dan kognitif gerontik
 Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)
Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan intelektual. Pengujian
terdiri atas 10 pertanyaan yang berkenan dengan orientasi, riwayat pribadi, memori
dalam hubungannya dengan kemampuan perawatan diri, memori jangka panjang
dan kemampuan matematis atau perhitungan (Pfeiffer, 2002).
NO PERTANYAAN BENAR SALAH
1 Tanggal berapa hari ini
2 Hari apa sekarang
3 Apa nama tempat ini

15
4 Alamat anda?
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir (minimal tahun lahir)
7 Siapa presiden indonesia sekarang?
8 Siapa presiden ndonesia sebelumnya?
9 Siapa nama ibu anda?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap
angka baru, semua secara menurun
Jumlah
Interpretasi hasil :
1) Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
2) Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
3) Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
4) Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat
 MiniMental Status Exam (MMSE)
Mini mental status exam (MMSE) menguji aspek kognitif dari fungsi mental:
orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Nilai
kemungkinan ada 30, dengan nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya
kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lanjut. Pemeriksaan
memerlukan hanya beberapa menit untuk melengkapi dan dengan mudah dinilai,
tetapi tidak dapat digunakan sendiri untuk tujuan diagnostic. karena pemeriksaan
MMSE mengukur beratnya kerusakan kognitif dan mendemonstrasikan perubahan
kognitif pada waktu dan dengan tindakan. Ini merupakan suatu alat yang berguna
untuk mengkaji kemajuan klien yang berhubungan dengan intervensi. Alat
pengukur status afektif bdigunakan untuk membedakan jenis depresi serius yang
mempengaruhi fungsi-fungsi dari suasana hati. Depresi adalah umum pada lansia
dan sering dihubungkan dengan kacau mental dan disorientasi, sehingga seorang
lansia depresi sering disalah artikan dengan dimensia. Pemeriksaan status mental
tidak dengan jelas membedakan antara depresi dengan demensia, sehingga
pengkajian afektif adalah alat tambahan yang penting.

16
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN (NANDA NIC-NOC, 2018)
a) Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen cedera biologis, distensi jaringan oleh
akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
b) Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri,
ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot
c) Defisit perawatan diri berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi
d) Resiko trauma berhubungan dengan keterbatasan ketahanan fisik, perubahan fungsi
sendi
e) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit, prognosis dan
kebutuhan perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
pemahaman/mengingat kesalahan interpretasi informasi.
f) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan deformitas sendi, perubahan bentuk
tubuh pada sendi dan tulang.

C. RENCANA TINDAKAN (NANDA NIC-NOC, 2018)


Diagnosa Rencana Keperawatan
No
Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Nyeri b.d agen cedera Setelah diberikan asuhan
Pain Management
biologis, distensi keperawatan selama 1x24 jam
 Lakukan pengkajian nyeri
jaringan oleh diharapkan nyeri
secara komprehensif
akumulasi cairan, berkurang/terkontrol dengan
termasuk lokasi,
destruksi sendi kriteria hasil :
karakteristik, durasi,
 Mampu mengontrol nyeri
frekuensi, kualitas dan
(tahu penyebab nyeri,
faktor presipitasi
mampu menggunakan
 Observasi reaksi nonverbal
tehnik nonfarmakologi
dari ketidaknyamanan
untuk mengurangi nyeri,
 Evaluasi pengalaman nyeri
mencari bantuan)
masa lampau
 Melaporkan bahwa nyeri
 Kurangi faktor presipitasi
berkurang dengan
nyeri
menggunakan manajemen
 Pilih dan lakukan
nyeri
penanganan nyeri

17
 Mampu mengenali nyeri (farmakologi, non
(skala, intensitas, frekuensi farmakologi dan inter
dan tanda nyeri) personal)
 Menyatakan rasa nyaman  Kaji tipe dan sumber nyeri
setelah nyeri berkurang untuk menentukan
 Tanda vital dalam rentang intervensi
normal  Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
 Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
 Tentukan analgesik pilihan,
18
rute pemberian, dan dosis
optimal
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

2. Gangguan/kerusakan Setelah diberikan asuhan Exercise therapy : ambulation


mobilitas fisik b/d keperawatan selama 3x24 jam,  Monitoring vital sign
deformitas skeletal, diharapkanhambatan sebelm/sesudah latihan dan
nyeri, mobilisasi fisik dapat diatasi lihat respon pasien saat
ketidaknyamanan, dengan kriteria : latihan
penurunan .kekuatan  Klien meningkat dalam  Kaji kemampuan pasien
otot aktivitas fisik dalam mobilisasi
 Mengerti tujuan dari  Latih pasien dalam
peningkatan mobilitas pemenuhan kebutuhan
 Memverbalisasikan ADLs secara mandiri
perasaan dalam sesuai kemampuan
meningkatkan kekuatan dan  Dampingi dan Bantu pasien
kemampuan berpindah saat mobilisasi dan bantu
 Memperagakan penggunaan penuhi kebutuhan ADLs
alat Bantu untuk mobilisasi ps.
(walker)  Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan
 Bantu klien melakukan
latihan ROM
 Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
3 Defisit perawatan diri Setelah diberikan asuhan
Self Care assistance : ADLs
b/d kelemahan, keperawatan selama 3x24 jam,
 Monitor kemampuan klien
kerusakan persepsi klien mampu merawat diri
untuk perawatan diri yang
dan kognitif dengan kriteria hasil :
mandiri.
 Klien terbebas dari bau
 Monitor kebutuhan klien

19
badan untuk alat-alat bantu untuk
 Menyatakan kenyamanan kebersihan diri, berpakaian,
terhadap kemampuan untuk berhias, toileting dan
melakukan ADLs makan.
 Dapat melakukan ADLS  Sediakan bantuan sampai
dengan bantuan klien mampu secara utuh
untuk melakukan self-care.
 Dorong klien untuk
melakukan aktivitas sehari-
hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
 Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin
sehari- hari sesuai
kemampuan.
.
4. Resiko trauma b/d Setelah diberikan asuhan
Environmental Management
penurunan fungsi keperawatan selama 3x24 jam,
safety
sendi, keterbatasan diharapkan klien
 Sediakan lingkungan yang
ketahanan fisik tidak/terhindar dari resiko
aman untuk pasien
trauma dengan criteria:
 Identifikasi kebutuhan
 Klien terbebas dari cedera
keamanan pasien, sesuai
 Klien mampu menjelaskan
dengan kondisi fisik dan
faktor resiko dari
fungsi kognitif pasien dan
lingkungan/perilaku
riwayat penyakit terdahulu
personal
pasien
 Mampu memodifikasi gaya
 Menghindarkan lingkungan
hidup untuk mencegah injuri
yang berbahaya (misalnya
memindahkan perabotan)
 Memasang side rail tempat

20
tidur
 Menyediakan tempat tidur
yang nyaman dan bersih
 Menempatkan saklar lampu
ditempat yang mudah
dijangkau pasien.
 Memberikan penerangan
yang cukup
 Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
 Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
 Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
21
Bulechek, G.M., Butcher, H., Dochterman, J.M. 2013. Nursing Intervention Classification
(NIC). 6th Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh Nurjannah,
I.,Tumanggor,R.D. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC). Edisi Indonesia
Keenam. Yogyakarta: CV. Mocomedia.
Evelyn CP, 2016. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. Gramedia
Guyton A.C. and J.E. Hall 2017. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 10.Jakarta: EGC.
74,76,80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340.
NANDA International. (2018). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi Edisi 10,
2015-2017. Jakarta : EGC.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Price & Wilson. 2015. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Sudoyo, A.,dkk. (2017). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing, Jakarta.
Susan Martin Tucker.1998. Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan
evaluasi. Ed5. Jakarta:EGC
Smeltzer c Suzanne.2015. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s,
Ed8. Vol.1, Jakarta:EGC.

22

Anda mungkin juga menyukai