Anda di halaman 1dari 9

Proses Penyembuhan Luka

Kulit berfungsi untuk melindungi jaringan internal dari trauma, mikroorganisme, maupun luka.
Kerusakan jaringan pada kulit yang disebabkan kontak dengan bahan kimia atau sumber panas,
maupun karena adanya perubahan fisiologis biasa kita kenal dengan luka. Penyembuhan luka
merupakan suatu proses yang kompleks karena melibatkan sel, kegiatan bioseluler, dan biokimia
yang saling berkesinabungan. Proses penyembuhan luka ada 3 tahap yaitu tahap inflamasi,
proliferasi, dan maturasi.

a. Tahap Inflamasi

Terbagi menjadi inflamasi akut dan kronis. Pada inflamasi akut terdapat respon vascular dan
selular yang bertujuan untuk mengontrol pendarahan, mencegah koloni mikroorganisme,
serta penyembuhan luka lanjutan. Kerusakan jaringan menyebabkan keluarnya platelet
(trombosit) yang akan menutupi vaskuler yang terbuka dengan membentuk clot yang terdiri
dari trombosit dengan jala fibrin dan mengeluarkan zat yang menyebabkan vasokonstriksi,
pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis.

Setelah itu, sel mast akan menghasilkan sitokin, serotonin dan histamin yang meningkatkan
permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, pengumpulan sel radang, disertai
vasodilatasi lokal. Tanda cardinal menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler
melebar (rubor), panas (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).

Eksudasi mengakibatkan terjadinya pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah


terutama neutrofil menuju luka karena daya kemotaksis mengeluarkan enzim hidrolitik
berfungsi untuk fagositosis benda asing dan bakteri selama 3 hari yang kemudian digantikan
fungsinya oleh sel makrofag yang berfungsi juga untuk sintesa kolagen, pembentukan
jaringan granulasi bersama makrofag, memproduksi Growth Factor untuk re-epitelialisasi,
dan proses angiogenesis.

b. Tahap Proliferasi

Tahap ini didominasi proses fibroblast yang berasal dari sel mesenkim undifferentiate, yang
akan berproliferasi dan menghasilkan kolagen, elastin, hyaluronic acid, fifbronectin, dan
proteoglycans yang berperan dalam rekonstruksi jaringan baru. Fase ini terdiri dari proses
proliferasi, migrasi, deposit jaringan matriks, dan kontraksi luka.

Pada tahap ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian dengan tegangan
pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast,
menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini kekuatan regangan luka mencapai
25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah
karena ikatan intramolekul dan antar molekul.
Luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan granulasi. Epitel tepi
luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka.
Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi
hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke
arah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup
seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan
pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses maturasi.

c. Tahap Maturasi

Tahap ini terjadi proses maturasi yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang
berlebih, pengerutan dan remodelling jaringan yang baru terbentuk. Tubuh berusaha
menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Sel
radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali,
Kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada.
Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah
digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir tahap ini,
perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira – kira 80% kemampuan kulit normal.

Jejas Sel

Sel adalah unit terkecil yang aktifitasnya memerlukan energi dari luar untuk proses
pertumbuhan dan perbaikan. Ketika mengalami stress fisiologis atau rangsangan patologis.
Sel bisa beradaptasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya jika mengalami stress
fisiologi maupun rangsangan patologis. Sel akan mengalami jejas jika kemampuan adaptasi
terjadi secara berlebihan.

Penyebab jejas sel antara lain:

1. Hipoksia (penurunan oksigen) dan iskemia (kehilangan suplai darah);

2. Fisika termasuk trauma, panas, dingin, radiasi dan syok elektrik.

3. Kimia dan obat-obatan seperti:

- obat-obat terapeutik (misalnya acetaminophen)

-agen non-terapeutik (misalnya timah, alkohol)

4. Infeksi yaitu virus, rickettsia, bakteri, jamur dan parasit.

5. Reaksi imunologis (radang)


Jejas terbagi menjadi 2 yaitu

1. Jejas reversibel
Jejas reversibel menunjukkan perubahan sel yang dapat kembali menjadi normal jika
rangsangaan dihilangkan atau penyebab jejasnya ringan. Manifestasi jejas reversibel yang
sering terjadi awal adalah pembengkakan sel akut yang terjadi ketika sel tidak mampu
mempertahankan homeostatsis ionik dan cairan. Ini disebabkan:
a. Kegagalan transpor membran sel aktif Na K ATPase, menyebabkan
natrium masuk ke dalam sel, kalium berdifusi ke luar sel dan terjadi pengumpulan air
isosmotik.
b. Pengikatan muatan osmotik intraseluler kerena akumulasi fosfat inorganic, laktat dan
purin nukleosida. Bila semua sel pada orang tersebut terkena, terdapat warna kepucatan,
peningkatan tumor dan penambahan berat organ. Secara mikroskopik, tampak
pembengkakan sel disertai vakuola kecil dan jernih di dalam sitoplasma yang
menggambarkan segmen retikulum endoplasma yang berdistensi. Perubahan ini
umumnya merupakan akibat adanya gangguan metabolisme seperti hipoksia atau
keracunan bahan kimia dan bersifat reversibel, walaupun dapat pula berubah menjadi
irreversibel apabila penyebab menetap.

2. Jejas irreversible
Jejas irreversibel terjadi jika stresornya melampaui kemampuan sel untuk
beradaptasi dan menunjukkan perubahan patologik permanen yang menyebabkan
kematian sel. Jejas irreversibel ditandai oleh vakuolisasi berat pada mitokondria,
kerusakan membran plasma yang luas, pembengkakan lisosom dan tampak
kepadatan yang besar, amorf dalam mitokondria. Jejas pada membran lisosom
menyebabkan kebocoran enzim ke dalam sitoplasma. Selanjutnya enzim tersebut
diaktifkan dan menyebabkan digesti enzimatik sel dan komponen ini yang
mengakibatkan perubahan ini karakteristik untuk kematian sel.

mekanisme biokimia yang berperan penting dalam jejas atau kematian sel yaitu:
a. Deplesi ATP
Penurunan sintesis ATP dan deplesi ATP merupakan konsekuensi
yang umum terjadi karenan jejas iskemia maupun toksik. Hipoksia
akan meningkatkan glikolisis anaerob dengan deplesi glikogen,
meningkatkan produksi asam laktat atau asidosis intrasel.
Berkurangnya sintesis ATP akan berdampak besar terhadap transpor
membran, pemeliharaan gradien ionik (khusus Na+, K+ dan Ca2+) dan
sintesis protein.
b. Kerusakan mitokondria
Sel-sel tubuh sangat bergantung pada metabolisme oksidatif, maka
keutuhan mitokondria sangat penting bagi pertahanan hidup sel.
Kerusakan mitokondria dapat terjadi langsung karenan hipoksia atau
toksin atau sebagai akbiat meningkatnya Ca2+ sitosol, stress oksidatif
intrasel atau pemecahan fosfolipid dapat menyebabkan akumulasi pada
saluran membran mitokondria interna yang nantinya akan mencegah
pembentukan dari ATP
c. Influks kalsium intrasel dan gangguan homeostasis kalsium
Kalsium bebas sitosol dipertahankan pada kadar yang sangat rendah
oleh transportasi kalsium yang terganggu ATP. Iskemia atau toksin
dapat menyebabkan masuknya kalisum ekstrasel melintasi membran
plamsa dan diikuti dengan pelepasan kalsium dari deposit intraseluler
di mitokondria serta retikulum endoplasma. Penginkatan kalsium
sitosol dapat mengaktifkan enzim fosfolpase (mencetuskan kerusakan
membran), protease (mengkatabolis protein membran serta
sitoskeleton), ATPase (mempercepat depleso ATP) dan endonuklease
(menyebabkan fragmentasi kromatin).
d. Defek pada permeabilitas membran plasma
Membran plasma dapat berlangsung dirusak oleh toksin bakteri
tertentu seperti protein virus, komponen komplemen, limfosit sitolitik
atau sejumlah agen fisik dan kimiawi. Perubahan permeabilitas
membran bisa juga sekunder yang disebabkan oleh hilangnya sintesis
fosfolipid yang berkaitan dengan deplesi ATP atau disebabkan oleh
aktivasi fosfolipase yang dimediasi kalsium yang mengakibatkan
degradasi fosfolipid. Hilangnya barier membran menimbulkan
kerusakan gradien konsentrasi metabolit yang diperlukan untuk
mempertahankan aktivitas metabolik sel.
e. Akumulasi radikal bebas yang berasal dari oksigen
Iskemia yang terjadi dapat menyebabkan jejas sel dengan mengurangi
suplai oksigen seluler. Jejas sel tersebut juga dapat mengakibatkan
rekruitmen sel radang yang terjadi lokal dan selanjutnya sel radang
tersebut akan melepaskan jenis oksigen reaktif berkadar tinggi yang
akan mencetuskan kerusakan membran dan transisi permeabilitas
mitokondria. Disamping itu, sel yang mengalami jejas juga memiliki
pertahanan antioksidan yang terganggu.
Adaptasi Sel Terhadap Jejas

Perubahan adaptif morfologis yang paling umum adalah

a. Atrofi (penurunan ukuran sel)


Suatu pengecilan ukuran sel bagian tubuh yang pernah berkembang sempurna dengan
ukuran normal. Merupakan bentuk reaksi adaptasi. Bila jumlah sel yg terlibat cukup,
seluruh jaringan dan alat tubuh berkurang atau mengalami atropi. Terjadi penurunan
beban kerja maka kebutuhan oksigen dan nutrisi juga berkurang. Hal ini menyebabkan
sebagian besar struktur intrasel menyusut.

Sifat :
- fisiologik misalnya aging seluruh bagian tubuh tampak mengecil secara bertahap.
- patologik (pasca peradangan), misal keadaan kurus kering akibat marasmus dan
kwashiorkor, emasiasi / inanisi (menderita penyakit berat), melemahnya fungsi
pencernaan atau hilangnya nafsu makan
- umum atau local.penurunan aktivitas endokrin dan pengaruhnya atas target sel dan
target organ.

Penyebab atropi :
- berkurangnya beban kerja
- hilangnya persarafan
- berkurangnya perbekalan darah
- hilangnya rangsangan hormone

b. Hipertrofi (peningkatan ukuran sel)


peningkatan ukuran sel dan perubahan ini meningkatkan ukuran alat tubuh
Ukuran sel jaringan atau organ yg menjadi lebih besar dari ukuran normalnya.
Kebutuhan sel akan oksigen dan nutrisi meningkat menyebabkan pertumbuhan sebagian
besar struktur intrasel membuat sintesis protein meningkat. Terjadi pada sel-sel yang
tidak dapat beradaptasi terhadap peningkatan beban kerja dengan cara meningkatkan
jumlah sel (hyperplasia) melalui mitosis. Contoh sel yang tidak dapat mengalami mitosis,
tetapi mengalami hipertropi yaitu sel otot rangka dan jantung.

Terdapat 3 jenis utama hipertrofi :


Hipertrofi fisiologis : terjadi sebagai akibat dari peningkatan beban kerja suatu sel yang
sehat yaitu peningkatan massa otot setelah berolahraga.
Hipertrofi patologis : terjadi sebagai respon terhadap suatu keadaan sakit contoh. LVH
sebagai respon terhadap hipertensi kronik dan peningkatan beban jantung.
Hipertrofi kompensasi : terjadi sewaktu sel tumbuh untuk mengambil alih peran sel lain
yang telah mati. Contoh. Hilangnya satu ginjal menyebabkan sel-sel diginjal yang masih
ada mengalami hipertrofi sehingga terjadi peningkatan ukuran ginjal.

c. Hiperplasia (peningkatan jumlah sel)


Peningkatan jumlah sel yang terjadi pada suatu organ akibat peningkatan mitosis.
Dijumpai pada sel-sel yang dirangsang oleh peningkatan beban kerja, sinyal hormone
atau sinyal yang dihasilkan secara local sebagai respon terhadap penurunan kepadatan
jaringan. Dapat disebabkan oleh adanya stimulus atau keadaan kekurangan secret atau
produksi sel terkait. Hiperplasia hanya dapat terjadi pada sel-sel yang mengalami mitosis
(sel hepar, dan jar.ikat). Hanya dapat terjadi pada populasi sel labil ( dalam kehidupan
ada siklus sel periodic, sel epidermis, sel darah) atau sel stabil (dalam keadaan tertentu
masih mampu berproliferasi, misalnya : sel hati, sel epitel kelenjar. Tidak terjadi pada sel
permanent (sel otot rangka, saraf dan jantung).

-Hiperplasia fisiologis : terjadi setiap bulan pada sel endometrium uterus selama stadium
folikuler pada siklus menstruasi.
-Hiperplasia patologis : terjadi akibat perangsangan hormone yang berlebihan, dijumpai
pada akromegali (suatu penyakit jar.ikat yang ditandai dengan kelebihan hormone
pertumbuhan).
-Hiperplasi kompensasi : terjadi ketika sel jaringan bereproduksi untuk mengganti jumlah
sel yang sebelumnya mengalami penurunan. Dijumpai pada sel hati setelah pengangkatan
sebagian jaringan hati melalui pembedahan.

d. Metaplasia (perubahan jenis sel)


Kerusakan pertumbuhan sel yang menyebabkan lahirnya sel yang berbeda ukuran,
bentuk, dan penampakan dibandingkan sel asalnya. gangguan polarisasi pertumbuhan sel
reserve, sehingga timbul keadaan yg disebut displasia.
Ada 3 tahapan : ringan, sedang dan berat
Kematiaan Sel

1. Nekrosis
Stimulus yang terlalu berat dan berlangsung lama serta melebihi kapasitas adaptif sel
akan menyebabkan kematian sel dimana sel tidak mampu lagi mengkompensasi tuntutan
perubahan. Jika cedera cukup hebat maka sel akan mencapai sel tidak lagi mampu
mengkompensasi dan suatu titik " point of no return" sel mati, tidak dapat
melangsungkan metabolism.

Perubahan morfologis pada sel nekrosis.:


1. Piknosis: inti sel menyusut (selnya disebut piknotik) : gumpalan kecil yg
hiperkromatik, dan batasnya tidak teratur dan warnanya gelap.
2. Karioreksis: inti sel hancur, serta terdapat pecahan2 zat kromatin di sitoplasma.
3. Kariolisis: sel hilang .
Dampak nekrosis sel
Jaringan nekrosis akan menyebabkan peradangan sehingga jaringan nekrotik tersebut
dihancurkan dan dihilangkan dengan tujuan membuka jalan bagi proses perbaikan untuk
mengganti jaringan nekrotik. Jaringan nekrotik dapat digantikan oleh sel-sel regenerasi
(terjadi resolusi) atau malah digantikan jaringan parut. Jika daerah nekrotik tidak
dihancurkan atau dibuang maka akan ditutup oleh jaringan fibrosa dan akhirnya diisi
garam-garam kalsium yang diendapkan dari darah di sekitar sirkulasi jaringan nekrotik.
Proses pengendapan ini disebut kalsifikasi dan menyebabkan daerah nekrotik mengeras
seperti batu dan tetap berada selama hidup.

Akibat nekrosis
1. Kehilangan fungsi, misalnya: deficit neurologis
2. Menjadi fokus infeksi, medium pembiakan penyebaran mikroorganisme tertentu
3. Perubahan sistemik tertentu seperti demam
4. pengeluaran enzim-enzim yg dikandungnya ke dalam darah akibat sel mati dan
peningkatan permeabilitas membran.

2. Apoptosis
Suatu mekanisme biologis yang merupakan salah satu jenis kematian sel terprogram,
adalah suatu komponen yang normal terjadi dalam perkembangan sel untuk menjaga
keseimbangan pada organisme multiseluler. Sel-sel yang mati adalah sebagai respon dari
beragam stimulus dan selama apoptosis kematian sel tersebut terjadi secara terkontrol
dalam suatu regulasi yang teratur.

Contoh Apoptosis
1) Kehilangan Faktor Pertumbuhan
Kehilangan faktor pertunbuhan mempengaruhi sel peka-hormon yang mengalami
kekurangan hormon yang relevan. Limfosit yang tidak distimulasi oleh antigen atau
sitokin dan neuron yang kehilangan faktor pertunbuhan saraf. Spoptosis dipicu oleh jalur
instrinsik (mitokondria) akibat jumlah anggota pro-apoptotik famili Bcl yang relatif
melebihi anti-apoptotik.
2) Kerusakan DNA
Radiasi atau preparat kemoterapetik menginduksi apoptosis melalui mekanisme yang
dipicu oleh kerusakan DNA. Ketika DNA mengalami kerusakan terjadi akumulasi gen
supresor tumor p53; keadaan ini akan menghentikan siklus sel (pada fase G) untuk
memberikan waktu bagi perbaikan. Jika perbaikan DNA tidak kunjung terjadi p53
memicu apoptosis melalui peninngkatan trtanskripsi beberapa anggota pro-apoptotik
famili Bcl, utamanya Bax dan Bak, selain Apaf-1. Ketika p53 tidak terdapat atau
mengalami mutasi (yaitu, pada kanker-kanker ttertentu, apoptosis tidak terjadi dan sel
tersebut didorong untuk terus hidup.
3) Reseptor Famili TNF
Seperti dibicarakan di atas, reseptor sel Fas (CD95) menginduksi apoptosis kalau ditaut-
silang oleh ligan Fas (FasL atau CD95L) protein diproduksioleh sel sistem imun.
Interaksi Fas-FasL sangat penting untuk mengeliminasi limfosit yang mengenali
antigennya sendiri; mutasi pada Fas atau FasL mengakibatkan timbulnya penyakit
autoimun.
TNF merupakan mediator penting dalam reaksi inflamasi dan juga dapat menimbulkan
apoptosis; jalur tersebut diringkas di atas. Fungsi TNF yang utama pada peradangan
diperantarai dimediasi oleh aktivasi faktor transkripsi NF-kB (nuclear factor-kB).
Sinyalnya yang dimediasi oleh TNF menyelesaikan proses ini dengan menstimulasi
penguraian inhibitor NF-kB (IkB) yang meningkatkan kelangsungan hidup sel. Apakah
sinyal TNF menginduksi kematian sel ataukah meningkatkan kelangsungan hidup sel
mungkin bergantung pada protein adapterrmanakah melekat padareseptor TNF sesudah
terjadi peningkatan TNF.
4) Limfosit T Sitotiksik
Limfosit T sitotoksik (CTL) mengenali antigen asing pada permukaan sel hospes yang
terinfeksi dan mensekresikan perforin molekul transmembran pembentuk pori yang
memungkinkan masuknya enzim srerin protease yang berasal dari CTL, yaitu granzim B.
Granzim B memecah protein pada residu aspartat dan dengan demikian mengaktifkan
lebih dari satu enzim kaspase.

Anda mungkin juga menyukai