Disusun Oleh
Heru Wahyudi
Siti Nurahimah
Yuni Yulianti
Zahra Nabilah
TINGKAT 1B
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sel normal merupakan mikrokosmos yang berdenyut tanpa henti, secara tetap
mengubah stuktur dan fungsinya untuk memberi reaksi terhadap tantangan dan tekanan
yang selalu berubah. Bila tekanan atau rangsangan terlalu berat, struktur dan fungsi sel
cenderung bertahan dalam jangkauan yang relatif sempit.
Penyesuaian sel mencapai perubahan yang menetap, mempertahankan
kesehatan sel meskipun tekanan berlanjut. Tetapi bila batas kemampuan adaptasi
tersebut melampaui batas maka akan terjadi jejas sel atau cedera
sel bahkan kematian
sel. Dalam bereaksi terhadap tekanan yang berat maka sel akan menyesuaikan diri,
kemudian terjadi jejas sel atau cedera sel yang akan dapat pulih kembali dan jika tidak
dapat pulih kembali sel tersebut akan mengalami kematian sel. Dalam
makalah ini akan
membahas tentang mekanisme jejas, adaptasi dan kematian sel.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian jejas sel ?
2. Apa penyebab jejas sel ?
3. Bagaimana proses adaptasi pada sel ?
4. Bagaimana proses terjadinya kematian pada sel ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan penyebab jejas sel.
2. Mengetahui penyebab jejas sel.
3. Menjelaskan proses adaptasi pada sel.
4. Menjelaskan proses terjadinya kematian pada sel.
Proses Jejas sel
Sel adalah unit terkecil yang menunjukkan semua sifat dari kehidupan. Aktifitasnya
memerlukan energi dari luar untuk proses pertumbuhan, perbaikan dan reproduksi (Robbins,
2010). Sel merupakan partisipan aktif di lingkungannya yang secara tetap menyesuaikan
struktur dan fungsinya untuk mengakomodasi tuntutan perubahan dan stress ekstrasel. Ketika
mengalami stress fisiologis atau rangsangan patologis, sel bisa beradaptasi, mencapai kondisi
baru dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Respons adaptasi utama adalah atrofi,
hipertrofi dan metaplasia. Jika kemampuan adaptatif berlebihan, sel mengalami jejas. Dalam
waktur tertentu, ceedera bersifat reversible dan sel kemudian ke kondisi stabil semula.
Namun, dengan stress berat atau menetap dapat terjadi cedera irreversibel dan sel yang
terkena mati. Sebagian besar penyebab dapat digolongkan menjadi kategori berikut ini
(Robbins, 2010):
KERUSAKAN SEL
Pada kerusakan yang terjadi secara terus menerus, maka kerusakan tersebut menjadi
irreversibel dan akhirnya sel tidak memiliki kemampuan untuk memperbaiki kerusakan
sehingga menyebabkan sel mati.
Ada 2 macam kematian sel, yang dibedakan dari morfologi, mekanisme dan perubahan
fisiologis dan penyakit, yaitu :
apoptosis
nekrosis
Dua pola dasar kematian sel:
nekrosis (khususnya nekrosis koagulatif) terjadi setelah suplai darah hilang / setelah
terpajan toksin & ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan
kerusakan organela
→ disfungsi berat jaringan.
apoptosis (fisiologis : embriogenesis; patologis : kerusakan mutasi yg tidak
diperbaiki)
Apoptosis
Kematian sel oleh sel itu sendiri yang disebabkan oleh growth factor atau DNA sel atau
protein yang dihancurkan dengan maksud perbaikan.
Memiliki karakteristik sel dimana inti sel mengalami pemadatan dan tidak terjadi kerusakan
membran sel.
Apoptosis memerlukan sintesis aktif RNA dan protein dan merupakan suatu proses yang
memerlukan energi
Secara morfologis, proses ini ditandai oleh pemadatan kromatin di sepanjang membran inti
Sel mengalami pengurangan ukuran dan sitoplasmanya berwarna eosinophilic terang serta
nukleusnya mengalami kondensasi
Nekrosis
Terjadi kerusakan membran, lisosom mengeluarkan enzim ke sitoplasma dan
menghancurkan sel, isi sel keluar dikarenakan kerusakan membran plasma dan
mengakibatkan reaksi inflamatori.
Nekrosis adalah pathway yang secara umum terjadi pada kematian sel yang
diakibatkan oleh:
Ischemia
Keracunan
Infeksi dan
Trauma
PERBEDAAN KEMATIAN SEL SECARA NECROSIS DAN APOPTOSIS
Inflamasi
Inflamasi didefinisikan sebagai reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan
melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun didapat. Inflamasi merupakan
respons fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi dan cedera jaringan. Inflamasi
dapat lokal, sistemik, akut dan kronis yang dapat menimbulkan kelainan patologis
Komponen respons radang akut dan kronik. Sel dan protein dalam sirkulasi, sel dinding
pembuluh darah, dan sel elemen matriks pada jaringan ikat ekstravaskuler
Sel-sel imun nonspesifik seperti neutrofil, sel mast, basofil dan makrofag jaringan
berperan dalam inflamasi. Sel-sel tersebut diproduksi dan disimpan sebagai persediaan untuk
sementara dalam sumsum tulang, hidup tidak lama dan jumlahnya yang diperlukan di tempat
inflamasi dipertahankan oleh influks sel-sel baru dari persediaan tersebut. Neutrofil
merupakan sel utama pada inflamasi dini, bermigrasi ke jaringan dan puncaknya terjadi pada
6 jam pertama. Untuk memenuhi hal tersebut diperlukan peningkatan produksi neutrofil
dalam sumsu tulang. Orang dewasa normal memproduksi lebih dari 10¹º neutrofil perhari
terapi pada inflamasi dapat meningkatkan sampai 10 kali lipat (Baratawidjaja, 2010).
Pada inflamasi akut, neutrofil dalam sirkulasi dapat meningkat dengan segera dari
5000ul sampai 30.000/ul. Pengikatan tersebut disebabkan oleh migrasi neutrofil ke sirkulasi
yang berasal dari sumsum tulang dan persediaan marginal intravaskuler. Persediaan marginal
ini merupakan sel-sel yang untuk sementara menempel pada dinding vaskuler yang keluar
dari sirkulasi. Komposisi leukosit adalah 45% berada dalam sirkulasi dan 55% marginal
Proses inflamasi diperlukan sebagai pertahanan pejamu terhadap mikroorganisme
yang masuk tubuh serta penyembuhan luka yang membutuhkan komponen selular untuk
membersihkan debris lokasi cedera serta meningkatkan perbaikan jaringan. Sel fagosit
diperlukan untuk menyingkirkan bahan-bahan asing dan mati di jaringan yang cedera.
Mediator inflamasi yang dilepas fagosit seperti enzim, radikal bebas anion superoksid dan
oksida nitrit berperan untuk menghancurkan makromolekul dalam cairan eksudat. Namun
respons inflamasi merupakan resiko yang harus diperhatikan pejamu. Reaksi inflamasi dapat
berhenti sendiri atau responsif terhadap terapi. Namun bila terapi gagal, proses inflamasi
kronis dapat terjadi dan menimbulkan penyakit inflamasi. Bila terjadi rangsangan yang
menyimpang dan menetap, inflamasi bahkan dapat ditingkatkan. Reaksi dapat berlanjut yang
menimbulkan kerusakan jaringan pejamu dan penyakit (Baratawidjaja, 2010).
Produk sel mast merupakan mediator penting dalam proses inflamasi. Beberapa
diantaranyanya menimbulkan vasodilatasi dan edem serta meningkatkan adhesi neutrofil dan
monosit ke endotel. Vasodilatasi mengingkatkan persediaan darah untuk mengalirkan lebih
banyak molekul dan sel yang diperlukan untuk memerangi antigen yang mencetuskan
inflamasi (Baratawidjaja, 2010).
Inflamasi akut disebabkan oleh penglepasang berbagai mediator yang berasal dari
jaringan rusak, sel mast, leukosit dan komplemen. Meskipun sebab pemicu berbeda, namun
jalur akhir inflamasi yang disebabkan alergi (IgE0-sel mast) yang terjadi lebih cepat dan
dapat menjadi sistemi. Mediator-mediator tersebut menumbulkan edem, bengkak, kemerahan,
sakit, gangguan fungsi alat yang terkena serta merupakan petanda klasik inflamasi. Jaringan
yang rusak melepas mediator seperti trombin, histamin dan TNF-α (Baratawidjaja, 2010).
Kejadian tingkat molekular pada inflamasi adalah vasodilatasi, peningiatan permeabilitas
vaskular dan infiltrasi selular. Hal-hal tersebut disebabkan berbagai mediator kimia yang
disebarluaskan ke seluruh tubuh dalam bentuk aktif atau tidak aktif. TNF-a dan IL-1 yang
diproduksi makrofag yang diaktifkan endotoksin asal mikroba berperan dalam perubahan
permeabilitas vascular
MEKANISME KERUSAKAN SEL KARENA RADIASI
Radiasi yang digunakan untuk pengobatan kanker terdiri dari gelombang
elektromagnetik/foton (sinar-X dan sinar λ) dan partikel (alfa, proton dan neutron). Radiasi partikel
pada umumnya menyebabkan ionisasi jaringan biologi secara langsung. Hal ini disebabkan energi
kinetik partikel dapat langsung merusak struktur atom jaringan biologi yang dilewatinya, dan
mengakibatkan kerusakan kimia dan biologi molekular. Lain halnya dengan radiasi partikel, radiasi
elektromagnetik mengionisasi secara tidak langsung dengan cara membentuk elektron sekunder
terlebih dahulu untuk mengakibatkan kerusakan jaringan.
Radiasi pada jaringan biologik dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase fisika, kimia dan biologi.
Radiasi pengion foton yang mengenai jaringan biologi, pada awalnya menyebabkan fase fisika
dengan metode ionisasi dan eksitasi. Selanjutnya, terjadi fase kimia dengan terbentuknya radikal
bebas. Radikal bebas yang terbentuk mengakibatkan kerusakan biologi dengan cara merusak DNA.
Kerusakan DNA yang tidak bisa diperbaiki akan menyebabkan kematian sel.
Kerusakan DNA
Dengan kemampuannya mengionisasi dan mengeksitasi inti atom sel, radiasi dapat
menyebabkan kerusakan sel dan target utamanya adalah kerusakan DNA. Meskipun relatif kecil,
kerusakan DNA tetap dapat menyebabkan kematian sel.
Ionisasi dan eksitasi akan menyebabkan kerusakan DNA baik langsung maupun tidak
langsung. Kerusakan DNA secara langsung jika radiasi pengion langsung mengenai DNA. Sepertiga
kerusakan biologi akibat sinar x dan λ disebabkan oleh efek langsung, dan efek langsung ini lebih
dominan pada radiasi LET tinggi.Kerusakan DNA secara tidak langsung melalui pembentukan radikal
bebas (atom dengan elektron tidak berpasangan) dan mempunyai efek sangat merusak terhadap
DNA.
Kerusakan DNA bisa berupa terputusnya rantai tunggal DNA atau single strand breaks (SSB),
terputusnya rantai ganda DNA atau double strand breaks (DSB), crosslink DNA, serta kehilangan basa
DNA. Beberapa kerusakan DNA masih dapat diperbaiki, tetapi dapat juga mengalami kegagalan,
sehingga terjadilah kematian sel. Kerusakan DNA melalui mekanisme DSB adalah yang paling
penting, sebab terjadi pemisahan rantai DNA sehingga sulit diperbaiki. Sel yang gagal diperbaiki tidak
langsung mengalami kematian, tetapi mengalami beberapa pembelahan sel (mitosis) terlebih
dahulu.
Kerusakan DNA akibat radiasi terjadi terutama pada area fokus pengelompokan ionisasi yang
berjarak beberapa nanometer dari DNA. Diperkirakan terjadi 100.000 ionisasi pada sel per Gy dosis
radiasi terserap; yang menyebabkan seribu sampai tiga ribu crosslink DNA atau crosslink protein
DNA, seribu kerusakan struktur DNA, 500-1000 SSB dan 25 sampai 50 DSB. Mayoritas ionisasi tidak
menyebabkan kerusakan DNA, dan hampir semua lesi pada DNA dapat diperbaiki melalui jalur
perbaikan DNA. Kegagalan perbaikan atau kesalahan perbaikan DNA pada DSB dapat mematikan
(letal) atau menyebabkan mutasi.
Respon kerusakan DNA akibat radiasi sangat kompleks, tidak hanya melalui satu jalur tetapi
melibatkan banyak jalur yang saling berhubungan untuk mengontrol efek radiasi pada sel. Sistem
kontrol ini dibagi dalam dua kelompok, yaitu sistem sensor dan sistem efektor. Sistem sensor adalah
sekelompok protein yang bertugas mensurvei genom saat terjadi kerusakan dan mengirimkan sinyal
kerusakan tersebut ke protein-protein lain untuk aktivasi jalur efektor. Jalur efektor akan
menentukan hasil akhir dari kerusakan DNA, yang dapat berupa kematian sel, perbaikan DNA, atau
kerusakan checkpoint (hambatan sementara atau permanen dari progresivitas sel dalam siklus sel).
Ketika DNA sel dirusak oleh radiasi, siklus sel akan dihentikan oleh protein p-53. Kemudian,
dimulailah proses perbaikan DNA, lalu sel kembali ke dalam siklus sel, sehingga proliferasi bisa
berlanjut. Jika DNA tidak dapat diperbaiki, sel akan mengalami kematian (apoptosis). Pada dosis
radiasi yang tinggi, protein yang digunakan dalam mekanisme perbaikan DNA juga ikut dirusak,
sehingga perbaikan sel tidak mungkin dilakukan. Sel akan kehilangan kemampuannya untuk
membelah diri, lalu mengalami kematian.
Selanjutnya jika H2O2 bereaksi dengan dengan Fe+2 dan Cu+2 maka
terbentuklah radikal bebas hidroksil melalui reaksi Fenton dan Haber-Weiss.
Radikal hidroksil adalah spesies yang sangat reaktif. Membran sel terdiri dari
banyak komponen penting yaitu fosfolipid, glikolipid, (keduanya mengandung
asam lemak tak jenuh) dan kolesterol. Asam lemak tak jenuh ini sangat peka
terhadap radikal hidroksil.
Kemampuan radikal hidroksil ini akan membentuk reaksi rantai dengan satu
atom hidrogen dari membram sel dan terbentuk peroksidasi lipid. Kelanjutan dari
reaksi ini adalah terputusnya rantai asam lemah menjadi senyawa aldehid yang
memiliki daya perusak yang tinggi terhadap sel-sel tubuh antara lain
malondialdehid, 4-hidroksinenal, etana dan pentana.30 Demikian pula dengan DNA
dan protein juga mengalami kerusakan yang seringkali cukup hebat.
Untuk menentukan kadar MDA dalam tubuh sangat mudah dilakukan baik
secara spektrofotometrik maupun flurometrik. Karena MDA merupakan produk
yang sangat tidak stabil maka cara penyimpanan sampel harus terlindung dari
cahaya, dan bila tidak segera diperiksa harus disimpan pada suhu -700C.
Penyimpanan -200C tidak memadai.
Pengukuran Kadar MDA dapat menggunkan metode Thiobarbituric acid
reactive substances (TBARS). Prinsip analisinya adalah pemanasan akan
menghidrolisis peroksidasi lipid sehingga MDA yang terikat akan dibebaskan dan
akan bereaksi dengan TBA dalam suasana asam yang membentuk kompleks MDATBA yang
berwarna merah dan diukur pada panjang gelombang 545nm.
MEKANISME KERUSAKAN SEL KARENA MIKROORGANISME
(Virus Bakteri jamur)
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil
sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan. Mikroorganisme disebut juga
organisme mikroskopik. Mikroorganisme sering kali bersel tunggal (uniseluler) maupun
bersel banyak (multiseluler). Namun, beberapa protista bersel tunggal masih terlihat oleh
mata telanjang dan ada beberapa spesies multisel tidak terlihat mata telanjang. Virus juga
termasuk ke dalam mikroorganisme meskipun tidak bersifat seluler.
Cawan agar yang ditumbuhi mikroorganisme yang diisolasi dari perairan dalam. Ilmu yang
mempelajari mikroorganisme disebut mikrobiologi.[1] Orang yang bekerja di bidang ini
disebut mikrobiolog.[butuh rujukan]
Mikroorganisme biasanya dianggap mencakup semua prokariota, protista, dan alga renik.[3]
Fungi, terutama yang berukuran kecil dan tidak membentuk hifa, dapat pula dianggap sebagai
bagiannya, meskipun banyak yang tidak menyepakatinya.[butuh rujukan] Kebanyakan orang
beranggapan bahwa yang dapat dianggap mikroorganisme adalah semua organisme sangat
kecil yang dapat dibiakkan dalam cawan petri atau inkubator di dalam laboratorium dan
mampu memperbanyak diri secara mitosis.[butuh rujukan]
Mikroorganisme berbeda dengan sel makrooganisme.[butuh rujukan] Sel makroorganisme
tidak bisa hidup bebas di alam melainkan menjadi bagian dari struktur multiselular yang
membentuk jaringan, organ, dan sistem organ.[butuh rujukan] Sementara, sebagian besar
mikrooganisme dapat menjalankan proses kehidupan dengan mandiri, dapat menghasilkan
energi sendiri, dan bereproduksi secara independen tanpa bantuan sel lain.
Mikroorganisme paling utama adalah kuman Clostridium Welchii yang biasanya terdapat
pada usus besar. Pada orang yang sudah mati, semua sistem pertahanan tubuh akan hilang
maka kuman-kuman tersebut dapat leluasa memasuki pembuluh darah dan menggunakan
darah sebagai media untuk berkembang biak. Kuman tersebut akan menyebabkan hemolisa,
pencairan bekuan-bekuan darah yang terjadi sebelum atau sesudah mati, pencairan thrombus
atau emboli, perusakan jaringan – jaringan dan pembentukan gas – gas pembusukan. Oleh
karena itu, bila kematian seseorang disebabkan karena
penyakit infeksi, pembusukan akan berlangsung lebih cepat
KESIMPULAN
Berdasarkan makalah di atas dapat disimpulkan :
1.Jejas sel adalah cedera padasel karena suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi terhadap
rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama atau terlalu berat.
Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar serta jenis
cedera. Apabilasuatu sel mengalami cedera, maka sel tersebut dapat mengalami perubahan
dalam ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik, dan sifat transportasinya.
2.Penyebab jejas sel antara lain :
a. Hipoksia (pengurangan oksigen)
b. Faktor fisik, termasuk trauma, panas, dingin, radiasi, dan tenaga listrik.
c. Bahan kimia dan obat-obatand.
d. Bahan penginfeksie.Reaksi imunologik
e. Kekacauan genetik.
f. Ketidakseimbangan nutrisi
g. Penuaan.
3.Proses adaptasi sel dapat dikategorikan sebagai berikut:
a.Displasia
b.Metaplasia
c.Hiperplasiad.Hipertrofi
e.Atrofi.
4.Proses kematian sel dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu Nekrosis dan Apoptosis.
B. SARAN
Hindari hal-hal penyebab yang dapat mengakibatkan jejas sel atau cedera sel agar
dapatterhindar dari kematian sel.Nekrosis merupakan suatu bentuk kerusakan sel sebagai
akibat dari adanya kerusakan sel akut atau trauma, dimana kerusakan sel tersebut
terjadi secara tidak terkontrol. Oleh sebab itu kita sangat perlu memperhatikan makanan yang
akan kita konsumsi , menjaga aktivitas fisik dan selalu mengutamakan perilaku hidup sehat
agar tidak menyebabkan timbulnya gejala –gejala nekrosis yang dapat merusak sel dan dapat
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan yang serius.
DAFTAR PUSTAKA