Anda di halaman 1dari 19

Makalah

KELAINAN RETROGRESIF
DAN PROGRESIF
DI

S
U
S
U
N

OLEH:
JUMIATI
17088010004

AKADEMI FISIOTERAPI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH
BANDA ACEH
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
berkat dan limpahan rahmat-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini yang berjudul "Kelainan Retrogresif dan Progresif".
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh dosen matakuliah yang bersangkutan. Kami menyadari sepenuhnya makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak terdapat kesalahan baik dari segi
penulisan maupun pembahasan, oleh karena itu kami mengharapkan adanya kritik
dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Banda Aceh, 01 Maret 2018

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

Halaman:
Kata Pengantar ...................................................................................................
Daftar Isi ............................................................................................................
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ...................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................
1.3 Tujuan ................................................................................................
1.4 Manfaat ..............................................................................................
1.5 Sistematika Penulisan ........................................................................
Bab II Pembahasan
2.1 Kelainan Retrogresif ..........................................................................
2.2 Yang Termasuk Kedalam Kelainan Retrogresif ................................
2.3 Kelainan Progresif .............................................................................
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan ........................................................................................
3.2 Saran ..................................................................................................
Daftar Pustaka.....................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


          Patologi merupakan ilmu pengetahuan tentang keadaan struktural dan
fungsional yang menyebabkan penyakit pada manusia. Empat aspek dalam proses
penyakit yang membentuk inti patologi adalah (Robbins & Cotran, 2008) :
 Penyebab penyakit (etiologi)
 Mekanisme terjadinya penyakit (patogenesis)
 Perubahan struktural yang ditimbulkan oleh penyakit di dalam sel dan
jaringan (perubahan  morfologi)
 Konsekuensi fungsional perubahan morfologi tersebut (makna klinis)
Sel normal memerlukan keseimbangan antara kebutuhan fisiologik
dan keterbatasan-keterbatasan struktural sel dan kemampuan metabolik, hasilnya
adalah hasil yang terusn seimbang atau homeostasis. Keadaan fungsional sel dapat
berubah ketika bereaksi terhadap stress yang ringan untuk mempertahankan
keadaan yang seimbang. Konsep keadaaan normal bervariasi :
a. Setiap orang berbeda satu dengan yang lain karena perbedaan susunan
genetik
b. Setiap orang memiliki perbedaan dalam pengalaman hidup dan
interaksinya dengan lingkungan
c. Pada tiap individu terdapat perbedaan parameter fisiologi karena adanya
pengendalian dalam fungsi mekanisme

1.2  Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan Kelainan Retrogresif?
2. Apa saja yang termasuk kedalam Kelainan Retrogresif itu?

1
1.3  Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Patologi
2. Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa/i khususnya keperawatan
tentang Kelainan Retrogresif

1.4 Manfaat
1. Diharapkan dapat menambah wawasan pembaca dalam sajian makalah
yang dibuat
2. Diharapkan mahasiswa/i dapat memahami tentang Kelainan Retrogresif

1.5 Sistematika Penulisan


          Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari bab I ; pendahuluan, bab II ;
pembahasan, dan bab III ; penutup, DAFTAR PUSTAKA.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kelainan Retrogresif

          Kelainan retrogresif adalah proses terjadinya kemunduran (degenerasi atau


kembali ke arah yang kurang kompleks) atau kemerosotan keadaan suatu sel,
jaringan, organ, organisme, menuju keadaan yang lebih primitif (menjadi lebih
jelek dengan organisasi yang lebih rendah tingkatannya), kehilangan
kompleksitasnya termasuk metabolisme, deferensiasi dan spesialisasinya.
          Setiap sel melaksanakan kebutuhan fisiologik yang normal yang disebut
Homeostasis normal.  Sel memiliki fungsi dan struktur yang terbatas, dalam
metabolisme, diferensiasi, dan fungsi lainnya karena pengaruh dari sel-sel
sekitarnya dan tersedianya bahan-bahan dasar metabolisme.
          Sel mendapatkan stimulus yang patologik, fisiologik dan morphologic. Bila
stimulus patologik diperbesar hingga melampaui adaptasi sel maka timbul jejas
sel atau sel yang sakit (cell injury) yang biasanya bersifat sementara (reversible).
Namun jika stimulus tetap atau bertambah besar, sel akan mengalami jejas yang
menetap (irreversible) yaitu sel yang mati atau nekrosis. Perubahan-perubahan
tersebut hanya mencerminkan adanya “cedera-cedera biomolekuler”, yang telah
berjalan lama dan baru kemudian dapat dilihat. Adaptasi, jejas dan nekrosis
dianggap sebagai suatu tahap gangguan progresif dari fungsi dan struktur normal
suatu sel. Kelainan retrogesif (regresif) adalah merupakan suatu proses
kemunduran.

2.2  Yang Termasuk Ke Dalam Kelainan Retrogresif


a. Atrofi
          Atrofi adalah berkurangnya ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi dapat
menjadi suatu respons yang adaptif yang timbul sewaktu terjadi penurunan beban
kerja sel atau jaringan. Dengan menurunnya beban kerja, maka kebutuhan akan

3
oksigen dan gizi juga berkurang. Hal ini menyebabkan sebagian besar struktur
intrasel, termasuk mitokondria, retikulum endoplasma, vesikel intrasel, dan
protein kontraktil, menyusut.
          Atrofi dapat terjadi akibat sel/jaringan tidak digunakan misalnya, otot
individu yang mengalami imobilisasi atau pada keadaan tanpa berat (gravitasi
nol). Atrofi juga dapat timbul sebagai akibat penurunan rangsang hormon atau
rangsang saraf terhadap sel atau jaringan. Hal ini tampak pada payudara wanita
pasca menopause atau atrofi pada otot rangka setelah pemotongan korda spinalis.
Atrofi lemak dan otot terjadi sebagai respons terhadap defisiensi nutrisi dan
dijumpai pada orang yang mengalami malnutrisi atau kelaparan. Atrofi dapat juga
terjadi akibat insufisiensi suplai darah ke sel, sehingga pemberian zat gizi vital
dan oksigen terhambat (Elizabeth J. Corwin, 2009).
Atrofi dibedakan menjadi :
1.   Atrofi fisiologik
          Atrofi fisiologik adalah atropi yang merupakan proses normal pada
manusia. Beberapa alat tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama
masa perkembangan kehidupan, dan jika alat tubuh tersebut tidak menghilang
pada usia tertentu malah dianggap patologik. Contoh : kelenjar thymus, ductus
thyroglosus.  Misalnya pada atropi senilis, organ tubuh pada usia lanjut akan
mengalami pengecilan. Atrofi senilis juga dapat disebut atropi
menyeluruh(general) karena terjadi pada seluruh organ tubuh. Atrofi menyeluruh
juga terjadi pada keadaan  kelaparan (Starvation).
Penyebab atropi senilis adalah :
1) Involusi akibat menghilangnya rangsang tumbuh (growth stimuli),
2) Berkurangnya perbekalan darah akibat arteriosklerosis
3) Berkurangnya rangsang endokrin
          Vaskularisasi berkurang karena arteriosklerosis akan menyebabkan
kemunduran pada otak sehingga menimbulkan kemunduran kejiwaan yang
disebut demensia senilis. Begitu pula rangsang endokrin yang berkurang pada
masa menopause menyebabkan payudara menjadi kecil, ovarium dan uterus
menjadi tipis dan keriput.

4
          Starvation atropi terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan untuk waktu
yang lama misalnya pada yang tidak mendapatkan asupan makanan seperti orang
terdampar dilaut, padang pasir, atau pada orang yang mengalami gangguan
saluran pencernaan seperti pada striktura oesofagus. Karena itu alat-alat tubuh
tidak mendapat makanan cukup dan mengecil.
2.   Atrofi patologik
Atrofi patologik dapat dibagi beberapa kelompok :
1) Atrofi disuse adalah atropi yang terjadi pada organ yang tidak beraktifitas dalam
jangka waktu lama.
2) Atrofi desakan terjadi pada suatu organ tubuh yang terdesak dalam waktu lama.
3) Atrofi endokrin terjadi pada organ tubuh yang aktivitasnya tergantung pada rangsang
hormon tertentu.
4) Atrofi vaskuler terjadi pada organ yang mengalami penurunan aliran darah hingga
dibawah nilai krisis.
5) Atrofi payah (exhaustion atrophy) terjadi karena kelenjar endokrin yang terus
menghasilkan hormone yang berlebihan akan mengalami atrofi payah.
6) Atrofi serosa dari lemak terjadi pada malnutrisi berat atau pada kakheksia. Jaringan
lemak yang mengalami atrofi akan menjadi encer seperti air atau lender.
7) Atropi coklat juga memiliki hubungan dengan malnutrisi berat atau kakheksia
dan organ yang mengalami atrofi adalah jantung dan hati.
b.
b.  Degenerasi dan Infiltrasi
          Degenerasi ialah perubahan-perubahan morfologik akibat jejas-jejas yang
non-fatal. Perubahan-perubahan tersebut masih dapat pulih (reversible). Meskipun
sebab yang menimbulkan perubahan tersebut sama, tetapi apabila berjalan lama
dan derajatnya berlebih akhirnya mengakibatkan kematian sel atau yang disebut
nekrosis. Jadi sebenarnya jejas sel (cellular injury) dan kematian sel merupakan
kerusakan sel yang berbeda dalam derajat kerusakannya. Pada jejas sel yang
berbentuk degenerasi masih dapat pulih, sedangkan pada nekrosis tidak dapat
pulih (irreversible).
          Infiltrasi terjadi akibat gangguan yang sifatnya sitemik dan kemudian
mengenai sel-sel yang semula sehat akibat adanya metabolit-metabolit yang

5
menumpuk dalam jumlah berlebihan. Karena itu perubahan yang awal adalah
ditemukannya metabolit-metabolit didalam sel. Benda-benda ini kemudian
merusak struktur sel.
          Jadi degenerasi terjadi akibat jejas sel, kemudian baru timbul perubahan
metabolisme, sedangkan infiltrasi mencerminkan adanya perubahan metabolisme
yang diikuti oleh jejas seluler. Degenerasi dan infiltrasi dapat terjadi akibat
gangguan yang bersifat biokimiawi atau biomolekuler. Sebagai contoh degenerasi
dapat terjadi akibat anoxia. Infiltrasi dapat terjadi akibat penumpukan glikogen
didalam sel, karena itu disebut infiltrasi glikogen.

c.    Gangguan Metabolisme


          Memang setiap sel selalu terancam mengalami kerusakan, tetapi sel hidup
mempunyai kemampuan untuk coba menanggulanginya. Jejas ini kemudian
mengakibatkan gangguan dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak pada
sel. Gangguan  metabolisme  intraseluler ini akhirnya mengakibatkan perubahan
pada struktur sel.

d.    Nekrosis
          Kematian sel nekrotik, terjadi apabila suatu rangsangan yang menyebabkan
cedera pada sel terlalu kuat atau berkepanjangan. Nekrosis sel dicirikan dengan
adanya pembengkakan dan ruptur organel internal yang kebanyakan mengenai
mitokondria, dan jelasnya stimulasi respons peradangan (Elizabeth J. Corwin,
2009).
          Nekrosis merupakan salah satu pola dasar kematian sel. Nekrosis terjadi
setelah suplai darah hilang atau setelah terpajan toksin dan ditandai dengan
pembengkakan sel, denaturasi protein dan kerusakan organel. Hal ini dapat
menyebabkan disfungsi berat jaringan (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
          Nekrosis adalah kematian sel dan kematian jaringan pada tubuh yang hidup.
Nekrosis dapat dikenali karena sel atau jaringan menunjukkan perubahan-
perubahan tertentu baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Secara
makroskopis jaringan nekrotik akan tampak keruh (opaque), tidak cerah lagi,
berwarna putih abu-abu. Sedangkan secara mikroskopis, jaringan nekrotik

6
seluruhnya berwarna kemerahan, tidak mengambil zat warna hematoksillin, sering
pucat (Pringgoutomo, 2002).
          Gambaran morfologik nekrosis merupakan hasil dari digesti enzimatik dan
denaturasi protein yang terjadi secara bersamaan. Digesti enzimatik oleh enzim
hidrolitik dapat berasal dari sel itu sendiri (autolisis) dapat juga berasal dari
lisosom sel radang penginvasi (heterolisis) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
          Pada nekrosis, perubahan terutama terletak pada inti. Memiliki tiga pola,
yaitu (Lestari, 2011) :
1. Psikonosis
Yaitu pengerutan inti, merupakan homogenisasi sitoplasma dan peningkatan
eosinofil, DNA berkondensasi menjadi massa yang melisut padat.
2. Karioreksis
Inti terfragmentasi (terbagi atas fragmen-fragmen) yang piknotik.
3. Kariolisis
Pemudaran kromatin basofil akibat aktivitas DNA-ase.
 Macam-macam nekrosis :
1.  Nekrosis koagulatif
     Terjadi akibat hilangnya secara mendadak fungsi sel yang disebabkan oleh
hambatan kerja sebagian besar enzim. Enzim sitoplasmik hidrolitik juga dihambat
sehingga tidak terjadi penghancuran sel (proses autolisis minimal). Akibatnya
struktur jaringan yang mati masih dipertahankan, terutama pada tahap awal
(Sarjadi, 2003).
     Terjadi pada nekrosis iskemik akibat putusnya perbekalan darah. Daerah
yang terkena menjadi padat, pucat dikelilingi oleh daerah yang hemoragik.
Mikroskopik tampak inti-inti yang piknotik. Sesudah beberapa hari sisa-sisa inti
menghilang, sitoplasma tampak berbutir, berwarna merah tua. Sampai beberapa
minggu rangka sel masih dapat dilihat (Pringgoutomo, 2002).
     Contoh utama pada nekrosis koagulatif adalah infark ginjal dengan keadaan
sel yang tidak berinti, terkoagulasi dan asidofilik menetap sampai beberapa
minggu (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
2.   Nekrosis likuefaktif (colliquativa)

7
Perlunakan jaringan nekrotik disertai pencairan. Pencairan jaringan terjadi
akibat kerja enzim hidrolitik yang dilepas oleh sel mati, seperti pada infark otak,
atau akibat kerja lisosom dari sel radang seperti pada abses (Sarjadi, 2003).
3.   Nekrosis kaseosa (sentral)
Bentuk campuran dari nekrosis koagulatif dan likuefaktif, yang
makroskopik teraba lunak kenyal seperti keju, maka dari itu disebut nekrosis
perkejuan. Infeksi bakteri tuberkulosis dapat menimbulkan nekrosis jenis ini
(Sarjadi, 2003). Gambaran makroskopis putih, seperti keju didaerah nekrotik
sentral. Gambaran makroskopis, jaringan nekrotik tersusun atas debris granular
amorf, tanpa struktur terlingkupi dalam cincin inflamasi granulomatosa, arsitektur
jaringan seluruhnya terobliterasi (tertutup) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
4.      Nekrosis lemak
Terjadi dalam dua bentuk:
a. Nekrosis lemak traumatik
Terjadi akibat trauma hebat pada daerah atau jaringan yang banyak
mengandung lemak (Sarjadi, 2003).
b. Nekrosis lemak enzimatik
Merupakan komplikasi dari pankreatitis akut hemorhagika, yang mengenai
sel lemak di sekitar pankreas, omentum, sekitar dinding rongga abdomen.
Lipolisis disebabkan oleh kerja lypolitic dan proteolytic pancreatic enzymes
yang dilepas oleh sel pankreas yang rusak (Sarjadi, 2003). Aktivasi enzim
pankreatik mencairkan membran sel lemak dan menghidrolisis ester
trigliserida yang terkandung didalamnya. Asam lemak yang dilepaskan
bercampur dengan kalsium yang menghasilkan area putih seperti kapur
(mikroskopik) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
5.      Nekrosis fibrinoid
Nekrosis ini terbatas pada pembuluh darah yang kecil, arteriol, dan
glomeruli akibat penyakit autoimun atau hipertensi maligna. Tekanan yang tinggi
akan menyebabkan nekrosis dinding pembuluh darah sehingga plasma masuk ke
dalam lapisan media. Fibrin terdeposit disana. Pada pewarnaan hematoksilin eosin
terlihat masa homogen kemerahan (Sarjadi, 2003).

8
 Penyebab nekrosis :
Nekrosis dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1.      Iskemia
Terjadi akibat anoksia (hambatan total pasokan oksigen) atau hipoksia
seluler (kekurangan oksigen pada sel). Dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti
berikut ini (Sarjadi, 2003):
a. Obstruksi aliran darah
b. Anemia (eritrosit pembawa oksigen berkurang jumlahnya)
c. Keracunan karbon monoksida
d. Penurunan perfusi jaringan dari darah yang kaya oksigen
e. Oksigenasi darah yang buruk, sebagai akibat penyakit paru, obstruksi
saluran nafas, konsentrasi oksigen udara yang rendah
2.      Agen biologik
Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah
dan trombosis. Toksin biasanya berasal dari bakteri yang virulensinya tinggi baik
endogen maupun eksogen. Virus dan parasit juga dapat mengeluarkan beberapa
enzim dan toksin yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
jaringan dan menyebabkan nekrosis (Pringgoutomo, 2002).
3.      Agen kimia
Natrium dan glukosa merupakan zat kimia yang berada dalam tubuh.
Namun ketika konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan
keseimbangan osmotik sel. Beberapa zat tertentu dapat pula menimbulkan
nekrosis ketika konsentrasinya rendah (Pringgoutomo, 2002).
Respon jaringan terhadap zat kimia berbeda. Misalnya, sel epitel pada tubulus
ginjal dan sel beta pada pulau Langerhans mudah rusak oleh alloxan. Gas yang
digunakan pada perang seperti mustard dapat merusak jaringan paru, gas
kloroform dapat merusak parenkim hati serta masih banyak lagi (Pringgoutomo,
2002).

9
4.      Agen fisik
Trauma, suhu yang ekstrim (panas maupun dingin), tenaga listrik, cahaya
matahari, dan radiasi dapat menimbulkan kerusakan inti sehingga menyebabkan
nekrosis (Pringgoutomo, 2002).
5.      Hipersensitivitas
Hipersensitivitas (kerentanan) pada seseorang individu berbeda-beda.
Kerentanan ini dapat timbul secara genetik maupun didapat (acquired) dan
menimbulkan reaksi immunologik kemudian berakhir pada nekrosis. Sebagai
contoh, seseorang yang hipersensitivitas terhadap obat sulfat ketika mengonsumsi
obat sulfat dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus ginjal (Pringgoutomo, 2002).

e.    Apoptosis
          Apoptosis, yaitu kematian sel yang diprogram. Apoptosis adalah suatu
proses yang ditandai dengan terjadinya urutan teratur tahap molekular yang
menyebabkan disintegrasi sel. Apoptosis tidak ditandai dengan adanya
pembengkakan atau peradangan, namun sel yang akan mati menyusut dengan
sendirinya dan dimakan oleh sel disebelahnya. Apoptosis berperan dalam menjaga
jumlah sel relatif konstan dan merupakan suatu mekanisme yang dapat
mengeliminasi sel yang tidak diinginkan, sel yang menua, sel berbahaya, atau sel
pembawa transkripsi DNA yang salah. Apoptosis merupakan proses aktif yang
melibatkan kerja sel itu sendiri dan namanya diambil dari kata Yunani yang
berarti “menciut” seperti menguncupnya sebuah bunga.
          Timidin fosforilase (TP), suatu faktor pertumbuhan sel endotel yang
dihasilkan trombosit, telah terbukti melindungi sel dari apoptosis dengan
merangsang metabolisme nukleosida dan angiogenesis. Penggunaan obat yang
secara khusus menargetkan TP telah direkomendasikan untuk memperbaiki efek
kemoterapi konvensional dengan meningkatkan apoptosis sel-sel yang bermutasi
(Elizabeth J. Corwin, 2009).
 Penyebab Apoptosis :
          Kematian sel terprogram di mulai selama embriogenesis dan terus berlanjut
sepanjang waktu hidup organisme. Rangsang yang menimbulkan apoptosis

10
meliputi isyarat hormon, rangsangan antigen, peptida imun, dan sinyal membran
yang mengidentifikasi sel yang menua atau bermutasi. Virus yang menginfeksi sel
akan seringkali menyebabkan apoptosis, yang akhirnya yang mengakibatkan
kematian virus dan sel penjamu (host). Hal ini merupakan satu cara yang
dikembangkan oleh organisme hidup untuk melawan infeksi virus. Virus tertentu
(misalnya; Virus EpsteinBarr yang bertanggung jawab terhadap monunukleosis)
pada gilirannya menghasilkan protein khusus yang menginaktifkan respons
apoptosis. Defisiensi apoptosis telah berpengaruh pada perkembangan kanker dan
penyakit neuro degeneratif dengan penyebab yang tidak diketahui, termasuk
penyakit Alzheimer dan sklerosis lateral amiotrofik (penyakit Lou Gehrig).
Apoptosis yang dirangsang-antigen dari sel imun (sel T dan sel B) sangat penting
dalam menimbulkan dan mempertahankan toleransi diri imun (Elizabeth J.
Corwin, 2009).

f.     Postmortal
          Kematian bukanlah akhir dari proses dalam tubuh yang mengalami
kematian.Tubuh akan terus mengalami perubahan. Perubahan ini dipengaruhi
oleh:
a. Suhu lingkungan sekitarnya
b. Suhu tubuh saat terjadi kematian
c. Ada tidaknya infeksi umum
 Serangkaian perubahan yang terjadi setelah kematian tubuh antara lain :
1. Autolisis ; jaringan yang mati dihancurkan oleh enzim-enzim antara lain
enzim dari lisosom, mikroorganisme yang mengifeksi jaringan mati.
Tubuh yang mati akan mencair, kecuali jika dicegah dengan pengawetan
atau pendinginan.
2. Algor Mortis ; suhu tubuh menjadi dingin sesuai suhu lingkungan
memerlukan waktu 24 s/d 48 jam untuk menjadi dingin sesuai suhu
lingkungan. Suhu tubuh menjadi dingin karena proses metabolisme
terhenti. Jika ditempat yang dingin maka akan lebih cepat dingin, tetapi
jika ditempat yang panas akan lebih lambat.

11
3. Rigor Mortis (kaku mayat); timbul setelah 2 s/d 4 jam setelah kematian.
Mencapai puncak setelah 48 jam dan kemudian menghilang selama 3
sampai 4 hari.
4. Livor Mortis (lebam mayat) ; Nampak setelah 30 menit kematian dan
mencapai puncaknya setelah 6 hingga 10 jam.Lebam mayat timbul pada
bagian bawah tubuh.
5. Pembekuan Darah postmortal ; beku darah post mortal berkonsistensi
lunak, elastic dan seperti gel, berbeda dengan thrombus yang
konsistensinya keras dan kering.
6. Jejas postmortal ; enzim dalam tubuh masih aktif untuk beberapa waktu
setelah kematian. Jejas postmortal tidak dijumpai reaksi radang pada jejas,
sedangkan pada lesi antemortal Nampak reaksi radang.
7. Pembusukan ; hancurnya tubuh yang mati karena invasi bakteri. Kulit
menjadi kehijauan setelah 1 sampai 2 minggu.

g.    Penimbunan Pigmen


          Pigmen adalah substansi yang mempunyai warna dan terakumulasi di dalam
sel. Pigmen sering digambarkan berdasarkan sumber atau asalnya: eksogen
(berasal dari luar tubuh) atau endogen (dihasilkan di dalam tubuh). Pigmen
eksogen paling umum berasal dari inhalasi partikel karbon organik. Partikel ini
terakumulasi di dalam makrofag dan limfonodus jaringan paru, yang
menghasilkan penampilan kehitaman pada paru yang disebut anthracosis.
          Pigmentasi disebabkan penimbunan pigmen di dalam sel. Pigmentasi
lipofuscin pada kulit umum terjadi pada lansia. Juga pada otak, hati, jantung, dan
ovarium. Pigmen ini agaknya tidak mengganggu fungsi. Pigmen melanin
dihasilkan melanosit kulit. Pada penyakit Addison tredapat hiperpigmentasi kulit.
Pada lansia, melanosit berkurang, sehingga kulit pada orang ini tampak lebih
pucat. Pigmen hemosiderin, turunan hemoglobin, adalah pigmen yang dibentuk
karena akumulasi timbunan besi yang berlebihan. Dalam organ disebut
hemosiderosis. Umumnya tidak sampai mengganggu fungsi (Jan Tambayong,
2000).

12
h.   Mineral
          Selain zat karbon, hydrogen, nitrogen dan oksigen yang merupakan bagian
terpenting dalam jaringan pada tubuh terdapat 13 macam unsur lain yang juga
sangat penting dalam kehidupan manusia, 7 diantaranya terdapat dalam jumlah
banyak yaitu kalsium, fosfor, magnesium, natrium, kalium, chlor, dan sulfur.
Sedangkan 6 lainnya merupakan ‘trace elements” tetapi vital yaitu besi, tembaga,
mangan, yodium, kobal (Co), dan seng (Zn). Dalam makanan sehari-hari sudah
cukup, tetapi pengeluaran berlebihan (muntah, diare) atau gangguan penyerapan
dapat menimbulkan defisiensi.
          Sebaliknya jumlah yang berlebihan dalam makanan atau gangguan ekskresi,
menimbulkan penimbunan yang berlebihan pada jaringan atau cairan tubuh dan
dapat menyebabkan gangguan metabolik, susunan kimiawi dan gejala klinik yang
nyata.
i.      Defisiensi
          Ketidak seimbangan nutrisi merupakan penyebab utama jejas sel antara lain
defisiensi protein, vitamin dan mineral. Jumlah lipid yang berlebihan merupakan
faktor pendukung terjadinya arteriosklerosis yang dapat menyebabkan sel/jaringan
mengalami defisiensi oksigen dan makanan. Jejas yang disebabkan oleh defisiensi
nutrisi antara lain Starvation, marasmus, kwashiorkor atau yang lebih dikenal
gangguan nutrisi.

2.2 Kelainan Progresif

Kelainain Progresif atau Sclerosis Amyotropic Lateral Ini jarang terjadi.


Penyakit progesip ini menyerang lebih banyak pria dari pada wanita, dan
umumnya menyerang yang berusia 40 tahun ke atas. Sel-sel saraf merosot, begitu
juga serat-serat yang mengisi otot-otot. Rata-rata orang yang terserang itu hanya
dapat hidup 3 tahun setelah serangan penyakit.
Ciri-cirinya ialah mengecilkan otot dan rasa lemah. jumlah otot yang
terkena lambat laun bertambah banyak. Banyak bagian tubuh yagn terkena.

13
Perkembangnya yang paling serius dapat menghalangi pernafasan, tidak dapat
menelan atau mengunyah makanan.
Penyabab penyakit ini belum ditemukan, begitu juga obatnya yang
mujarab. Penderita harus melakukan kegiatan tubuh sedapat-dapatnya, tetapi
jangan sampai merasa capek. Di Amerika Serikat, kira-kira satu dari antara
100,000 orang mati setiap tahun karna penyakit ini.''

14
BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
          Kelainan retrogresif adalah proses terjadinya kemunduran (degenerasi atau
kembali ke arah yang kurang kompleks) atau kemerosotan keadaan suatu sel,
jaringan, organ, organisme, menuju keadaan yang lebih primitif (menjadi lebih
jelek dengan organisasi yang lebih rendah tingkatannya), kehilangan
kompleksitasnya termasuk metabolisme, deferensiasi dan spesialisasinya.
Yang termasuk kedalam Kelainan Retrogresif, yaitu :
1. Atrofi
2. Degenerasi dan Infiltrasi
3. Gangguan Metabolisme
4. Nekrosis
5. Apoptosis
6. Postmortal
7. Penimbunan pigmen
8. Mineral
9. Defisiensi

3.2  Saran
          Dengan adanya makalah ini diharapkan, pembaca dapat memahami
penjelasan di dalamnya sehingga dapat diterapkan, guna pemaksimalan
pemahaman mengenai kelainan retrogresif.

15
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Kumar, Vinay; Ramzi S. Cotran; Stanley L Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi
Robbins, Ed.7, Vol.1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lestari, Ajeng S.P. dan Agus Mulyono. 2011. Analisis Citra Ginjal untuk
Identifikasi Sel Psikonosis dan Sel Nekrosis. Jurnal Neutrino Vol.4, No.1,
p:48-66.

Pringgoutomo, S.; S. Himawan; A. Tjarta. 2002. Buku Ajar Patologi I. Jakarta:


Sagung Seto.

Robbins & Cotran., 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit (ed.7). Mitchell,
R.N., Kumar,V., Abbas, A.K., Fausto, N (editor). Jakarta: EGC.

Sarjadi. 2003. Patologi Umum. Semarang: Badan Penerbit Universitas


Diponegoro.

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai