Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

OSTEOARTHRITIS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas


Departemen Keperawatan Medikal Bedah Orthopaedi
Mahasiswa Program Profesi Ners Angkatan XV

Oleh :

Reni Nurazizah S.Kep

NPM : 4012200017

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERABANJAR


PROGRAM STUDI NERS ANGKATAN KE-15
TAHUN AKADEMIK 2019-2020

Jl. Mayjen Lili Kusumah-Sumanding Wetan No. 33 Kota Banjar


Tlp (0265) 741100 Fax (0265) 744043
web: www.stikesbp.ac.id
A. Definisi
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan struktur
dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang rawan
(kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang,
pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya
peradangan, dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi. (Felson, 2008).
Osteoarthritis knee merupakan penyakit sendi degeneratif dimana terjadi kerusakan
pada tulang rawan sendi. Osteoarthritis knee dapat terjadi karena berbagai faktor baik itu
berupa faktor primer maupun sekunder. Faktor primer tidak diketahui dengan jelas
penyebabnya. Osteoarthritis knee jenis ini ditemukan pada usia pertengahan lansia,
sedangkan faktor sekunder dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan kerusakan
pada synovial sehingga menimbulkan osteoarthritis knee sekunder (Rasjad, 2009).

B. Klasifikasi
1. Tipe primer tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya berhubungan dengan
osteoatritis
2. Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur. (Long, Barbara
1996)

C. Etiologi
Menurut Anwar (2012) penyebab osteoarthritis knee belum diketahui secara pasti,
namun berikut ini merupakan faktor resiko yang dapat mengakibatkan osteoarthritis
knee :
1. Degenerasi : Usia lanjut merupakan faktor resiko timbulnya osteoarthritis yang
paling kuat. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan antara umur dengan
degenerasi jaringan dimana terjadi penurunan kekuatan kolagen dan proteoglikan
pada kartilago sendi.
2. Obesitas : Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik
pada sendi penahan beban tubuh dan lebih sering menyebabkan osteoarthritis knee.
3. Jenis kelamin : Pada orang tua yang berumur lebih dari 55 tahun, prevalensi terkenanya
osteoarthritis pada wanita lebih tinggi dari pria. Usia kurang dari 45 tahun osteoarthritis
lebih sering terjadi pada pria dari wanita.
4. Kelemahan otot : Kelemahan otot quadriceps berperan penting pada tatalaksana
osteoarthritis knee. Pada lutut yang sehat otot quadriceps bersifat protektif terhadap
timbulnya osteoarthritis. Pada osteoarthritis knee yang disertai adanya malaligment dan
kelemahan kekuatan otot quadriceps justru berhubungan dengan kerusakan sendi yang
lebih cepat. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan faktor lokal yaitu berubahnya
distribusi beban pada sendi yang bersangkutan.
5. Riwayat trauma : Cedera sendi, terutama pada sendi – sendi penumpu berat tubuh seperti
sendi pada lutut berkaitan dengan risiko osteoartritis yang lebih tinggi. Trauma lutut
yang akut termasuk robekan terhadap ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan
faktor timbulnya osteoartritis lutut (Wahyuningsih, 2009).
6. Riwayat cedera sendi : Pada cedera sendi perat dari beban benturan yang berulang dapat
menjadi faktor penentu lokasi pada orang-orang yang mempunyai predisposisi
osteoarthritis dan berkaitan pula dengan perkembangan dan beratnya osteoarthritis
(Sudoyono,2009)

D. Tanda dan Gejala


Menurut Suriani&Lesmana (2013). Tanda dan gejala osteoarthritis knee antara
lain :
1. Nyeri : Nyeri pada osteoartritis sendi lutut disebabkan oleh penekanan permukaan
sendi yang telah mengelupas rawan sendinya, sisa inflamasi berupa zat algogen yang
merupakan zat iritan nyeri, regangan jaringan lunak yang kontraktur, iritasi jaringan
lunak oleh osteofit.
2. Kekakuan : Kekakuan pada osteoartrisis disebabkan oleh fragmentasi dan terbelah- nya
kartilago persendian, lesi permulaan disusul oleh proses pemusnahan kartilago secara
progresif.
3. Krepitasi : Krepitasi atau bunyi “krek” pada sendi lutut disebabkan oleh permukaan sendi
yang kasar karena degradasi rawan sendi
4. Instabilitas : Instabilitas sendi lutut dise- babkan oleh penyempitan sela sendi, jarak
permukaan sendi menurun, ligamen lebih panjang dari sebelumnya (terulur).
5. Kelemahan otot : Adanya inaktivitas akibat imobilisasi dan keterbatasan gerakan,
penurunan jumlah motor unit dan aktivitas neurotransmitter, gangguan sirkulasi pada otot
serta berkurangnya kualitas otot akibat proses degenerasi dan penuaan akan menyebabkan
kelemahan otot
6. Deformitas : Akibat kendornya kapsul ligamen atau penurunan elastisitas jaringan lunak
sekitar persendian.
E. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan
progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami
kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi
sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang
merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress
biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida
protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan
kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus
menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi
interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan.
Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan
ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa
tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit
peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik
dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan
metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan
kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang
menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus.
( Soeparman ,1995)
PATHWAY

Proses Penuaan
Trauma

- Intrinsik
Pemecahan Perubahan - Ekstrinsik
kondrosit Komponen sendi

- Kolagen Perubahan
- Progteogtikasi metabolisme sendi
Proses penyakit
degeneratif - Jaringan sub
kondrial
yang panjang

MK: Pengeluaran
enzim lisosom
Kerusakan
Kerusakan
- Kurang
Penatalaksanaan
kemampuan matrik kartilago
mengingat
- Kesalahan Penebalan Perubahan
interpretasi tulang sendi fungsi sendi

Penyempitan Deformitas
MK: Kurang rongga sendi sendi
pengetahuan Kontraktur
- Penurunan MK: Kerusakan
Kekuatan mobilytas fisik
- nyeri

MK: Gangguan Hipertrofi


MK: Kurang Citra tubuh
perawatan diri

Distensi Cairan

MK: Nyeri akut


F. Pemeriksaan Penunjang
1. X-Ray : gambar sinar X pada engsel akan menunjukan perubahan yang terjadi pada
tulang seperti pecahnya tulang rawan
2. Tes darah : akan membantu memberi informasi untuk memeriksa rematik
3. Analisa cairan engsel
4. Artroskopi
5. Foto rontgen : menunjukan penurunan progresif masa kartilago sendi
6. Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal

G. Penatalaksanaan Osteoatritis
Tujuan pengobatan pada pasien osteoarthritis adalah untuk mengurangi gejala dan
mencegah terjadinya kontraktur atau atrofi otot. Penanganan pertama yang perlu
dilakukan adalah dengan memberikan terapi non farmakologis berupa edukasi
mengenai penyakitnya secara lengkap, yang selanjutnya adalah memberikan terapi
farmakologis untuk mengurangi nyerinya yaitu dengan memberikan analgetik lalu
dilanjutkan dengan fisioterapi (Imayati, 2012).
Penanganan osteoatritis berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena)
dan berat ringannya sendi yang terkena. Penanganannya terdiri dari 3 hal :
1. Terapi non-farmakologis:
- Edukasi
- Terapi fisik dan rehabilitasi
- Penurunan berat badan
2. Terapi farmakologis :
- Analgesik oral non-opiat
- Analgesik topikal
- NSAID
- Chondroprotective
- Steroid intra-artikuler
3. Terapi bedah :
4. Malaligment, deformitas lutut Valgus-Varus dsb
5. Arthroscopic debridement dan joint lavage
6. Osteotomi
7. Artroplasti sendi total
H. Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala:
- Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stress pada sendi :
kekakuan pada pagi hari.
- Keletihan
- Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi dan
otot.
Tanda:
- Malaise
- Keterbatasan rentang gerak ; atrofi otot, kulit : kontraktur atau kelainan pada sendi
dan otot
2. Kardiovaskuler
Gejala : Jantung cepat, tekanan darah menurun
Tanda : sianosis
3. Integritas Ego
- Faktor stres akut atau kronis : misalnya finansial, pekerjaan, ketidakmampuan
- Keputusasaan dan ketidakberdayaan
- Ancaman pada konsep diri, citra diri dll
4. Makanan atau cairan
- Anoreksia
- Kekeringan pada membran mukosa
5. Higiene
- Ketergantungan pada orang lain
6. Neurosensori
Gejala : kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
Tanda : pembengkakan sendi
7. Nyeri
- Fase akut (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan jaringan lunak pada
sendi)
- Fase kronis (kekakuan pada pagi hari)
8. Keamanan
- Kesulitan dalam menangani tugas
- Kekeringan pada mata dan membran mukosa
- Kulit mengkilat, tegang
- Ulkus kaki
- Demam ringan
9. Interaksi sosial
kerusakan interaksi dan keluarga / orang lsin : perubahan peran: isolasi
10. Penyuluhan
- Riwayat rematik pada keluarga
- Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan penyakit tanpa pengujian
- Riwayat perikarditis, lesi tepi katup. Fibrosis pulmonal, pkeuritis.

I. Diagnosa Keperawatan
I. DIAGNOSA YANG MUNGKIN TIMBUL DAN INTERVENSINYA
a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
Intervensi:
- Kaji keluhan nyeri; catat lokasi dan intensitas nyeri (skala 0 – 10). Catat
faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa nyeri non verbal
- Beri matras/kasur keras, bantal kecil. Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan
saat klien beristirahat/tidur.
- Bantu klien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di
kursi. Tingkatan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi.
- Pantau penggunaan bantal.
- Dorong klien untuk sering mengubah posisi.
- Bantu klien untuk mandi hangat pada waktu bangun tidur.
- Bantu klien untuk mengompres hangat pada sendi-sendi yang sakit beberapa
kali sehari.
- Pantau suhu kompres.
- Berikan masase yang lembut.
- Dorong penggunaan teknik manajemen stress misalnya relaksasi progresif
sentuhan terapeutik bio feedback, visualisasi, pedoman imajinasi hipnotis
diri dan pengendalian nafas.
- Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.
- Beri obat sebelum aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
- Bantu klien dengan terapi fisik.
Hasil yang diharapkan/Kriteria evaluasi
- Menunjukkan nyeri berkurang atau terkontrol
- Terlihat rileks, dapat istirahat, tidur dan berpartisipasi dalam aktivitas
sesuai kemampuan.
- Mengikuti program terapi.
- Menggunakan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam
program kontrol nyeri.

b. Kerusakan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan :


- Deformitas skeletal
- Nyeri, ketidaknyamanan
- Penurunan kekuatan otot
Intervensi:
- Pantau tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi
- Pertahankan tirah baring/duduk jika diperlukan
- Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus-menerus
dan tidur malam hari tidak terganggu.
- Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif dan latihan resistif dan
isometric jika memungkinkan
- Dorongkan untuk mempertahankan posisi tegak dan duduk tinggi, berdiri,
dan berjalan.
- Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi/kloset,
menggunakan pegangan tinggi dan bak dan toilet, penggunaan alat bantu
mobilitas/kursi roda penyelamat
- Kolaborasi ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vasional.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi
- Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/pembatasan
kontraktor
- Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari
kompensasi bagian tubuh
- Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan
aktivitas.
c. Gangguan Citra Tubuh/Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan:
- Perubahan kemampuan melakukan tugas-tugas umum
- Peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Intervensi:
- Dorong klien mengungkapkan mengenai masalah tentang proses penyakit,
harapan masa depan.
- Diskusikan dari arti kehilangan/perubahan pada seseorang. Memastikan
bagaimana pandangan pribadi klien dalam memfungsikan gaya hidup
sehari-hari termasuk aspek-aspek seksual
- Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan
- Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu
memperhatikan tubuh/perubahan.
- Susun batasan pada perilaku maladaptif, bantu klien untuk
mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
- Bantu kebutuhan perawatan yang diperlukan klien.
- Ikutsertakan klien dalam merencanakan dan membuat jadwal aktivitas.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi:
- Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk
menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup dan kemungkinan
keterbatasan.
- Menyusun tujuan atau rencana realistis untuk masa mendatang.

d. Kurang Perawatan Diri berhubungan dengan Kerusakan Auskuloskeletal:


Penurunan Kekuatan, Daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, Depresi.
Intervensi:
- Diskusikan tingkat fungsi umum; sebelum timbul eksaserbasi penyakit
dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi.
- Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan.
- Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi
rencana untuk memodifikasi lingkungan.
- Kolaborasi untuk mencapai terapi okupasi.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi:
- Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten pada
kemampuan klien.
- Mendemonstrasikan perubahan teknik/gaya hidup untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
- Mengidentifikasikan sumber-sumber pribadi/komunitas yang dapat
memenuhi kebutuhan.

e. Resiko Tinggi terhadap Kerusakan Penatalaksanaan Lingkungan berhubungan


dengan :
- Proses penyakit degeneratif jangka panjang.
- Sistem pendukung tidak adekuat.
Intervensi:
- Kaji tingkat fungsi fisik
- Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan untuk
diri sendiri.
- Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi
individual.
- Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan misal alat bantu mobilisasi.
Hasil yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi :
- Mempertahankan keamanan lingkungan yang meningkatkan
perkembangan.
- Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang efektif dan tepat.

f. Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Mengenai Penyakit, Prognosis dan


Kebutuhan Perawatan dan Pengobatan berhubungan dengan:
- Kurangnya pemahaman/mengingat kesalahan interpretasi informasi.
Intervensi :
- Tinjau proses penyakit, prognosis dan harapan masa depan
- Diskusikan kebiasaan pasien dalam melaksanakan proses sakit melalui
diet, obat-obatan dan program diet seimbang, latihan dan istirahat.
- Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,
istirahat, perawatan diri, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan
manajemen stress.
- Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakologi terapi.
- Identifikasi efek samping obat.
- Diskusikan teknik menghemat energi.
- Berikan informasi tentang alat bantu misalnya tongkat, tempat duduk, dan
palang keamanan.
- Dorong klien untuk mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada
saat istirahat maupun pada saat melakukan aktivitas.
- Diskusikan pentingnya pemeriksaan lanjutan misalnya LED, kadar
salisilat, PT.
- Beri konseling sesuai dengan prioritas kebutuhan klien.
Hasil yang diharapkan/Kriteria Evaluasi:
- Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/pragnosis dan perawatan.
- Mengembangkan rencana untuk perawatan diri termasuk modifikasi gaya
hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA

 Depkes, RI (1995), Penerapan Proses Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Maskuloskeletal, Jakarta, Pusdiknakes.
 Digiulio, Mary.Keperawatan Medikal Bedah.ed.1.2007.yogyakarta Nic noc jilid 1.
Mediaction: yogyakarta
 Price, S.A. R. Wilson CL (1991), Pathophisiology Clinical Concept of Disease
Process, Alih Bahasa Adji Dharma (1995), Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit, Jakarta, EGC.
 Smeltzer C. Suzannne, (2002 ), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa
Andry Hartono, dkk., Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai