PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sel merupakan unit organisasi terkecil yang menjadi dasar kehidupan dalam arti biologis.
Semua fungsi kehidupan diatur dan berlangsug di dalam sel. Karena itulah, sel dapat
berfungsi secara autonom asalakan seluruh kebutuhan hidupnya terpenuhi. Di dalam badan
terdapat berbagai jenis sel dengan fungsi-fungsi yang sangat khusus, semua sel sampai suatu
taraf tertentu, mempunyai gaya hidup dan unsur struktural yang serupa. Sel terdiri atas
nukleus, sitoplasma, lisosom, mitokondria, membran sel, RE, dan badan golgi yang semua
bagian tersebut memiliki fungsinya masing-masing. Namun umur dari setiap sel tidaklah
sama, tergantung dari seberapa cepat sel tersebut bergenerasi. Terdapat banyak cara dimana
sel dapat mengalami kerusakan atau mati, tetapi modalitas yang penting dari cedera
cenderung dibagi menjadi beberapa kategori.
Ada banyak faktor yang dapat menyababkan cederanya sel, salah satunya defisiensi oksigen
atau bahan makanan kritis lain, sebab tanpa oksigen berbagai aktifitas pemeliharaan dan
sintetis dari sel berhenti dengan cepat. Suatu jenis cedera kedua yang penting adalah fisik,
yang sebenarnya menyangkut robeknya sel, atau paling sedikit gangguan hubungan special
umum antara berbagai organel atau integritas struktur salah satu organel atau lebih. Ada
banyak bentuk kerusakan sel yang dibagi menjadi dua yaitu, bentum umum dan bentuk
khusus. Bentuk umum terdiri dari: degenerasi atau infiltrasi, nekrosis, dan apoftosis.
Sedangkan bentuk khusus terdiri dari gangren dan infark.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat memahami apa yang
dimaksud dengan mekanisme kerusakan sel
BAB II
PEMBAHASAN
Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi terhadap
rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama atau terlalu berat. Sel
dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar serta jenis cedera.
Apabila suatu sel mengalami cedera, maka sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam
ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik, dan sifat transportasinya.
Berdasarkan tingkat kerusakannya, cedera atau jejas sel diklompokkan menjadi 2 kategori
utama yaitu jejas reversible (degenarasi sel) dan jejas irreversible (kematian sel). Jejas
reversible adalah suatu keadaan ketika sel dapat kembali ke fungsi dan morfologi semua jika
rangsangan perusak ditiadakan. Sedangkan jejas irreversible adalah suatu keadaan saat
kerusakan berlangsung secara terus-menerus, sehingga sel tidak dapat kembali ke keadaan
semula dan sel itu akan mati. Cedera menyebabkan hilangnya pegaturan volume pada bagian-
bagian sel.
Kerusakan sel merupakan kondisi dimana sel sudah tidak dapat lagi melakukan fungsinya
secara optimal dikarenakan adanya penyebab seperti defisiensi oksigen atau bahan makanan
yang dibutuhkan oleh sel untuk bergenerasi kurang. Sehingga fungsi dari sel lama kelamaan
akan menurun dan terkadang menyebabkan gangguan morfologis.
Prinsip-prinsip umum dalam mekanisme jejas sel:
1. Respons selular terhadap stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe cedera,
durasi, dan keparahannya.
Jadi, toksin berdosis rendah atau iskemia berdurasi singkat dapat menimbulkan jejas sel
yang reversible.Begitupun sebaliknya.
2. Akibat suatu stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe, status, kemampuan
adaptasi, dan susunan genetic sel yang mengalami jejas.
3. Empat system intrasel yang paling rentan terkena adalah :
a. Keutuhan membrane sel yang kritis terhadap homeostatis osmotic dan ionic
selular.
b. Pembentukan adenosine trifosfat (ATP)
c. Sintesis protein
d. Keutuhan perlengkapan genetik.
4. Komponen struktural dan biokimiawi suatu sel terhubung secara utuh tanpa
memandang lokus awal jejas, efek mutipel sekunder yang terjadi sangat cepat.
5. Fungsi sel hilang jauh sebelum terjadi kematian sel dan perubahan morfologi jejas sel.
(Kumar,2015)
Mekanisme jejas sel:
1. Mekanisme Biokimiawi
Mekanisme biokimiawi menghubungkan jejas dengan manifestasi yang kompleks,
dan sering dikaitkan dengan mekanisme intasel. Mekanisme yang berperan dalam
patogenesis baik reversibel dan irreversibel bersifat multifaktor, kompleks, dan sangat
terintegrasi.
Mekanisme biokimia utama pada jejas sel (Kumar, 2015) :
a. Deplesi ATP
Keadaan ini disebabkan karena menurunnya suplai oksigei.n dan glukosa,
kerusakan pada mitokondria dan akibat toksin. Berkurangnya jumlah ATP berpengaruh
secara luas pada berbagai sintesis dan degradasi sel sehingga terjadi kegagalan pompa
Ca2+, penimbunan laktat akibat upaya kompensasi dari glikolisis anaerobik, dan
pembengkakan sel. (Kumar, 2015)
Deplesi ATP menimbulkan efek yang luas, diantaranya:
Aktivitas membrane plasma ATP yang bergantung “pompa natrium” menurun, dengan
akumulasi natrium di intraselular dan difusi kalium keluar sel. Meningkatnya zat terlarut
sodium diikuti isosmotik air, menghasilkan pembengkakan sel akut. Pada nantinya hal ini
akan meningkatkan pemenuhan osmotic dari akumulasi dari hasil metabolism lain,
seperti posfat inorganik, asam laktat, dan nukleotida purine.
Glikolisis anaerob meningkat karena penurunan ATP dan diikuti meningkatnya
adenosine monophosphat (AMP) yang menstimulasi enzim phosphofructokinase. Jalur
ini meningkatkan asam laktat yang menurunkan pH intraselular.
Penurunan pH intraselular dan level ATP menyebabkan ribosom lepas dari reticulum
endoplasma kasar dan polysome berpisah menjadi monosome, sehingga sintesis protein
berkurang. Akhirnya terjadi kerusakan ireversibel pada membran mitokondria dan
lisosom, dan akan menjadi nekrotik. (Kumar, 2015)
Jejas seperti hipotoksia, toksin, dan radiasi memicu kerusakan pada mitokondria
yang mempunyai peran dalam ketersediaan ATP, sehingga dapat mengakibatkan deplesi
ATP, terbentuknya spesies oksigen reaktif(ROS), dan hilangnya potensial membran
mitokondria. (Kumar, 2015)
Oksigen merupakan sesuatu yang paradoksial dalam kehidupan. Molekul ini sangat
dibutuhkan oleh organisme aerob karena memberi energi pada proses metabolisme dan respirasi,
namun pada kondisi tertentu keberadaannya dapat berimplikasi pada berbagai penyakit. Radikal
bebas merupakan spesies kimiawi dengan satu elektron yang tak berpasangan di orbit terluar.
Keadaan kimiawi tersebut sangat tidak stabil dan mudah bereaksi dengan zat kimia organik atau
anorganik, saat dibentuk didalam sel, radikal bebas segera menyerang dan mendegradasi asam
nukleat dan berbagai molekul membran sel. Selain itu radikal bebas menginisasi reaksi
autokatalitik sehingga semakin memperbanyak rantai kerusakan. Target utama radikal bebas
adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat.
Radikal bebas dihasilkan dari metabolisme normal sel-sel tubuh, fagositosis sebagai bagian dari
reaksi inflamasi, radiasi, polusi, merokok dan lain lain. (Kumar, 2015)
Radikal bebas oksigen atau Reaktif Oksigen Spesies (ROS) adalah produk normal dari
metabolisme seluler. ROS memiliki efek menguntungkan dan efek merugikan. Efek
menguntungkan ROS terjadi pada konsentrasi rendah hingga sedang, merupakan proses fisiologis
dalam respon seluler terhadap bahan bahan yang merugikan, seperti dalam pertahanan diri
terhadap infeksi, dalam sejumlah fungsi sistem sinyal seluler dan induksi respon mitogenik. Efek
merugikan dari radikal bebas yang menyebabkan kerusakan biologis dikenal dengan nama stres
oksidatif. Hal ini terjadi dalam sistem biologis akibat produksi ROS yang berlebihan maupun
akibat defisiensi antioksidan. Dengan kata lain, stres oksidatif terjadi akibat reaksi metabolik yang
menggunakan oksigen dan menunjukkan gangguan keseimbangan status reaksi oksidan dan
antioksidan pada mahluk hidup. ROS yang berlebihan akan merusak lipid seluler, protein maupun
DNA dan menghambat fungsi normal sel. Molekul oksigen reaktif termasuk radikal bebas, pada
keadaan normal dibentuk secara kontinyu sebagai hasil sampingan proses metabolisme selular.
Superoxid (O2-) dapat bereaksi dengan nitrit oksida (NO) yang menghasilkan peroksinitrit
(ONOO-) yang kemudian akan dioksidasi menjadi nitrat (NO3-). NO merupakan suatu
endotelium-derived relaxing factor (EDRF), suatu zat yang menyebabkan vasodilatasi sebagai
respon terhadap asetilkolin. Peroksinitrit ini sangat sitotoksik dan menyebabkan kerusakan
oksidatif pada protein, lemak, dan DNA. (Kumar, 2015)
Metal transisi juga merupakan radikal. Di dalam tubuh, tembaga dan besi merupakan
metal transisi yang terbanyak dan ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi. Kedua logam ini
berperan penting dalam Reaksi Fenton dan Haber-Weiss. Sebenarnya semua ion logam yang
terikat pada permukaan protein, DNA atau makromolekul lain dapat berpartisipasi dalam reaksi
ini. Logam yang tersembunyi di dalam protein, seperti dalam catalytic sites dan sitokrom atau
kompleks simpanan tidak terpapar oksigen atau tetap berada dalam keadaan oksidasi sehingga
tidak berperan dalam reaksi ini. Dalam reaksi Fenton, Ion Ferro (Fe+2) bereaksi dengan hidrogen
peroksida (H2O2) membentuk ion ferri (Fe+3) dan radi kal hidroksil (OH•). Reaksi Haber-Weiss
merupakan reaksi antara radikal superoksid (O2•¯) dengan hidrogen peroksida (H2O2) yang
kemudian menghasilkan oksigen (O2) dan
radikal hidroksil(OH•). (Kumar, 2015)
1. Bentuk Umum
1) Degenerasi
Degenerasi yaitu kemerosotan, perubahan fungsi dari yang lebih tinggi ke
bentuk yang lebih rendah, terutama perubahan jaringan yang kurang fungsional.
Perubahan subletal pada sel secara tradisional disebut degenerasi ataupun
perubahan degeneratif. Walaupun tiap sel dalam badan menunjukkan perubahan-
perubahan semacam itu, sel-sel yang secara metabolis aktif seperti pada hati,
ginjal dan jantung sering terserang. Perubahan-perubahan generatif cenderung
melibatkan sitoplasma sel, sedangkan nukleus mempertahankan integritas
mereka selama sel tidak mengalami cedera. Bentuk perubahan degeneratif sel
yang paling sering dijumpai adalah menyangkut penimbuhan air di dalam sel
yang terkena. Cedera menyebabkan hilangnya pengaturan volum pada bagian-
bagian sel. Biasanya dalam rangka untuk menjaga kestabilan lingkungan interal
sel harus mengeluarkan energi metabolik untuk memompa ion natrium keluar
dari sel. Ini terjadi pada tingkat membran sel.
2) Nekrosis
Nekrosis adalah kematian sel yang disebabkan oleh a) Iskemia: kekurangan
oksigen, metabolik lain. b) Infektif: bakteri, virus, dll.
c) Fisiko-kimia: panas, sinar X, asam, dll. Terdapat 2 tipe nekrosis:
1) Nekrosis Koagulatif
Disebabkan oleh denaturasi protein sekular yang menimbulkan masa padar,
menetap berhari-hari/berminggu-minggu larut dan dikeluarkan dari lisiz
enzimatik. Tipe ini ditemukan setelah kehilangan pasokan darah, contoh pada
infark.
2) Nekrosis Kolikuatif
Terjadi pelarutan yang cepat dari sel yang mati. Terutama terjadi pada susunan
saraf pusat. Pemecahan mielin perlunakan otak, likuefaksi.
1) Iskhemi
Iskhemi dapat terjadi karena perbekalan (supply) oksigen dan makanan
untuk suatu alat tubuh terputus. Iskhemi terjadi pada infark, yaitu kematian
jaringan akibat penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan terjadi akibat
pembentukan trombus. Nekrosis lebih mudah terjadi pada jaringan-jaringan
yang bersifat rentan terhadap anoxia. Jaringan yang sangat rentan terhadap
anoxia ialah otak.
2) Agens biologik
darah dan trombosit. Toksin ini biasanya berasal dari bakteri-bakteri yang
virulen, baik endo maupun eksotoksin Bila toksin kurang keras, biasanya
hanya mengakibatkan radang. Virus dan pparasit dapat mengeluarkan
berbagai enzim dan toksin, yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi jaringan, sehingga timbul nekrosis.
3) Agens kimia
Dapat eksogen maupun endogen. Meskipun zat kimia merupakan juga zat
yang biasa terdapat pada tubuh, seperti natrium dan glukose, tapi kalau
konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan
keseimbangan kosmotik sel. Beberapa zat tertentu dalam konsentrasi yang
rendah sudah dapat merupakan racun dan kematian sel, sedang yang lain
baru menimbulkan kerusakan jaringan bila konsentrasinya tinggi.
4) Agens fisik
Trauma, suhu yang sangat ekstrem, baik panas maupun dinginm tenaga
listrik, cahaya matahari, tenaga radiasi. Kerusakan sel dapat terjadi karena
timbul keruskan potoplasma akibat ionisasi atau tenaga fisik, sehingga
timbul kekacauan tata kimia potoplasma dan inti.
5) Kerentanan (hypersensitivity)
Kerentanan jaraingan dapat timbul spontan atau secara didapat (acquired)
dan menimbulkan reaksi iminulogik. Pada seseorang bersensitif terhadap
obat-obatan sulfa. Juga dapat timbul nekrosis pada pembulu-pembuluh
darah. Dalam imunologi dikenal reaksi Schwartzman dan reaksi Arthus.
2. Bentuk Khusus
1) Gangren
Merupakan kematian dari jaringan sebagai suatu massa, seringkali dengan
pembusukan, terjadi karena bagian tubuh seperti kulit, otot atau organ kekurangan
sirukulasi darah. Ada beberapa tipe gangren:
a) Gangren Kering
Disebabkan iskemua tanpa adanya edema atau infeksi makroskopik. Biasanya
pada anggota gerak, mengalami mumifikasi, terdapat garis demarkasi.
Biasanya setelah sumbatan arterial secara berangsur-angsur.
b) Gangren Basah
Membusuk dan membengkak, organ atau anggota gerak, setelah sumbatan
arterial atau kadang vena, sering dipersuit oleh infeksi, seringkali infeksi
saprofitik. Sering pada strangulasi usus. Juga infeksi anggota gerak dari
gangren yang sebelumnya kering.
Penyebab Gangren:
a) Vaskular ateroma, ancusrisma, trombosis, keracunan ergot,
tumor, pembalutan, torniket, ligasi, strangulasi, hematoma, embolisme.
b) Traumatik: cedera crusing dngan kekurangan pasukan darah,
ulkus dekubitus, dll.
c) Fisika-kimiawi: panas, dingin, asam, alkali, sinar X dll.
d) Infektif: piogenik akut (karbunkel), infeksi berat dengan
trombosis vaskuler (apendiks gangrenosa), infeksi klostridia (gas
gangren).
e) Penyakit saraf: siringomielia, dan tabesdorsalis dan ulkus tropik
(kaitan dengan kehilangan saraf sensorik).
2) Infrak
Suatu daerah nerkosis iskemik yang timbul oleh kurangnya pasokan darah,
biasanya oleh embolisme dan trombosit. Ada 2 tipe infrak, yaitu:
(1) Aseptik. (2) Septik. Keduanya dapat menyebabkan:
a. Anemia atau pucat. Contoh: ginjal, lien, jantung, otak
b. Hemoragik atau merah. Contoh: paru, usus
1. Infark ginjal
2. Infark lien
C. Mekansme Kerusakan Sel karena Radikal Bebas
1) Proksidasi lemak
Mekanisme Kerusakan sel atau jaringan akibat serangan radikal bebas yang paling awal
diketahui dan terbanyak diteliti adalah proksidasi lipid. Proksidasi lipid paling banyak
terjadi di membran sel,terutama asam lemak tidak jenuh yang merupakan komponen
penting penyusun membran sel.Hal,ini sangat merusak karena dengan intensitas tinggi
2) Kerusakan protein
Seperti pada protein kecil kemungkinan terjadinya kerusakan di DNA menjadi suatu
reaksi berantai, biasanya kerusakan terjadi bila ada lesi pada susunan molekul, apabila
tidak dapat diatasi, dan terjadi sebelum replikasi maka akan terjadi mutasi. Radikal
oksigen dapat menyerang DNA jika terbentuk disekitar DNA seperti pada radiasi biologis.
3) Kerusakan DNA
Seperti pada protein kecil kemungkinan terjadinya kerukan di DNA menjadi suatu reaksi
berantai,biasanya kerusakan terjadi apabila tidak dapat diatasi, dan terjadi sebelum
replikasi maka terjadi mutasi.
Kerusakan yang terjadi pada DNA dan kromosom sel sangat bergantung pada proses
perbaikan yang berlangsung. Bila proses perbaikan berlangsung dengan baik/sempurna, dan
juga tingkat kerusakan sel tidak terlalu parah, maka sel bias kembali normal. Bila perbaikan
sel tidak sempurna, sel tetap hidup tetapi mengalami perubahan. Bila tingkat kerusakan sel
sangat parah atau perbaikan tidak berlangsung dengan baik, maka sel akan mati. Sel yang
paling sensitive terhadap pengaruh radiasi adalah sel yang paling aktif melakukan pembelahan
dan tingkat differensiasi (perkembangan/ kematangan sel) rendah. Sedangkan sel yang tidak
mudah rusak akibat pengaruh radiasi adalah sel dengan tingkat differensiasi yang tinggi.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sel dalam keadaan tertentu akan mengalami jejas yang berhubungan dengan kerusakan sel.
Hal inidikarenakan sel yang merupakan unit fungsional terkecil makhluk hidup sering
berinteraksi dengan zat-zat dan kondisi baru. Ada banyak faktor yang dapat menyababkan
cederanya sel, salah satunya defisiensi oksigen atau bahan makanan kritis lain, sebab tanpa
oksigen berbagai aktifitas pemeliharaan dan sintetis dari sel berhenti dengan cepat. Suatu
jenis cedera kedua yang penting adalah fisik, yang sebenarnya menyangkut robeknya sel, atau
paling sedikit gangguan hubungan special umum antara berbagai organel atau integritas
struktur salah satu organel atau lebih. Ada banyak bentuk kerusakan sel yang dibagi menjadi
dua yaitu, bentum umum dan bentuk khusus. Bentuk umum terdiri dari: degenerasi atau
infiltrasi, nekrosis, dan apoftosis. Sedangkan bentuk khusus terdiri dari gangren dan infark.
B. Saran
Dalam setiap mengerjakan suatu tugas makalah diperlukan banyak referensi agar materi yang
disajikan lengkap pada saat akan mempresentasikan materi perlu banyak belajar agar dapat
menguasai materi yang dibawakan.