Anda di halaman 1dari 15

RESUME KASUS PADA AN.

W DENGAN DIAGNOSA ISPA

DI RUANG UGD RSAD DR. R. ISMOYO

KENDARI

OLEH

EVI NURMAISA BIDURI

N201901078

CI LAHAN CI INSTITUSI

A. Sabaruddin, S.Kep.,Ns Islamiah, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.A

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES MANDALA WALUYA KENDARI

2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ISPA

I. KONSEP DASAR MEDIS


A. Definisi
ISPA adalah infeksi yang terutama mengenai struktur saluran pernafasan di
atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah
secara simultan atau berurutan (Behrman, 2000 : 885).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli, termasuk sinus, rongga telinga
tengah dan pleura (Nelson, 2003:725).
ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang menyerang organ seperti
tenggorokan, hidung, dan paru-paru yang disebabkan oleh bakteri dan virus.

B. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA
antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus,
Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain Virus merupakan penyebab tersering infeksi
saluran pernafasan, mereka menginfeksi mukosa hidung trachea dan bronkus. Infeksi
virus primer pertama kali ini akan menyebabkan mukosa membengkak dan
menghasilkan banyak mucus lendir dan terjadilah akumulasi sputum di jalan nafas.
a. Faktor pencetus ISPA
1. Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena
penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih
tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
2. Status Imunisasi
Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik
dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
3. Lingkungan
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar
dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.
b. Faktor pendukung terjadinya ISPA
1. Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan
berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya
menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan
jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular
termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA
dan Pneumonia pada Balita.
2. Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita
yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang
masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit
ISPA.
3. Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa
penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan
masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus
maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam
pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko
dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
4. Lingkungan dan Iklim Global
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana
transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan
terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu,
kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan
penyakit ISPA.

C. Manifestasi Klinis
Kongesti nasal, sakit tenggorok, bersin-bersin, malaise, demam, menggigil,
dan sering sakit kepala serta sakit otot. Dengan berkembangnya selesma, biasanya
timbul batuk. Secara lebih spesifik, istilah cold mengacu pada afebris, infeksius,
inflamasi akut membran mukosa rongga nasal. Lebih luas lagi, istilah tersebut
mengacu pada infeksi saluran napas, sementara istilah seperti rinitis, faringitis,
laringitis, dan chest cold membedakan letak gejala utamanya.
Gejala berlangsung 5 hari sampai 2 minggu. Jika terdapat demam yang
signifikan atau gejala pernapasan sistemik yang lebih berat, maka gejala ini bukan lagi
merupakan gejala common cold tetapi merupakan salah satu gejala infeksi saluran
pernapasan atas akut. Lebih dari 200 virus yang berbeda, dikelompokkan ke dalam 5
kelompok utama, diketahui menyebabkan common cold: pikornavirus, koronavirus,
miksovirus dan adenovirus. Rhinovirus, “the classic head cold,” dan anggota dari
kelompok pikornavirus, bertanggung jawab terhadap 30% sampai 40% dari semua
selesma. Kondisi alergik juga dapat menyerang hidung dan menyerupai gejala selesma
(Smeltzer & Bare, 2002 : 545)
Cold lebih berat pada anak kecil dari pada anak yang lebih tua atau dewasa.
Pada umunya, anak yang berumur 3 bulan sampai 5 tahun menderita demam pada awal
perjalanan infeksi, kadang-kadang beberapa jam sebelum tanda-tanda yang
berlokalisasi muncul. Bayi yang lebih muda biasanya tidak demam, dan anak yang
lebih tua dapat menderita demam ringan, komplikasi purulen terjadi lebih sering dan
parah pada umur-umur yang lebih muda. Sinusitis persisten dapat terjadi pada semua
umur.
Pada awal bayi yang umurnya lebih dari 3 bulan adalah demam yang timbul
mendadak, iritabilitas, gelisah, dan bersin. Ingus hidung mulai keluar dalam beberapa
jam, segera menyebabkan obstruksi hidung, yang dapat menggangu pada saat
menyusu, pada bayi kecil yang mempunyai ketergantungan lebih besar pada
pernapasan hidung, tanda-tanda kegawatan pernapasan sedang dapat terjadi.
Selama 2-3 hari pertama membran timpani biasanya mengalami kongesti, dan
cairan dapat ditemukan di belakang membrana tersebut, yang selanjutnya dapat terjadi
otitis media purulenta atau tidak. Sebagian kecil bayi mungkin muntah, dan beberapa
penderita menderita diare. Fase demam berakhir dari beberapa jam sampai 3 hari,
demam dapat berulang dengan komplikasi purulen dan infeksi faring. Pada anak yang
tua gejala awalnya adalah kekeringan dan iritsi dalam hidung dan tidak jarang, di
dalam faring.
Gejala ini dalam beberapa jam disertai dengan bersin, rasa menggigil, nyeri
otot, ingus hidung yang encer, dan kadang-kadang batuk. Nyeri kepala, lesu,
anoreksia, dan demam ringan mungkin ada. Dalam 1 hari sekresi biasanya menjadi
lebih kental dan akhirnya menjadi purulen. Obstruksi hidung menyebabkan pernapasan
mulut, dan hal ini, melalui pengeringan membrana mukosa tenggorokan, menambah
rasa nyeri. Pada kebanyakan kasus, fase Akut berakhir selama 2-4 hari (Nelson, 2003:
1456)

D. Patofisiologi
Virus masuk melalui udara/droplet dan melalui tangan sehingga virus
mengfiltrasi epitel dan epitel terkikis, menyebabkan peradangan hingga terjadi
peradangan menyebabkan suhu tubuh meningkat yang berakibat tubuh menjadi lemah
dan hipertermi, dari keadaan ini didapatkan diagnosa intoleransi aktivitas. Nyeri
tenggorokan, produksi sekret dan terjadi pembengkakan mengakibatkan pasien sulit
bernapas, RR meningkat, menggunakan otot bantu pernapasan dan tidak menggunakan
retraksi dinding dada sehingga didapatkan diagnosa pola napas tidak efektif,
ketidaktahuan orang tua akan kondisi anak dan cemas (Rasmaliah, 2004 : paragraf 5).
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang ISPA menurut Catzel & Roberts (2000 : 452)
a. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan
kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
b. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai
dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia
c. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ISPA menurut Smeltzer & Bare (2002 : 545)
a. Penyuluhan kepada keluarga tentang cara memutuskan infeksi.
b. Pendidikan pasien berupa :
 Mencuci tangan untuk mencegah penyebaran organisme
 Menghindari kerumunan orang banyak
 Menutup mulut ketika batuk
 Meningkatkan masukan cairan
 Mengintruksikan pada pasien untuk meningkatkan drainase seperti inhalasi
uap

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. Pengkajian
a. Identitas Pasien : Meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan,
Tanggal masuk RS, Tanggal pengkajian, No RM, Diagnosa Medis, Nama orang
tua, Pekerjaan, Agama, dll.
b. Riwayat Kesehatan : Riwayat penyakit sekarang biasanya klien mengalami
demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan
menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
c. Riwayat Penyakit : dahulu biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami
penyakit ini.
d. Riwayat Penyakit Keluarga : Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah
mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.
e. Riwayat sosial : Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang
berdebu dan padat penduduknya
f. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit
berat.
2. Tanda vital : Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien
3. Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala,
apakah ada kelainan atau lesi pada kepala
4. Wajah : Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
5. Mata : Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera
ikterik/tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam
penglihatan
6. Hidung : Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung
serta cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam
penciuman
7. Mulut : Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah
kotor/tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan
dalam menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
8. Leher : Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan
distensi vena jugularis
9. Thoraks : Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah
ada wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.
g. Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan
1. Inspeksi
 Membran mukosa- faring tamppak kemerahan
 Tonsil tampak kemerahan dan edema
 Tampak batuk tidak produktif
 Tidak ada jaringan parut dan leher
 Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan
2. Palpasi
 Adanya demam
 Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan
pada nodus limfe servikalis
 Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
3. Perkusi : Suara paru normal (resonance)
4. Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
 Abdomen : Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah
terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan
pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
 Genitalia : Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin
,warna rambut kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada
kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia
minora tertutup oleh labia mayora.
 Integumen : Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit
kering/tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas
 Ekstremitas atas : Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri
otot serta kelainan bentuk.
B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Timbul
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran
pernafasan, aadanya sekret.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari
jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
c. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
d. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak,
hospitalisasi pada anak.
e. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
f. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan
cairan.
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk.
h. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, intake
inadekuat
i. Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit berhubungan dengan
kurang informasi

C. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran
pernafasan, aadanya sekret.
Tujuan: Pola nafas kembali efektif dengan
Kriteria hasil : Usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen ke paru-
paru.
Intervensi :
 Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam pernafasan.
Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya.
 Berikan posisi yang nyaman pada pasien.
Rasional : Semi fowler dapat meningkatkan ekspansi paru dan memperbaiki
ventilasi.
 Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.
Rasional : Untuk memperbaiki ventilasi
 Anjurkan untuk tidak memberikan minum selama periode tachypnea.
Rasional : Agar tidak terjadi aspirasi
Kolaborasi :
 Pemberian oksigen
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
 Nebulizer
Rasional: Mengencerkan sekret dan memudahkan pengeluaran sekret.
 Pemberian obat bronchodilator
Rasional: Untuk vasodilatasi saluran pernapasan.
Diagnosa Keperawatan 2
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik
dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
Tujuan : Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret
Kriteria Hasil : Jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret,
suara napas bersih
Intervensi :
 Kaji bersihan jalan napas klien.
Rasional : Sebagai indicator dalam menentukan tindakan selanjutnya.
 Auskultasi bunyi napas.
Rasional : Ronchi menandakan adanya sekret pada jalan nafas
 Berikan posisi yang nyaman.
Rasional : Mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone dan side lying
position).
 Lakukan suction sesuai indikasi.
Rasional : Membantu mengeluarkan sekret
 Anjurkan keluarga untuk memberikan air minum yang hangat.
Rasional : Membantu mengencerkan dahak sehingga mudah untuk dikeluarkan
Kolaborasi
 Pemberian ekspectorant
Rasional : Untuk mengencerkan dahak.
 Pemberian antibiotic.
Rasional : Mengobati infeksi sehingga terjadi penurunan produksi sekret.
Diagnosa Keperawatan 3
Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : Nyeri terkontrol atau menghilang
Kriteria Hasil : Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan nyeri menghilang,
ekspresi wajah rileks, klien tidak gelisah dan rewel
Intervensi :
 Kaji nyeri yang dirasakan klien, perhatikan respon verbal dan nonverbal.
Rasional : sebagai indicator dalam menentukan intervensi selajutnya.
 Anjurkan keluarga memberikan minum air hangat.
Rasional : Mengurangi nyeri pada tenggorokan.
 Berikan lingkungan yang nyaman.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan istirahat.
Kolaborasi
 Pemberian antibiotik
Rasional : Mengobati infeksi.
 Pemberian ekspectoran
Rasional : Memudahkan pengeluaran sekret sehingga mengurang rasa sakit saat
batuk.
Diagnosa Keperawatan 4
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh
anak, hospitalisasi pada anak
Tujuan : Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan melakukan
koping.
Kriteria Hasil : Orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat, mendiskusikan kondisi
dan perawatan anak dengan tenang, terlibat secara positif dalam perawatan anak.
Intervensi :
 Kenali kekhawatiran dan kebutuhan orang tua untuk informasi dukungan.
Rasional: Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya
 Gali perasaan keluarga dan masalah sekitar hospitalisasi.
Rasional: Mengetahui masalah dan perasaan yang dirasakan oleh keluarga. Dapat
mengurangi kecemasan
 Berikan dukungan sesuai kebutuhan
Rasional: dukungan yang adekuat menghasilkan mekanisme coping yang efektif
 Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam
perawatan anaknya.
Rasional: Dapat mengurangi rasa cemas karena dapat memantau langsung
perkembangan anaknya
 Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang diberikan.
Rasional: Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif dan mengurangi
kecemasan
Diagnosa keperawatan 5
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
Kriteria Hasil : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi
hilang
Intervensi :
 Kaji peningkatan suhu tubuh yang dialami oleh klien.
Rasional : Sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanutnya
 Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan
perawatan selanjutnya.
 Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada
daerah dahi dan ketiak.
Rasional : Dengan memberikan kompres maka akan terjadi proses konduksi /
perpindahan panas dengan bahan perantara .
 Anjurkan keluarga untuk mempertahankan pemberian cairan melalui rute oral
sesuai indikasi.
Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
 Anjurkan keluarga untuk menghindari pakaian yang tebal dan menyerap keringat
Rasional: Proses hilangnya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan
tidak akan menyerap keringat.
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiuretik.
Rasional : Untuk mengontrol panas
Diagnosa Keperawatan 6
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan
cairan
Tujuan : Volume cairan tetap seimbang
Kriteria Hasil : Volume cairan tetap seimbang ditandai dengan turgor kulit baik,
membrane mukosa lembab, TTV dalam batas normal
Intervensi :
 Kaji tanda-tanda dehidrasi
Rasional : Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya.
 Observasi TTV
Rasional : Perubahan TTV merupakan indicator terjadinya dehidrasi.
 Anjurkan orang tua untuk tetap memberikan cairan peroral
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang.
 Jelaskan kepada orang tua pentingnya cairan yang adekuat bagi tubuh
Rasional : Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif orang tua dalam
tindakan keperawatan.
 Kolaborasi pemberian cairan parenteral.
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan klien.
Diagnosa Keperawatan 7
Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk
Tujuan : Pola tidur kembali optimal
Kriteria Hasil : Pola tidur membaik ditandai dengan orang tua melaporkan anaknya
sudah dapat tidur, klien nampak segar
Intervensi :
 Kaji gangguan pola tidur yang dialami klien.
Rasional : sebagai indicator dalam melakukan tindakan selanjutnya.
 Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Mengurangi rangsangan suara yang dapat menyebabkan klien tidak
nyaman untuk tidur.
 Berikan bantal dan seprei yang bersih
Rasional : Meningkatkan kenyamanan
Kolaborasi :
 Pemberian obat sedatif
Rasional : Membantu klien untuk istirahat
 Pemberian antibiotic
Rasional: Mengobati infeksi
Diagnosa Keperawatan 8
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, intake
inadekuat
Tujuan : Tidak terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan
Kriteria Hasil : Nutrisi adekuat ditandai dengan nafsu makan klien meningkat, porsi
makan yang diberikan nampak dihabiska, tidak terjadi penurunan berat badan 15-20%
Intervensi :
 Kaji status nutrisi klien.
Rasional : Sebagai indikator dalam menentukan intervensi selanjutnya
 Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Mengetahui perkembangan terapi
 Berikan diet dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien
 Anjurkan keluarga untuk menyajikan makanan dalam keadaan hangat
Rasional : Meningkatkan nafsu makan
 Jelaskan kepada keluarga pentingnya nutrisi yang adekuat dalam proses
kesembuhan.
Rasional : Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif keluarga dalam
pemberian tindakan
 Kolaborasi dengan bagian gizi.
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien sesuai kebutuhan.
Diagnosa keperawatan 9
Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit berhubungan dengan
kurang
Informasi
Tujuan : Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya meningkat
setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil : Pengetahuan orang tua klien meningkat ditandai dengan orang tua
mengerti tentang penyakit anaknya, nampak tidak sering bertanya, terlibat aktif dalam
proses perawatan
Intervensi :
 Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya.
Rasional : Sebagai dasar dalam menetukan tindakan selanjutnya
 Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
pengobatan, pencegahan dan komplikasi dengan memberikan penkes.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga
 Bantu orang tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan di
rumah sakit seperti : diet, istirahat dan aktivitas yang sesuai.
Rasional : Melibatkan keluarga dalam perencanaan dapat meningkatkan
pemahaman keluarga
DAFTAR PUSTAKA

DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
Doenges, Marlyn E Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien
Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV Sagung Seto, Jakarta
Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif
Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Berhman. (2000). Ilmu kesehatan anak. (Edisi ke lima belas). Jakarta: EGC
Nelson. (2003). Ilmu kesehatan anak. (Edisi ke lima belas). Jakarta: EGC
Nursalam. (2005). Buku pengkajian keperawatan. Jakarta: EGC
Rasmaliah. (2004). Patofisiologi ispa. Rertrived 18 Juni 2014. From (http://Patofisiologi
epository.usu.ac.id/bitstream
Smeltzer, S. C, Bare, B. G. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi ke delapan).
Jakarta: EGC.
Wong, D. L. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik. (Edisi 6). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai