Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN OSTEOARTHRITIS (OA)

Disusun oleh :
NURHANIFAH
P1337420217002

Disusun oleh :

NURHANIFAH
P1337420217002

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN PURWOKERTO

TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
OSTEOARTHRITIS (OA)

A. DEFINISI
Osteoartritis merupakan suatu penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang
berkembang lambat yang tidak diketahui penyebabnya, meskipun terdapat
beberapa faktor resiko yang berperan. Keadaan ini ditandai dengan kerusakan dan
hilangnya kartilago artikular yang berakibat pada pembentukan osteofit, rasa sakit,
pergerakan yang terbatas, deformitas (Tjokroprawiro, 2007).
Osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi
yang dapat digerakkan, terutama sendi penumpu badan, dengan gambaran
patologis yang karakteristik berupa buruknya tulang rawan sendi serta
terbentuknya tulang-tulang baru pada sub kondrial dan tepi-tepi tulang yang
membentuk sendi, sebagai hasil akhir terjadi perubahan biokimia, metabolisme,
fisiologis dan patologis secara serentak pada jaringan hialin rawan, jaringan
subkondrial dan jaringan tulang yang membentuk persendian (Mubin, 2001).

B. KLASIFIKASI
Osteoartritis menurut Zairin (2008) diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan
etiologi yang mendasari terjadinya, yaitu :
1. Osteoartritis Primer
Osteoarthritis primer atau dapat disebut osteoarthritis idiopatik, tidak
memiliki penyebab yang pasti ( tidak diketahui ) dan tidak disebabkan oleh
penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. Osteoartritis
primer disebabkan oleh tekanan yang berlebihan pada sendi yang menahan
berat tubuh atau tekanan yang normal pada sendi yang lemah. OA primer
sering menyerang sendi jari-jari, panggul dan lutut, tulang belakang servikal
dan lumbal, serta ibu jari. Obesitas juga meningkatkan tekanan pada sendi
yang menahan berat badan.
2. Osteoartritis Sekunder
Osteoartritis sekunder disebabkan oleh trauma kronik atau tiba-tiba pada
sendi. OA sekunder dapat terjadi pada beberapa sendi. OA sekunder
berhubungan dengan beberapa faktor, antara lain:

a. Trauma, termasuk trauma olah raga


b. Episode artritis gout atau artritis septik yang berulang
c. Postur tubuh yang kurang baik atau kelainan tulang yang disebabkan oleh
perkembangan yang tidak normal
d. Kelainan metabolik dan endokrin

C. PENYEBAB
Faktor penyebab belum diketahui secara pasti, namun rterdapat faktor risiko
terjadinya osteoarthritis menurut Tjokroprawiro (2007) diantaranya adalah:
1. Umur
Perubahan fisik dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya usia
dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk
pigmen yang berwarna kuning.
2. Pengausan
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi
melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan
yang harus dikandungnya.
3. Kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat badan,
sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis mengakibatkan
seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah kegemukan
4. Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi
tersebut.
5. Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematoid, infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi
peradangan dan pengeluaran enzim perusak matrik rawan sendi oleh
membran synovial dan sel- sel radang.
6. Penyakit Endokrin
Pada hipertiroidisme terjadi produksi air dan garam- garam proteglikan yang
berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehinggga merusak sifat fisik
rawan sendi, ligament. Tendon, synovial, dan kulit pada diabetes melitus,
glukosa akan menyebabkan produksi proteaglandin menurun.
7. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis,penyakit wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan homosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal
monosodium urat/ pirofosfat dalam rawan sendi.

D. PATOFISIOLOGI

Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang


dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi
mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru
pada bagian tepi sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang
merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh
stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya
polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga
mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah
sendi yang harus menanggungberat badan, seperti panggul lutut dan kolumna
vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.Osteoartritis pada beberapa
kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh
adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau
kurang digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-
peristiwa tertentu misalnya cedera sendi, infeksi sendi, deformitas congenital dan
penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang
bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur pada ligamen atau
adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang
rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi
penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas,
adanya hipertropi atau nodulus. ( Soeparman ,1995).
E. PATHWAY

Umur Gender Genetik Pekerjaan Obesitas, dll

Osteoartritis

Perubahan fungsi Inflamasi Sendi Kerusakan Penurunan


sendi kartilago tulang produksi cairan
sinovial sendi
Pelepasan mediator
Deformitas sendi nyeri Tendon dan
ligamen Sinovial menebal
melemah
Sulit bergerak Menyentuh ujung
saraf nyeri Kekakuan sendi
Hilangnya
kekuatan otot
Hambatan
mobilitaas fisik Nyeri Kronis Sulit bergerak
Risiko Cidera

Defisit perawatan
diri
Sumber : Pratiwi (2007).

F. MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya, pasien Osteoarthritis mengatakan bahwa keluhan-keluhan
yang dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan.
Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien osteoarthritis :
1. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa
gerakan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi
gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski osteoarthritis masih
tergolong dini ( secara radiologis ). Umumnya bertambah berat dengan
semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan
menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah gerakan
) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ).
2. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri. Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah
pasien berdiam diri atau tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di
kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun
tidur di pagi hari (Muttaqin, 2011).
3. Krepitasi
Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi
yang sakit.
4. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.
5. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi
yang biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit,
sehingga bentuk permukaan sendi berubah.
6. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada
OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan
timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering
dijumpai pada OA lutut (Muttaqin, 2011).
7. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien
lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi
tumpuan berat badan terutama pada OA lutut.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan
gambaran radiologis. Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis
OA, yaitu :
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada
daerah yang menanggung beban)
b. Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral
c. Kista tulang
d. Osteofit pada pinggir sendi
e. Perubahan struktur anatomi sendi
2. Tes Darah
Pada pemeriksaan darah lengkap bisa terjadi anemia dan leukositosis
pada OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan
viskositas, dan peningkatan ringan sel peradangan (<8000/m).
3. Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya kekurangan serta proses radang
aseptik, cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan osteoarthritis menurut Kasjmir (2003) dan Setyohadi (2001)
adalah sebagai berikut:
1. Istirahat sendi
Istirahat penting karena osteartiritis biasanya disertai rasa lelah yang
hebat. Walaupun rasa lelah dan kekakuan sendi itu bisa timbul setiap hari,
tetapi ada masa- masa ketika pasien merasa lebih baik atau lebih berat.
Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat, hal ini
berarti bahwa pasien dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari
karena nyeri.
2. Farmakologi
Obat- obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ini adalah:
a. Analgesik oral
1) Non narkotik: parasetamol
2) Opioid (kodein, tramadol)
b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
Obat pilihan utama untuk paien OA adalah Acetaminophen 500mg
maksimal 4 gram perhari. Pemberian obat ini harus hati-hati pada pasien
usia lanjut karena dapat menimbulkan reaksi pada liver dan ginjal.
c. Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan
yang dapat menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tulang rawan
sendi pada pasien OA, sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan
tersebut dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau
Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat
ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah: etrasiklin, asam
hialuronat, kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide
desmutase dan sebagainya.
1) Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja
enzime MMP. Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat
ini baru dipakai oleh hewan belum dipakai pada manusia.
2) Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang
berperan dalam degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase,
protease, elastase dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang
sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan
sendi. Pada penelitian Rejholec tahun 1987 pemakaian GAG selama
5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam rasa sakit pada lutut,
naik tangga, kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara statistik
bermakna.
3) Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan
kelompok vertebra, dan terutama terdapat pada matriks ekstraseluler
sekeliling sel. Menurut penelitian Ronca dkk (1998), efektivitas
kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin melalui 3 mekanisme
utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek metabolik terhadap sintesis
hialuronat dan proteoglikan. 3. Anti degeneratif melalui hambatan
enzim proteolitik dan menghambat oksigen reaktif.
4) Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas
enzim lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA.
5) Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam
mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan
hydroxyl radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu
merusak asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang hydrogen
peroxyde dapat merusak kondroitin secara langsung. Dalam
percobaan klinis dilaporkan bahwa pemberian superoxide dismutase
dapat mengurangi keluhan-keluhan pada pasien OA.
3. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk
harus menjadi program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat
badan seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
4. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang
meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat.
Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum latihan untk mengurangi
rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin
dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber
panas dapat dipakai seperti Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic,
inframerah, mandi paraffin dan mandi dari pancuran panas.
Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan
memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis.
Latihan isometrik lebih baik dari pada isotonik karena mengurangi tegangan
pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang yang timbul pada tungkai yang
lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke sendi oleh karena kontraksi
otot. Oleh karena otot-otot periartikular memegang peran penting terhadap
perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan otot-otot tersebut
adalah penting.
5. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan
kerusakan sendi yang nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan
fungsi. Tindakan yang dilakukan adalah osteotomy untuk mengoreksi
ketidaklurusan atau ketidaksesuaian, debridement sendi untuk menghilangkan
fragmen tulang rawan sendi, pebersihan osteofit.
a. Penggantian engsel (artroplasti)
Engsel yang rusak akan diangkat dan diganti dengan alat yang
terbuat dari plastik atau metal yang disebut prostesis.
b. Pembersihan sambungan (debridemen).
Dokter bedah tulang akan mengangkat serpihan tulang rawan yang
rusak dan mengganggu pergerakan yang menyebabkan nyeri saat tulang
bergerak.

H. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat penanganan osteoarthritis
yang kurang tepat diantaranya yaitu:
1. Malfungsi tulang
Terjadi disfungsi tulang yang harusnya berjalan dengan semestinya. Misal
terjadi kekakuan.
2. Kelumpuhan
3. Osteonekrosis
Osteonekrosis adalah kematian tulang akibat tidak adanya suplai darah
sehingga tulang sudah tidak dapat berfungsi lagi.

I. PENCEGAHAN
Untuk mencegah osteoarthritis, lakukan hal-hal berikut:
1. Konsumsi makanan sehat seperti buah-buahan dan sayuran
2. Minum obat yang direkomendasikan dokter
3. Jaga gerakan yang dapat menyebabkan cidera tulang
4. Ketahui batas kemampuan gerakan dan kemampuan mengangkat beban

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a.  Riwayat Kesehatan
1) Adanya keluhan sakit dan kekakuan sendi seperti siku, leher, lutut atau
pinggul.
2) Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien
mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
b.  Pemeriksaan Fisik
1)  Aktivitas/istirahat
Gejala: nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan, yang memburuk
dengan stress dengan sendi, kekakuan senda pada pagi hari, biasanya
terjadi secara bilateral dan simetris. Tanda: malaise, keterbatasan ruang
gerak, atrofi otot, kulit kontraktur atau kelainan pada sendi dan otot.
2)  Kardiovaskular
Gejala: Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten,
sianosis kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
3)  Integritas ego
Gejala: factor-faktor stress akut/kronis missal finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, factor-faktor hubungan social, keputusan dan
ketidakberdayaan. Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas diri
missal ketergantungan pada orang lain, dan perubahan bentuk anggota
tubuh
4)  Makanan / cairan
Gejala: ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengonsumsi
makanan atau cairan adekuat : mual, anoreksia, dan kesulitan untuk
mengunyah. Tanda : penurunan berat badan, dan membrane mukosa
kering.
5)  Hygiene
Gejala: berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan
pribadi secara mandiri, ketergantungan pada orang lain.
6)  Neurosensory
Gejala: kebas/ kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi
pada jari tangan. Tanda : pembengkakan sendi simetri
7)  Nyeri/kenyamanan
Gejala : fase akut dari nyeri ( disertai / tidak disertai pembengkakan
jaringan lunak pada sendi ), rasa nyeri kronis dan kekakuan ( terutama
pada pagi hari ).
8)  Keamanan
Gejala : kulit mengkilat, tegang, nodus subkutaneus. Lesi kulit,
ulkus kaki, kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah
tangga, demam ringan menetap, kekeringan pada mata, dan membrane
mukosa.
9)  Interaksi social
Gejala : kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain, perubahan
peran, isolasi.
c. Status Psiko Sosial
Pasien dengan OA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup
tinggi apalagi pada pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi
karean ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan
merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat
melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body
image dan harga diri klien.
d. Status Fungsional
1) Indeks Katz
Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk
aktivitas kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi
fungsi mandiri atau bergantung dari klien dalam hal: makan,
kontinen (BAB/BAK), berpindah, ke kamar mandi, mandi dan
berpakaian. Indeks Katz adalah pemeriksaan disimpulkan dengan
system penilaian yang didasarkan pada tingkat bantuan orang lain
dalam melakukan aktivitas fungsionalnya. Salah satukeuntungan dari
alat ini adalah kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi
aktivitas dan latihan setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan
aktivitas rehabilitasi. Pengukuran pada kondisi ini meliputi:
Termasuk kategori manakah klien :
A. = Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB/BAK),
menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi
B. = Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas
C. = Mandiri kecuali mandi dan salah satu fungsi lain
D. = Mandiri kecuali mandi, berpakaian dan salah satu fungsi
diatas
E. = Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu
fungsi yang lain
F. = Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan
satu fungsi yang lain
G. = Ketergantungan untuk semua fungsi diatas
Keterangan :
Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan
efektif dari orang lain, seseorang yang menolak untuk melakukan
suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun ia
dianggap mampu.
e. Status mental dan kognitif gerontik
1) Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)
Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan
intelektual. Pengujian terdiri atas 10 pertanyaan yang berkenan
dengan orientasi, riwayat pribadi, memori dalam hubungannya
dengan kemampuan perawatan diri, memori jangka panjang dan
kemampuan matematis atau perhitungan (Pfeiffer, 2002).
NO PERTANYAAN BENAR SALAH
1 Tanggal berapa hari ini
2 Hari apa sekarang
3 Apa nama tempat ini
4 Alamat anda?
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir (minimal tahun lahir)
7 Siapa presiden indonesia sekarang?
8 Siapa presiden ndonesia sebelumnya?
9 Siapa nama ibu anda?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru,
semua secara menurun
Jumlah

Interpretasi hasil :
1) Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
2) Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
3) Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
4) Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat

2) Mini Mental Status Exam (MMSE)


Mini mental status exam (MMSE) menguji aspek kognitif dari
fungsi mental: orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi,
mengingat kembali dan bahasa. Nilai kemungkinan ada 30, dengan
nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif
yang memerlukan penyelidikan lanjut. Pemeriksaan memerlukan
hanya beberapa menit untuk melengkapi dan dengan mudah dinilai,
tetapi tidak dapat digunakan sendiri untuk tujuan diagnostic. karena
pemeriksaan MMSE mengukur beratnya kerusakan kognitif dan
mendemonstrasikan perubahan kognitif pada waktu dan dengan
tindakan. Ini merupakan suatu alat yang berguna untuk mengkaji
kemajuan klien yang berhubungan dengan intervensi.
Alat pengukur status afektif digunakan untuk membedakan jenis
depresi serius yang mempengaruhi fungsi-fungsi dari suasana hati.
Depresi adalah umum pada lansia dan sering dihubungkan dengan
kacau mental dan disorientasi, sehingga seorang lansia depresi sering
disalah artikan dengan dimensia. Pemeriksaan status mental tidak
dengan jelas membedakan antara depresi dengan demensia, sehingga
pengkajian afektif adalah alat tambahan yang penting.

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen cedera biologis distruksi
sendi, ditandai dengan mengungkapkan nyeri
b. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan deformitas skeletal,
nyeri, ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan perubahan dan
ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau
terapi
d. Resiko trauma berhubungan dengan keterbatasan ketahanan fisik,
perubahan fungsi sendi
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit, prognosis
dan kebutuhan perawatan dan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya pemahaman/mengingat kesalahan interpretasi informasi.
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan deformitas sendi, perubahan
bentuk tubuh pada sendi dan tulang.
3. Perencanaan
No Diagnosa Rencana Keperawatan
Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut/kronis Setelah diberikan asuhan Pain Management
berhubungan keperawatan selama  Lakukan pengkajian
dengan agen 3x24 jam diharapkan nyeri secara
cedera biologis nyeri komprehensif termasuk
distruksi sendi, berkurang/terkontrol lokasi, karakteristik,
ditandai dengan dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi,
mengungkapkan 1. Mampu kualitas dan faktor
nyeri mengontrol nyeri presipitasi
(tahu penyebab nyeri,  Observasi reaksi
mampu menggunakan nonverbal dari
tehnik ketidaknyamanan
nonfarmakologi  Evaluasi pengalaman
untuk mengurangi nyeri masa lampau
nyeri, mencari  Kurangi faktor
bantuan) presipitasi nyeri
2. Melapork  Pilih dan lakukan
an bahwa nyeri penanganan nyeri
berkurang dengan (farmakologi, non
menggunakan farmakologi dan inter
manajemen nyeri personal)
3. Mampu  Kaji tipe dan sumber
mengenali nyeri nyeri untuk menentukan
(skala, intensitas, intervensi
frekuensi dan tanda  Ajarkan tentang teknik
nyeri) non farmakologi
4. Menyatak  Berikan analgetik untuk
an rasa nyaman mengurangi nyeri
setelah nyeri  Evaluasi keefektifan
berkurang kontrol nyeri
5. Tanda  Tingkatkan istirahat
vital dalam rentang  Kolaborasikan dengan
normal dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
 Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

2. Gangguan/kerusak Setelah diberikan asuhan Exercise therapy :


an mobilitas fisik keperawatan selama ambulation
b/d deformitas 3x24 jam,  Monitoring vital sign
skeletal, nyeri, diharapkanhambatan sebelm/sesudah latihan
ketidaknyamanan, mobilisasi fisik dapat
dan lihat respon pasien
penurunan diatasi dengan kriteria : saat latihan
.kekuatan otot 1. Klien  Kaji kemampuan pasien
meningkat dalam dalam mobilisasi
aktivitas fisik  Latih pasien dalam
2. Mengert pemenuhan kebutuhan
i tujuan dari ADLs secara mandiri
peningkatan mobilitas sesuai kemampuan
3. Memver  Dampingi dan Bantu
balisasikan perasaan pasien saat mobilisasi
dalam meningkatkan dan bantu penuhi
kekuatan dan kebutuhan ADLs ps.
kemampuan  Berikan alat Bantu jika
berpindah klien memerlukan
4. Memper  Bantu klien melakukan
agakan penggunaan latihan ROM
alat Bantu untuk  Ajarkan pasien
mobilisasi (walker) bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
3 Defisit perawatan Setelah diberikan asuhan
Self Care assistance : ADLs
diri b/d keperawatan selama
 Monitor kemampuan
kelemahan, 3x24 jam, klien mampu
klien untuk perawatan
kerusakan merawat diri dengan
diri yang mandiri.
persepsi dan kriteria hasil :
 Monitor kebutuhan
kognitif 1. Klien
klien untuk alat-alat
terbebas dari bau
bantu untuk kebersihan
badan
diri, berpakaian,
2. Menyatak
berhias, toileting dan
an kenyamanan
makan.
terhadap kemampuan
 Sediakan bantuan
untuk melakukan
sampai klien mampu
ADLs
secara utuh untuk
3. Dapat
melakukan self-care.
melakukan ADLS
 Dorong klien untuk
dengan bantuan
melakukan aktivitas
sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan
yang dimiliki.
 Dorong untuk
melakukan secara
mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien
tidak mampu
melakukannya.
 Berikan aktivitas
rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.
.
4. Resiko trauma b/d Setelah diberikan asuhan Environmental
penurunan fungsi keperawatan selama Management safety
sendi, 3x24 jam, diharapkan  Sediakan lingkungan
keterbatasan klien tidak/terhindar dari yang aman untuk pasien
ketahanan fisik resiko trauma dengan  Identifikasi
criteria: kebutuhan keamanan
1. Kli pasien, sesuai dengan
en terbebas dari kondisi fisik dan fungsi
cedera kognitif pasien dan
2. Kli riwayat penyakit
en mampu terdahulu pasien
menjelaskan faktor  Menghindarkan
resiko dari lingkungan yang
lingkungan/perilaku berbahaya (misalnya
personal memindahkan
3. M perabotan)
ampu memodifikasi  Memasang side rail
gaya hidup untuk tempat tidur
mencegah injuri  Menyediakan tempat
tidur yang nyaman dan
bersih
 Menempatkan saklar
lampu ditempat yang
mudah dijangkau
pasien.
 Memberikan
penerangan yang cukup
 Mengontrol
lingkungan dari
kebisingan
 Memindahkan
barang-barang yang
dapat membahayakan
 Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.

4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan.
5. Evaluasi
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5) Tanda vital dalam rentang normal
6) Klien meningkat dalam aktivitas fisik
7) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
8) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
9) Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
10) Klien terbebas dari bau badan
11) Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan
ADLs
12) Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
13) Klien terbebas dari cedera
14) Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan/perilaku
personal
15) Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injuri
DAFTAR PUSTAKA

Kasjmir, Y. 2003. Penatalaksanaan Osteoartritis yang Refrakter Terhadap


NSAIDs. Dalam Penyakit Kronik dan Degeneratif – Penatalaksanaan
dalam Praktek Sehari-hari. Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Mubin, H. 2001. Osteoartritis. Dalam Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam -
Diagnosis dan Terapi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal : Aplikasi Pada
Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta : EGC
Nurma, Ningsih lukman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Musculoskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Setyohadi. 2000. Panduan Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis. www.
technorati favorites.com. Diakses tanggal 3 Oktober 2016
Tjokroprawiro. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga
University Press.
Zairin, N.H. 2014. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai