karena stimuli eksogen, terjadi sesudah stres yang lebih berat mengakibatkan jejas dan akhirnya
misalnya iskemia dan jejas kimiawi, dan nampak kematian sel.
sebagai pembengkakan sel yang berat atau ruptur
sel, denaturasi dan koagulasi protein sitoplasma, AGEN FISIK. Agen fisik antara lain trauma
dan hancurnya organela sel. Apoptosis merupakan mekanik, suhu yang ekstrim (terbakar dan sangat
kejadian yang lebih beraturan. Tujuannya adalah dingin), perubahan mendadak tekanan atmosfir,
untuk membuang/menghilangkan populasi sel yang radiasi, dan tersetrum.
tidak diperlukan selama embriogenesis dan pada
berbagai proses fisiologis. Walaupun begitu, AGEN KIMIAWI DAN OBAT-OBATAN. Daftar
apoptosis bisa juga terjadi pada kondisi patologis bahan kimia yang bisa menimbulkan jejas sel tidak
dan kadang-kadang disertai dengan nekrosis. mungkin disajikan di sini. Bahan kimia sederhana,
Perubahan morfologinya yang terpenting adalah misalnya glukose atau garam, pada konsentrasi
kondensasi dan fragmentasi kromatin. Walaupun tinggi bisa menyebabkan jejas sel secara langsung
mekanisme nekrosis dan apoptosis berbeda, akan atau dengan jalan merusak homeostasis elektrolit
terlihat nanti bahwa ada beberapa persamaan pada sel. Bahkan, oksigen pada konsentrasi tinggi sangat
kedua proses tersebut. toksik. Walaupun sedikit, suatu racun, seperti
Perubahan-perubahan seluler yang diuraikan di misalnya arsen, sianida, atau garam merkuri, bisa
atas jejas sel yang reversibel maupun ireversibel merusak sejumlah besar sel dalam beberapa menit
yang berlanjut menjadi nekrosis atau apoptosis atau jam dan mengakibatkan kematian. Bahan-
merupakan pola morfologik jejas sel akut yang bahan lain adalah yang sehari-hari menemani kita:
ditimbulkan oleh berbagai stimuli. lingkungan dan polusi udara, insektisida, dan
Ada tiga perubahan morfologik lain yang akan herbisida; bahan-bahan industri, seperti karbon
diterangkan: perubahan subseluler, yang umumnya monoksida dan asbes; stimulus sosial, seperti
terjadi sebagai respons terhadap stimuli yang alkohol dan narkotik; dan obat-obatan.
kronik atau persisten; penimbunan intraseluler
berbagai bahan lipid, karbohidrat, dan protein AGEN INFEKSI. Agen ini mulai dari virus yang
yang terjadi akibat gangguan metabolisme sel atau submikroskopik sampai cacing pita yang besar.
penyimpanan yang berlebih; dan kalsifikasi Yang berukuran di antara keduanya bisa riketsia,
patologik, konsekuensi yang umum terjadi pada bakteria, jamur, dan parasit.
jejas sel dan jaringan.
REAKSI IMUNOLOGIK. Reaksi ini bisa
menyelamatkan tetapi bisa juga membunuh.
Walaupun sistem imunologi bertujuan untuk
PENYEBAB JEJAS SEL melawan agen biologik, reaksi imun bisa juga
menyebabkan jejas sel. Contoh yang terpenting
Penyebab jejas dan kematian sel sangat banyak, adalah reaksi anafilaktik terhadap protein asing atau
mulai dari defek enzim vital yang genetis (endogen) terhadap suatu obat. Demikian pula reaksi terhadap
sehingga mengganggu fungsi metabolisme antigen-diri (self-antigens) yang diduga menjadi
normal sampai kekerasan fisik seperti penyebab penyakit autoimun.
kecelakaan mobil (eksogen). Namun, pada
umumnya bisa digolongkan dalam beberapa KERUSAKAN GENETIK. Defek genetik sebagai
kategori besar sbb.: penyebab jejas sel menjadi perhatian utama para
ahli dewasa ini. Akibat jejas genetik bisa tampak
HIPOKSIA. Hipoksia, penyebab terpenting dan jelas (misalnya malformasi kongenital pada
tersering pada jejas dan kematian sel, mengganggu sindrom Down) tetapi bisa juga tidak kelihatan
proses respirasi oksidatif aerobik. Iskemia (misalnya defek pada gen yang mengkode
(kekurangan aliran darah), yang ditimbulkan oleh hemoglobin sehingga terbentuk hemoglobin S
aterosklerosis atau trombi, adalah penyebab seperti pada sickle cell anemia
tersering hipoksia. Penyebab hipoksia yang lain
adalah kekurangan oksigenasi darah akibat KETIDAK-SEIMBANGAN NUTRISI. Hingga
kegagalan sistem kardiorespirasi. Berkurangnya kini ketidakseimbangan nutrisi masih menjadi
kapasitas darah mengangkut oksigen, misal pada penyebab utama jejas sel. Defisiensi protein-kalori
anemia atau keracunan karbon monoksida (yang menyebabkan banyak kematian, terutama pada
membentuk ikatan karbon monoksihemoglobin masyarakat miskin. Ironisnya, kelebihan nutrisi
yang stabil sehingga menghambat pengangkutan juga menjadi penyebab penting jejas sel. Kelebihan
oksigen), adalah penyebab lain hipoksia yang relatif lipid menjadi predisposisi aterosklerosis, dan
jarang. Tergantung berat-ringannya hipoksia, sel obesitas adalah contoh nyata kelebihan lemak di
bisa beradaptasi, mengalami jejas, atau mati. dalam sel tubuh. Di AS aterosklerosis bersifat
Misalnya, jika arteria femoralis menyempit, sel-sel endemik dan obesitas kini merajalela.
otot skeleton kaki bisa menyusut (atrofi).
Pengurangan massa sel ini berlangsung sampai
tercapai titik keseimbangan baru antara kebutuhan
metabolik dan tersedianya suplai oksigen. Hipoksia
3
JEJAS SEL DAN NEKROSIS mengakibatkan jejas sel dengan jalan mengganggu
substrat endogen atau enzim. Yang sangat rentan
adalah glikolisis, siklus asam sitrat, dan fosforilasi
MEKANISME UMUM oksidatif pada lapisan dalam membran mitokondria.
Sianida, misalnya, menghambat sitokrom oksidase,
Beberapa hal perlu diingat. dan fluoroasetat mengganggu siklus asam sitrat;
keduanya mengakibatkan penurunan ATP. Beberapa
Ada 4 sistem di dalam sel yang sangat rentan: bakteri aerobik, seperti Clostridium perfringens,
(1) pertahanan integritas membran sel, yang melepaskan fosfolipase yang merusak fosfolipid
menjaga homeostasis ionik dan osmotik sel dan membran sel.
organelanya; (2) pernafasan aerobik yang Namun, ada 4 peristiwa biokimiawi yang
meliputi fosforilasi oksidatif dan pembentukan agaknya penting pada kejadian jejas sel dan
adenosin trifosfat (ATP); (3) sintesis enzim dan kematian sel, apapun agen penyebabnya. Ini
protein struktural; dan (4) pertahanan meliputi:
integritas aparatus genetik sel.
Oksigen dan radikal bebas dari oksigen.
Elemen struktural dan biokimiawi suatu sel Kekurangan oksigen mendasari patogenesis
terkait erat satu sama lain, sehingga apapun jejas sel pada iskemia. Juga diketahui bahwa
penyebab pertamanya, jejas pada satu lokus oksigen yang tereduksi sebagian merupakan
akan mengakibatkan efek sekunder yang luas. mediator kematian sel pada berbagai keadaan
Perubahan morfologik pada jejas sel menjadi patologis. Radikal bebas ini mengakibatkan
nyata hanya kalau sistem biokimiawi yang peroksidasi lipid dan menimbulkan berbagai
krusial di dalam sel terganggu. Seperti yang efek negatif terhadap struktur sel. Hal ini akan
diharapkan, perubahan morfologik pada kita bahas lebih lanjut di bawah.
kerusakan sel yang letal berlangsung lebih lama
Kalsium intraseluler dan hilangnya
dibanding kerusakan yang reversibel. Misalnya, homeostasis kalsium. Kalsium bebas dalam
pembengkakan sel adalah perubahan morfologik sitosol dipertahankan agar tetap pada
yang reversibel, dan ini bisa terjadi dalam konsentrasi yang sangat rendah (kurang dari 0,1
beberapa menit saja. Tetapi perubahan M) dibanding kadar kalsium ekstraseluler yang
mikroskopik kematian sel jantung hanya dapat 1,3 mM, dan kalsium intraseluler kebanyakan
terlihat secara mikroskopik 10-12 jam sesudah terdapat dalam mitokondria dan endoplasmik
iskemia total, sementara jejas yang ireversibel retikulum. Perbedaan kadar tersebut diatur oleh
terjadi selama 20-60 menit. Sudah barang tentu Ca++, Mg++-ATPase yang energi-dependen dan
perubahan ultrastruktural sudah bisa terlihat terdapat pada membran. Iskemia dan toksin
sebelum tampak perubahan pada level tertentu menyebabkan kenaikan kadar kalsium
mikroskopik cahaya. sitosol pada fase dini, akibat arus masuk Ca ++
Reaksi sel terhadap jejas tergantung jenis melintasi membran plasma dan pelepasan Ca ++
penyebabnya, lamanya, dan berat-ringannya. oleh mitokondria dan endoplasmik retikulum.
Toksin dosis rendah atau iskemia jangka pendek Kenaikan Ca++ di dalam sel terus berlangsung
mungkin hanya mengakibatkan jejas reversibel, akibat kenaikan permeabilitas membran yang
tetapi jika dosisnya besar atau iskemianya lama, nonspesifik. Kenaikan Ca++ pada gilirannya
bisa terjadi kematian sel secara mendadak atau mengaktifkan beberapa enzim yang berpotensi
jika diberikan perlahan-lahan, jejas yang merusak sel. Enzim yang diaktifkan oleh
ireversibel akan berakhir dengan kematian sel. kalsium antara lain fosforilase (yang merusak
Jenis, status, dan kemampuan adaptasi sel yang membran), protease (yang menguraikan protein
bersangkutan juga menentukan konsekuensi membran maupun sitoskeleton), ATPase
yang terjadi pada jejas sel. Status nutrisi dan (sehingga jumlah ATP menurun), dan
status hormonal serta kebutuhan metabolik endonuklease (yang mengakibatkan fragmentasi
suatu sel ikut menentukan responsnya terhadap kromatin). Walaupun sudah jelas bahwa sel
suatu jejas. Bagaimana kerentanan suatu sel yang mengalami jejas menimbun kalsium dan
terhadap kekurangan darah atau hipoksia? Sel kalsium merupakan mediator berbagai kejadian
otot seran lintang tungkai bawah bisa pada jejas sel, masih terdapat perbedaan
diistirahatkan total jika tidak mendapat suplai pendapat para pakar apakah dengan demikian
darah; lain halnya dengan otot jantung. Dua kalsium merupakan sebab terdekat jejas sel
individu yang terpapar bahan toksik dengan yang ireversibel.
konsentrasi sama, misalnya karbon tetraklorida,
Penurunan ATP. Berkurangnya nukleotid
bisa tanpa akibat pada yang satu tetapi piridin dalam mitokondria serta penurunan ATP
mengakibatkan kematian sel pada yang lain. Hal yang diakibatnya, dan penurunan sintesis ATP
ini mungkin karena perbedaan kandungan sering terjadi akibat iskemia dan jejas toksik.
enzim hepar yang merubah karbon tetraklorida Fosfat energi-tinggi dalam bentuk ATP
menjadi hasil sampingan yang toksik. diperlukan pada berbagai proses sintesis dan
penguraian di dalam sel, misalnya transport
Sebagian agen jejas telah diketahui mekanisme membran, sintesis protein, lipogenesis, dan
dan lokus serangannya. Beberapa toksin, misalnya,
4
(influx) kalsium secara besar-besaran, terutama jika telah mati? Dan peristiwa biokimiawi yang mana
zona iskemik tadi mengalami reperfusi. Pada yang menjadi “point of no return”? Jangka waktu
membran yang hiperpermeabel itu terjadi hipoksia yang diperlukan untuk menimbulkan jejas
pengeluaran protein, enzim, koenzim, dan asam sel yang ireversibel berbeda-beda, tergantung jenis
ribonukleat. Sel tersebut juga bisa mengeluarkan sel, status nutrisi, dan status hormonal binatang
metabolit, yang sangat diperlukan untuk yang bersangkutan. Sel hati membutuhkan antara 1
rekonstitusi ATP, sehingga terjadi pengurangan sampai 2 jam iskemia guna menimbulkan
lebih lanjut jumlah fosfat energi-tinggi di dalam sel. kerusakan yang ireversibel. Di otak, neuron
Pada fase lanjut ini, terjadi jejas membran mengalami kerusakan yang ireversibel sesudah
lisosom, diikuti dengan kebocoran enzim yang iskemia selama 3 sampai 5 menit. Status nutrisi sel
dikandungnya ke dalam sitoplasma dan aktifasi yang bersangkutan juga berperan penting. Sel hati
enzim hidrolase asam. Lisosom mengandung tikus yang diberi makan normal mengandung
RNAase, DNAase, protease, fosfatase, glukosidase, banyak glikogen dan memiliki ketahanan yang
dan katepsin. Aktifasi enzim-enzim ini akan lebih dibanding sel hati tikus yang kekurangan
mengakibatkan penghancuran secara enzimatik nutrisi.
komponen sel yang terlihat dengan berkurangnya Jadi, peristiwa yang mana yang menentukan
ribonukleoprotein, deoksiribo-nukleoprotein, dan suatu jejas hipoksik letal? Ada 2 fenomena yang
glikogen dan berbagai perubahan inti yang akan menandai ireversibilitas: yang pertama adalah
dijelaskan kemudian. Walaupun perubahan- ketidakmampuan memulihkan gangguan fungsi
perubahan ini dulu dianggap karena penurunan pH, mitokondria jika dilakukan reperfusi atau
penelitian mutakhir menunjukkan bahwa penurunan reoksigenasi, dan yang kedua adalah terjadinya
pH pada fase dini akan diikuti dengan perubahan ke kerusakan fungsi membran yang mencolok.
pH netral atau bahkan alkalis jika jejas menjadi Penurunan ATP jelas bertanggung jawab atas
ireversibel. Dan dari berbagai model penelitian segala gangguan fungsi maupun struktural akibat
iskemia dan reperfusi, ternyata asidosis melindungi iskemia sebagaimana dijelaskan di atas. Dan
sel terhadap jejas letal, namun mekanismenya tidak terbukti pemberian infus cairan yang kaya-ATP bisa
jelas. memberikan perlindungan terhadap jejas iskemia
Begitu sel mati, komponen sel dihancurkan pada beberapa binatang percobaan. Pada sel otot
secara bertahap, dan terjadilah kebocoran enzim jantung, penurunan ATP yang mencolok
dimana-mana masuk ke dalam rongga ekstraseluler berhubungan erat dengan terjadinya jejas letal.
dan sebaliknya makromolekul dari rongga Walaupun demikian, secara eksperimental ternyata
interstitial masuk ke dalam sel yang mati tersebut. kematian sel bisa dihindari walaupun kadar ATP
Akhirnya komponen sel yang mati tersebut diganti diturunkan. Penelitian tersebut memunculkan
dengan massa fosfolipid berupa myelin figures. pemikiran baru bahwa peran deplesi ATP pada
Massa ini kemudian difagositosis oleh sel lain atau ireversibilitas adalah sumbangannya bagi kejadian
dihancurkan lebih lanjut menjadi asam lemak. Sisa- kritis yang kedua kerusakan membran sel.
sisa asam lemak tersebut bisa mengalami kalsifikasi Banyak bukti yang menunjukkan bahwa
dan membentuk sabun kalsium. kerusakan membran sel menjadi faktor penentu
Kebocoran enzim intraseluler melalui membran patogenesis jejas sel yang ireversibel. Hilangnya
plasma yang abnormal masuk ke dalam serum, regulasi volume, kenaikan permeabilitas terhadap
mempunyai implikasi penting sebagai parameter molekul ekstraseluler, dan defek membran plasma
klinik adanya kematian sel. Otot jantung, misalnya, yang hanya tampak secara mikroskop elektronik,
mengandung enzim glutamik-oksaloasetik terjadi pada fase-fase awal jejas ireversibel.
transaminase (GOT), piruvat transaminase, laktat Apapun juga mekanisme suatu jejas membran,
dehidrogenase (LDH), dan kreatin kinase. Kenaikan gangguan integritas membran yang ditimbulkan
kadar enzim-enzim tersebut di dalam serum, mengakibatkan pertambahan arus masuk kalsium
terutama isoenzim yang spesifik untuk otot jantung dari ruang ekstraseluler. Jika kemudian jaringan
(misal: CK-MB), menjadi kriteria penting untuk iskemik tersebut mengalami reperfusi, sebagaimana
infark miokardial, suatu lokus kematian sel otot bisa terjadi in vivo, juga akan terjadi arus masuk
jantung. kalsium besar-besaran. Kalsium ini akan ditangkap
oleh mitokondria sesudah reoksigensasi dan akan
meracuni mitokondria tersebut, menghambat enzim
seluler, mengakibatkan denaturasi protein, dan
menyebabkan perubahan sitologik yang khas untuk
nekrosis koagulatif.
Mekanisme Jejas yang Ireversibel Jelaslah bahwa peristiwa molekuler yang
menentukan ireversibilitas kerusakan sel sangat
Kronologi peristiwa pada hipoksia telah dibahas kompleks. Kemungkinan besar beberapa
sebagai suatu kontinuitas dari inisiasinya sampai mekanisme yang bekerja pada lebih dari satu lokus,
akhirnya penghancuran sel yang mengalamai jejas mendasari kematian sel. Sampai di sini bisa
letal tersebut oleh enzim mikrosomal. Namun, pada dikatakan bahwa hipoksia mengganggu fosforilasi
stadium mana sesungguhnya sel tersebut dikatakan oksidatif dan juga sintesis ATP, kerusakan
membran sangat menentukan akan terjadinya jejas
6
autokatalitik (disebut propagasi), yang pada berbagai proses fisiologis maupun patologis.
mengakibatkan kerusakan meluas pada Toksisitas suatu bahan kimia dan obat-obatan bisa
membran, organela, dan sel. karena konversi bahan tersebut menjadi radikal
2. Modifikasi protein secara oksidatif. Radikal bebas atau karena pembentukan metabolit yang
bebas meningkatkan terjadinya ikatan silang berasal dari oksigen.
(cross-linking), melalui gugus sulfhidril, asam-
asam amino labil misalnya metionin, histidin, JEJAS SEL OLEH BAHAN KIMIA
sistein, dan lisin dan juga mengakibatkan
fragmentasirantai polipeptida. Modifikasi Bahan kimia menimbulkan jejas sel melalui 2
oksidatif meningkatkan degradasi enzim-enzim mekanisme umum:
penting oleh protease netral dalam sitosol,
sehingga menimbulkan kekacauan di seluruh Bahan kimia tertentu, terutama yang larut dalam
bagian sel. air, bisa berikatan langsung dengan molekul
3. Lesi pada asam deoksiribonukleat (DNA). komponen sel yang penting atau dengan
Reaksi dengan timin DNA akan memecah DNA organela sel. Pada keracunan merkuri klorida,
tersebut menjadi rantai tunggal). Kerusakan merkuri berikatan dengan gugus sulfhidril
DNA yang begini ini diduga sebagai penyebab membran sel dan protein lain, sehingga
transformasi sel menjadi ganas dan kematian permeabilitas membran meningkat dan transpor
sel. DNA mitokondria juga terkena. yang ATP-dependen terhambat. Pada keadaan
ini, kerusakan terbesar adalah pada sel yang
Begitu radikal bebas terbentuk, bagaimana menggunakan, mengabsorbsi, mengekskresi,
tubuh menghilangkannya? Radikal bebas ini bisa atau mengkonsentrasikan bahan kimia tersebut
rusak sendiri. Superoksida, misalnya, bersifat tidak pada merkuri klorida, adalah sel-sel traktus
stabil dan akan rusak sendiri menjadi oksigen dan gastrointestinal dan ginjal. Sianida meracuni
hidrogen peroksida. Selain itu, ada beberapa sistem enzim mitokondria secara langsung. Demikian
enzimatik maupun non-enzimatik yang berperan pula obat antineoplastik dan antibiotik, juga
serta untuk menghentikan atau menginaktifkan menginduksi kerusakan sel dengan efek
reaksi radikal bebas, a.l.: sitotoksik langsung.
Bahan kimiawi lain, terutama toksin yang larut
Antioksidan endogen ataupun eksogen, yang dalam lemak, tidak aktif secara biologik
bisa menghambat inisiasi pembentukan radikal sehingga harus terlebih dahulu diubah menjadi
bebas atau menginaktifkan radikal bebas yang metabolit toksik yang reaktif sebelum bekerja
sudah terbentuk. Misalnya, vitamin E; bahan pada sel target. Metabolit ini sesungguhnya bisa
yang mengandung sulfhidril, misalnya sistein menyebabkan kerusakan membran dan jejas sel
dan glutation; dan protein serum, misalnya dengan jalan ikatan kovalen langsung pada
albumin, seruloplasmin, dan transferin. Diduga protein dan lipid membran; tetapi, mekanisme
transferin bertindak sebagai antioksidan dengan jejas membran yang terpenting adalah
jalan mengikat zat besi bebas, yang diketahui pembentukan radikal bebas yang reaktif dan
bisa mengkatalisasi pembentukan radikal bebas. peroksidasi lipid yang menyertainya.21
Enzim. Ini meliputi: Salah satu enzim yang sangat menentukan pada
Superoksida dismutase, yang mengubah metabolisme toksin adalah P-450 oksidase di dalam
superoksida menjadi H2O2. endoplasmik retikulum sel hati dan organ lain.
Katalase, terdapat dalam peroksisoma, yang Enzim ini berperan pada 2 model jejas kimiawi sel
memecah H2O2. hati: karbon tetraklorida dan asetaminofen.
protein hepar menurun dan dalam waktu 2 jam umumnya terjadi pada sel yang dependen pada dan
smooth endoplasmic reticulum (SER) membengkak terlibat pada metabolisme lemak, misalnya sel hati
dan ribosom terlepas dari rough endoplasmic dan sel otot jantung. Perlemakan pada hati bisa juga
reticulum (RER). Mulailah terjadi akumulasi lipid terjadi akibat gangguan metabolisme dan akan
karena sel tidak mampu mengsintesis “protein diterangkan lebih lanjut pada Bab ini sebagai
pengikat lipid” (“lipid acceptor protein”) dan bentuk penimbunan intraseluler.
lipoprotein (dari trigliserida). Keadaan ini
mengakibatkan perlemakan hati karena keracunan MORFOLOGI. Manifestasi pertama hampir semua
CCl4. Kemudian terjadi jejas mitokondrial yang bentuk jejas sel adalah pembengkakan sel.
diikuti pembengkakan sel secara progresif akibat Perubahan ini sukar dikenal dengan mikroskop
kenaikan permeabilitias membran plasma. cahaya, mungkin lebih jelas terlihat pada
pemeriksaan seluruh organ. Jika seluruh sel pada
Kerusakan membran plasma mungkin disebabkan
suatu organ terkena, organ tersebut tampak pucat,
oleh aldehida lemak yang relatif stabil, yang turgornya naik, dan beratnyapun bertambah. Secara
dibentuk melalui peroksidasi lipid dalam SER mikroskopis, pembesaran sel bisa diketahui dengan
tetapi bisa berpengaruh ditempat lain. Maka melihat efek penekanan terhadap mikrovaskulatur,
terjadilah arus masuk kalsium secara besar-besaran misalnya sinusoid hati dan jaringan kapiler kortex
dan akhirnya disusul dengan kematian sel. ginjal.
Asetaminofen, analgesik yang banyak Jika penimbunan air dalam sel terus berlanjut,
digunakan umum, didetoksifikasi di dalam hati terbentuklah vakuol jernih kecil di dalam sitoplasma.
dengan jalan sulfasi (sulfation) dan glukuronidasi, Vakuol tersebut adalah endoplasmik retikulum yang
mengembang dan dipencet lepas atau merupakan
dan sebagian kecil dioksidasi menjadi metabolit
fragmen endoplasmik retikulum. Pola jejas non-letal
elektrofilik yang sangat toksik, yang dikatalisasi ini sering disebut “perubahan hidropik” atau
oleh sitokrom P-450. Metabolit ini didetoksifikasi “degenerasi vakuoler”. Pembengkakan sel masih
dengan jalan bereaksi dengan glutation yang bersifat reversibel.
tereduksi (GSH). Jika jumlah obat yang diminum Perubahan jejas reversibel secara mikroskop
banyak, jumlah GSH akhirnya tidak mencukupi. elektronis meliputi (1) perubahan membran
Akibatnya, metabolit toksik tertimbun di dalam sel, plasma, misalnya timbul gelembung pada mikrovili,
merusak makromolekul yang nukleofilik, dan mikrovili menjadi tumpul, dan distorsi; pembentukan
mengikat protein dan asam nukleat secara kovalen. myelin figures; dan ikatan antar sel mengendor; (2)
perubahan mitokondria, antara lain mitokondria
Penurunan konsentrasi GSH, diiringi dengan membengkak, jumlahnya berkurang, dan
pengikatan metabolit toksik secara kovalen, munculnya struktur amorf kecil yang kaya fosfolipid;
meningkatkan toksisitas obat yang bersangkutan, (3) dilatasi endoplasmik retikulum disertai
sehingga terjadilah nekrosis hati yang masif, pelepasan dan disagregasi polisom; dan (4)
biasanya 3 sampai 5 hari sesudah meminum obat. perubahan nukleoler, disertai disagregasi elemen
Hepatotoksisitas ini berhubungan dengan granuler dan fibriler.
peroksidasi lipid dan bisa dikurangi dengan jalan
memberikan antioksidan. Ini berarti toksisitas obat
mungkin lebih ditentukan oleh kerusakan oksidatif Nekrosis
daripada pengikatan kovalen.
Nekrosis merupakan salah satu dari dua bentuk
morfologi kematian sel (bentuk yang lain adalah
apoptosis). Nekrosis adalah sekumpulan perubahan
morfologis yang menyertai kematian sel dalam
jaringan yang masih hidup. Perubahan tersebut
terjadi karena degradasi enzimatik yang progresif
MORFOLOGI JEJAS SEL YANG pada sel yang terkena jejas letal. Sel yang
REVERSIBEL DAN NEKROSIS langsung dimasukkan ke dalam cairan fiksasi akan
mati tetapi tidak nekrotik.
Ada 2 proses penting yang menimbulkan
Jejas yang Reversibel perubahan pada nekrosis: (1) penguraian komponen
sel oleh enzim dan (2) denaturasi protein.
Perubahan morfologik akibat jejas sel yang nonletal Enzim katalitik bisa berasal dari lisosom sel
dulu disebut degenerasi, tetapi kini lebih sering yang mati, dan penguraian ini disebut autolisis, atau
disebut jejas yang reversibel. Ada 2 pola yang dari lisosom leukosit yang bermigrasi ke situ,
tampak dengan mikroskop cahaya: pembengkakan disebut heterolisis. Tergantung perubahan mana
sel dan perlemakan. Pembengkakan sel terjadi jika yang terjadi, denaturasi protein atau penguraian
sel tidak mampu mempertahankan homeostasis ion secara enzimatik, maka dikenal 2 bentuk nekrosis
dan cairan; patogenesisnya telah diterangkan di sel. Denaturasi protein menimbulkan nekrosis
atas. Perlemakan mungkin juga indikator jejas sel koagulatif, sedang katalisis struktur sel akan
yang reversibel. Keadaan ini ditandai oleh adanya menimbulkan nekrosis likuefaktif (nekrosis cair).
vakuol lemak berukuran kecil atau besar di dalam Kedua proses ini membutuhkan waktu berjam-jam,
sitoplasma dan terjadi pada jejas hipoksik dan oleh karena itu pada infark miokardial yang
berbagai bentuk jejas toksik. Perubahan ini pada mengakibatkan kematian mendadak, misalnya,
9
tidak akan dijumpai perubahan sel. Satu-satunya Nekrosis kaseosa, suatu bentuk khusus
bukti yang mungkin bisa menjelaskan adalah oklusi nekrosis koagulatif, dijumpai pada fokus infeksi
arteria koroner. Perubahan histologik pada nekrosis tuberkulosis. Istilah “kaseosa” berasal dari
penampilan makroskopisnya yang putih dan
miokardial baru tampak 8-12 jam kemudian, tetapi
menyerupai keju.Secara histologis, fokus nekrosis
pelepasan enzim (misalnya, LDH) dari otot yang tampak sebagai debris granuler, amorf, mungkin
nekrotik bisa dideteksi secara makroskopik atau terbentuk dari fragmen sel yang mengalami
mikroskopik antara 4-6 jam. koagulasi diselubungi oleh bagian peradangan yang
khas disebut reaksi g ranulomatosa. Bentuk
Morfologi. Sel yang nekrotik tampak lebih morfologis ini perlu dikenali karena hanya
eosinofik, karena berkurangnya unsur basofilia ditimbulkan oleh sejumlah kecil agen, terutama
normal yang disebabkan oleh RNA sitoplasma dan tuberculosis.
karena peningkatan pengikatan eosin oleh protein Istilah nekrosis lemak enzimatik sering
yang denaturasi di dalam sitoplasma. Sel tampak digunakan di dunia medis, tetapi sesungguhnya
lebih jernih (glassy) dibanding sel normal, terutama tidak mengacu pada pola nekrosis tertentu.
karena berkurangnya partikel glikogen. Begitu Nekrosis lemak enzimatik adalah suatu istilah
enzim mulai mengancurkan organela, sitoplasma deskriptif untuk destruksi lemak yang fokal akibat
menjadi bervakuola dan tampak berongga-rongga. pelepasan lipase pankreas secara abnormal ke
Akhirnya, sel yang sudah mati mungkin mengalami dalam jaringan pankreas dan ke dalam rongga
kalsifikasi. Secara mikroskop elektronik, sel yang peritoneum. Misalnya pada “nekrosis pankreatik
nekrotik menunjukkan diskontinuitas membran akut”, suatu keadaan gawat darurat yang jarang
plasma dan organela, dilatasi mitokondria yang terjadi. Pada keadaan ini enzim aktif pankreas ke
mencolok disertai munculnya struktur padat amorf luar dari sel asinus dan duktus; enzim aktif tersebut
yang besar, myelin figures di dalam sitoplasma, menghancurkan membran sel lemak, dan lipase
debris osmiofilik amorf, agregasi material halus memecah ester trigliserida dalam sel lemak. Asam
seperti kapas (fluffy) kemungkinan protein yang lemak yang terjadi berikatan dengan kalsium untuk
telah mengalami denaturasi. membentuk massa putih seperti kapur, yang
Perubahan inti tampak sebagai salah satu dari memudahkan ahli bedah dan ahli patologi
tiga bentuk. Sifat basofilia kromatin berkurang mengidentifikasinya. Secara histologis, tampak
(kariolisis), mungkin akibat aktifitas DNAase. bayang-bayang dinding sel lemak yang nekrosis,
Bentuk yang kedua adalah piknosis, ditandai oleh disertai deposit kalasium yang tampak basofilik,
pengerutan inti dan kenaikan basofilia. DNA dikelilingi oleh reaksi radang .
menggumpal membentuk massa basofilik yang
mengerut dan padat. Pada bentuk yang ketiga, Pada penderita yang hidup, sel yang nekrotik
disebut karioreksis, nukleus yang piknotik atau berikut debrisnya dibersihkan oleh kombinasi
sebagian piknotik mengalami fragmentasi. Dengan proses enzimatik dan fragmentasi, yang diikuti
berjalannya waktu (1-2 hari), nukleus pada sel yang fagositosis oleh leukosit. Jika sel-sel nekrosis dan
nekrotik akhirnya hilang sama sekali.
debris seluler tersebut tidak segera dihancurkan dan
Pada nekrosis koagulatif, batas sel yang
mengalami koagulasi bertahan selama beberapa direabsorbsi, pada daerah ini akan ditimbun garam
hari. Hal ini mungkin karena jejas atau asidosis kalsium dan mineral lain dan akhirnya mengalami
intraseluler tidak hanya mengakibatkan denaturasi kalsifikasi. Fenomena ini disebut kalsifikasi
protein struktural tetapi juga denaturasi protein distrofik, yang akan dijelaskan kemudian.
enzim, sehingga proses proteolisis sel terhambat.
Nekrosis koagulatif karakteristik untuk kematian
sel hipoksik semua jaringan kecuali otak. Contoh
utama nekrosis koagulatif adalah infark miokardial,
yang ditandai oleh sel otot jantung tanpa nukleus
dan tampak koagulasi. Akhirnya, sel otot jantung
yang nekrotik dihancurkan dan pecahan selnya APOPTOSIS
difagositosis oleh leukosit dan dihancurkan oleh
enzim proteolitik lisosomal yang dikeluarkan oleh
leukosit yang bermigrasi ke situ. Bentuk kematian sel ini sebenarnya telah lama
Nekrosis likuefaktif yang terjadi akibat autolisis dikenal ahli patologi, tetapi baru akhir-akhir ini
atau heterolisis paling sering terjadi pada infeksi diketahui sebagai suatu jenis jejas sel yang penting
bakteria yang fokal karena bakteria memberikan dan unik, yang harus dibedakan dari nekrosis
stimulus kuat akumulasi leukosit. Tanpa alasan koagulatiF. Istilah apoptosis pertama-tama
yang jelas, kematian sel yang hipoksik pada sistem diperkenalkan tahun 1972 (berasal dari istilah Latin
syaraf sentral sering mengakibatkan nekrosis
yang artinya “rontok”).
likuefaktif. Walaupun nekrosis gangrenosa pada
kenyataannya tidak menunjukkan ciri yang khas, Apoptosis diduga merupakan sebab berbagai
istilah tersebut masih banyak digunakan di klinik kejadian fisiologis dan patologis, a.l.:
oleh dokter bedah. Istilah ini biasanya dipakai pada
nekrosis koagulatif di tungkai, terutama tungkai Destruksi sel yang terprogram semasa
bawah, akibat kekurangan suplai darah. Jika embriogenesis (termasuk implantasi,
ditumpangi infeksi bakterial, nekrosis koagulatif organogenesis, involusi semasa pertumbuhan)
tersebut akan diubah menjadi likuefaktif oleh enzim dan metamorfosis. Walaupun apoptosis
sel bakteri dan leukosit yang datang ke situ (disebut
merupakan perubahan morfologik, yang tidak
gangren basah).
selalu mendasari “kematian sel yang
10
menetap dalam fagolisosom makrofag selama dan ginjal) yang disebut “onkositoma”, sel-selnya
berpuluh tahun. mengandung banyak mitokondria yang membesar,
Lisosom juga menjadi tempat pembuangan sisa- sehingga tampak sangat eosinofilik.
sisa bahan yang tidak dapat dimetabolisir sel.
Penyakit lysosomal storage yang herediter, ditandai
oleh defisiensi enzim yang memecah berbagai
makromolekul, menyebabkan penimbunan PENIMBUNAN INTRASELULER
abnormal bahan-bahan tersebut pada lisosom sel di
seluruh tubuh, terutama neuron, yang Salah satu manifestasi gangguan metabolik adalah
mengakibatkan penyakit berat. Obat-obatan penimbunan suatu bahan dalam jumlah yang
tertentu, misalnya obat antiaritmia amiodarone, berlebihan. Bahan-bahan yang ditimbun tersebut
terjebak dan berikatan dengan fosfolipid dalam bisa diklasifikasikan dalam 3 kategori, yakni: (1)
lisosom, sehingga resisten akan pemecahan. komponen sel normal yang ditimbun berlebihan,
Penyakit yang ditimbulkan disebut penyakit misalnya air, lipid, protein, dan karbohidrat; (2)
iatrogenic storage atau penyakit acquired storage. bahan yang abnormal, baik yang eksogen
(misalnya mineral), atau endogen (produk
metabolisme yang abnormal); (3) pigmen atau suatu
INDUKSI (HIPERTROFI) produk infeksi. Bahan-bahan tersebut mungkin
ENDOPLASMIK RETIKULUM HALUS hanya ditimbun sementara, tetapi bisa juga
permanen. Walaupun tidak selalu membahayakan,
kadang-kadang bahan tersebut bersifat sangat
Penggunaan barbiturat yang lama diketahui bisa toksik terhadap sel. Penimbunan bisa terjadi di
mengakibatkan peningkatan toleransi, sehingga dalam sitoplasma (seringkali dalam lisosom) atau
waktu tidurpun memendek secara progresif. dalam nukleus. Kadang-kadang bahan-bahan
Penderita dengan demikian “teradaptasi” dengan abnormal tersebut diproduksi oleh sel setempat,
obat tersebut. Adaptasi ini terjadi akibat induksi tetapi bisa juga merupakan timbunan produk dari
peningkatan volume (hipertrofi) SER sel hati). proses patologis di bagian tubuh lain. Penimbunan
Barbiturat mengalami detoksifikasi dalam sel hati cairan intraseluler pada umumnya mencerminkan
melaui demetilasi oksidatif yang melibatkan sistem jejas sel yang akut dan pembengkakan sel,
oksidase yang terpusat pada P-450 dalam SER. 43 sebagaimana diterangkan sebelumnya.
Barbiturat mengiduksi sintesis enzim dan SER. Ada banyak proses yang mengakibatkan
Dengan demikian sel menjadi lebih mampu penimbunan intraseluler pada sel non-neoplastik,
melakukan detoksifikasi barbiturat dan berarti telah tetapi pada umumnya bisa dibagi menjadi tiga
beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Sistem (Gambar 1-25).
oksidase SER yang berfungsi ganda ini juga terlibat
pada metabolisme bahan eksogen lain - 1. Suatu bahan endogen diproduksi dengan
hidrokarbon karsinogenik, steroid, karbon kecepatan normal atau lebih tinggi, sementara
tetraklorida, alkohol, insektisida, dll. Perlu kecepatan metabolisme tidak memadai untuk
diketahui bahwa sel yang beradaptasi terhadap mengeliminasi. Contoh golongan ini adalah
suatu obat juga meningkat kemampuan perlemakan hati karena penimbunan trigliserida di
mendetoksifikasi obat lain. dalam sel.
2. Suatu bahan endogen yang normal ataupun
abnormal tertimbun karena tidak bisa dimetabolisir
PERUBAHAN MITOKONDRIAL atau karena disimpan dalam bentuk amorph atau
filamen di dalam sel. Salah satu penyebab
Telah kita ketahui bahwa gangguan fungsi terpenting adalah defek ensim yang bersifat genetik
mitokondria berperan penting pada jejas sel akut. pada salah satu jalur metabolisme, sehingga ada
Selain itu, perubahan jumlah, ukuran, dan bentuk metabolit yang tidak bisa dimetabolisir. Penyakit
mitokondria juga terjadi pada beberapa kondisi yang ditimbulkan disebut storage disease (dibahas
patologik. Misalnya, pada hipertrofi atau atrofi sel pada Bab 5).
terjadi kenaikan atau penurunan jumlah 3. Suatu bahan eksogen abnormal yang
mitokondria dalam sel. Mitokondria bisa menjadi disimpan dan bertumpuk karena sel tidak memiliki
sangat besar dan berbentuk abnormal ensim untuk menghacurkannya atau sel tidak
(megamitokondria). Hal ini bisa dijumpai pada hati mempunyai kemampuan mengangkut bahan
penderita penyakit hati alkoholik dan penyakit tersebut ke tempat lain. Misal penimbunan partikel
defisiensi nutrisi tertentu Penyakit metabolik karbon atau bahan kimia lain yang tidak bisa
keturunan pada otot seran-lintang, miopati dimetabolisir (misalnya partikel silika).
mitokondrial, defek metabolisme mitokondrial
disertai kenaikan jumlah mitokondria yang sering Apapun jenis dan asal mula bahan yang
sangat banyak, memiliki krista abnormal, dan ditimbun di dalam sel tadi, yang jelas terjadi
mengandung kristaloid. Selain itu, tumor-tumor penimbunan salah satu produk di dalam individu
tertentu (misal pada kelenjar liur, tiroid, paratiroid, sel. Jika kelebihannya karena kelainan sistemik
13
yang bisa diatasi, penimbunan tersebut reversibel. oksidasi asam lemak. Kelaparan meningkatkan
Tetapi, pada storage disease yang genetik, mobilisasi jaringan lemak dan dengan demikian
misalnya, penimbunan tersebut berlangsung juga sintesis trigliserida. Perlemakan hati akut pada
progresif dan sel bisa kepenuhan sehingga terjadi kehamilan dan sindroma Reye diduga karena defek
jejas sekunder, yang akhirnya bisa mengakibatkan oksidasi mitokondrial. Keadaan ini bisa fatal, tetapi
kematian jaringan dan bahkan penderita. untunglah penyakit ini jarang terjadi.
Akibat perlemakan tergantung sebab dan
beratnya penimbunan. Jika hanya ringan, mungkin
LIPID tidak terjadi gangguan fungsi, jika perlemakannya
lebih berat bisa mengganggu fungsi sel. Tetapi,
perlemakan itu sendiri masih bisa reversibel kecuali
Semua jenis utama lipid bisa tertimbun di dalam
jika terjadi kerusakan proses vital intraseluler yang
sel, misalnya trigliserida, kolesterol/kolesterol ester,
irreversibel (misal pada keracunan CCl4),. Sebagai
dan fosfolipid. Fosfolipid adalah komponen utama
bentuk jejas yang berat perlemakan bisa sebagai
myelin figures yang bisa dijumpai pada sel yang
firasat akan kematian sel, tetapi perlu diingat
nekrotik. Selain itu, kompleks lipid atau
bahwa sel bisa mati tanpa mengalami perlemakan
karbohidrat yang abnormal akan ditimbun pada
terlebih dahulu.
storage disease genetik tertentu, misalnya
mukopolisakaridosis dan penyakit Gaucher. MORFOLOGI. Perlemakan kebanyakan dijumpai
Pembahasan d ibawah akan menitik beratkan pada pada hati dan jantung.
penimbunan trigliserida dan kolesterol.
Di semua organ, perlemakan selalu tampak sebagai
vakuol jernih di dalam sel parenkim. Penimbunan air
Perlemakan (Steatosis/Fatty atau polisakarida (misal: glikogen) di dalam sel juga
bisa menimbulkan vakuol yang jernih, dan untuk
Change) membedakan ketiga jenis vakuol ini sering
diperlukan pewarnaan khusus. Untuk identifikasi
Istilah steatosis atau fatty change (perlemakan) lipid tidak bisa digunakan solven yang biasa dipakai
artinya penimbunan trigliserida secara abnormal pada sediaan parafin dengan pewarnaan rutin
dalam sel parenkim. Perlemakan sering terlihat hematoksilin dan eosin, karena mengandung solven
yang bisa melarutkan lemak. Oleh karena itu
pada sel hati, karena organ tersebut adalah organ
identifikasi lemak memerlukan teknik potong beku
utama untuk metabolisme lemak; tetapi, bisa juga baik pada jaringan segar ataupun yang telah
dijumpai pada jantung, otot, dan ginjal. Penyebab difiksasi dalam formalin. Sediaan kemudian bisa
steatosis antara lain toksin, malnutrisi protein, diwarnai dengan Sudah IV atau Oil Red-O.
diabetes melitus, obesitas, dan anoksia. Penyebab Keduanya akan memberikan warna oranye jika
tersering perlemakan hati (fatty liver) di negara- terdapat lipid. Pewarnaan PAS sering digunakan
negara industri adalah kebanyakan minuman untuk mengidentifikasi glikogen, walaupun
alkoholik. sesungguhnya tidak spesifik. Jika lemak ataupun
polisakarida tidak bisa ditunjukkan, bisa dianggap
Ada mekanisme lain akumulasi trigliserida
bahwa vakuol tersebut berisi air atau cairan yang
dalam sel hati. Perlu diingat bahwa lipid diangkut berkadar protein rendah.
dari jaringan lemak dan dari diet ke dalam hati.
Dari jaringan lemak, lipid dilepas dan diangkut HATI. Perlemakan ringan pada hati mungkin tidak
dalam bentuk asam lemak bebas, sedang dari diet akan memperlihatkan perubahan makroskopik.
dalam bentuk kilomikron atau sebagai asam lemak Dengan meluasnya bagian yang mengalami
bebas. Asam lemak bebas masuk ke dalam sel hati, perlemakan, hati membesar dan menjadi
dan sebagian besar akan mengalami esterifikasi kekuningan. Jika keadaan ini berlanjut, berat hati
menjadi trigliserida. Sebagian lagi diubah menjadi bisa mencapai 3-6 kg dan berubah menjadi organ
yang berwarna kuning terang, lunak, dan berlemak.
kolesterol, fosfolipid, atau dioksidasi di dalam
Perlemakan diawali dengan terbentuknya inklusi
mitokondria menjadi badan-badan keton (ketone bermembran yang kecil (liposom) di dekat
bodies). Beberapa asam lemak disintesa dari asetat endoplasmik retikulum. Pada pengamatan dengan
di dalam sel hati. Agar bisa disekresikan oleh hati, mikroskop cahaya tampak sebagai vakuol lemak
maka di dalam sel hati trigliserida harus diikat oleh kecil di dalam sitoplasma di sekitar nukleus. Jika
molekul apoprotein khusus, yang disebut “lipid proses ini berlanjut, maka vauole-vakuol tersebut
acceptor proteins” guna membentuk liprotein. bergabung, membentuk suatu rongga jernih yang
Penimbunan trigliserida yang berlebih dalam kemudian mendesak nukleus ke tepi sel. Kadang-
sel hati bisa terjadi akibat defek pada salah satu kadang, sel-sel yang berdekat pecah dan globul
lemak tersebut mencair membentuk kista yang
mata rantai, mulai dari masuknya asam lemak disebut kista lemak.
sampai keluarnya sebagai lipoprotein. Defek
beberapa mata rantai tersebut bisa disebabkan oleh JANTUNG. Lipid, dalam bentuk lemak netral,
alkohol, hepatotoksin yang mengubah fungsi kadang-kadang terdapat di jantung berbentuk
mitokondrial dan mikrosomal. Karbontetraklorida butiran-butiran kecil. Ada 2 pola perlemakan
dan malnutrisi protein akan menurunkan sintesis jantung. Pertama, perlemakan karenat hipoksia
lipid acceptor proteins. Anoksia menghambat sedang yang lama, misalnya pada anemia berat. Di
sini terjadi penyimpanan lemak di dalam sel yang
14
secara makroskopik tampak sebagai pita tentang perubahan sitoskeletal. Contoh penimbunan
kekuningan pada miokardium yang berselang-seling protein intraseluler antara lain:
dengan pita merah-coklat dari miokardium sehat
seperti kulit singa (tigered effect). Pola yang kedua,
Reabsorbsi droplet pada tubulus renal
perlemakan terjadi akibat hipoksia yang lebih berat
atau oleh suatu bentuk miokarditis (misal: difteria), proksimal. Keadaan ini dijumpai pada penyakit
di mana sel-sel miokardium akan terkena secara ginjal yang disertai proteinuria (pengeluaran
uniform. protein melalui urine). Protein yang bocor dari
filter glomerulus, melewati tubulus proksimal
dan akan diabsorbsi kembali oleh sel epitel
Kolesterol dan kolesterol ester secara pinositosis. Vesikel pinositosis melebur
dengan lisosom dan membentuk fagolisosom,
Metabolisme kolesterol di dalam sel diatur secara yang tampak sebagai butiran hialin berwarna
ketat sedemikian rupa sehingga sel menggunakan jambon di dalam sitoplasma sel tubulus
kolesterol untuk sintesis membran sel dan tidak (Gambar 1-29).
terjadi penimbunan kolesterol ataupun kolesterol Imunoglobulin dalam sel plasma. Endoplasmik
ester. Namun penimbunan, bisa terjadi pada retikulum dari sel plasma yang sedang aktif
beberapa keadaan patologis di bawah pada memproduksi imunoglobulin bisa
membengkak dan membentuk benda inklusi
Aterosklerosis. Pada plak aterosklerotik, sel otot yang besar, berwarna eosinofilik, homogen,
polos dan makrofag pada lapisan intima aorta yang disebut benda-benda Russell (Russell
dan arteri besar penuh berisi vakuol lemak, yang bodies).
sebagian besar terdiri atas kolesterol dan Alpha1-antitrypsin (AAT) dalan sel hati. Pada
kolesterol ester. Sel-sel tersebut tampak berbuih defisiensi AAT, ensim tertimbun dalam
dan gerombolan sel tersebut di tunika intima endoplasmik retikulum sel hati berbentuk
membentuk ateroma yang penuh kolesterol dan inklusi globuler eosinofilik. Defek ini akibat
berwarna kuning. Sebagian sel yang substitusi satu asam amino ensim tersebut
mengandung lemak ini pecah dan melepaskan secara genetik, sehingga terjadi gangguan
lemaknya ke ruang ekstraseluler. Mekanisme pelipatan molekul ensim dan transportasinya di
akumulasi kolesterol pada kedua jenis dalam sitoplasma.
aterosklerosis akan dibahas secara rinci pada
Bab 11. Kolesterol ester ekstraseluler bisa
mengkristal berbentuk jarum-jarum panjang dan GLIKOGEN
tampak khas sebagai celah-celah pada sediaan
mikroskopik.
Penimbunan glikogen intraseluler yang berlebihan
Xanthoma. Penimbunan kolesterol intraseluler
dijumpai pada penderita yang mengalami ganguan
dalam makrofag juga karakteristik untuk
metabolisme glikogen dan glukosa. Massa glikogen
hiperlipidemia baik herediter maupun akuisital.
ini tampak sebagai vakuol jernih di dalam
Kelompok sel buih tampak pada jaringan ikat di
sitoplasma. Glikogen tidak dirusak oleh bahan
bawah epidermis dan pada tendo membentuk
fiksasi non-air; untuk melihatnya, jaringan
massa tumor yang sering disebut xanthoma.
sebaiknya difiksasi dalam alkohol absolut. Dengan
Radang dan nekrosis. Makrofag yang berbuih perwarnaan Best’s carmine atau dengan PAS,
sering dijumpai pada daerah jejas sel dan radang glikogen tampak berwarna jambon-ungu; dan
akibat fagositosis kolesterol dari membran sel sebagai kontrol, pada sediaan lain (paralel)
yang rusak akibat jejas, antara lain sel ditambahkan ensim diastase untuk menghidrolisa
parenkim, leukosit, dan eritrosit. Fosfolipid dan glikogen sebelum pewarnaan.
myelin figures juga dijumpai pada fokus Contoh utama gangguan metabolisme glukosa
peradangan. Jika jumlahnya berlebihan, adalah diabetes melitus. Pada penyakit ini glikogen
makrofag yang mengandung kolesterol ini dijumpai pada sel-sel epitel bagian distal tubulus
membentuk fokus peradangan berwarna convolutus proksimal dan pada loop of Henle
kekuningan. bagian desendens, dalam sel hati, sel beta pulau-
Kolesterolosis. Kolesterolosis adalah pulau Langerhans, dan sel otot jantung.
gerombolan makrofag yang mengandung lipid Ada suatu grup penyakit genetik yang disebut
pada lamina propia kantong empedu. glycogen storage diseases, atau glycogenoses di
Mekanisme akumulasi ini tidak diketahui mana glikogen juga ditimbun dalam sel. Pada
penyakit ini, sebagian glikogen normal dan
PROTEIN abnormal tidak bisa dimetabolisir. Penyakit-
penyakit tersebut merupakan contoh bahwa
Penimbunan protein yang secara morfologik bisa penimbunan suatu bahan bisa mengakibatkan jejas
terlihat lebih jarang terjadi dibanding penimbunan dan kematian.
lemak. Protein ini tampak sebagai massa atau
vakuol yang bulat berwarna eosinofil. Penimbunan
protein filamen dibicarakan pada pembahasan
15
berperan pada mineralisasi tulang- banyak dijumpai penurunan fungsi secara progresif pertanda menua,
pada kalsifikasi distrofik, paling tidak pada arteri dan akhirnya mati.
dan ginjal.49 Kolagen itu sendiri mempercepat Karena pertambahan usia, terjadi perubahan
pertumbuhan kristal. fisiologis dan struktural pada hampir semua organ.
Walaupun kalsifikasi distrofik mungkin hanya Menua sangat dipengaruhi faktor genetis, diet,
pertanda adanya jejas sel sebelumnya, kondisi sosial, dan terjadinya penyakit yang
kehadirannya sering menjadi penyebab gangguan berhubungan dengan usia lanjut, misalnya
fungsi suatu organ, misalnya pada penyakit katup aterosklerosis, diabetes melitus, dan osteoartritis.
jantung yang mengalami kalsifikasi dan pada Selain itu, banyak bukti yang menunjukkan bahwa
aterosklerosis. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut perubahan sel karena menua merupakan unsur
pada pembahasan masing-masing penyakit. penting dalam proses menua pada organisme yang
bersangkut. Di sini akan dibahas penuaan seluler
karena proses ini bisa merupakan akumulasi jejas
KALSIFIKASI METASTATIK subletal yang bertahun-tahun yang akhirnya
mengakibatkan kematian sel atau paling tidak
mengakibatkan sel tidak mampu memberi respons
Kalsifikasi metastatik bisa terjadi pada jaringan
terhadap jejas.
normal jika penderita mengalami hiperkalsemia.
Beberapa fungsi sel menurun secara progresif
Hiperkalsemia juga memperberat kalsifikasi
pada menua. Fosforilasi oksidatif oleh mitokondria
distrofik. Penyebab hiperkalsemia antara lain
berkurang, begitu pula sintesis ensim maupun
hiperparatiroidisme, keracunan vitamin D,
protein struktural oleh DNA dan RNA, dan sintesis
sarkoidosis sitemik, sindrom milk-alkali,
reseptor sel. Kemampuan uptake nutrien dan
hipertiroidisme, hiperkalsemia idiopatik pada bayi,
kemampuan memperbaiki kerusakan kromosom
penyakit Addison (defisiensi adrenokortikal),
pada sel yang menua menurun. Perubahan
peningkatan katabolisme tulang karena tumor di
morfologik pada sel yang menua antara lain
tulang (misal multipel mieloma dan metastasis
nukleus yang ireguler dan berlobus abnormal,
kanker) dan leukemia, dan penurunan pembentukan
mitokondria pleomorfik dan bervakuol,
tulang karena imobilisasi. Hiperkalsimia juga bisa
endoplasmik retikulum menurun, dan aparatus
terjadi pada gagal ginjal yang lanjut yang disertai
Golgi mengalami distorsi. Pada waktu yang sama,
retensi fosfat, sehingga terjadi hiperparatiroidisme
terjadi penimbunan pigmen lipofusin yang
sekunder.
merupakan produk peroksidasi lipid.
Kalsifikasi metastatik bisa meluas ke seluruh
Walaupun banyak teori diajukan mengenai
tubuh, tetapi paling sering mengenai jaringan
proses menua, pada umumnya para ahli
interstitial pembuluh darah, ginjal, paru, dan
beranggapan bahwa ini bersifat multifaktorial.
mukosa gastrik. Di semua organ ini garam kalsium
Proses ini meliputi program molekuler penuaan sel
secara morfologis serupa dengan pada kalsifikasi
yang endogen dan paparan terhadap pengaruh
distrofik. Jadi kalsifikasi metastatik bisa berupa
eksogen semasa hidup, yang mengakibatkan
timbunan bahan amorf nonkristal atau, kadang-
kemampuan hidup sel menurun secara progresif
kadang, sebagai kristal hidroksi apatit. Kalsifikasi
(disebut “wear and tear” = aus).50 Pada skenario
metastatik agaknya juga bermula di mitokondria.
ini, jejas molekuler terhadap sel melampaui
Tetapi, kalsifikasi matastatik pada tubulus ginjal
kemampuannya memperbaiki diri, sehingga
terjadi pada membran basalis, mungkin
mempercepat proses menua. Kini akan kita tinjau
berhubungan dengan vesikel ekstraseluler yang
lebih dahulu proses penuaan sel dan kemudian
nenonjol dari sel epitel.
penyebab molekuler yang dianggap penyebab
Secara umum, garam mineral tidak
keausan sel.
menyebabkan gangguan klinik, tetapi penimbunan
Sel yang menua in vitro telah banyak diteliti.
massif di paru-paru bisa tampak pada foto rontgen
Diawali dengan observasi Hayflick terhadap kultur
dan mengganggu pernafasan. Penimbunan massif di
sel fibroblas manusia yang ternyata usianya terbatas
ginjal (nefrokalsinosis) bisa berakhir dengan
sel tersebut berhenti mitosis dan menjadi tua
kerusakan ginjal.
setelah kira-kira 50 kali membelah. Bahkan sel
dari penderita progeria atau sindroma Werner, yang
menunjukkan tanda menua prematur, usianya pada
SEL YANG MENUA kultur sel sangat menurun, sedang sel kanker
berproliferasi tanpa batas dan immortal. Penyebab
Walaupun istilah menua banyak dipakai dalam hilangnya kemampuan replikasi ini tidak diketahui
percakapan sehari-hari, definisinya yang tepat sukar jelas. Beberapa teori yang diajukan a.l. aktifasi gen
dibuat. Mungkin deskripsi yang terbaik adalah dari spesifik untuk penuaan (pada kromosom 1 dan 4);
Shakespeare yang merincikan tahap-tahap perubahan atau hilangnya gen yang mengatur
kehidupan manusia dengan sebutan Seven Ages of pertumbuhan (misal c-fos dan gen Rb), induksi
Man (tujuh tahap kehidupan manusia). Diawali penghambat faktor pertumbuhan pada sel yang
dengan konsepsi, meliputi diferensiasi dan maturasi menua; dan berbagai mekanisme genetik yang lain.
organisme dan sel-selnya, kemudian terjadi Salah satu hipotesis mengenai defek gen adalah
pemendekan telomer kromosom. Telomer sangat
18
penting dalam mengstabilkan bagian terminal Masih banyak yang musti dibicarakan mengenai
kromosom dan menancapkan pada matriks nekleus. mekanisme perubahan pada sel yang menua,
Panjang telomer berkurang pada kultur yang sudah sebagian dari mekanisme ini mungkin merupakan
berulang-ulang dan pada kultur sel manusia usia peristiwa yang relatif unik dan telah terprogram
lanjut. Telomer terpanjang pada sel sperma dan yang meliputi proliferasi dan diferensiasi sel, dan
lebih panjang pada sel fetus dibanding sel dewasa mekanisme yang lain adalah akibat jejas
sintesisnya de novo diatur oleh ensim lingkungan secara progresif, yang lama-kelamaan
telomerase, dan ada korelasi antara panjang telomer melampaui mekanisme defens sel. Kerusakan
dengan kandungan telomerase. Diduga hilangnya akibat radikal bebas oksidatif, modifikasi protein
DNA pada ujung kromosom yang mengalami pasca-translasi, dan perubahan respons protein
pemendekan telomer mengakibatkan hilangnya gen heat-shock mungkin merupakan penyebab
tertentu yang esensial, yang berakibat pemendekan molekuler yang utama pada kerusakan struktural
usia sel. dan fungsional sel akibat faktor eksogen.
Kini semakin banyak yang diketahui mengenai
penuaan sel. Teori yang banyak diterima adalah
kerusakan progresif oleh radikal bebas semasa PENUTUP
hidup. Kerusakan ini bisa terjadi akibat paparan
terhadap lingkungan tersebut secara berulang- Berbagai bentuk kerusakan sel yang dibahas di atas
ulang, misalnya radiasi ion atau penurunan terlihat merupakan suatu spektrum yang luas, mulai
mekanisme defens antioksidan (misalnya vitamin dari jejas sel akut yang reversibel dan ireversibel,
E, glutation peroksidase) atau keduanya. sampai kematian sel yang terprogram seperti halnya
Penimbunan lipofusin berbanding lurus dengan apoptosis, sampai pada perubahan patologis
kerusakan akibat radikal bebas, tetapi pigmen itu organela sel, penimbunan intraseluler, termasuk
sendiri tidak bersifat toksik. Selain peroksidasi pigmentasi. Mekanisme tersebut akan selalu
lipid, radikal bebas menginduksi kerusakan asam diulang dalam buku ini, karena setiap jejas yang
nukleat. Bahkan diduga radikal bebas oksigen mengenai suatu organ dan demikian pula halnya
mengakibatkan modifikasi sekitar 10.000 basa penyakit, terjadi karena gangguan struktur dan
DNA per sel setiap hari, jumlah yang lama fungsi sel.
kelamaan melampaui kemampuan mekanisme
pemulihan DNA. Tidak hanya nukleus, tetapi juga
mutasi DNA mitokondrial bisa dipengaruhi oleh ----- terima kasih -----
radikal bebas, dan mutasi serta delesi DNA
meningkat secara dramatik seiring dengan
pertambahan umur. Radikal bebas oksigen juga
mengkatalisir modifikasi oksidatif protein,
termasuk juga enzim, sehingga protein tersebut
bisa diuraikan oleh protease alkalin atau protease
netral sitosol; dan ini akan mempengaruhi fungsi
sel lebih lanjut. 20
Modifikasi pasca-translasi protein intra- dan
ekstraseluler, yang terjadi seiring dengan
pertambahan usia, merupakan penyebab perubahan
morfologik dan fungsional pada sel yang menua.
Salah satu modifikasi yang dewasa ini banyak
menarik perhatian adalah glikosilasi protein
nonenzimatik, yang akan membentuk produk akhir
glikosilasi tingkat lanjut yang mampu membuat
protein berikatan silang (cross linking) dengan
protein di dekatnya. Produk tersebut meningkat
secara bermakna sesuai dengan pertambahan usia,
dan ada bukti bahwa mereka berperan pada
patogenesis lesi mikrovaskuler pada penderita
diabetes mellitus. Katarak senilis juga terjadi akibat
glikosilasi protein lensa karena usia lanjut.
Akhirnya, ada bukti bahwa terjadi perubahan-
perubahan pada induksi protein heat-shock,
terutama Hsp70 in vitro pada sel yang tua dan in
vivo pada binatang percobaan yang berusia lanjut.
Karena respons heat-shock merupakan mekanisme
defens yang penting terhadap berbagai macam
stres, jika jumlahnya berkurang karena usia lanjut,
maka ketahanan hidup sel juga menurun.