Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PATOFISIOLOGI

“MEKANISME ADAPTASI SEL”

Disusun Oleh:

Kelompok 1

Dewi Paramita
Ellyta Aldaria
Hani Sabella
Lisa Ari Setyawati
Muhammad Farhan Baihaqi
Viska Walafni
Yeti Nurcahyani
Yeyen Anggraeni

D3 Keperawatan Samarinda

Politeknik Kesehatan Kemeneterian Kesehatan Kalimantan Timur

Tahun 2019
Kata Pengantar

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini tanpa suatu halangan
apapun.
Makalah ini disusun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Patofisiologi,
disamping itu penyusun berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pembacanya agar dapat mengetahui tentang “Mekanisme Adaptasi Sel.”
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun mengharap
kritik dan saran dari pembaca sehingga dalam pembuatan makalah lainnya
menjadi lebih baik lagi.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Samarinda, 27 Januari 2019

Penyusun

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar .................................................................................................................ii

Daftar Isi ..............................................................................................................................iii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................................4


B. Rumusan Masalah...............................................................................................5
C. Manfaat ...................................................................................................................5

BAB II : TINJAUAN TEORITIS MEKANISME ADAPTASI SEL

A. Tingkatan Sel Manusia ......................................................................................6


B. Adaptasi Sel ...........................................................................................................9
C. Organisasi Sel .......................................................................................................12
D. Sistem Sel ...............................................................................................................13
E. Proses Cidera dan Kematian Sel ...................................................................14
F. Penyembuhan dan Pemulihan Jaringan .....................................................16
G. Kelainan Yang Terjadi Pada Sel .....................................................................17

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................................24
B. Saran ........................................................................................................................24

Daftar Pustaka ...................................................................................................................25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Patofisiologi adalah ilmu atau bidang studi tentang penyakit. Dalam
makna yang luas, patofisiologi secara harfiah berati biologi abnormal, yaitu
studi mengenai individu yang sakit atau terganggu. Jumlah dan jenis
penyakit pada manusia sangatlah banyak, oleh karena tiap organ ataupun
sistem di dalam tubuh dapat menjadi subjek penyakit. Namun demikian,
mekanisme dasar mengenai timbulnya penyakit pada organ cukup
terbatas, dimana spektrum penyakit yang luas dan membingungkan
umumnya menampilkan berbagai kombinasi dan permutasi dari sejumlah
kecil proses biologik dasar yang mengarah pada perubahan struktur dan
fungsi.
Mekanisme adaptasi sel terdiridari organisasi sel yaitu unit kehidupan,
kesatuan lahiriah yang terkecil menunjukkan bermacam-macam fenomena
yang berhubungan dengan hidup dan selalu behubungan dengan
karateristik makhluk hidup yaitu bereproduksi, tumbuh, melakukan
metabolisme dan beradabtasi terhadap perubahan internal dan eksternal.
Karena sel itu sendiri merupakan unit kehidupan dimana bisa terjadi
cedera fisik maupun mengalami kematian atau yang disebut kematian sel,
dan dari cedera fisik sel tersebut terdapat penyembuhan dan pemulihan
jaringan untuk mengembalikkan atau menggantikan jaringan jaringan sel
yang rusak.
Berbagai keadaan ekstrim yang mempunyai etiologi dan akibat yang
sangat berlainan bagi hospes. Kelainan-kelainan yang ditandai dengan
ukuran dan atau jumlah sel dalam jaringan, cara proliferasi sel atau sifat
diferensiasi sel. Kelainan-kelainan ini dapat mengakibatkan jaringan
menjadi lebih kecil atau lebih besar dari normal dan mempunyai

4
spesialisasi fungsi yang abnormal. Pada keadaan yang ekstrim, sel
abnormal dapat membentuk massa yang pada umumnya memiliki tingkah
laku di luar pengaruh pengaturan homeostasis normal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan organisasi sel?
2. Apa yang dimaksud dengan sistem sel?
3. Apa yang dimaksud dengan proses cidera dan kematian sel?
4. Apa yang dimaksud dengan penyembuhan danpemulihan jaringan?
5. Apa saja kelainan yang terjadi pada sel?
C. Manfaat
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan organisasi sel.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan sistem sel.
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan proses cidera dan kematian sel.
4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan penyembuhan dan pemulihan
jaringan.
5. Mengetahui apa saja kelainan yang terjadi pada sel.

5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS MEKANISME ADAPTASI SEL
A. TINGKATAN SEL MANUSIA
1. Molekul
Organisasi kehidupan dari tingkat molekuler didasarkan bahwa
setiap mahluk hidup tersusun oleh molekul organik sebagai dasar
penyusunnya. Molekul organik (biomolekul) yang kompleks pada
mahluk hidup contohnya seperti asam nukleat (DNA dan RNA), protein,
karbohidrat,lemak dan vitamin. Molekul organik berfungsi untuk
mengontrol struktur dan fungsi tiap komponen-komponen sel.

2. Organel
Organel adalah bagian penyusun dari sel yang tersusun dari
berbagai macam molekul organik yang memiliki fungsi berbagai macam.
Contoh organel sel adalah:

a) Mitokondria: menghasilkan energi


b) Ribosom: sintesis protein
c) Badan golgi: ekskresi sel
d) Retikulum endoplasma: transportasi dalam sel
Organisasi kehidupan tingkat sel didasarkan bahwa sel merupakan unit
struktural dan fungsional terkecil. Mahluk hidup bersel satu seperti
bakteri, protozoa, dan alga melakukan aktivitas metabolismenya dengan
sebuah sel saja. Sementara mahluk hidup bersel banyak seperti
tumbuhan dan hewan memiliki sel dengan berbagai bentuk dan fungsi
yang berbeda-beda.

3. Jaringan
Struktur organisasi kehidupan tingkat jaringan adalah kumpulan
berbagai macam sel yang memiliki bentuk dan fungsi yang sama.
Sekumpulan sel tersebut membentuk pola yang sama dengan fungsi

6
yang sama. Jaringan berperan membentuk struktur dasar pada bagian
tubuh mahluk hidup. Contoh organisasi kehidupan tingkat jaringan
adalah:

a) Jaringan hewan: jaringan epitel, jaringan otot, jaringan saraf, dan


jaringan ikat.
b) Jaringan tumbuhan: jaringan meristem, jaringan epidermis, dan
jaringan pengangkut.
Contoh berbagai macam bentuk jaringan epitel

4. Organ
Organ adalah kumpulan jaringan yang memiliki peranan tertentu.
Tiap organ memiliki fungsi untuk menyokong kehidupan suatu mahluk
hidup. Keberadaan organ menjadikan mahluk hidup memiliki fungsi
fisiologis terhadap kondisi lingkungannya. Contoh organisasi tingkat
organ adalah:

1. Organ hewan: jantung, paru-paru, lambung, ginjal, mata, dll.


2. Organ tumbuhan: akar, daun, batang, bunga.

7
Organ batang tumbuhan (kiri) dan organ lambung manusia yang
tersusun dari berbagai macam jaringan.
5. Sistem Organ
Tingkatan organisasi kehidupan pada sistem organ terdiri dari
berbagai organ yang saling tersusun membentuk sistem tertentu yang
saling berinteraksi. Adanya interaksi berbagai organ dengan tujuan yang
sama akan membentuk satu kesatuan fungsional bagi keberlangsungan
hidup suatu mahluk hidup. Sebagai contoh sistem peredaran darah yang
terdiri dari organ jantung dan pembuluh darah vena, arteri, dan kapiler.
Contoh tingkatan organisasi kehidupan sistem organ adalah:

1. Sistem organ hewan: sistem pernafasan, sistem pencernaan, sistem


reproduksi.
2. Sistem organ tumbuhan: sistem transportasi, sistem transpirasi.

8
6. Organisme
Pada tingkat ini, organisme atau individu adalah suatu satuan
mahluk hidup yang tersusun secara kompleks dengan berbagai macam
sistem tubuh yang saling mendukung. Dari tingkatan molekul hingga
sistem organ memberikan daya dukung untuk hidup dan berinteraksi
dengan sekitar.
B. ADAPTASI SEL
1. Atrofi
Atrofi adalah berkurangnya ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi
dapat menjadi suatu respons adaptif yang timbul sewaktu terjadi
penurunan beban kerja sel atau jaringan. Dengan menurunnya beban
kerja, maka kebutuhan akan oksigen dan gizi juga berkurang. Hal ini
menyebabkan sebagian besar srtuktur intra sel, termasuk motokondria,
retikulum endoplasma, vesikal intrasel, dan protein kontraktil
menyusut.

Atrofi dapat terjadi akibat sel/jaringan tidak digunakan misalnya,


otot individu yang mengalami imobilisasi atau pada keadaan tanpa berat
(gravitasi nol). Atrofi juga dapat timbul sebagai akibat penurunan
rangsang hormon atau saraf terhadap sel atau jaringan. Hal ini tampak
pada payudara wanita pasca menopause atau atrofi pada otot rangka
setelah pemotongan korda spinalis. Atrofi lemak dan otot terjadi sebagai
respon terhadap defisiensi nutrisi dan dijumpai pada orang yang
mengalami malnutrisi atau kelaparan. Atrofi dapat juga terjadi akibat
insufisiensi suplai darah ke sel, sehingga pemberian zat gizi vital dan
oksigen terhambat.

2. Hipertrofi
Hipertrofi didefinisikan sebagai pembesaran jaringan atau organ
karena pembesaran setiap sel. Hipertrofi dapat terlihat pada berbagai

9
jaringan, tetapi khususnya terlihat mencolok pada berbagai jenis otot.
Peningkatan baban pekerjaan pada otot merupakan rangsang yang
sangat kuat bagi otot untuk mengalami hipertrofi. Penonjolan otot pada
atlet angkat besi merupakan contoh hipertrofi otot yang nyata. Hal yang
sama terjadi akibat respon adaptasi yang penting pada miokardium. Jika
seorang mempunyai katup jantung abnoermal yang menyebabkan beban
mekanik pada ventrikel kiri, atau jika ventrikel memompa dan melawan
tekanan darah sistemik yang meninggi, akibatnya hipertrofi miokardium
disertai penebalan dinding ventrikel. Fenomna yang serupa dapat terjadi
pada otot polos yang dipaksa bekerja melawan beban yang meningkat.
Dengan demikian, dinding kandung kemih dapat menjadi hipertrofi
jika terjadi obstruksi pada aliran keluar urin. Pada masing-masing
keadaan ini, pembesaran sel yang hipertrofi sebenarnya disertai
penambahan unsur kontraktil jaringan, sehingga merupakan respons
sifat adaptasi. Hipertrofi terjadi akibat rangsangan, sehingga cenderung
mengalami rekresi paling sedikit sampai taraf tertentu, hingga beban
kerja yang abnormal hilang.
3. Hiperplasia
Hiperplasia adalah peningkatan jumlah sel yang terjadi pada suatu
organ akibat peningkatan mitosis. Hyperplasia dijumpai pada sel-sel
yang dirangsang oleh peningkatan beban kerja, sinyal hormon, atau
sinyal yang dihasilkan secara lokal sebagai respon terhadap penurunan
kepadatan jaringan. Hyperplasia hanya dapat terjadi pada sel-sel yang
mengalami mitosis, misalnya sel, hati, ginjal, dan jaringan ikat.
Hiperplasia dapat bersifat fisiologis, logis, atau dapat terjadi sebagai
kompensasi terhadap kehilangan atau cedera jaringan.
Hiperplasia fisiologis terjadi setiap bulan pada sel endometrium
uterus selama stadium folikuler Pada siklus menstruasi.

10
Hyperplasia patologis dapat terjadi akibat rangsangan hormon yang
berlebihan. Hal ini dijumpai pada acromegaly, suatu penyakit Jaringan
ikat yang ditandai oleh kelebihan hormon pertumbuhan. Hyperplasia
kompensasi terjadi ketika sel jaringan bereproduksi untuk mengganti
jumlah sel yang sebelumnya Mengalami penurunan. Hiperplasia ini
dijumpai di sel hati, setelah pengangkatan sebagian jaringan hati melalui
pembedahan. Hiperplasia kompensasi terjadi dengan kecepatan yang
sangat mencolok.
4. Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan sel dari satu subtype ke subtype
lainnya. Metaplasia biasanya terjadi sebagai respon terhadap cedera
atau iritasi kontinu yang menghasilkan peradangan kronis pada
jaringan. Dengan mengalami metaplasia, sel-sel yang lebih mampu
bertahan terhadap iritasi dan peradangan kronik akan menggantikan
jaringan semula. Walaupun sel metaplastik bukan merupakan sel kanker
namun iritan yang menyebabkan perubahan awal tersebut dapat
bersifat karsinogenik dan metaplasia adalah sebuah tanda iritasi seluler
yang signifikan.
Contoh metaplasia yang paling umum adalah perubahan sel saluran
pernapasan dari sel epitel kolumnar bersilia menjadi sel epitel skuamosa
bertingkat sebagai respons terhadap merokok jangka panjang. Sel
bersilia yang penting untuk mengeluarkan kotoran, mikroorganisme,
dan toksin di saluran pernapasan, mudah mengalami cedera oleh asap
rokok. Sel epitel bertingkat lebih mampu bertahan terhadap kerusakan
asap rokok. Sayangnya sel-sel ini tidak memiliki peran pelindung seperti
sel-sel bersilia. Karsinoma sel skuamosa adalah jenis kanker paru
tersering di Amerika Serikat

11
5. Displasia
Displasia adalah kerusakan pertumbuhan sel yang menyebabkan
lahirnya sel yang berbeda ukuran, bentuk, dan penampakannya
dibandingkan sel asalnya. tampak terjadi pada sel yang terpajan iritasi
dan peradangan kronik. Walaupun perubahan sosial ini tidak bersifat
kanker, displasia adalah indikasi adanya suatu situasi berbahaya dan
terdapat kemungkinan timbulnya kanker.
Tempat tersering terjadinya displasia adalah saluran pernapasan
terutama sel skuamosa yang muncul akibat metaplasia dan serviks
wanita. Displasia serviks biasanya terjadi akibat infeksi sel oleh virus
papiloma manusia (human papilloma virus, HPV). Displasia biasanya
diklasifikasi dalam suatu skala untuk menggambarkan derajatnya dari
ringan sampai berat.
C. ORGANISASI SEL
Walaupun di dalam tubuh terdapat berbagai jenis sel dengan fungsi-
fungsi yang sangat khusus, semua sel sampai satu taraf tertentu,
mempunyai gaya hidup dan unsur struktural yang serupa. Mereka
mempunyai keperluan yang sejajar akan zat-zat seperti oksigen dan suplai
zat makanan, bagi suhu, suplai air, dan sarana pembuangan sampah yang
konstan. Sel secara harafiah adalah unit kehidupan, kesatuan lahirial yang
terkecil yang menunjukkan bermacam macam fenomena yang
berhubungan dengan hidup. Karena itu, sel juga merupakan unit dasar
penyakit.
Sel dibatasi oleh membran sel, yang tidak saja memberi bentuk sel
tetapi juga melekatkannya pada sel lain. Bahkan yang lebih penting,
membran sel bekerja sebagai pintu gerbang dari dan ke sel, bahkan secara
aktif mengangkut ebrapa zat secara selektif. Membran sel juga yang harus
menerima tanda pengaturan dari sekitar tubuh dan menghantarkan tandai
ini ke bagian dalam sel.

12
Di dalam sel terdapat nukleus, yang bertindak sebagai pusat
pengaturan karena ternyata bahwa DNA terpusat di dalamnya. Instruksi
yang disandikan dalam DNA nukleus sebenarnya dilaksanakan di dalam
sitoplasma, bagian sel yang diluar nukleus. Sitoplasma adaalh medium
berair yang mengandung banyak strktur yang demikian kecilnya sehingga
mereka hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Organ-organ ultra
mikroskop ini disebut organela, dan fungsi mereka sangat khusu meskipun
dalam batas sebuah sel.
D. SISTEM SEL
Pada umumnya, karena sel tubuh mengalami diferensiansi
(spesialis-sasi), sel tersebut tidak dapat bereproduksi sehingga pada
akhirnya mati. Sistem sel adalah sel yang tidak mengalami diferensiasi
(tidak mengalami spesialisasi) yang memiliki kemampuan bereproduksi
secara tidak terbatas dan bertindak sebagai progenitor (prekussor) untuk
sel tubuh lain yang mengalami spesialisasi. Apabila sel yang mengalami
spesialisasi mati, sel tersebut dapat diganti dengan sel baru yang berasal
dari sel sistem lokal. Sel sistem dapat diperoleh dari sumber dewasa (sel
sistem internal, sel sistem hematopoietik, dan sel sistem epidermis) atau
dapat dihasilkan dari embrio manusia. Sel sistem yang diperoleh dari
embrio manusia terutama sangat tidak mengalami diferensia dan
berpotensi berdiferensiasi menjadi sekitar 200 jaringan tubuh yang
berbeda.
Baik sel sistem dewasa maupun sel sistem embrionik dapat
dijadikan terapi untuk beberapa penyakit yang tidak dapat diobati saat ini.
Sebagai contoh, aplikasi terapi sel sistem yang baru-baru ini sedang diteliti
adalah untuk mengatasi infark jantung. Terapi ini dilakukan dengan
menanam (transplant) sel sistem kedalam area jantung yang mengalami
infark. Tujuannya adalah meningkatkan atau memelihara sejumlah sel otot

13
jantung, memperbaiki suplai darah, dan memperbaiki fungsi kontraktil
miokardium yang mengalami cidera.
Hambatan dalam penggunaan terapi sel sistem meliputi potensi
berkembangnya tumor (tumorigenicity), rejeksi imunologis terhadap sel
yang ditanam, dan resiko penularan infeksi. Pengambilan sel sistem
embrionik masih menjadi masalah etis bagi beberapa orang dan belum bisa
diterapkan di Amerika Serikat pada saat ini.
E. PROSES CIDERA dan KEMATIAN SEL
Cidera sel terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi
terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu
lama atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cidera atau mati bergantung
pada sel tersebut dan besar serta jenis cidera.
Hipoksia (kekurangan oksigen), infeksi mikroorganisme, suhu yang
berlebihan, trauma fisik, radiasi, dan terpajan oleh radikal bebas semuanya
menyebabkan cedera sel. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka sel
tersebut dapat mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis
protein, susunan genetik, dan sifat transportasinya.
Jika pengaruh buruk pada sebuah sel cukup hebat atau terus
berlangsung cukup lama, maka sel akan mencapai suatu titik hingga sel
tidak lagi dapat mengompensasi dan tidak dapat melanjutkan metabolisme.
Pada beberapa poin hipotetik yang tidak dapat dibantah, proses-proses
tersebut menadi irrevesible, dan sel praktis mati. Pada hipotetik kematian
cepat ini, sewaktu sel benar-benar mencapai titik yang tidak dapat balik,
secara morfoligis tidak mungkin menganali apakah sel tersebut sudah mati
secara irreversible. Namun, jika sekelompok sel yang sudah mencapai
keadaan ini masih tetap tinggal didalam hospes yang hidup bahkan selama
beberapa jam saja, terjadi hal-hal tambahan yang memungkinkan untuk
mengenali apakah sel-sel atau jaringan tersebut sudah mati. Semua sel
memiliki bagian enzim didalamnya, banyak diantaranya bersifat litik.

14
Sewaktu sel hidup, enzim-enzim ini tidak menimbulkan kerusakan
pada sel, tetapi enzim-enzim ini dilepaskan pada saat sel mati, dan mulai
melarutkan berbagai unsur selular. Selain itu, pada saat sel mati berubah
secara kimiawi, jaringan hidup yang tepat disebelahnya memberikan
respon terhadap perubahan-perubahan itu dan menimbulkan reaksi
peradangan akut. Bagian dari reaksi yang terakhir ini adalah pengiriman
banyak leukosit atau sel darah putih ke daerah tersebut, dan sel-sel
leukosit ini membantu pencernaan sel yang sudah mati. Jadi, karena enzim-
enzim pencernaan tersebut atau sebagai akibat proses peradangan, maka
sel-sel yang mencapai titik yang tidak dapat balik tersebut mulai
mengalami perubahan morfologik yang dapat dilihat.
Bila sebuah sel, sekelompok sel, atau jaringan pada pejamu yang
hidup diketahui mati, maka sel atau jaringan tersebut nekrotik. Dengan
demikian nekrosis merupakan kematian sel lokal.
Terdapat dua kategori utama kematian sel. Kategori pertama adalah
kematian sel nekrotik, terjadi apabila suatu rangasangan yang
menyebabkan cidera pada sel terlalu kuat atau berkepanjangan. Faktor
yang sering menyebabkan kematian sel nekrotik adalah hipoksia
berkepanjangan, infeksi yang menghasilkan toksin dan radikal bebas, dan
kerusakan integritas membran sampai pada pecahnya sel. Respon imun
dan peradangan terutama sering dirangsanga oleh nekrosis yang
menyebabkan cedera lebih lanjut dan kematian sel sekitar. Nekrosis sel
dicirikan dengan adanya pembengkakan dan ruptur organel internal yang
kebanyakan mengenai mitokondria, dan jelasnya stimulasi respon
peradangan. Nekrosis sel dapat menyebar di sleuruh tubuh tanpa
menimbulkan kematian pada individu.
Kategori kedua kematian sel adalah apoptosis, yaitu kematian sel
yang diprogram. Apoptosis adalah suatu proses yang ditandai dengan
terjadinya urutan teratur terhadap molekullar yang menyebabkan

15
disintegrasi sel. Kematian sel terporgram di ini dimulai selama
embriogenesis dan terus berkelanjut sepanjang waktu hidup organisme.
Rangsang yang menimbulkan apoptosis meliputi isyarat hormon,
rangsangan anti gen, peptida imun, dan sinyal membran yang
mengidentifikasi sel yang bermutasi. Virus yang menginfeksi sel akan
seringkali menyebabkan apoptosis, yang pada akhirnya mengakibatkan
kematian sel dan sel pejamu(host). Hal ini merupakan satu cara yang
dikembangkan oleh organisme hidup untuk melwan infeksi virus.
Apoptosis tidak ditandai dengan adanya pembengkakan atau
peradangan, namun sel yang akan mati menyusut dengan sendirinya dan
dimakan oleh sel disebelahnya. Apoptosis berperan dalam menjaga
sejumlah sel relatif konstan dan merupakan suatu mekanisme yang dapat
mengeliminasi sel yang tidak diinginkan, sel yang menua, sel berbahaya
atau sel pembawa transkripsi DNA yang salah.
Sel-sel yang mati akan mengalami pencairan atau koagulasi kemudian
dibuang atau diisolasi dari jaringan yang masih baik oleh sel imun dalam
proses fagositosis. Apabila mitosis memungkinkan dan daerah nekrosis
tidak terlalu luas, maka sel-sel baru dengan jenis yang sama akan mengisi
kekosongan ruang yang ditinggalkan oleh sel mati.
F. PENYEMBUHAN dan PEMULIHAN JARINGAN
1. Penyembuhan Luka
Jaringan yang rusak atau cidera harus diperbaiki regenerasi sel atau
pembentukan jaringan parut. Tujuan dari kedua jenis perbaikan
tersebut adalah untuk mengisi daerah kerusakan agar integritas
srtuktural jaringan pulih kembali.
Regenerasi dan pembentukan jaringan parut dimulai dengan reaksi
peradangan. Trimbosit mengontrol perdarahan dan sel darah putih
mencerna serta menyingkirkan jaringan yang mati dari daerah tersebut.
Faktor-faktor pertumbuhan dan peptida imun (sitokinin) kemudian

16
dilepaskan untuk membantu penyembuhan sel pada daerah yang rusak.
Faktor lain diproduksi untuk menstimulasi atau pembentukan jaringan
parut.
2. Jenis penyembuhan luka
Suatu jaringan dikatan mengalami penyembuhan secara intensi
primer, aabila proses penyembuhan tersebut berlangsung cepat dan
hasilnya bersih. Sedangkan luka luas yang pulih berjalan lambat dan
disertai jaringan parut yang besar dikatakan mengalami penyembuhan
secara intensi sekunder.
G. KELAINAN YANG TERJADI PADA SEL
Sel selalu terpajan terhadap kondisi yang terus menerus berubah dan
terhadap rangsangan yang berpotensi merusak. Apabila perubahan dan
rangsangan bersifat ringan atau singkat, maka sel akan mudah beradaptasi.
Rangasangan yang lebih lama atau lebih kuat adapat menyebabkan cedera
pada sel atau bahkan kematian.
1. Atrofi
Atrofi adalah berkurangnya ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi
dapat menjadi suatu respons adaptif yang timbul sewaktu terjadi
penurunan beban kerja sel atau jaringan. Dengan menurunnya beban
kerja, maka kebutuhan akan oksigen dan gizi juga berkurang. Hal ini
menyebabkan sebagian besar srtuktur intra sel, termasuk motokondria,
retikulum endoplasma, vesikal intrasel, dan protein kontraktil
menyusut.
Atrofi dapat terjadi akibat sel/jaringan tidak digunakan misalnya,
otot individu yang mengalami imobilisasi atau pada keadaan tanpa berat
(gravitasi nol). Atrofi juga dapat timbul sebagai akibat penurunan
rangsang hormon atau saraf terhadap sel atau jaringan. Hal ini tampak
pada payudara wanita pasca menopause atau atrofi pada otot rangka
setelah pemotongan korda spinalis. Atrofi lemak dan otot terjadi sebagai

17
respon terhadap defisiensi nutrisi dan dijumpai pada orang yang
mengalami malnutrisi atau kelaparan. Atrofi dapat juga terjadi akibat
insufisiensi suplai darah ke sel, sehingga pemberian zat gizi vital dan
oksigen terhambat.
Organ yang dalam perkembangannya mencapai ukuran definitif dan
kemudian secara sekunder menyusut disebut atrofi. Atrofi mempunyai
banyak penyebab, dalam beberapa keadaan atrofi sebetulnya normal
atau fisiologis, misalnya atrofi bagian tertentu dari embrio atau fetus
selama perkembangannya. Beberapa bentuk atrofi tidak dapat dielakkan
pada usia lanjut, seperti atrofi endokrin yang terjadi jika pengaruh
hormonal terhadap jaringan seperti kelenjar mamae terhenti. Penyebab
atrofi yang sering dijumpai adalah iskema kronik. Penyebab atrofi lain
yang sring dijumpai, terutama yang menyerang otot rangka, adalah
disuse atrofi. Jika tungkai yang patah diletakkan dalam pembalut dari
gips yang tidak dapat digerakkan dalam jangka waktu beberapa minggu
atau beberapa bulan, maka ekstremitas tersebut akan berkurang secara
bermakna disebabkan oleh atrofi oto-otot yang tidak digunakan. Pada
keadaan ini sel-sel otot individu ukurannya berkurang, tetapi keadaan
ini bersifat reversible. Pada keadaan atrofi lain akan benar-benar terjadi
kehilangan unsur-unsur sel.
2. Hipertrofi
Hipertrofi didefinisikan sebagai pembesaran jaringan atau organ
karena pembesaran setiap sel. Hipertrofi dapat terlihat pada berbagai
jaringan, tetapi khususnya terlihat mencolok pada berbagai jenis otot.
Peningkatan beban pekerjaan pada otot merupakan rangsang yang
sangat kuat bagi otot untuk mengalami hipertrofi. Penonjolan otot pada
atlet angkat besi merupakan contoh hipertrofi otot yang nyata. Hal yang
sama terjadi akibat respon adaptasi yang penting pada miokardium. Jika
seorang mempunyai katup jantung abnoermal yang menyebabkan beban

18
mekanik pada ventrikel kiri, atau jika ventrikel memompa dan melawan
tekanan darah sistemik yang meninggi, akibatnya hipertrofi miokardium
disertai penebalan dinding ventrikel. Fenomna yang serupa dapat terjadi
pada otot polos yang dipaksa bekerja melawan beban yang meningkat.
Dengan demikian, dinding kandung kemih dapat menjadi hipertrofi jika
terjadi obstruksi pada aliran keluar urin. Pada masing-masing keadaan
ini, pembesaran sel yang hipertrofi sebenarnya disertai penambahan
unsur kontraktil jaringan, sehingga merupakan respons sifat adaptasi.
Hipertrofi terjadi akibat rangsangan, sehingga cenderung mengalami
rekresi paling sedikit sampai taraf tertentu, hingga beban kerja yang
abnormal hilang.
3. Iskemik
Iskemia adalah suplai darah yang tidak adekuat kesuatu daerah. Jika
mengalami iskemik, jaringan tersebut akan kehilangan suplai oksigen
dan zat-zat makanan yang dibutuhkan. (berbeda dengan iskemia,
hipoksia adalah suatu keadaan hanya kekurangan oksigen sehingga
produksi energi gelikolitik dilanjutkan dengan metabolisme anaerob).
Penimbunan sisa-sisa metabolik dalam jaringan dengan perfusi yang
buruk mungkin juga berperan dalam menyebabkan kerusakan jaringan.
Setiap hal yang memperngaruhi aliran darah dapat menimbulkan
iskemia jaringan. Penyebab yang paling jelas adalah obstruksi lokal
arteri akibat aterosklerosis, trombosis, atau embolisme. Pada keadaan
yang lebih jarang, obstruksi vena dapat mengakibatkan iskemia, jika
aliran darah yang melalui jaringan benar-benar berhenti. Bahkan
iskemia jaringan dapat juga disebabkan oleh penyebab iskemik.
Misalnya, jika terjadi gagal jantung yang cukup berat, jaringan akan
dengan mudah mengalami iskemia karena tingkat perfusi jaringan yang
rendah. Begitu juga bila terjadi shock yang lama akan dapat
mengakibatkan iskemia jaringan yang bermakna.

19
Pengaruh iskemia bervariasi bergantung pada intensitas iskemia,
kecepatan timbul, dan kebutuhan metabolik dari jaringan itu. Pada
beberapa keadaan iskemia, biasanya yang mengenai jaringan otot, rasa
sakit dapat merupakan gejala penurunan suplai darah. Misalnya,
seorang berusia lanjut dengan aterosklerosis arteri ditungkai akan
mengalami penurunan aliran darah. Suplai darah waktu istirahat cukup,
tetapi tidak cukup selama melakukan aktivitas. Jika orang tersebut
berjalan cepat, kebutuhan metabolisme otot tungkai akan meningkat,
dan iskemia relatif yang timbul dapat menyebabkan rasa sakit sehingga
harus berjalan perlahan. Keadaan yang sama juga terjadi pada otot
jantung dengan penyempitan sirkulasi arteria coroneria. Pada keadaan
ini, bila seorang pasien melakukan aktivitas, dapat timbul perasaan sakit
seperti ditekan atau diperas pada dada, fenomena ini disebut angin
pektoris. Biasanya, sakit pada angina petkoris tersebut dapat mereda
jika penderita beristirahat karna dalam keadaan istirahat kebutuhan
metabolisme otot jantung akan berkurang sampai keadaan kebutuhan
metabolisme tersebut dapat dipenuhi oleh sirkulasi arteria coronaria
yang sudah menyempit.
Efek lain adalah jika iskemia timbul perlahan-lahan dan berlangsung
lama maka jaringan akan menjadi atrofi atau menyusut.suatu contoh
yang sering dijumpai adalah pada penderita arterosklerosis yang
sirkulasinya ke ekstremitas bawah berkurang, seringkali tungkai
meimbulkan masa otot yang berkurang, kulit daerah tungkai menjadi
halus, tipis, dan tidak berambut, semua ini akibat iskemia kronik.
Akibat iskemia yang paling parah adalah kematian jaringan yang
iskemik. Daerah yang mengalami mekrosis iskemi dinamakan infark,
dan proses pembentukan infark disebut infarksi. Apakah daerah iskemik
akan benar-benar menjadi infark atau tidak, bergantung pada faktor
lokal dan sistemik. Misalnya, derajat penyumbatan arteri akan lebih

20
mudah ditoleransi jika berlangsung lambat, jika kebutuhan metabolisme
jaringan rendah, dan jika terdapat sirkulasi kolaterol (yaitu suplai
tambahan pada daarah yang terlibat pada cabang-cabang arteri yang
berdekatan). Selain itu, pengaruh pada iskemia memburuk jika
transport oksigen dalam darah berkurang karna semua penyebab.
4. Trombosis
Proses pembentukan bekuan darah atau koagulum dalam sistem
vaskuler (yaitu, pembuluh darah atau jantung) selama manusia masih
hidup disebut trombosis. Koagulum darah dinamakan trombus.
Akumulasi darah yang membeku diluar sistem
vaskuler(misalnya,hematoma), tidak disebut sebagai trombus. Selain itu,
bekuan yang terbentuk didalam sistem kardiovaskuler setelah manusia
meminggal tidak dinamakan trombus tapi disebut bekuan postmortem.
Trombosis jelas memiliki nilai adaptif yang berharga dalam kasus
perdarahan, trombus bekerja efektif sbegai sumbatan hemostasis.
Namun, trombosis dapat menjadi masalah jika mekanisme pengaturan
normal terganggu dan keadaan ini terbukti sangat berbahaya.
Bekuan terbentuk secara tidak normal berdasarkan tiga keadaan
yaitu; (1) terdapat kelainan dinding dan lapisan pembuluh; (2) kelainan
aliran darah; (3) peningkatan daya koagulasi darah sendiri. Aliran darah
pada sirkulasi arteri merupakan aliran dengan tekanan dan kecepatan
yang tinggi, dan arteri itu sendiri berdinding agak tebal dan tidak mudah
berubah bentuk. Karena alasan inilah maka penyebab tersering
trombosis arteri adalah penyakit pada lapisan dan dinding arteri,
khususnya arterosklerosis. Pada sirkulasi vena, aliran darahnya
merupakan aliran berkenanan rendah dengan kecepatan yang relatif
rendah. Vena bedinding cukup tipis sehingga mudah berubah bentuk
oleh tekanan-tekanan dari luar. Karena alasan ini penyab tersering
trombosis vena adalah akibat berkurangnya aliran darah.

21
Efek. Akibat trombosis yang paling nyata mungkin terdapat pada
kasus trombosis arteri. Jika arteri tersumbat oleh trombus, maka
jaringan yang disuplai oleh arteri itu akan kehilangan suplai darah.
Akibatnya dapat timbulnya kelainan fungsi jaringan hingga
kematian jaringan atau kematian pasien. Akibat dari trombus vena agak
berbeda. Jika salah satu vena tersumbat, kemungkinan darah akan dapat
menemukan jalan kembali ke jantung melalui beberapa saluran
anastomosis. Hanya jika vena besar yang tersumbat oleh trombus baru
timbul gangguan lokal disertai kongseti pasif.
5. Embolisme
Transportasi massa fisik yang terbawa dalam aliran darah dari satu
tempat ketempat lain dan tersangkut ditempat baru dinamakan
embolisme. Massa fisik itu sendiri dinamakan embolus. Banyak zat atau
benda lain yang terdapat menjadi emboli. Pecahan jaringan dapat
berubah jadi emboli bila memasuki sistem pembuluh darah, biasanya
terjadi trauma.
Emboli yang tersangkut pada sirkulasi arterial berasal dari “bagian
kiri” sistem sirkulasi, baik dalam ruang-ruang jantung kiri atau arteri
yang besar. Satu-satunya jalan bagi emboli yang berasal dari sirkulasi
vena untuk tersangkut pada arteri adalah menghindari paru melalui
defek dalam septum interatrial atau interventrikel jantung. Keadaan ini
dinamakan embolisme paradoks, dan jarang sekali ditemukan. Emboli
arteri paling sering ditemukan berasal dari trombus interkardium atau
lebih jarang dari trombus mural dalam aorta atau salah satu cabangnya
yang besar.
Gelembung gas pada berbagai keadaan dapat menjadi emboli. salah
satu keadaan dinamakan penyakit caisson, lebih dikenal sebagai “kejang
urat”. Keadaan ini timbul jika seseorang tinggal dibawah tekanan
atmosfir yang meningkat, seperti dalam caisson bertekanan atau

22
dibawah air dengan perlengkapan penyelam. Pada keadan ini makin
banyak gas atmosfer yang terlarut dalam darah. Kadang-kadang timbul
keadaan yang sama jika udara atmosfer memasuki pembuluh vena
akibat kesalahan infus intravena atau pemasangan kateter, atau kadang-
kadang pada tindakan pembedahan jika harus memotong pembuluh
darah besar. Suatu contoh embolisme tetesan cairan adalah embolisme
lemak traumatik.

23
BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Di dalam tubuh terdapat berbagai jenis sel dengan fungsi-fungsi yang


sangat khusus, semua sel sampai satu taraf tertentu, mempunyai gaya hidup
dan unsur struktural yang serupa. Dan sel dapat mengalami cidera dan juga
kematian. Cidera sel terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi
terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu
lama atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cidera atau mati bergantung pada
sel tersebut dan besar serta jenis cidera. Sedangkan jika pengaruh berbahaya
pada sebuah sel cukup hebat maka sel akan mencapai titik dimana sel tidak
lagi dapat mengkompensasi dan tidak dapat melangsungkan metabolisme dan
proses-proses ini menjadi ireversibel dan sel sebetulnya mati. Selain cidera
dan mengalami kematian, sel juga mengalami berbagai kelaianan yaitu
Hipertrofi, Atrofi, Iskemik, Trombosis, dan Embolisme,

B. SARAN

Dari pemaparan diatas, penulis memberikan saran agar dalam ilmu


kesehatan maupun ilmu alam lainnya penting sekali memahami tentang
Metabolisme adaptasi sel dalam keperawatan secara tepat agar kita bisa
menggunakan ilmu mengenai sel secara terpat dalam keperawatan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Corwin Elizabeth J. 2009. Buku Saku Parofisiologi Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Price Sylvia. A dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi.Konsep Klinis Proses


Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Pringgoutomo Sudarto, Sutisna Himawan dan Achmad Tjarta. 2005. Buku Ajar
Patologi I (Umum). Jakarta: Sagung Seto

Tarnher Sayuti, MPH, Dr. Dan Hj. Heryati, SKp, M.Kes. 2011. Patologi Untuk
Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: CV Trans Indo Media

25

Anda mungkin juga menyukai