Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PATOFISIOLOGI

PROSES TERJADINYA INFEKSI DAN PERADANGAN

OLEH

KELOMPOK 2

1. KOMANG RISTI INDRIANI (P07120016085)

2. KADEK KARTINI ANGGARINI PUTRI (P07120016086)

3. NI KADEK KRISTIAN PURNAMA DEWI (P07120016087)

4. NI KADEK KRISNA DEWI (P07120016088)

5. IDA AYU PT SUCI INDRA DEWI (P07120016089)

KEMENTERIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2016/2017

1
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Sang
Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat rahmat beliau penulis mampu
menyelesaikan Patofisiologi dengan membahas tentang Proses Terjadinya
Infeksi dan Peradangan dalam bentuk makalah.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ni Made Wedri, S. Kep, Ners, M. Kes selaku pembimbing yang telah
memberikan penulis tugas, serta petunjuk kepada penulis sehingga penulis
termotivasi untuk menyelesaikan tugas.
2. Orang tua yang juga turut membantu, membimbing, dan mengatasi
berbagai kesulitan sehingga tugas ini selesai.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai. Sekian dan terimakasih.
Om SantiSantiSanti Om

Denpasar, 04 Maret 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1

1.3 Tujuan............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Proses Terjadinya Infeksi.............................................................................3

2.2 Upaya Pencegahan Infeksi...........................................................................9

2.3 Proses Terjadinya Peradangan......................................................................9

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan......................................................................................................19

3.2 Saran.............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................20

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ada suatu kecenderungan alamiah yang menganggap peradangan sebagai
sesuatu yang tidak diinginkan, karena peradangan dapat menyebabkan keadaan
yang menggelisahkan. Tetapi peradangan sebenarnya adalah gejala yang
menguntungkan dan pertahanan, yang hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan
agen penyerang, penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang
dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan.
Sifat menguntungkan dari reaksi peradangan secara drmatis diperlihatkan
dengan apa yang terjadi jika penderita tidak dapat menimbulkan reaksi
peradangan yang dibutuhkan. Misalnya, jika diperlukan memberikan dosis tinggi
obat-obatan yang mempunyai efek samping yang menekan reaksi peradangan.
Dalam hal ini, , ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat,
penyabaran yang cepat atau infeksi yang mematikan, yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya.
Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang terkoodinasi
dengan baik yang dinamis dan kontinyu. Untuk menimbulkan reaksi peradangan,
maka jaringan harus hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi
fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas, maka reaksi jaringan tidak ditemukan
ditengah jaringan, tetapi pada tepinya, yaitu antara jaringan mati dan jaringan
hidupdengan sirkulasi yang utuh. Juga jika cidera yang langsung mematikan
hospes, maka tidak ada petunjuk adanya reaksi peradangan, karena untuk
timbulnya reaksi peradangan diperlukan waktu.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses terjadinya infeksi ?

2. Bagaimana proses terjadinya peradangan ?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui proses terjadinya infeksi

2. Untuk mengetahui proses terjadinya peradangan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Proses Terjadinya Infeksi


1. Pengertian Infeksi

Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi


di dalam tubuh yang menyebabkan sakit. Infeksi merupakan suatu kondisi
penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman patogen atau
mikroorganisme lain ke dalam tubuh yang dapat menimbulkan reaksi
tertentu.

Contoh reaksi tersebut adalah perubahan sekunder berupa peradangan


(inflamation) yang ditandai antara lain oleh vasodilatasi pembuluh darah
lokal, peningkatan permeabilitas kapiler dan pembengkakan sel.

2. Penyebab Terjadinya Infeksi

- Bakteri
Bakteri dapat menyebabkan penyakit pada tubuh manusia dan
dapat hidup didalamnya, bakteri bisa masuk melalui udara, air,
tanah, makanan, cairan dan jaringan tubuh dan benda mati lainnya.

Penyakit Agen Umum


Primer
Impetigo
Impetigo krutosa Streocococcus hemolyticus
Impetigo bulosa Staphylococcus aureus
Seluitis dan erisipelas Grup A Streptococci
Staphylococcus scaled syndrome S.aureus
Folikutitis S.aureus
Superfisial folikulitis
Staphylococcus folikulitis S.aureus
Klebsiella pneumoniae,
Gram-negatif folikulitis Enterobacter aerogene, Proteus
vulgaris.
Furunkel S.aureus
Pitted keratolisis Gram positif coryneforms
Sekunder
Ulkus diabetikum Citrobacter fruendii,

3
Acinetobacter baumanii
Pseudomonas aeruginos,
Luka bakar
Burkholderia cepacia

- Virus
Virus terutama berisi asam nukleat (nucleic acid), karenanya harus
masuk dalam sel hidup untuk diproduksi.

- Fungi
Fungi terdiri dari ragi dan jamur

- Parasit
Parasit hidup dalam organisme hidup lain, termasuk kelompok
parasit adalah protozoa, cacing dan arthropoda.

3. Cara Penularan Infeksi

- Kontak

Langsung, tidak langsung, droplet

- Udara

Debu, kulit lepas

- Alat

Darah, makanan, cairan intra vena

- Vektor / serangga

Nyamuk, lalat

4
4. Tipe Infeksi

- Infeksi lokal : spesifik dan terbatas pada bagain tubuh dimana


mikroorganisme tinggal (luka terinfeksi)

- Infeksi sistemik : terjadi bila mikroorganisme menyebar ke bagian


tubuh yang lain dan menimbulkan kerusakan. (radang tenggorokan,
TB Paru)

- Bakterimia : terjadi ketika dalam darah ditemukan adanya bakteri


(leukimia)

- Infeksi akut : infeksi yang muncul dalam waktu singkat

- Infeksi kronik : infeksi yang terjadi secara lambat dalam periode


yang lama (dalam hitungan bulan sampai tahun)

5. Tanda-tanda Infeksi

1. Tanda Infeksi Lokal

a) Rubor : Warna merah


Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di
daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan
timbul,terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah
peradangan.
Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan
kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengandarah.Keadaan
ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna
merahlokal karena peradangan akut.
b) Kalor : Panas
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan
akut.Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat.
Sebab darah yang memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan
tubuh yang mengalami radang lebih banyak dari pada ke daerah
normal.
c) Tumor : Pembengkakan

5
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar
ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah
ke jaringan-jaringan interstitial.
d) Dolor : Rasa nyeri
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung-ujung saraf.Pengeluaran zat seperti histamin
atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf.Rasa sakit
disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan
jaringan yang meradang.
e) Functiolaesa : Gangguan fungsi
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang
(Dorland, 2002).Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang
telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam
mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang.
2. Tanda Infeksi Sistemik
- Demam

- Malaise

- Anoreksia

- Mual dan muntah

- Sakit kepala

- Diare

6. Rantai Proses Infeksi

a. Agen Infeksius

Kemampuan mikroorganisme menimbulkan infeksi tergantung pada


jumlah mikroorganisme yang masuk, potensi menyebabkan
penyakit, kemampuan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh
hospes, kerentanan hospes, kemampuan untuk hidup dalam tubuh
hospes.

b. Sumber Infeksi (Reservoir)

6
Habitat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme, antara
lain manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan.

c. Pintu Keluar (Portal of exit)

Tempat mikroorganisme dapat meninggalkan reservoir, misalnya


saluran pernapasan (pada saat bersin, batuk), saluran pencernaan
(feses), darah dari luka terbuka, dll

d. Metode Penyebaran

Penyebaran langsung, penyebaran tidak langsung melalui media atau


vektor, penyebaran melalui udara.

e. Pintu Masuk (Portal of entry)

Tempat masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh hospes.


Umumnya masuk melalui jalur yang sama seperti reservoir.

f. Hospes yang rentan

Individu tempat mikroorganisme berkembang. Individu yang rentan


beresiko mengalami infeksi.

7. Proses Infeksi

- Tahap Inkubasi

Periode sejak masuknya mikroorganisme patogen ke dalam tubuh


hingga munculnya gejala. Inkubasi disebut juga masa tunas, masa
dari mulai masuknya kuman kedalam tubuh (waktu kena tular)
sampai pada waktu penyakit timbul. Setiap penyakit berlainan masa
ikubasinya. Penularan penyakit dapat terjadi selama masa inkubasi.

Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh:

- Jenis mikroorganisme.

- Virulensi atau ganasnya mikroorganisme dan Jumlah


mikroorganisme.

7
- Kecepatan berkembang biaknya mikroorganisme dan Kecepatan
pembentukan toksin dari mikroorganisme.

- Porte deentre (pintu masuk dari mikroorganisme).

- Endogen (daya tahan host atau tuan rumah).

- Tahap Prodormal

Dimulai dari munculnya gejala umum hingga munculnya gejala


spesifik. Pada tahap ini individu sangat infeksius (mudah
menularkan / menyebarkan mikroorganisme patogen ke orang lain).

- Tahap Sakit

Periode dengan perkembangan gejala spesifik yang dapat


menimbulkan menifestasi pada orang yang terinfeksi dan seluruh
bagian tubuh. Penderita dalam keadaan sakit.Merupakan tahap
tergangunya fungsi organ yang dapat memunculkan tanda dan gejala
(signs and symptoms) penyakit.Dalam perjalanannya penyakit akan
berjalan bertahap.

Pada tahap awal,tanda dan gejala penyakit masih ringan.Penderita


masih mampu melakukan aktivitas harian dan masih dapat diatasi
dnegan berobat jalan.Pada tahap lanjut,penyakit tidak dapat diatasi
dengan berobat jalan,karena penyakit bertambah parah,baik secara
obyektif maupun subyektif.

Pada tahap ini penderita tidak mampu lagi melakukan aktivitas


sehari-hari dan jika berobat umumnya membutuhkan perawatan.
Penularan mikroorganisme melalui hidung, mulut, telinga, mata,
urin, feses, sekret dari ulkus, luka, kulit, organ-organ dalam.

- Tahap Konvalensi

Periode mulai dari penurunan gejala hingga individu sehat kembali.


Waktunya berbeda-beda setiap individu.

8
Sembuh sempurna : Penderita sembuh secara sempurna, artinya
bentuk dan fungsi sel/jaringan/organ tubuh kembali seperti
sediakala.

Sembuh dengan cacat : Penderita sembuh dari sakitnya namun


disertai adanya kecacatan. Cacat dapat berbentuk cacat fisik, cacat
mental, maupun cacat sosial.

Pembawa (carier) : Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti,


ditandai dnegan menghilangnya tanda dan gejala penyakit. Pada
kondisi ini agen penyebab masih ada dan masih potensial sebagai
sumber penularan.

8. Sistem Pertahanan Terhadap Infeksi

- Kulit : sebum yg mengandung asam lemak yg mampu membunuh


beberapa jenis bakteri

- Mulut : saliva membuang partikel yg mengandung mikroorganisme

- Saluran pernapasan : silia di jalan napas bagian atas menjebak


mikroorganisme yg diinhalasi

- Saluran urinarius : pembilasan dari aliran urine dpt membuang mikro


organisme yg ada pada saluran urinarius

- Saluran pencernaan : keasaman lambung secara kimia merusak


mikroorganisme yg tidak tahan asam

9. Factor factor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial.

Secara umum factor yang mempengaruhi terjadinya nosocomial


terdiri dari 2 bagian besar, yaitu :

1. Factor Endogen ( umr, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh


dan kondisi kondisi local ).

2. Factor Eksogen ( lama penderita dirawat, kelompok yang


merawat, alat medis, serta lingkungan ).

9
2.2 Upaya Pencegahan Infeksi
Secara umum, tanggung jawab perawat dalam pencegahan infeksi
antara lain :
1. Mendidik individu agar terhindar dari infeksi
Melalui upaya imunisasi, perbaikan nutrisi, istirahat dan tidur
yang cukup, menghindari stress.
2. Membiasakan diri mencuci tangan
Cuci tangan merupakan salah satu upaya paling efektif dalam
mengontrol infeksi.
3. Mencegah penyebaran kuman melalui tindakan
desinfeksi/sterilisasi.

2.3 Proses Terjadinya Peradangan


1. Pengertian Peradangan

Peradangan adalah reaksi lokal pada vaskular dan unsur-unsur


pendukung jaringan terhadap cedera terhadap cedera yang
mengakibatkan pembentukan eksudat kaya protein. Peradangan
merupakan respon protektif sistem imun nonspesfik yang bekerja untuk
melokalisasi, menetralisasi, atau menghancurkan agen pencedera dalam
persiapan untuk proses penyembuhan. Peradangan adalah reaksi
perlindungan normal dari tubuh terhadap luka.

Peradangan merupakan reaksi terhadap sistem kekebalan untuk


melindungi mahluk hidup dari infeksi dan luka. Hal tersebut untuk
membatasi dan membunuh jaringan yang rusak sehingga tubuh dapat
mulai untuk sembuh. Jika peradangan akut berlangsung maka peradangan
kronis akan muncul dan akan bertahan tahunan atau bahkan selama
seumur hidup.

Penyebab-penyebab peradangan meliputi agen-agen fisik, kimia,


reaksi imunologik, dan infeksi oleh organisme-organisme patogenik.
Infeksi tidak sama dengan peradangan , infeksi hanya merupakan salah
satu tanda penyebaab peradangan.

10
2. Gambaran Mikroskopis Peradangan Akut
Peradangan akut adalah respon langsung dari tubuh terhadap
cideraatau kematian sel. Gambaran mikroskopis peradangan sudah
diuraikan 2000 tahun yang lampau dan masih dikenal sebagai tanda-
tanda pokok peradangan yang mencakup kemerahan (rubor), panas
(kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor). Tanda pokok yang
kelima ditambahkan pada abad sekarang ini, yaitu perubahan fungsi
(function laesa).

- Rubor (kemerahan)
Rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat pada daerah
yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul,
maka arteriol yang mensuplai daerah daerah tersebut melebar,
dengan demikian lebih bannyak darah mengalir kedalam
mikrosirkulasi local. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau
sebagian saja yang meregang dengan cepat akan terisi oleh darah.
Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau kongesti,
menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut.
Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh
tubuh, baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui
pengeluaran zat seperti histamine.
- Kalor (panas)
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan
akut. Sebenarnya panas merupakan sifat reaksi peradangan yang
hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal
lebih dingin dari 370 C, yaitu suhu dalam tubuh. Daerah peradangan
pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab darah (pada
suhu 370 C) yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang
terkena lebih lebih banyak dari pada yang disalurkan kedaerah
normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah
yang terkena radang jauh didalam tubuh, karena jaringan-jaringan

11
tersebut sudah mempunyai suhu inti 370 C dan hyperemia tidak
menimbulkan perubahan.
- Dolor (nyeri)
Dolor dari reaksi peradangan dapat disebabkan oleh beberapa hal,
misalnya, bahan pH lokal atau kongesti lokal ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat kimia tertentu
seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya juga dapat
merangsang sel-sel saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang
meradang juga dapat mengakibatkan penigkatan tekanan lokal yang
tanpa diragukan lagi juga dapat menimbulkan nyeri.
- Tumor (pembengkakan)
Segi paling mencolok dari peradangan akut mungkin adalah
pembengkakan lokal (tumor). Pembengkakan ditimbulkan oleh
pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringan-
jaringan interstisial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun
paada daerah peradangan disebut eksudat, pada keadaan dini reaksi
peradangan , sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi
pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian
sel-sel darah putih Eatau leukosit meninggalkan aliaran darah dan
tertimbun sebagai bagian dari eksudat.
- Function laesa (perubahan fungsi)
Adalah reaksi peradangan yang telah dikenal, sepintas lalu mudah
dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri disertai denagn
sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi yang abnormal,
berfungsi juga secara abnormal. Namun sebetulnya kita tidak
mengetahui secara mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang
meradang itu terganggu.

3. Aspek Cairan Pada Peradangan

- Eksudasi

12
Untuk memahami aliran cairan yang cepat melalui dinding
pembuluh ke jaringan yang mengalami peradangan, perlu
untuk mengingat kembali prinsip- prinsip yang mengatur
transpor cairan normal. Dinding selular pembuluh darah yang
terkecil (misal, kapiler dan venule) memungkinkan molekul-
molekul kecil lewat, tetapi menahan molekul-molekul besar
(seperti, protein plasma tetap didalam lumen pembuluh darah.
Sifat pembuluh darah yang semipermiabel ini menimbulkan
tekanan osmotik yang cenderung menahan cairan di dalam
pembuluh darah. Kejadian ini diimbangi oleh dorongan keluar
tekanan hidrostatik di dalam pembuluh darah.

Eksudat peradangan semacam itu mengandung protein plasma


dalam jumlah yang cukup signifikan. Jadi, peristiwa penting
pada peradangan akut adalah perubahan permeabilitas
pembuluh-pembuluh yang sangat kecil di daerah peradangan
tersebut, yang mengakibatkan kebocoran protein. Proses ini
kemudian diikuti oleh pergeseran keseimbangan osmotik, dan
air keluar bersama protein, menimbulkan pembengkakan
jaringan.

Sel-sel endotel yanf melapisi pembuluh kecil menyebabkan


timbulnya sifat semipermiabel yang biasa pada pembuluh
darah, dan sel-sel inilah yang mengubah hubungannya antara
satu dengan yang lain pada peradangan akut, menimbulkan
kebocoran protein dan cairan.

- Limfatik dan Aliran Limf

Cairan interstisial secara perlahan menembus ke dalam saluran


limfatik dan limf yang terbentuk dibawa ke sentral ke dalam
tubuh, akhirnya bergabung kembali dengan darah vena. Jika
suatu daerah meradang, biasanya terjadi peningkatan mencolok
pada aliran limf yang keluar dari daerah itu. Saluran limfatik
tampaknya dipertahankan dalam posisi terbuka karena sebuah

13
jaringan membengkak akibat suatu sistem serabut jaringan ikat
yang tertambat pada dinding limfatik. Tidak hanya aliran limf
yang meningkat tetapi juga kandungan protein dan sel pada
limf juga meningkat selama peradangan akut. Peningkatan
aliran bahan-bahan ini melalui limfatik menguntungkan,
karena cenderung meminimalkan pembengkakan pada jaringan
yang meradang dengan mengeluarkan sebagian eksudat.

Namun, limfatik dapat membawa agen-agen yang


menimbulkan cedera dari tempat peradangan primer sampai
ketempat yang jauh dari tubuh. Limfangitis peradangan pada
pembuluh limfatik, limfadenitis adalah peradangan pada
kelenjar getah bening.

4. Aspek Seluler pada Peradangan


- Marginal dan Emigrasi
Pada awal peradangan akut, waktu arteriol berdilatasi, aliran
darah radang bertambah, namun sifat aliran darah segera
berubah. Hal ini disebabkan karena cairan bocor keluar dari
mikrosirkulasi yang permeabilitasnya bertambah. Sejumlah
besar dari eritrosit, trombosit dan leukosit ditinggalkan, dan
viskositas naik, sirkulasi didaerah yang terkena radang menjadi
lambat. Hal menyebabkan leukosit akan mengalami marginasi,
yaitu bergerak kebagian arus perifer sepanjang aliran pembulh
darah, dan mulai melekat pada endotel. Akibatnya pembuluh
darah tampak seperti jalan berbatu, peristiwa ini disebut
dengan emigrasi.
- Kemotaksis
Pergerakan leukosit pada interstisial dari jaringan yang
meradang, waktu mereka sudah beremigrasi, merupakan
gerakan yang bertujuan. Hal ini disebabkan adanya sinyal
kimia. Fenomena ini disebut dengan kemotaksis.

14
- Mediator peradangan
Banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen, yang
dikenal dengan substansi dari peradangan.
Mediator dapat digolongkan kedalam beberapa kelompok:
Amina vasoaktif
Substansi yang dihasilkan oleh sistem enzim plasma
Metabolit asam arakhidona
Berbagai macam produk sel
- Histamine
Amina vasoaktif yang terpenting adalah histamin, yang mampu
menghasilkan vasodilatasi dan penigkatan permeabilitas
vaskuler. Sebagian besar histamin disimpan dalam sel mast
yang tersebar luas dalam tubuh.
- Factok-faktor plasma
Plasma darah adalah sumber yang kaya akan sejumlah
mediator penting. Agen utama yang mengatur sistem ini adalah
faktor Hageman (faktor XII), yang berada dalam plasma,
dalam bentuk tidak aktif dan dapat diaktifkan oleh berbagai
cidera.
- Metabolit asam arakhidonat
Berasal dari banyak fosfolipid membrane sel, ketika fosfolipid
diaktifkan oleh cidera atau mediator lain. Asam arakhidonat
dapat dimetabolisasikan dalam dua jalur yang berbeda, yaitu
jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase, menghasilkan
sejumlah prostaglandin, trombokson dan leukotrin.

5. Jenis dan Fungsi Leukosit


- Granulosit
Granulosit terdiri dari netrofil, eosinofil dan basofil, masing-
masing memiliki granula dalam sitoplasma. Sel-sel pertama
yang timbul dalam jumlah besar didalam eksudat adalah
netrofil. Netrofil mampu bergerak aktif seperti amoeba dan

15
mampu menelan berbagai zat (fagositosis). Eosinofil
memberikan respon terhadap rangsangan kemotaktik khas
tertentu pada reksi alergi dan mengandung zat-zat yang toksik
terhadap parasi-parasit tertentu dan zat-zat yang
memperantarai peradangan.
Basofil berasal dari sumsum tulang seperti granulosit lainnya.
Basofil darah dan sel mast jaringan dirangsang untuk
melepaskan kandungan granulanya kedalam lingkungan
sekitarnya pada berbagai keadaan cidera, baik rekasi
imunologis maupun reaksi nonspesifik.
- Monosit
Merupakan bentuk monosit yang berbeda dari granulosit,
karena susunan morfologi intinya dan sift sitoplasmanya yang
relatif agranular. Sel yang sama, yang terdapat dalam
pembuluh darah disebut juga dengan monosit, dan jika terdapat
dalam eksudat, disebut dengan makrofag.
Makrofag mempunyai fungsi yang sama denganfugsi netrofil
polimorfonuklear, dimana makrofag adalah sel yang bergerak
aktif yang memberi respon terhadap rangsang kemotaksis,
fagosit aktif dan mampu mematikan serta mencerna berbagai
agen.
- Limfosit
Umumnya terdapat pada eksudat dalam jumlah yang sangat
kecil, dalam waktu yang cukup lama, yaitu sampai reaksi
peradangan menjadi kronik. Leukosit yang telah dimobilisasi
tidak hanya menangkap mikroba yang menyerbu, tetapi juga
menghancurkan sisa jaringan hingga proses perbaikan dapat
dimulai.

6. Bentuk Peradangan
- Eksudat nonseluler
Eksudat serosa

16
Jenis eksudat nonseluler yang paling sederhana adalah eksudat
serosa, yang pada dasarnya terdiri dari protein yang bocor dari
pembuluh-pembuluh darah saat radang. Contoh eksudat serosa
adalah cairan luka melepuh. Pengumpulan yang disebabkan
oleh tekanan hidrostatik, bukan disebabkan oleh peradangan,
disebut dengan transudat.
Eksudat fibrinosa
Terbentuk jika protein yang dikeluarkan dari pembuluh dan
terkumpul pada daerah peradangan yang mengandung banyak
fibrinogen. Eksudat fibrinosa sering dijumpai diatas
permukaan serosa yang meradang.
Eksudat misinosa
Jenis eksudat ini hanya dapat terbentuk diatas membrane
mukosa, dimana terdapat sel-sel yang dapat mensekresi musin.
Eksudat ini merupakan sekresi sel, bukan dari bahan yang
keluar dari pembuluh darah. Contoh eksudat ini adalah pilek
yang disertai berbagai infeksi pernapasan bagian atas.

17
- Eksudat seluler
Eksudat netrofilik
Disebut juga dengan purulen yang terbentuk akibat infeksi
bakteri. Infeksi bakteri sering menyebabkan konsentrasi
netrofil yang luar biasa tingginya didalam jaringan, banyak
dari sel-sel ini mati dan membebaskan enzim-enzim hidrolisis
yang kuat kesekitarnya.
Eksudat campuran
Campuran eksudat seluler dan nonseluler, dinamakan sesuai
dengan campurannya. Misalnya, eksudat fibrinopurulen terdiri
dari fibrin dan netrofil polimorfonuklear.
- Peradangan granulamatosa
Jenis radang ini ditandai dengan pengumpulan makrofag dalam
jumlah besar dan pengelompokannya menjadi gumpalan
nodular yang disebut granuloma.

7. Faktor yang Mempengaruhi Peradangan dan Penyembuhan


- Seluruh proses peradangan bergantung pada sirkulasi yang
utuh kedaerah yang terkena. Jadi, jika ada defisiensi suplai
darah kedaerah yang terkena, maka proses peradangannya
sangat lambat, infeksi yang menetap dan penyembuhan yang
jelek.
- Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka atau
daerah cidera atau daerah peradangan lainnya, salah satunya
adalah bergantung pada poliferasi sel dan aktivitas sintetik,
khususnya sensitif terhadap defisiensi suplai darah lokal dan
juga peka terhadap keadaan gizi penderita.
- Penyembuhan juga dihambat oleh adanya benda asing atau
jaringan nekrotik dalam luka, oleh adanya infeksi luka dan
immobilisasi yang tidak sempurna.
- Komplikasi pada penyembuhan luka kadang-kadang terjadi
saat proses penyembuhan luka. Jaringan parut mempunyai sifat

18
alami untuk memendek dan menjadi lebih padat, dan kompak
setelah beberapa lama. Akibatnya adalah kontraktur yang dapat
membuat dareah menjadi cacat dan pembatasan gerak pada
persendian.
- Komplikasi penyembuhan yang kadang-kadang dijumpai
adalah amputasi atau neuroma traumatik, yang secara
sederhana merupakan poliferasi regeneratif dari serabut-
serabut saraf kedalam daerah penyembuhan dimana mereka
terjerat pada jaringan parut yang padat.

8. Aspek Sistemik dari Peradangan


- Demam adalah fenomena umum yang sering terjadi sejajar
dengan proses peradangan lokal, yang manular maupun yang
tidak manular. Penyebab demam adalah dilepaskannya pirogen
endogendari netrofil dan makrofag. Zat-zat ini mempengaruhi
pusat pengaturan suhu dihipotalamus. Hal lain yang mencolok
yang mengikuti proses peradangan lokal adalah perubahan-
perubahan hematologis yang biasa ditemukan.
- Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan yang
mempengaruhi proses pendewasaan (maturasi) dan
pengeluaran leukosit dari sumsum tulang yang mengakibatkan
kenaikan jumlah suatu leukosit, kenaikan ini disebut dengan
leukositas. Pada cidera yang hebat, gejala berupa malaise,
anoreksia dan ketidakmampuan melakukan sesuatu yang
beratnya berbeda-beda, bahkan sampai tidak berdaya
melakukan apapun.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi di
dalam tubuh yang menyebabkan sakit. Infeksi merupakan suatu kondisi
penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman patogen atau mikroorganisme
lain ke dalam tubuh yang dapat menimbulkan reaksi tertentu.
Peradangan adalah reaksi lokal pada vaskular dan unsur-unsur pendukung
jaringan terhadap cedera terhadap cedera yang mengakibatkan pembentukan
eksudat kaya protein. Peradangan merupakan respon protektif sistem imun
nonspesfik yang bekerja untuk melokalisasi, menetralisasi, atau
menghancurkan agen pencedera dalam persiapan untuk proses penyembuhan.
Peradangan adalah reaksi perlindungan normal dari tubuh terhadap luka.
Infeksi tidak sama dengan peradangan , infeksi hanya merupakan salah satu
tanda penyebaab peradangan.

3.2 Saran
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dengan membaca dan mempelajari isi makalah ini, diharapkan pengetahuan
pembaca tentang radang dapat bertambah, serta mengerti tentang akibat dan
pengaruh yang disebabkan oleh radang itu sendiri. Penulis menyadari bahwa
penulisan makalah ini belum sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan,
untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi
perbaikan penulisan yang akan datang.

20
DAFTAR PUSTAKA

Price, sylvia A dan Wilson Lorraine M. 1995. Potofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit Edisi 4, Buku 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Price, Sylvia A dan Wilson Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit Edisi 6, Buku 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Tambayong, dr. Jan.2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC

J. Corwin, Elisabeth. 2007. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran

EGC

21

Anda mungkin juga menyukai