Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“JEJAS SEL”

DISUSUN OLEH:

NAMA : Hasriyana

STAMBUK : N 101 17 030

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit apapun yang diderita oleh pasien pada dasarnya yang diserang
adalah sel dan sel akan melakukan adapatasi (menyesuaikan diri). Sel normal
merupakan mikrokosmos yang berdenyut tanpa henti, secara tetap mengubah
stuktur dan fungsinya untuk memberi reaksi terhadap tantangan dan tekanan
yang selalu berubah. Bila tekanan atau rangsangan terlalu berat, struktur dan
fungsi sel cenderung bertahan dalam jangkauan yang relatif sempit. Tubuh kita
terdiri dari satuan dasar yang hidup yakni berupa sel-sel. Kemudian sel-sel
tersebut akan berkelompok membentuk jaringan yang berbeda-beda yang saling
menghubungkan satu sama lainnya.
Setiap sel dapat beradaptasi dan berkemampuan untuk berkembang biak.
Bila sel tersebut rusak dan mati, maka sel-sel yang masih hidup akan terus
membelah diri terus menerus sampai jumlahnya mencukupi kembali.
Penyesuaian sel mencapai perubahan yang menetap, mempertahankan
kesehatan sel meskipun tekanan berlanjut. Tetapi bila batas kemampuan adaptasi
tersebut melampaui batas maka akan terjadi jejas sel atau cidera sel bahkan
kematian sel. Dalam bereaksi terhadap tekanan yang berat maka sel akan
menyesuaikan diri, kemudian terjadi jejas sel atau cidera sel yang akan dapat
pulih kembali dan jika tidak dapat pulih kembali sel tersebut akan mengalami
kematian sel.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jejas Sel


Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi
terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama
atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel
tersebut dan besar serta jenis cedera. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka
sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein,
susunan genetik, dan sifat transportasinya.
Berdasarkan tingkat kerusakannya, cedera atau jejas sel dikelompokkan
menjadi 2 kategori utama yaitu jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas
irreversible (kematian sel). Jejas reversible adalah suatu keadaan ketika sel dapat
kembali ke fungsi dan morfologi semula jika rangsangan perusak ditiadakan.
Sedangkan jejas irreversible adalah suatu keadaan saat kerusakan berlangsung
secara terus-menerus, sehingga sel tidak dapat kembali ke keadaan semula dan
sel itu akan mati. Cedera menyebabkan hilangnya pengaturan volume pada
bagian-bagian sel.

B. Jenis-Jenis Jejas
1. Jejas Reversible
Jejas reversibel Jejas reversibel menunjukkan perubahan sel yang
dapat kembali menjadi normal jika rangsangaan dihilangkan atau penyebab
jejasnya ringan. Manifestasi jejas reversibel yang sering terjadi awal adalah
pembengkakan sel akut yang terjadi ketika sel tidak mampu
mempertahankan homeostatsis ionik dan cairan. Ini disebabkan:
a. Kegagalan transpor membran sel aktif Na K ATPase, menyebabkan
natrium masuk ke dalam sel, kalium berdifusi ke luar sel dan terjadi
pengumpulan air isosmotik.
b. Pengikatan muatan osmotik intraseluler kerena akumulasi fosfat
inorganik, laktat dan purin nukleosida. Bila semua sel pada orang
tersebut terkena, terdapat warna kepucatan, peningkatan turgor dan
penambajan berat organ. Secara mikroskopik, tampak pembengkakan
sel disertai vakuola kecil dan jernih di dalam sitoplasma yang
menggambarkan segmen retikulum endoplasma yang berdistensi.
Perubahan ini umumnya merupakan akibat adanya gangguan
metabolisme seperti hipoksia atau keracunan bahan kimia dan bersifat
reversibel, walaupun dapat pula berubah menjadi irreversibel apabila
penyebab menetap
2. Jejas Irreversible
Jejas irreversibel terjadi jika stresornya melampaui kemampuan sel
untuk beradaptasi dan menunjukkan perubahan patologik permanen yang
menyebabkan kematian sel. Jejas irreversibel ditandai oleh vakuolisasi berat
pada mitokondria, kerusakan membran plasma yang luas, pembengkakan
lisosom dan tampak kepadatan yang besar, amorf dalam mitokondria. Jejas
pada membran lisosom menyebabkan kebocoran enzim ke dalam
sitoplasma.
a. Selanjutnya enzim tersebut diaktifkan dan menyebabkan digesti
enzimatik sel dan komponen ini yang mengakibatkan perubahan ini
karakteristik untuk kematian sel. Ada beberapa mekanisme biokimia
yang berperan penting dalam jejas atau kematian sel yaitu (Robbins,
2010): Deplesi ATP Penurunan sintesis ATP dan deplesi ATP
merupakan konsekuensi yang umum terjadi karenan jejas iskemia
maupun toksik. Hipoksia akan meningkatkan glikolisis anaerob dengan
deplesi glikogen, meningkatkan produksi asam laktat atau asidosis
intrasel. Berkurangnya sintesis ATP akan berdampak besar terhadap
transpor membran, pemeliharaan gradien ionik (khusus Na+, K+ dan
Ca2+) dan sintesis protein.
b. Akumulasi radikal bebas yang berasal dari oksigen Iskemia yang terjadi
dapat menyebabkan jejas sel dengan mengurangi suplai oksigen seluler.
Jejas sel tersebut juga dapat mengakibatkan rekruitmen sel radang yang
terjadi lokal dan selanjutnya sel radang tersebut akan melepaskan jenis
oksigen reaktif berkadar tinggi yang akan mencetuskan kerusakan
membran dan transisi permeabilitas mitokondria. Disamping itu, sel
yang mengalami jejas juga memiliki pertahanan antioksidan yang
terganggu.
c. Influks kalsium intrasel dan gangguan homeostasis kalsium Kalsium
bebas sitosol dipertahankan pada kadar yang sangat rendah oleh
transportasi kalsium yang terganggu ATP. Iskemia atau toksin dapat
menyebabkan masuknya kalisum ekstrasel melintasi membran plamsa
dan diikuti dengan pelepasan kalsium dari deposit intraseluler di
mitokondria serta retikulum endoplasma. Penginkatan kalsium sitosol
dapat mengaktifkan enzim fosfolpase (mencetuskan kerusakan
membran), protease (mengkatabolis protein membran serta
sitoskeleton), ATPase (mempercepat depleso ATP) dan endonuklease
(menyebabkan fragmentasi kromatin).
d. Defek pada permeabilitas membran plasma Membran plasma dapat
berlangsung dirusak oleh toksin bakteri tertentu seperti protein virus,
komponen komplemen, limfosit sitolitik atau sejumlah agen fisik dan
kimiawi. Perubahan permeabilitas membran bisa juga sekunder yang
disebabkan oleh hilangnya sintesis fosfolipid yang berkaitan dengan
deplesi ATP atau disebabkan oleh aktivasi fosfolipase yang dimediasi
kalsium yang mengakibatkan degradasi fosfolipid. Hilangnya barier
membran menimbulkan kerusakan gradien konsentrasi metabolit yang
diperlukan untuk mempertahankan aktivitas metabolik sel.
e. Kerusakan mitokondria Sel-sel tubuh sangat bergantung pada
metabolisme oksidatif, maka keutuhan mitokondria sangat penting bagi
pertahanan hidup sel. Kerusakan mitokondria dapat terjadi langsung
karenan hipoksia atau toksin atau sebagai akbiat meningkatnya Ca2+
sitosol, stress oksidatif intrasel atau pemecahan fosfolipid dapat
menyebabkan akumulasi pada saluran membran mitokondria interna
yang nantinya akan mencegah pembentukan dari ATP.
C. Penyebab Jejas Sel
Tubuh seorang manusia mudah mendapat berbagai macam cidera setiap
saat, ini beraarti cidera tersebut dialami oleh sel. Jejas sel (cidera sel) terjadi
apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi terhadap rangsangan. Hal ini dapat
terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama atau terlalu berat. Sel dapat pulih
dari cidera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar serta jenis cidera
Berikut ini berbagai penyebab cidera sel:
1. Hipoksia
Hipoksia adalah cidera sel akibat penurunan konsentrasi oksigen. Hipoksia
bisa terjadi karena hilangnya perbekalan darah akibat gangguan aliran darah.
Dapat juga karena hilangnya kemampuan darah mengangkut oksigen seperti
karena anemia atau keracunan. Respon adaptasi sel terhadap hipoksia
tergantung pada tingkat keparahan hipoksia.
2. Bahan kimia
Bahan kimia termasuk obat-obatan menyebabkan perubahan terhadap
berbagai fungsi sel, seperti fungsi penghasil energy, mencerna lipid dan
protein sehingga sel menjadi rusak dan mati. Sebagai contoh ulkus lambung
(luka pada lambung) yang sering terjadi karena sering mengkonsumsi obat
analgetik dan kortikosteroid. Hal tersebut menyebabkan sel mukosa
lambung cidera dan rusak dan akhirnya terjadi ulkus (luka).
3. Agen fisik
Agen fisik seperti trauma mekanik, suhu rendah dan suhu terlalu tinggi,
radiasi dan trauma listrik. Semua agen fisik tersebut dapat menyebabkan
perubahan atau pergeseran struktur sel yang mengakibatkan terganggunya
fungsi sel yang akhirnya menyebabkan kematian sel.
4. Agen mikrobiologi
Agen mikrobiologi adalah berbagai jenis bakteri, virus, mikoplasma,
klamida, jamur dan protozoa yang mengeluarkan eksotoksin yang dapat
merusak dinding sel sehingga dinding fungsi sel terganggu dan akhirnya
menyebabkan kematian sel.
5. Mekanisem imun
Reaksi imun sering menjadi penyebab kerusakan pada sel. Sebagai contoh
penyakit alergi yang sering dialami pasien usia lanjut atau karena reaksi
imun lain yang menimbulkan gatal atau kerusakan sel kulit

D. Proses Kematian Sel


Akibat  jejas yang paling ekstrim adalah kematian sel (cellular death).
Kematian sel dapat mengenai seluruh tubuh (somatic death) atau kematian
umum dan dapat pula setempat, terbatas mengenai suatu daerah jaringan teratas
atau hanya pada sel-sel tertentu saja. Terdapat dua jenis utama kematian sel,
yaitu apoptosis dan nekrosis. Apoptosis (dari bahasa yunani apo = “dari” dan
ptosis = “jatuh”) adalah kematian sel terprogram (programmed cell death), yang
normal terjadi dalam perkembangan sel untuk menjaga keseimbangan pada
organisme multiseluler. Sel-sel yang mati adalah sebagai respons dari beragam
stimulus dan selama apoptosis kematian sel-sel tersebut terjadi secara terkontrol
dalam suatu regulasi yang teratur.
1. Apoptosis
Adalah suatu proses yang ditandai dengan terjadinya urutan teratur
tahap molekular yang menyebabkan disintegrasi sel. Apoptosis tidak
ditandai dengan adanya pembengkakan atau peradangan, namun sel yang
akan mati menyusut dengan sendirinya dan dimakan oleh oleh sel di
sebelahnya. Apoptosis berperan dalam menjaga jumlah sel relatif konstan
dan merupakan suatu mekanisme yang dapat mengeliminasi sel yang tidak
diinginkan, sel yang menua, sel berbahaya, atau sel pembawa transkripsi
DNA yang salah.
Kematian sel terprogram dimulai selama embriogenesis dan terus
berlanjut sepanjang waktu hidup organisme. Rangsang yang menimbulkan
apoptosis meliputi isyarat hormon, rangsangan antigen, peptida imun, dan
sinyal membran yang mengidentifikasi sel yang menua atau bermutasi.
Virus yang menginfeksi sel akan seringkali menyebabkan apoptosis, yang
pada akhirnya akan menyebabkan kematian virus dan sel pejamu (host). Hal
ini merupakan satu cara yang dikembangkan oleh organisme hidup untuk
melawan infeksi virus. Perubahan morfologi dari sel apoptosis diantaranya
sebagai berikut :
a. Sel mengkerut
b. Kondesasi kromatin
c. Pembentukan gelembung dan apoptotic bodies
d. Fagositosis oleh sel di sekitarnya
2. Nekrosis
Adalah kematian sekelompok sel atau jaringan pada lokasi tertentu
dalam tubuh. Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat
patologis. Faktor yang sering menyebabkan kematian sel nekrotik adalah
hipoksia berkepanjangan, infeksi yang menghasilkan toksin dan radikal
bebas, dan kerusakan integritas membran sampai pada pecahnya sel. Respon
imun dan peradangan terutama sering dirangsang oleh nekrosis yang
menyebabkan cedera lebih lanjut dan kematian sel sekitar. Nekrosis sel
dapat menyebar di seluruh tubuh tanpa menimbulkan kematian pada
individu. Istilah nekrobiosis digunakan untuk kematian yang sifatnya
fisiologik dan terjadi terus-menerus. Nekrobiosis misalnya terjadi pada sel-
sel darah dan epidermis. Indikator Nekrosis diantaranya hilangnya fungsi
organ, peradangan disekitar nekrosis, demam, malaise, lekositosis,
peningkatan enzim serum. Dua proses penting yang menunjukkan
perubahan nekrosis yaitu :
a. Disgestif enzimatik sel baik autolisis (dimana enzim berasal dari sel
mati) atau heterolysis(enzim berasal dari leukosit). Sel mati dicerna
dan sering meninggalkan cacat jaringan yang diisi oleh leukosit
imigran dan menimbulkan abse.
b. Denaturasi protein, jejas atau asidosis intrasel menyebabkan
denaturasi protein struktur dan protein enzim sehingga menghambat
proteolisis sel sehingga untuk sementara morfologi sel dipertahankan.
Kematian sel menyebabkan kekacauan struktur yang parah dan
akhirnya organa sitoplasma hilang karena dicerna oleh enzym litik
intraseluler (autolysis).
3. Akibat Kematian Sel
Kematian sel dapat mengakibatkan gangren. Gangren dapat diartikan
sebagai kematian sel dalam jumlah besar. Gangren dapat diklasifikasikan
sebagai kering dan basah. Gangren kering sering dijumpai diektremitas,
umumnya terjadi akibat hipoksia berkepanjangan. Gangren basah adalah
suatu area kematian jaringan yang cepat perluasan, sering ditemukan di
organ dalam dan berkaitan dengan infasi bakteri kedalam jaringan yang mati
tersebut. Gangren ini menimbulkan bau yang kuat dan biasanya disertai oleh
manivestasi sistemik. Gangren basah dapat timbul dari gangren kering.
Gangren ren gas adalah jenis gangren khusus yang terjadi sebagai respon
terhadap infeksi jaringan oleh suatu jenis bakteri anaerob yang disebut
clostridium. Gangren gas cepat meluas kejaringan disekitarnya sebagai
akibat dikeluarkannya toksin yang mematikan oleh bakteri yang membunuh
sel-sel disekitarnya. Sel-sel otot sangat rentan terhadap toksin ini dan
apabila terkena akan mengeluarkan gas hidrogen sulfida yang khas.
Gangren jenis ini dapat mematikan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jejas sel adalah cedera pada sel karena suatu sel tidak lagi dapat
beradaptasi terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut
terlalu lama atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung
pada sel tersebut dan besar serta jenis cedera. Apabila suatu sel mengalami
cedera, maka sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk,
sintesis protein, susunan genetik, dan sifat transportasinya.
Penyebab jejas sel antara lain: Hipoksia (pengurangan oksigen), Faktor
fisik, termasuk trauma, panas, dingin, radiasi, dan tenaga listrik, Bahan kimia
dan obat-obatan, Bahan penginfeksi, Reaksi imunologik, Kekacauan genetic,
Ketidakseimbangan nutrisi dan Penuaan. Proses kematian sel dapat dibagi
menjadi 2 jenis yaitu Nekrosis dan Apoptosis. Akibat dari kematian sel dalam
jumlah besar disebut Gangren.
DAFTAR PUSTAKA

Anna, Budi Setyawan. 2020. Patofisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan.


Cetakan Pertama. Purwokerto. CV. Pena Persada

Cut, Sriyanti. 2016 Patologi. Jakarta. PPSDM Kemenkes RI

Kumar V, Cotran R.S, Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi .
Jakarta. EGC

Nair, Muralitharan. Peate, Ian. 2015. Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan. Jakarta.


EGC

Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Kementrian Kesehatan RI Tahun 2013. Jakarta

Suryanto. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Patologi.


Jakarta:BPPSDMK

Tambayong, Jan. 2016. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC 4.

Robbins. Kumar. Cotran. 2010. Buku Ajar Patology. EGC. Jakarta

Robiins dan Kumar. 1992.  Buku Ajar Patologi I. Jakarta : EGC.

http://triaoktaviamaulan.blogspot.co.id/2014/04/makalah-jejas-adaptasi-dan-
kematian-sel.html

Anda mungkin juga menyukai