Anda di halaman 1dari 18

Jejas dan kematian sel

Resume Buku Ajar oleh dr.Eko N.R.,SpPA


Robbins

MENGENAL PATOLOGI berlebihan atau suatu rangsangan patologis, bisa


menimbulkan adaptasi seluler, baik fisiologik
maupun morfologik, sehingga tercapailah steady
Secara harfiah, patologi artinya ilmu (logos) state baru guna mempertahankan kehidupan sel
tentang penyakit (pathos). Lebih spesifik lagi, serta menyesuaikan fungsinya. Misalnya,
patologi adalah ilmu yang mempelajari perubahan pembesaran otot atlit angkat besi terjadi karena
struktural serta fungsional pada sel, jaringan, dan adaptasi seluler; pembesaran otot ini terjadi karena
organ yang mendasari suatu penyakit (“disease”). ukuran masing-masing serabut otot bertambah.
Dengan menggunakan teknik molekuler, Dengan demikian bebannya terbagi pada komponen
mikrobiologi, imunologi, dan morfologi, patologi seluler yang lebih banyak dan masing-masing
berusaha menjelaskan “sebab” gejala dan tanda serabut otot terhindar dari kerja yang berlebihan
suatu penyakit dan “akibat” yang bisa terjadi. Oleh dan sekaligus terhindar dari jejas. Sel otot yang
karenanya, patologi memberikan dasar yang membesar tadi akhirnya mencapai suatu
rasional pada perawatan dan terapi di klinik. keseimbangan baru yang memungkinannya
Ada empat aspek proses penyakit yang menjadi bertahan pada tingkat aktifitas yang lebih tinggi.
pokok bahasan patologi, yakni (1) penyebabnya Respons adaptasi di mana terjadi penambahan
(etiologi), (2) mekanisme kejadiaannya ukuran dan fungsi sel disebut hipertrofi.
(patogenesis), (3) perubahan struktural yang Sebaliknya, atrofi adalah respons adaptasi yang
ditimbulkan pada sel dan organ tubuh (perubahan mana terjadi penurunan ukuran dan fungsi sel.
morfologis), dan akibat perubahan morfologis Jika batas respons adaptasi terlampaui, atau
tersebut terhadap fungsi (kepentingan klinik). pada keadaan tertentu di mana respons adaptasi
Jelaslah segala bentuk jejas organ bermula pada tidak memungkinkan, terjadilah serangkaian
perubahan struktural atau molekuler di dalam sel, peristiwa yang disebut jejas sel.
suatu konsep yang pertama-tama dikemukakan Jejas sel sampai batas tertentu bersifat reversibel
Rudolf Virchow, dikenal sebagai “bapak” patologi (bisa pulih), tetapi jika stimulus tersebut menetap
modern, pada abad ke-19. Oleh karena itu kita atau terlalu berat, sel akan sampai pada titik yang
mulai dengan mempelajari penyebab, mekanisme bisa kembali (point of no return) dan mengalami
molekuler, dan perubahan-perubahan struktural jejas yang ireversibel serta kematian sel. Misalnya,
pada jejas sel. jika suplai darah untuk suatu segmen jantung
Suatu jaringan mengandung berbagai macam sel terputus selama 10-15 menit dan kemudian pulih,
yang senantiasa berinteraksi satu sama lain, dan maka sel-sel otot miokardial mengalami jejas
diperlukan sistem matriks ekstra-seluler yang namun dapat pulih dan berfungsi normal kembali.
canggih guna mempertahankan integritas suatu Tetapi, jika aliran darah tersebut tidak pulih sampai
organ. Interaksi sel-sel dan sel-matriks sangat 1 jam kemudian, maka terjadilah jejas ireversibel
mempengaruhi respons terhadap jejas, yang dan sebagian serabut otot jantung mati. Adaptasi,
kemudian menjadi jejas jaringan dan organ. Jejas jejas yang reversibel, jejas ireversibel, dan
seluler sama pentingnya dengan jejas kematian sel bisa dianggap sebagai tahap-tahap
jaringan/organ dalam menentukan pola perubahan penyimpangan terhadap fungsi dan struktur normal
morfologi dan penampilan klinik suatu penyakit. sel.
Kematian sel, hasil akhir jejas sel, adalah salah
satu kejadian yang paling krusial pada patologi;
BEBERAPA DEFINISI bisa mengenai segala macam sel dan merupakan
akibat utama iskemia (kekurangan aliran darah),
infeksi, toksin, dan reaksi imun. Selain itu,
Struktur sel normal dan fungsi metabolisme, kematian sel juga sangat penting pada
diferensiasi, serta spesialisasinya dibatasi oleh embriogenesis normal, pertumbuhan jaringan
program genetik; juga oleh sel-sel di sekitarnya, limfoid, involusi hormonal dan merupakan tujuan
dan oleh persediaan substrat metabolik. Walaupun radioterapi dan kemoterapi kanker.
dibatasi demikian, sel-sel tersebut tetap mampu Ada 2 pola morfologi kematian sel, nekrosis dan
memenuhi kebutuhan fisiologis  ini disebut apoptosis. Nekrosis atau nekrosis koagulasi adalah
homeostasis normal. Stres fisiologis yang agak jenis kematian sel yang lebih sering dijumpai
2

karena stimuli eksogen, terjadi sesudah stres yang lebih berat mengakibatkan jejas dan akhirnya
misalnya iskemia dan jejas kimiawi, dan nampak kematian sel.
sebagai pembengkakan sel yang berat atau ruptur
sel, denaturasi dan koagulasi protein sitoplasma, AGEN FISIK. Agen fisik antara lain trauma
dan hancurnya organela sel. Apoptosis merupakan mekanik, suhu yang ekstrim (terbakar dan sangat
kejadian yang lebih beraturan. Tujuannya adalah dingin), perubahan mendadak tekanan atmosfir,
untuk membuang/menghilangkan populasi sel yang radiasi, dan tersetrum.
tidak diperlukan selama embriogenesis dan pada
berbagai proses fisiologis. Walaupun begitu, AGEN KIMIAWI DAN OBAT-OBATAN. Daftar
apoptosis bisa juga terjadi pada kondisi patologis bahan kimia yang bisa menimbulkan jejas sel tidak
dan kadang-kadang disertai dengan nekrosis. mungkin disajikan di sini. Bahan kimia sederhana,
Perubahan morfologinya yang terpenting adalah misalnya glukose atau garam, pada konsentrasi
kondensasi dan fragmentasi kromatin. Walaupun tinggi bisa menyebabkan jejas sel secara langsung
mekanisme nekrosis dan apoptosis berbeda, akan atau dengan jalan merusak homeostasis elektrolit
terlihat nanti bahwa ada beberapa persamaan pada sel. Bahkan, oksigen pada konsentrasi tinggi sangat
kedua proses tersebut. toksik. Walaupun sedikit, suatu racun, seperti
Perubahan-perubahan seluler yang diuraikan di misalnya arsen, sianida, atau garam merkuri, bisa
atas  jejas sel yang reversibel maupun ireversibel merusak sejumlah besar sel dalam beberapa menit
yang berlanjut menjadi nekrosis atau apoptosis  atau jam dan mengakibatkan kematian. Bahan-
merupakan pola morfologik jejas sel akut yang bahan lain adalah yang sehari-hari menemani kita:
ditimbulkan oleh berbagai stimuli. lingkungan dan polusi udara, insektisida, dan
Ada tiga perubahan morfologik lain yang akan herbisida; bahan-bahan industri, seperti karbon
diterangkan: perubahan subseluler, yang umumnya monoksida dan asbes; stimulus sosial, seperti
terjadi sebagai respons terhadap stimuli yang alkohol dan narkotik; dan obat-obatan.
kronik atau persisten; penimbunan intraseluler
berbagai bahan  lipid, karbohidrat, dan protein  AGEN INFEKSI. Agen ini mulai dari virus yang
yang terjadi akibat gangguan metabolisme sel atau submikroskopik sampai cacing pita yang besar.
penyimpanan yang berlebih; dan kalsifikasi Yang berukuran di antara keduanya bisa riketsia,
patologik, konsekuensi yang umum terjadi pada bakteria, jamur, dan parasit.
jejas sel dan jaringan.
REAKSI IMUNOLOGIK. Reaksi ini bisa
menyelamatkan tetapi bisa juga membunuh.
Walaupun sistem imunologi bertujuan untuk
PENYEBAB JEJAS SEL melawan agen biologik, reaksi imun bisa juga
menyebabkan jejas sel. Contoh yang terpenting
Penyebab jejas dan kematian sel sangat banyak, adalah reaksi anafilaktik terhadap protein asing atau
mulai dari defek enzim vital yang genetis (endogen) terhadap suatu obat. Demikian pula reaksi terhadap
 sehingga mengganggu fungsi metabolisme antigen-diri (self-antigens) yang diduga menjadi
normal  sampai kekerasan fisik seperti penyebab penyakit autoimun.
kecelakaan mobil (eksogen). Namun, pada
umumnya bisa digolongkan dalam beberapa KERUSAKAN GENETIK. Defek genetik sebagai
kategori besar sbb.: penyebab jejas sel menjadi perhatian utama para
ahli dewasa ini. Akibat jejas genetik bisa tampak
HIPOKSIA. Hipoksia, penyebab terpenting dan jelas (misalnya malformasi kongenital pada
tersering pada jejas dan kematian sel, mengganggu sindrom Down) tetapi bisa juga tidak kelihatan
proses respirasi oksidatif aerobik. Iskemia (misalnya defek pada gen yang mengkode
(kekurangan aliran darah), yang ditimbulkan oleh hemoglobin sehingga terbentuk hemoglobin S
aterosklerosis atau trombi, adalah penyebab seperti pada sickle cell anemia
tersering hipoksia. Penyebab hipoksia yang lain
adalah kekurangan oksigenasi darah akibat KETIDAK-SEIMBANGAN NUTRISI. Hingga
kegagalan sistem kardiorespirasi. Berkurangnya kini ketidakseimbangan nutrisi masih menjadi
kapasitas darah mengangkut oksigen, misal pada penyebab utama jejas sel. Defisiensi protein-kalori
anemia atau keracunan karbon monoksida (yang menyebabkan banyak kematian, terutama pada
membentuk ikatan karbon monoksihemoglobin masyarakat miskin. Ironisnya, kelebihan nutrisi
yang stabil sehingga menghambat pengangkutan juga menjadi penyebab penting jejas sel. Kelebihan
oksigen), adalah penyebab lain hipoksia yang relatif lipid menjadi predisposisi aterosklerosis, dan
jarang. Tergantung berat-ringannya hipoksia, sel obesitas adalah contoh nyata kelebihan lemak di
bisa beradaptasi, mengalami jejas, atau mati. dalam sel tubuh. Di AS aterosklerosis bersifat
Misalnya, jika arteria femoralis menyempit, sel-sel endemik dan obesitas kini merajalela.
otot skeleton kaki bisa menyusut (atrofi).
Pengurangan massa sel ini berlangsung sampai
tercapai titik keseimbangan baru antara kebutuhan
metabolik dan tersedianya suplai oksigen. Hipoksia
3

JEJAS SEL DAN NEKROSIS mengakibatkan jejas sel dengan jalan mengganggu
substrat endogen atau enzim. Yang sangat rentan
adalah glikolisis, siklus asam sitrat, dan fosforilasi
MEKANISME UMUM oksidatif pada lapisan dalam membran mitokondria.
Sianida, misalnya, menghambat sitokrom oksidase,
Beberapa hal perlu diingat. dan fluoroasetat mengganggu siklus asam sitrat;

keduanya mengakibatkan penurunan ATP. Beberapa
Ada 4 sistem di dalam sel yang sangat rentan: bakteri aerobik, seperti Clostridium perfringens,
(1) pertahanan integritas membran sel, yang melepaskan fosfolipase yang merusak fosfolipid
menjaga homeostasis ionik dan osmotik sel dan membran sel.
organelanya; (2) pernafasan aerobik yang Namun, ada 4 peristiwa biokimiawi yang
meliputi fosforilasi oksidatif dan pembentukan agaknya penting pada kejadian jejas sel dan
adenosin trifosfat (ATP); (3) sintesis enzim dan kematian sel, apapun agen penyebabnya. Ini
protein struktural; dan (4) pertahanan meliputi:
integritas aparatus genetik sel. 
Oksigen dan radikal bebas dari oksigen.

Elemen struktural dan biokimiawi suatu sel Kekurangan oksigen mendasari patogenesis
terkait erat satu sama lain, sehingga apapun jejas sel pada iskemia. Juga diketahui bahwa
penyebab pertamanya, jejas pada satu lokus oksigen yang tereduksi sebagian merupakan
akan mengakibatkan efek sekunder yang luas. mediator kematian sel pada berbagai keadaan

Perubahan morfologik pada jejas sel menjadi patologis. Radikal bebas ini mengakibatkan
nyata hanya kalau sistem biokimiawi yang peroksidasi lipid dan menimbulkan berbagai
krusial di dalam sel terganggu. Seperti yang efek negatif terhadap struktur sel. Hal ini akan
diharapkan, perubahan morfologik pada kita bahas lebih lanjut di bawah.
kerusakan sel yang letal berlangsung lebih lama 
Kalsium intraseluler dan hilangnya
dibanding kerusakan yang reversibel. Misalnya, homeostasis kalsium. Kalsium bebas dalam
pembengkakan sel adalah perubahan morfologik sitosol dipertahankan agar tetap pada
yang reversibel, dan ini bisa terjadi dalam konsentrasi yang sangat rendah (kurang dari 0,1
beberapa menit saja. Tetapi perubahan M) dibanding kadar kalsium ekstraseluler yang
mikroskopik kematian sel jantung hanya dapat 1,3 mM, dan kalsium intraseluler kebanyakan
terlihat secara mikroskopik 10-12 jam sesudah terdapat dalam mitokondria dan endoplasmik
iskemia total, sementara jejas yang ireversibel retikulum. Perbedaan kadar tersebut diatur oleh
terjadi selama 20-60 menit. Sudah barang tentu Ca++, Mg++-ATPase yang energi-dependen dan
perubahan ultrastruktural sudah bisa terlihat terdapat pada membran. Iskemia dan toksin
sebelum tampak perubahan pada level tertentu menyebabkan kenaikan kadar kalsium
mikroskopik cahaya. sitosol pada fase dini, akibat arus masuk Ca ++

Reaksi sel terhadap jejas tergantung jenis melintasi membran plasma dan pelepasan Ca ++
penyebabnya, lamanya, dan berat-ringannya. oleh mitokondria dan endoplasmik retikulum.
Toksin dosis rendah atau iskemia jangka pendek Kenaikan Ca++ di dalam sel terus berlangsung
mungkin hanya mengakibatkan jejas reversibel, akibat kenaikan permeabilitas membran yang
tetapi jika dosisnya besar atau iskemianya lama, nonspesifik. Kenaikan Ca++ pada gilirannya
bisa terjadi kematian sel secara mendadak atau mengaktifkan beberapa enzim yang berpotensi
jika diberikan perlahan-lahan, jejas yang merusak sel. Enzim yang diaktifkan oleh
ireversibel akan berakhir dengan kematian sel. kalsium antara lain fosforilase (yang merusak

Jenis, status, dan kemampuan adaptasi sel yang membran), protease (yang menguraikan protein
bersangkutan juga menentukan konsekuensi membran maupun sitoskeleton), ATPase
yang terjadi pada jejas sel. Status nutrisi dan (sehingga jumlah ATP menurun), dan
status hormonal serta kebutuhan metabolik endonuklease (yang mengakibatkan fragmentasi
suatu sel ikut menentukan responsnya terhadap kromatin). Walaupun sudah jelas bahwa sel
suatu jejas. Bagaimana kerentanan suatu sel yang mengalami jejas menimbun kalsium dan
terhadap kekurangan darah atau hipoksia? Sel kalsium merupakan mediator berbagai kejadian
otot seran lintang tungkai bawah bisa pada jejas sel, masih terdapat perbedaan
diistirahatkan total jika tidak mendapat suplai pendapat para pakar apakah dengan demikian
darah; lain halnya dengan otot jantung. Dua kalsium merupakan sebab terdekat jejas sel
individu yang terpapar bahan toksik dengan yang ireversibel.
konsentrasi sama, misalnya karbon tetraklorida, 
Penurunan ATP. Berkurangnya nukleotid
bisa tanpa akibat pada yang satu tetapi piridin dalam mitokondria serta penurunan ATP
mengakibatkan kematian sel pada yang lain. Hal yang diakibatnya, dan penurunan sintesis ATP
ini mungkin karena perbedaan kandungan sering terjadi akibat iskemia dan jejas toksik.
enzim hepar yang merubah karbon tetraklorida Fosfat energi-tinggi dalam bentuk ATP
menjadi hasil sampingan yang toksik. diperlukan pada berbagai proses sintesis dan
penguraian di dalam sel, misalnya transport
Sebagian agen jejas telah diketahui mekanisme membran, sintesis protein, lipogenesis, dan
dan lokus serangannya. Beberapa toksin, misalnya,
4

reaksi deasil-reasilisasi pada pergantian ekstraseluler. Untuk mengimbangi hal ini,


fosfolipid. Penurunan ATP juga mengakibatkan konsentrasi natrium intraseluler dipertahankan lebih
integritas membran sel menurun. Hal ini tampak rendah dibanding ekstraseluler oleh pompa natrium
jelas pada kematian sel. yang energi-dependen (ouabain-sensitive Na+ K+-

Defek permeabilitas membran. Penurunan ATPase), yang juga mempertahankan konsentrasi
permeabilitas membran selektif yang diikuti kalium senantiasa jauh lebih tinggi di dalam sel
kerusakan membran yang berat selalu terjadi daripada di luar sel. Kegagalan transpor aktif ini,
pada semua jenis jejas sel. Defek tersebut bisa karena penurunan konsentrasi ATP dan
terjadi akibat serangkaian peristiwa yang peningkatan aktifitas enzim ATPase,
meliputi penurunan ATP dan aktifasi enzim mengakibatkan penimbunan natrium di dalam sel
fosfolipase oleh kalsium, yang akan dibahas dan difusi kalium ke luar sel. Akibatnya air tertarik
secara lebih rinci kemudian. Namun, membran masuk ke dalam sel, sel membengkak, dan
plasma juga bisa rusak sebagai akibat langsung endoplasmik retikulum berdilatasi. Mekanisme
toksin bakteri, protein virus, lisis oleh kedua pembengkakan sel pada iskemia adalah
komplemen, produk yang dihasilkan limfosit karena kenaikan tekanan osmotik intraseluler akibat
sitolitik (perforins), dan berbagai agen fisik akumulasi katabolit, misalnya fosfat anorganik,
maupun kimiawi. laktat, dan nukleosida purin. Pada sel epitel yang
Setelah membicarakan secara singkat mekanisme terpolarisasi, misalnya sel tubulus proksimal ginjal,
umum perubahan pada jejas sel, sekarang akan kita berkurangnya polarisasi distribusi enzim membran
uraikan dengan lebih mendetail 3 bentuk utama pada awal iskemia, merupakan penyebab
jejas sel: (1) jejas sel akibat iskemia dan hipoksia; perubahan-perubahan dini sistem transpor pada sel-
(2) jejas sel akibat radikal bebas, termasuk oksigen sel tersebut.
yang teraktifasi; dan (3) jejas oleh bahan toksik. Kejadian berikutnya adalah pelepasan ribosom
dari endoplasmik retikulum granuler dan disosiasi
polisom menjadi monosom, mungkin akibat
JEJAS ISKEMIK DAN HIPOKSIK gangguan interaksi (yang energi-dependen) antara
membran endoplasmik retikulum dan ribosomnya.
Jika hipoksia berlanjut, terjadi perubahan lain yang
JEJAS SEL YANG REVERSIBEL. Target juga mencerminkan kenaikan permeabilitas
pertama serangan hipoksia adalah sistem respirasi membran dan hilangnya fungsi mitokondria. Pada
aerobik, yakni fosforilasi oksidatif dalam permukaan sel terbentuk gelembung (blebs), dan
mitokondria.5 Seiring dengan berkurangnya sel yang memiliki mikrovili (misal: sel epitel
tekanan oksigen di dalam sel, terjadi penurunan tubulus proksimal) mulai kehilangan struktur
fosforilasi oksidatif, sehingga pembentukan ATP mikrovili normalnya. “Myelin figure” (gambaran
juga berkurang atau bahkan berhenti. Penurunan mielin), yang berasal dari membran plasma dan
ATP  yang menjadi sumber energi  ini membran organela, bisa dijumpai di dalam
memberi pengaruh luas terhadap berbagai sistem di sitoplasma atau di luar sel. Diduga hal ini akibat
dalam sel. Otot jantung, misalnya, berhenti penguraian lipoprotein yang mengakibatkan grup
kontraksi dalam 60 detik sesudah oklusi arteri fosfatid menjadi terbuka, sehingga air masuk dan
koroner. (catatan: berhentinya kontraksi bukan tertimbun di antara lapisan membran. Bersamaan
berarti kematian sel.) Penurunan ATP dalam sel dengan itu, mitokondria biasanya membengkak,
dan kenaikan adenosin monofosfat (AMP) yang akibat hilangnya kontrol volume oleh organela ini;
mengiringinya memacu aktifitas enzim endoplasmik retikulum tetap melebar; dan seluruh
fosfofruktokinase dan fosforilase. Ini berakibat sel tampak membengkak, disertai kenaikan
kenaikan glikolisis anaerob yang bertujuan untuk konsentrasi air, natrium, dan klorida dan penurunan
membentuk ATP dari glikogen guna konsentrasi kalium. Sampai batas ini, semua
mempertahankan sumber energi sel. Dengan perubahan di atas masih bersifat reversibel jika
demikian glikogen akan cepat menurun. ATP juga oksigenasi pulih.
dibentuk secara anaerob dari kreatin fosfat dengan
bantuan enzim kreatin kinase. Glikolisis JEJAS YANG IREVERSIBEL. Jika iskemia
mengakibatkan penimbunan asam laktat dan fosfat berlanjut, terjadilah jejas yang ireversibel.
anorganik hasil hidrolisis ester fosfat. Hal ini Sebagaimana akan dijelaskan kemudian, belum ada
mengakibatkan penurunan pH di dalam sel. Pada penjelasan secara biokimiawi yang bisa diterima
fase ini kromatin inti mulai menggumpal akibat umum mengenai transisi dari jejas yang reversibel
penurunan pH. ke kematian sel. Namun, jejas yang ireversibel
Penurunan ATP menjadi sebab utama secara morfologik menunjukkan vakuolisasi
pembengkakan sel akut (edema sel), salah satu mitokondria yang berat (termasuk juga kristanya),
kejadian awal jejas iskemik. Ini terjadi akibat kerusakan membran plasma yang luas, dan
gangguan regulasi volume sel oleh membran pembengkakan lisosom. Di dalam matriks
plasma. Dalam keadaan normal, sel mamalia mitokondria terbentuk massa yang amorf, flokulen,
memiliki tekanan koloid osmotik intraseluler yang dan besar. Pada otot jantung, ada beberapa tanda
tinggi, yang dipertahankan oleh konsentrasi protein jejas ireversibel dan ini bisa terlihat 30-40 menit
intraseluler yang senantiasa lebih tinggi dibanding sesudah iskemia. Kemudian terjadi arus masuk
5

(influx) kalsium secara besar-besaran, terutama jika telah mati? Dan peristiwa biokimiawi yang mana
zona iskemik tadi mengalami reperfusi. Pada yang menjadi “point of no return”? Jangka waktu
membran yang hiperpermeabel itu terjadi hipoksia yang diperlukan untuk menimbulkan jejas
pengeluaran protein, enzim, koenzim, dan asam sel yang ireversibel berbeda-beda, tergantung jenis
ribonukleat. Sel tersebut juga bisa mengeluarkan sel, status nutrisi, dan status hormonal binatang
metabolit, yang sangat diperlukan untuk yang bersangkutan. Sel hati membutuhkan antara 1
rekonstitusi ATP, sehingga terjadi pengurangan sampai 2 jam iskemia guna menimbulkan
lebih lanjut jumlah fosfat energi-tinggi di dalam sel. kerusakan yang ireversibel. Di otak, neuron
Pada fase lanjut ini, terjadi jejas membran mengalami kerusakan yang ireversibel sesudah
lisosom, diikuti dengan kebocoran enzim yang iskemia selama 3 sampai 5 menit. Status nutrisi sel
dikandungnya ke dalam sitoplasma dan aktifasi yang bersangkutan juga berperan penting. Sel hati
enzim hidrolase asam. Lisosom mengandung tikus yang diberi makan normal mengandung
RNAase, DNAase, protease, fosfatase, glukosidase, banyak glikogen dan memiliki ketahanan yang
dan katepsin. Aktifasi enzim-enzim ini akan lebih dibanding sel hati tikus yang kekurangan
mengakibatkan penghancuran secara enzimatik nutrisi.
komponen sel yang terlihat dengan berkurangnya Jadi, peristiwa yang mana yang menentukan
ribonukleoprotein, deoksiribo-nukleoprotein, dan suatu jejas hipoksik letal? Ada 2 fenomena yang
glikogen dan berbagai perubahan inti yang akan menandai ireversibilitas: yang pertama adalah
dijelaskan kemudian. Walaupun perubahan- ketidakmampuan memulihkan gangguan fungsi
perubahan ini dulu dianggap karena penurunan pH, mitokondria jika dilakukan reperfusi atau
penelitian mutakhir menunjukkan bahwa penurunan reoksigenasi, dan yang kedua adalah terjadinya
pH pada fase dini akan diikuti dengan perubahan ke kerusakan fungsi membran yang mencolok.
pH netral atau bahkan alkalis jika jejas menjadi Penurunan ATP jelas bertanggung jawab atas
ireversibel. Dan dari berbagai model penelitian segala gangguan fungsi maupun struktural akibat
iskemia dan reperfusi, ternyata asidosis melindungi iskemia sebagaimana dijelaskan di atas. Dan
sel terhadap jejas letal, namun mekanismenya tidak terbukti pemberian infus cairan yang kaya-ATP bisa
jelas. memberikan perlindungan terhadap jejas iskemia
Begitu sel mati, komponen sel dihancurkan pada beberapa binatang percobaan. Pada sel otot
secara bertahap, dan terjadilah kebocoran enzim jantung, penurunan ATP yang mencolok
dimana-mana masuk ke dalam rongga ekstraseluler berhubungan erat dengan terjadinya jejas letal.
dan sebaliknya makromolekul dari rongga Walaupun demikian, secara eksperimental ternyata
interstitial masuk ke dalam sel yang mati tersebut. kematian sel bisa dihindari walaupun kadar ATP
Akhirnya komponen sel yang mati tersebut diganti diturunkan. Penelitian tersebut memunculkan
dengan massa fosfolipid berupa myelin figures. pemikiran baru bahwa peran deplesi ATP pada
Massa ini kemudian difagositosis oleh sel lain atau ireversibilitas adalah sumbangannya bagi kejadian
dihancurkan lebih lanjut menjadi asam lemak. Sisa- kritis yang kedua  kerusakan membran sel.
sisa asam lemak tersebut bisa mengalami kalsifikasi Banyak bukti yang menunjukkan bahwa
dan membentuk sabun kalsium. kerusakan membran sel menjadi faktor penentu
Kebocoran enzim intraseluler melalui membran patogenesis jejas sel yang ireversibel. Hilangnya
plasma yang abnormal masuk ke dalam serum, regulasi volume, kenaikan permeabilitas terhadap
mempunyai implikasi penting sebagai parameter molekul ekstraseluler, dan defek membran plasma
klinik adanya kematian sel. Otot jantung, misalnya, yang hanya tampak secara mikroskop elektronik,
mengandung enzim glutamik-oksaloasetik terjadi pada fase-fase awal jejas ireversibel.
transaminase (GOT), piruvat transaminase, laktat Apapun juga mekanisme suatu jejas membran,
dehidrogenase (LDH), dan kreatin kinase. Kenaikan gangguan integritas membran yang ditimbulkan
kadar enzim-enzim tersebut di dalam serum, mengakibatkan pertambahan arus masuk kalsium
terutama isoenzim yang spesifik untuk otot jantung dari ruang ekstraseluler. Jika kemudian jaringan
(misal: CK-MB), menjadi kriteria penting untuk iskemik tersebut mengalami reperfusi, sebagaimana
infark miokardial, suatu lokus kematian sel otot bisa terjadi in vivo, juga akan terjadi arus masuk
jantung. kalsium besar-besaran. Kalsium ini akan ditangkap
oleh mitokondria sesudah reoksigensasi dan akan
meracuni mitokondria tersebut, menghambat enzim
seluler, mengakibatkan denaturasi protein, dan
menyebabkan perubahan sitologik yang khas untuk
nekrosis koagulatif.
Mekanisme Jejas yang Ireversibel Jelaslah bahwa peristiwa molekuler yang
menentukan ireversibilitas kerusakan sel sangat
Kronologi peristiwa pada hipoksia telah dibahas kompleks. Kemungkinan besar beberapa
sebagai suatu kontinuitas dari inisiasinya sampai mekanisme yang bekerja pada lebih dari satu lokus,
akhirnya penghancuran sel yang mengalamai jejas mendasari kematian sel. Sampai di sini bisa
letal tersebut oleh enzim mikrosomal. Namun, pada dikatakan bahwa hipoksia mengganggu fosforilasi
stadium mana sesungguhnya sel tersebut dikatakan oksidatif dan juga sintesis ATP, kerusakan
membran sangat menentukan akan terjadinya jejas
6

sel letal, dan bahwa kalsium merupakan mediator


penting pada perubahan morfologi serta O2- + O2- + 2H+ SOD H2O2 + O2
biokimiawi yang menjurus pada kematian sel. Hidrogen peroksida dibentuk melalui dismutasi
O2- seperti dijelaskan di atas atau secara langsung
oleh oksidase yang terdapat di peroksisom 
JEJAS SEL OLEH RADIKAL BEBAS organela yang mengandung enzim katalase, yang
terdapat di berbagai organ
Radikal hidroksil dibentuk dengan jalan
Salah satu mekanisme penting kerusakan membran
(1) hidrolisis air oleh radiasi ionisasi
telah dibicarakan pada pembahasan jejas reperfusi,
yakni jejas akibat radikal bebas, terutama oleh
spesies oksigen yang teraktifasi. Mekanisme H2O  H • + OH •
tersebut merupakan akhir jejas sel dari berbagai
sebab, misalnya jejas kimiawi dan radiasi, atau (2) oleh interaksi dengan logam perantara
keracunan oksigen dan gas-gas lain, sel yang (misal besi, tembaga) pada reaksi Fenton
menua, pembunuhan kuman oleh sel fagositik,
kerusakan pada radang, destruksi tumor oleh Fe++ + H2O2  Fe+++ + OH • + OH-
makrofag, dan lain-lain
Radikal bebas adalah suatu senyawa yang atau (3) melalui reaksi Haber-Weiss:
mempunyai satu elektron bebas (tak berpasangan)
pada orbit luarnya. Radikal bebas ini sangat reaktif H2O2 + O2-  OH • + OH- + O2
dan tidak stabil dan akan bereaksi dengan bahan
anorganik maupun organik  protein, lipid, Besi sangat penting pada jejas oksigen toksik.
karbohidrat  terutama molekul kunci pada Besi bebas kebanyakan berbentuk ferri (Fe+++ )
membran dan asam nukleat. Selain itu, radikal dan harus direduksi menjadi bentuk ferro (Fe++)
bebas memacu reaksi autokatalitik di mana molekul pada reaksi Fenton. Reduksi ini bisa diperkuat oleh
yang bereaksi dengannya akan diubah menjadi superoksida, dan ini berarti sumber besi maupun
radikal bebas juga sehingga terjadilah rantai superoksida diperlukan pada proses kerusakan sel
kerusakan. oksidatif yang maksimal.
Radikal bebas bisa terbentuk di dalam sel (1) Salah satu contoh radikal bebas berinti karbon
karena absorbsi energi radiasi (misal: sinar adalah perubahan karbon tetraklorid secara
ultraviolet, sinar-x); (2) secara endogen, biasanya enzimatik, yang membentuk radikal toksik:
oksidatif, reaksi yang terjadi pada proses
metabolisme normal; atau (3) metabolisme CCl4 + e-  CCl3• + Cl-
enzimatik bahan kimia atau obat-obatan dari luar
(misal: CCl.3, suatu produk CCl4). Elektron yang tak Nitrat oksida (NO), suatu mediator kimiawi yang
berpasangan bisa berikatan dengan hampir semua penting, dibahas pada Bab 3, bisa bereaksi dengan
atom, tetapi radikal bebas yang mempunyai nilai radikal bebas dan bisa juga diubah menjadi anion
biologik terpenting adalah oksigen, karbon, dan peroksinitrit yang sangat reaktif (ONOO-) serta
nitrogen. NO2• dan NO3-.
Sebagaimana diketahui, dalam keadaan normal
oksigen mengalami reduksi empat elektron NO• + O2-  ONOO- + H+
membentuk H2O, yang dikatalisasi oleh sitokrom
oksidase. Namun, oksigen intraseluler juga 
memungkinkan pembentuk bahan sampingan
berupa senyawa oksigen antara yang sebagian
tereduksi dan sangat toksik. Tiga di antaranya yang
OH• + NO2•  ONOOH  NO3-
sangat penting adalah superoksida (O2-), hidrogen
peroksida (H2O2) dan ion hidroksil (OH.). Gugusan Pengaruh spesies reaktif ini sangat banyak, tetapi
ini dapat dibuat dengan bantuan berbagai enzim ada beberapa reaksi yang relevan dengan jejas sel.
oksidatif di berbagai bagian sel  sitosol,
1. Peroksidasi membran lipid. Radikal bebas jika
mitokondria, lisosom, peroksisom, dan membran
bertemu dengan oksigen akan mengakibatkan
plasma.
peroksidasi lipid membran plasma dan
Superoksida dibentuk langsung selama auto-
membran organela. Asam lemak tak jenuh pada
oksidasi dalam mitokondria atau secara enzimatik
membran lipid memiliki ikatan ganda antara
oleh enzim sitoplasma, misalnya xanthine oxidase,
atom-atom karbonnya. Ikatan ini labil dan
sitokrom P-450, dan oksidase lain.
mudah bereaksi dengan radikal bebas yang
berasal dari oksigen, terutama OH•. Interaksi
O2 oksidase O2-
- antar radikal-lipid menghasilkan peroksida,
Begitu terbentuk, O2 dapat di-inaktifkan secara
yang juga bersifat reaktif, yang akan
spontan atau, yang lebih cepat, secara enzimatik
menginisiasi reduksi lebih lanjut asam lemak
oleh enzim superokside dismutase (SOD),
lain. Maka terjadilah rangkaian reaksi
membentuk H2O2.
7

autokatalitik (disebut propagasi), yang pada berbagai proses fisiologis maupun patologis.
mengakibatkan kerusakan meluas pada Toksisitas suatu bahan kimia dan obat-obatan bisa
membran, organela, dan sel. karena konversi bahan tersebut menjadi radikal
2. Modifikasi protein secara oksidatif. Radikal bebas atau karena pembentukan metabolit yang
bebas meningkatkan terjadinya ikatan silang berasal dari oksigen.
(cross-linking), melalui gugus sulfhidril, asam-
asam amino labil misalnya metionin, histidin, JEJAS SEL OLEH BAHAN KIMIA
sistein, dan lisin dan juga mengakibatkan
fragmentasirantai polipeptida. Modifikasi Bahan kimia menimbulkan jejas sel melalui 2
oksidatif meningkatkan degradasi enzim-enzim mekanisme umum:
penting oleh protease netral dalam sitosol, 
sehingga menimbulkan kekacauan di seluruh Bahan kimia tertentu, terutama yang larut dalam
bagian sel. air, bisa berikatan langsung dengan molekul
3. Lesi pada asam deoksiribonukleat (DNA). komponen sel yang penting atau dengan
Reaksi dengan timin DNA akan memecah DNA organela sel. Pada keracunan merkuri klorida,
tersebut menjadi rantai tunggal). Kerusakan merkuri berikatan dengan gugus sulfhidril
DNA yang begini ini diduga sebagai penyebab membran sel dan protein lain, sehingga
transformasi sel menjadi ganas dan kematian permeabilitas membran meningkat dan transpor
sel. DNA mitokondria juga terkena. yang ATP-dependen terhambat. Pada keadaan
ini, kerusakan terbesar adalah pada sel yang
Begitu radikal bebas terbentuk, bagaimana menggunakan, mengabsorbsi, mengekskresi,
tubuh menghilangkannya? Radikal bebas ini bisa atau mengkonsentrasikan bahan kimia tersebut
rusak sendiri. Superoksida, misalnya, bersifat tidak  pada merkuri klorida, adalah sel-sel traktus
stabil dan akan rusak sendiri menjadi oksigen dan gastrointestinal dan ginjal. Sianida meracuni
hidrogen peroksida. Selain itu, ada beberapa sistem enzim mitokondria secara langsung. Demikian
enzimatik maupun non-enzimatik yang berperan pula obat antineoplastik dan antibiotik, juga
serta untuk menghentikan atau menginaktifkan menginduksi kerusakan sel dengan efek
reaksi radikal bebas, a.l.: sitotoksik langsung.

Bahan kimiawi lain, terutama toksin yang larut

Antioksidan endogen ataupun eksogen, yang dalam lemak, tidak aktif secara biologik
bisa menghambat inisiasi pembentukan radikal sehingga harus terlebih dahulu diubah menjadi
bebas atau menginaktifkan radikal bebas yang metabolit toksik yang reaktif sebelum bekerja
sudah terbentuk. Misalnya, vitamin E; bahan pada sel target. Metabolit ini sesungguhnya bisa
yang mengandung sulfhidril, misalnya sistein menyebabkan kerusakan membran dan jejas sel
dan glutation; dan protein serum, misalnya dengan jalan ikatan kovalen langsung pada
albumin, seruloplasmin, dan transferin. Diduga protein dan lipid membran; tetapi, mekanisme
transferin bertindak sebagai antioksidan dengan jejas membran yang terpenting adalah
jalan mengikat zat besi bebas, yang diketahui pembentukan radikal bebas yang reaktif dan
bisa mengkatalisasi pembentukan radikal bebas. peroksidasi lipid yang menyertainya.21

Enzim. Ini meliputi: Salah satu enzim yang sangat menentukan pada

Superoksida dismutase, yang mengubah metabolisme toksin adalah P-450 oksidase di dalam
superoksida menjadi H2O2. endoplasmik retikulum sel hati dan organ lain.

Katalase, terdapat dalam peroksisoma, yang Enzim ini berperan pada 2 model jejas kimiawi sel
memecah H2O2. hati: karbon tetraklorida dan asetaminofen.

2 H2O2  O2 + 2 H2O Karbon tetraklorida (CCl4) banyak digunakan


pada industri dry-cleaning. CCl4 adalah bersifat

Glutation peroksidase, yang mengkatalisasi toksik karena P-450 oksidase merubahnya menjadi
radikal bebas yang sangat reaktif CCl3• (CCl4 + e
pelepasan H dari gugus -SH dari glutation
(GSH) untuk bereaksi dengan radikal  CCl3• + Cl-). CCl3• akan menginisiasi peroksidasi
hidroksi atau dengan H2O2. lipid. Radikal bebas yang terbentuk menyebabkan
auto-oksidasi asam lemak polienik (polyenic fatty
acids) di dalam fosfolipid membran. Di sini,
2 OH• + 2GSH  2 H2O + GSSG
mulailah terjadi dekomposisi lipid secara oksidatif,
dan peroksida organik terbentuk sesudah bereaksi
atau
dengan oksigen (peroksidasi lipid). Reaksi ini
bersifat autokatalitik, artinya radikal baru dibentuk
H2O2 + 2GSH  2 H2O + GSSG
dari radikal peroksida itu sendiri. Jadi pemecahan
struktur dan fungsi endoplasmik retikulum terjadi
Pengaruh radikal bebas terhadap suatu sel
dengan cepat akibat dekomposisi lipid. Oleh karena
tergantung pada keseimbangan antara pembentukan
itu, tidak mengherankan kalau jejas sel hati yang
radikal bebas dan pemecahannya. Sebagaimana
disebabkan CCl4 biasanya hebat dan terjadi sangat
dijelaskan di atas, diduga radikal bebas berperan
cepat. Dalam waktu kurang dari 30 menit, sintesis
8

protein hepar menurun dan dalam waktu 2 jam umumnya terjadi pada sel yang dependen pada dan
smooth endoplasmic reticulum (SER) membengkak terlibat pada metabolisme lemak, misalnya sel hati
dan ribosom terlepas dari rough endoplasmic dan sel otot jantung. Perlemakan pada hati bisa juga
reticulum (RER). Mulailah terjadi akumulasi lipid terjadi akibat gangguan metabolisme dan akan
karena sel tidak mampu mengsintesis “protein diterangkan lebih lanjut pada Bab ini sebagai
pengikat lipid” (“lipid acceptor protein”) dan bentuk penimbunan intraseluler.
lipoprotein (dari trigliserida). Keadaan ini
mengakibatkan perlemakan hati karena keracunan MORFOLOGI. Manifestasi pertama hampir semua
CCl4. Kemudian terjadi jejas mitokondrial yang bentuk jejas sel adalah pembengkakan sel.
diikuti pembengkakan sel secara progresif akibat Perubahan ini sukar dikenal dengan mikroskop
kenaikan permeabilitias membran plasma. cahaya, mungkin lebih jelas terlihat pada
pemeriksaan seluruh organ. Jika seluruh sel pada
Kerusakan membran plasma mungkin disebabkan
suatu organ terkena, organ tersebut tampak pucat,
oleh aldehida lemak yang relatif stabil, yang turgornya naik, dan beratnyapun bertambah. Secara
dibentuk melalui peroksidasi lipid dalam SER mikroskopis, pembesaran sel bisa diketahui dengan
tetapi bisa berpengaruh ditempat lain. Maka melihat efek penekanan terhadap mikrovaskulatur,
terjadilah arus masuk kalsium secara besar-besaran misalnya sinusoid hati dan jaringan kapiler kortex
dan akhirnya disusul dengan kematian sel. ginjal.
Asetaminofen, analgesik yang banyak Jika penimbunan air dalam sel terus berlanjut,
digunakan umum, didetoksifikasi di dalam hati terbentuklah vakuol jernih kecil di dalam sitoplasma.
dengan jalan sulfasi (sulfation) dan glukuronidasi, Vakuol tersebut adalah endoplasmik retikulum yang
mengembang dan dipencet lepas atau merupakan
dan sebagian kecil dioksidasi menjadi metabolit
fragmen endoplasmik retikulum. Pola jejas non-letal
elektrofilik yang sangat toksik, yang dikatalisasi ini sering disebut “perubahan hidropik” atau
oleh sitokrom P-450. Metabolit ini didetoksifikasi “degenerasi vakuoler”. Pembengkakan sel masih
dengan jalan bereaksi dengan glutation yang bersifat reversibel.
tereduksi (GSH). Jika jumlah obat yang diminum Perubahan jejas reversibel secara mikroskop
banyak, jumlah GSH akhirnya tidak mencukupi. elektronis meliputi (1) perubahan membran
Akibatnya, metabolit toksik tertimbun di dalam sel, plasma, misalnya timbul gelembung pada mikrovili,
merusak makromolekul yang nukleofilik, dan mikrovili menjadi tumpul, dan distorsi; pembentukan
mengikat protein dan asam nukleat secara kovalen. myelin figures; dan ikatan antar sel mengendor; (2)
perubahan mitokondria, antara lain mitokondria
Penurunan konsentrasi GSH, diiringi dengan membengkak, jumlahnya berkurang, dan
pengikatan metabolit toksik secara kovalen, munculnya struktur amorf kecil yang kaya fosfolipid;
meningkatkan toksisitas obat yang bersangkutan, (3) dilatasi endoplasmik retikulum disertai
sehingga terjadilah nekrosis hati yang masif, pelepasan dan disagregasi polisom; dan (4)
biasanya 3 sampai 5 hari sesudah meminum obat. perubahan nukleoler, disertai disagregasi elemen
Hepatotoksisitas ini berhubungan dengan granuler dan fibriler.
peroksidasi lipid dan bisa dikurangi dengan jalan
memberikan antioksidan. Ini berarti toksisitas obat
mungkin lebih ditentukan oleh kerusakan oksidatif Nekrosis
daripada pengikatan kovalen.
Nekrosis merupakan salah satu dari dua bentuk
morfologi kematian sel (bentuk yang lain adalah
apoptosis). Nekrosis adalah sekumpulan perubahan
morfologis yang menyertai kematian sel dalam
jaringan yang masih hidup. Perubahan tersebut
terjadi karena degradasi enzimatik yang progresif
MORFOLOGI JEJAS SEL YANG pada sel yang terkena jejas letal. Sel yang
REVERSIBEL DAN NEKROSIS langsung dimasukkan ke dalam cairan fiksasi akan
mati tetapi tidak nekrotik.
Ada 2 proses penting yang menimbulkan
Jejas yang Reversibel perubahan pada nekrosis: (1) penguraian komponen
sel oleh enzim dan (2) denaturasi protein.
Perubahan morfologik akibat jejas sel yang nonletal Enzim katalitik bisa berasal dari lisosom sel
dulu disebut degenerasi, tetapi kini lebih sering yang mati, dan penguraian ini disebut autolisis, atau
disebut jejas yang reversibel. Ada 2 pola yang dari lisosom leukosit yang bermigrasi ke situ,
tampak dengan mikroskop cahaya: pembengkakan disebut heterolisis. Tergantung perubahan mana
sel dan perlemakan. Pembengkakan sel terjadi jika yang terjadi, denaturasi protein atau penguraian
sel tidak mampu mempertahankan homeostasis ion secara enzimatik, maka dikenal 2 bentuk nekrosis
dan cairan; patogenesisnya telah diterangkan di sel. Denaturasi protein menimbulkan nekrosis
atas. Perlemakan mungkin juga indikator jejas sel koagulatif, sedang katalisis struktur sel akan
yang reversibel. Keadaan ini ditandai oleh adanya menimbulkan nekrosis likuefaktif (nekrosis cair).
vakuol lemak berukuran kecil atau besar di dalam Kedua proses ini membutuhkan waktu berjam-jam,
sitoplasma dan terjadi pada jejas hipoksik dan oleh karena itu pada infark miokardial yang
berbagai bentuk jejas toksik. Perubahan ini pada mengakibatkan kematian mendadak, misalnya,
9

tidak akan dijumpai perubahan sel. Satu-satunya Nekrosis kaseosa, suatu bentuk khusus
bukti yang mungkin bisa menjelaskan adalah oklusi nekrosis koagulatif, dijumpai pada fokus infeksi
arteria koroner. Perubahan histologik pada nekrosis tuberkulosis. Istilah “kaseosa” berasal dari
penampilan makroskopisnya yang putih dan
miokardial baru tampak 8-12 jam kemudian, tetapi
menyerupai keju.Secara histologis, fokus nekrosis
pelepasan enzim (misalnya, LDH) dari otot yang tampak sebagai debris granuler, amorf, mungkin
nekrotik bisa dideteksi secara makroskopik atau terbentuk dari fragmen sel yang mengalami
mikroskopik antara 4-6 jam. koagulasi diselubungi oleh bagian peradangan yang
khas disebut reaksi g ranulomatosa. Bentuk
Morfologi. Sel yang nekrotik tampak lebih morfologis ini perlu dikenali karena hanya
eosinofik, karena berkurangnya unsur basofilia ditimbulkan oleh sejumlah kecil agen, terutama
normal yang disebabkan oleh RNA sitoplasma dan tuberculosis.
karena peningkatan pengikatan eosin oleh protein Istilah nekrosis lemak enzimatik sering
yang denaturasi di dalam sitoplasma. Sel tampak digunakan di dunia medis, tetapi sesungguhnya
lebih jernih (glassy) dibanding sel normal, terutama tidak mengacu pada pola nekrosis tertentu.
karena berkurangnya partikel glikogen. Begitu Nekrosis lemak enzimatik adalah suatu istilah
enzim mulai mengancurkan organela, sitoplasma deskriptif untuk destruksi lemak yang fokal akibat
menjadi bervakuola dan tampak berongga-rongga. pelepasan lipase pankreas secara abnormal ke
Akhirnya, sel yang sudah mati mungkin mengalami dalam jaringan pankreas dan ke dalam rongga
kalsifikasi. Secara mikroskop elektronik, sel yang peritoneum. Misalnya pada “nekrosis pankreatik
nekrotik menunjukkan diskontinuitas membran akut”, suatu keadaan gawat darurat yang jarang
plasma dan organela, dilatasi mitokondria yang terjadi. Pada keadaan ini enzim aktif pankreas ke
mencolok disertai munculnya struktur padat amorf luar dari sel asinus dan duktus; enzim aktif tersebut
yang besar, myelin figures di dalam sitoplasma, menghancurkan membran sel lemak, dan lipase
debris osmiofilik amorf, agregasi material halus memecah ester trigliserida dalam sel lemak. Asam
seperti kapas (fluffy) kemungkinan protein yang lemak yang terjadi berikatan dengan kalsium untuk
telah mengalami denaturasi. membentuk massa putih seperti kapur, yang
Perubahan inti tampak sebagai salah satu dari memudahkan ahli bedah dan ahli patologi
tiga bentuk. Sifat basofilia kromatin berkurang mengidentifikasinya. Secara histologis, tampak
(kariolisis), mungkin akibat aktifitas DNAase. bayang-bayang dinding sel lemak yang nekrosis,
Bentuk yang kedua adalah piknosis, ditandai oleh disertai deposit kalasium yang tampak basofilik,
pengerutan inti dan kenaikan basofilia. DNA dikelilingi oleh reaksi radang .
menggumpal membentuk massa basofilik yang
mengerut dan padat. Pada bentuk yang ketiga, Pada penderita yang hidup, sel yang nekrotik
disebut karioreksis, nukleus yang piknotik atau berikut debrisnya dibersihkan oleh kombinasi
sebagian piknotik mengalami fragmentasi. Dengan proses enzimatik dan fragmentasi, yang diikuti
berjalannya waktu (1-2 hari), nukleus pada sel yang fagositosis oleh leukosit. Jika sel-sel nekrosis dan
nekrotik akhirnya hilang sama sekali.
debris seluler tersebut tidak segera dihancurkan dan
Pada nekrosis koagulatif, batas sel yang
mengalami koagulasi bertahan selama beberapa direabsorbsi, pada daerah ini akan ditimbun garam
hari. Hal ini mungkin karena jejas atau asidosis kalsium dan mineral lain dan akhirnya mengalami
intraseluler tidak hanya mengakibatkan denaturasi kalsifikasi. Fenomena ini disebut kalsifikasi
protein struktural tetapi juga denaturasi protein distrofik, yang akan dijelaskan kemudian.
enzim, sehingga proses proteolisis sel terhambat.
Nekrosis koagulatif karakteristik untuk kematian
sel hipoksik semua jaringan kecuali otak. Contoh
utama nekrosis koagulatif adalah infark miokardial,
yang ditandai oleh sel otot jantung tanpa nukleus
dan tampak koagulasi. Akhirnya, sel otot jantung
yang nekrotik dihancurkan dan pecahan selnya APOPTOSIS
difagositosis oleh leukosit dan dihancurkan oleh
enzim proteolitik lisosomal yang dikeluarkan oleh
leukosit yang bermigrasi ke situ. Bentuk kematian sel ini sebenarnya telah lama
Nekrosis likuefaktif yang terjadi akibat autolisis dikenal ahli patologi, tetapi baru akhir-akhir ini
atau heterolisis paling sering terjadi pada infeksi diketahui sebagai suatu jenis jejas sel yang penting
bakteria yang fokal karena bakteria memberikan dan unik, yang harus dibedakan dari nekrosis
stimulus kuat akumulasi leukosit. Tanpa alasan koagulatiF. Istilah apoptosis pertama-tama
yang jelas, kematian sel yang hipoksik pada sistem diperkenalkan tahun 1972 (berasal dari istilah Latin
syaraf sentral sering mengakibatkan nekrosis
yang artinya “rontok”).
likuefaktif. Walaupun nekrosis gangrenosa pada
kenyataannya tidak menunjukkan ciri yang khas, Apoptosis diduga merupakan sebab berbagai
istilah tersebut masih banyak digunakan di klinik kejadian fisiologis dan patologis, a.l.:
oleh dokter bedah. Istilah ini biasanya dipakai pada

nekrosis koagulatif di tungkai, terutama tungkai Destruksi sel yang terprogram semasa
bawah, akibat kekurangan suplai darah. Jika embriogenesis (termasuk implantasi,
ditumpangi infeksi bakterial, nekrosis koagulatif organogenesis, involusi semasa pertumbuhan)
tersebut akan diubah menjadi likuefaktif oleh enzim dan metamorfosis. Walaupun apoptosis
sel bakteri dan leukosit yang datang ke situ (disebut
merupakan perubahan morfologik, yang tidak
gangren basah).
selalu mendasari “kematian sel yang
10

terprogram” pada embriogenesis, kedua istilah


tersebut kini dianggap sinonim. Pada sediaan histologis yang diwarnai dengan

Involusi yang hormon-dependen pada orang hematoksilin-eosin, apoptosis bisa sebagai sel
tunggal atau bisa juga sebagai suatu kelompok sel.
dewasa, misalnya pelepasan sel endometrium
Sel apoptotik nampak sebagai massa bulat atau
pada siklus menstruasi, atresia folikel ovarii oval berisi sitoplasma yang sangat eosinofilik dan
pada menopause, dan regresi payudara (yang fragmen kromatin inti yang padat. Karena
laktasi) sesudah penyapihan. pengerutan sel dan pembentukan benda-benda

Delesi sel pada populasi sel yang sedang apoptotik berlangsung sangat cepat, dan fragmen
berproliferasi, misalnya epitel kripta usus. tersebut segera difagositosis, dihancurkan, atau

Kematian sel pada tumor, biasanya terjadi dikeluarkan ke dalam lumen, berarti apoptosis
sesungguhnya sudah terjadi sebelum tampak
waktu regresi, tetapi bisa juga terjadi pada sel
pada sediaan histologi. Selain itu, apoptosis
tumor yang aktif bertumbuh.

dan tidak demikian halnya nekrosis  tidak
Kematian sel imun, misal pada limfosit B dan menimbulkan reaksi radang, sehingga semakin
limfosit T sesudah deplesi sitokin, delesi sel T sulit terlihat secara histologis.
autoreaktif pada timus yang sedang bertumbuh.

Atrofi patologik jaringan yang hormon-
dependen, misalnya atrofi prostat sesudah MEKANISME
kastrasi atau berkurangnya limfosit di timus
sesudah pemberian glukokortikoid. Mengamati berbagai keadaan yang bisa

Atrofi patologik organ parenkim akibat menimbulkan apoptosis, jelas bahwa apoptosis bisa
obstruksi duktus, misalnya pada pankreas, di picu dengan menambah atau mengurangi hormon
kelenjar parotis, dan ginjal. atau faktor trofik yang lain, dan ternyata ada

Kematian sel yang diinduksi sel T sitotoksik, hubungan yang terkoordinasi, tetapi sering kali
misalnya pada reaksi rejeksi dan penyakit graft- berbanding terbalik, antara pertumbuhan sel dan
versus-host. apoptosis. Apoptosis berperan penting pada

Jejas sel pada penyakit virus tertentu, misalnya regulasi densitas populasi sel normal, dan
hepatitis viral; fragmen sel apoptotik di hati penekanan apoptosis mungkin suatu faktor penentu
disebut Councilman bodies. pertumbuhan kanker. Selain daripada itu, apoptosis

Kematian sel karena stimulus dari penyebab merupakan salah satu mekanisme memusnahkan sel
jejas yang bisa menimbulkan nekrosis, jika abnormal atau sel yang telah mengalami kerusakan
diberikan pada dosis rendah  termasuk jejas akibat racun, jejas radiasi, atau stimulus lain.
suhu yang ringan, radiasi, obat antikanker Urutan terjadinya apoptosis berbeda-beda,
siktostatika, dan mungkin hipoksia  tergantung jenis stimulus dan jenis selnya, dan
menimbulkan apoptosis. rangkaian peristiwa yang membuat perubahan sel
masih belum jelas. Walaupun begitu, sejumlah
MORFOLOGI. Gambaran morfologik berikut mekanisme telah dibuktikan dan beberapa petunjuk
merupakan tanda suatu sel mengalami apoptosis yang diperoleh dari berbagai percobaan
dan tampak jelas dengan mikroskop elektron. menghasilkan skenario sebagaimana disajikan pada
1. Pengerutan sel. Ukuran sel mengecil; 
sitoplasmanya padat; dan organela, walaupun Mekanisme terjadinya kondensasi kromatin
relatif normal, lebih mampat. telah banyak diteliti. Perubahan ini
2. Kondensasi kromatin. Ini adalah ciri apoptosis berhubungan dengan terpotong-potongnya
yang paling karakteristik. Kromatin DNA inti yang terjadi pada bagian penghubung
mengelompok di tepi, di bawah membran inti, antar nuklosom, yang menghasilkan fragmen
membentuk massa padat berbatas tegas yang panjangnya merupakan kelipatan 180-200
dengan berbagai bentuk dan ukuran. Inti sel itu pasang basa. Itulah sebabnya sel apoptotik
sendiri kadang-kadang pecah menjadi 2 atau
menunjukkan pola yang karakteristik
lebih fragmen.
3. Pembentukan gelembung sitoplasmik dan menyerupai “tangga” pada gel elektroforesis
badan-badan apoptotik. Sel yang apoptotik Pola ini berbeda dengan pola pada sel yang
pertama-tama membentuk gelembung- nekrosis, yang memberikan gambaran difus
gelembung sitoplasmik pada permukaan sel, karena DNA terpotong secara random.
kemudian mengalami fragmentasi menjadi Fragmentasi DNA antar-nukleosom ini terjadi
badan-badan apoptotik yang terbungkus berkat aktifitas enzim endonuklease yang
membran, tersusun atas sitoplasma dan kalsium-sensitif. Endonuklease ini terdapat
organela yang dimampatkan, dengan atau tanpa secara konstitutif pada beberapa jenis sel
disertai fragmen inti.
4. Fagositosis sel apoptotik dan badan-badan
(misalnya timosit), yang teraktifasi jika terjadi
apoptotik oleh sel sehat di dekatnya, baik sel kenaikan kadar kalsium sitosolik yang bebas,
parenkim atau sel makrofag. Badan-badan sedang pada sel lain enzim tersebut diproduksi
apoptotik segera dihancurkan di dalam lisosom, secara transkripsi sebelum terjadi apoptosis.
dan sel-sel di dekatnya bermigrasi atau Namun masih belum jelas apakah fragmentasi
berproliferasi untuk mengisi ruang yang semula DNA yang disebebkan endonuklease tersebut
ditempati oleh sel-sel apoptotik. yang menimbulkan kondensasi kromatin.
11

Perubahan volume dan bentuk sel diduga Hingga titik ini kita memusatkan pembahasan pada
terjadi antara lain karena aktifitas enzim tingkat sel .Tetapi, beberapa keadaan berhubungan
transglutaminase dalam sel yang apoptotik. dengan perubahan pada organela atau sitoskeleton
Enzim ini mengakibatkan ikatan silang (cross- saja. Perubahan ini bisa karena jejas letal yang akut,
linking) antar protein sitoplasma secara besar- jejas sel kronik, atau merupakan respons adaptif
besaran, membentuk selubung (shell) di bawah yang melibatkan organela seluler tertentu. Hanya
membran plasma seperti pada sel skuamosa bentuk yang sering terjadi atau yang menarik saja
yang keratinisasi. yang akan kita bicara di bawah.

Fagositosis badan-badan apoptotik oleh
makrofag ataupun oleh sel lain dilakukan LISOSOM : HETEROFAGI ATAU
dengan perantara reseptor pada sel-sel tersebut, AUTOFAGI
yang mengikat dan kemudian menelan sel-sel
apoptotik tadi. Salah satu reseptor yang
terdapat pada makrofag adalah reseptor Lisosom mengandung berbagai enzim hidrolitik,
vitronektin, suatu beta3-integrin yang menjadi antara lain fosfatase asam, glukuronidase, sulfatase,
mediator fagositosis neutrofil yang apoptotik. ribonuklease, kolagenase, dll. Enzim-enzim ini
 disintesis di endoplasmik retikulum kasar (RER)
Salah satu tanda penting apoptosis adalah
dan kemudian dikemas dalam bentuk vesikel di
ketergantungannya pada kebanyakan hal
dalam aparatus Golgi. Pada tahap ini disebut
(tetapi tidak semua) pada aktifasi gen dan
lisosom primer. Lisosom primer berfusi dengan
sintesis protein baru Telah ditemukan
vakuol berbatas membran yang mengandung bahan
beberapa gen yang jika dipacu oleh suatu
yang akan dihancurkan (fagosom), membentuk
stimulus bisa menimbulkan apoptosis. Contoh
lisosom sekunde atau fagolisosom.
gen tersebut antara lain protein heat-shock dan
Lisosom terlibat pada pemecahan bahan yang
proto-onkogen, tetapi gen-gen tersebut tidak
difagositosis melalui salah satu mekanisme berikut
secara langsung memicu apoptosis. Gen
apoptosis- spesifik yang memacu (ced-3,4)
HETEROFAGI. Pada mekanisme ini, bahan dari
atau menghambat (ced-9) telah diidentifikasi
luar diambil secara endositosis. Pengambilan
pada nematoda C. elegans dan homolognya
benda-benda kecil disebut fagositosis, sedang
pada mamalia juga sudah diketahui. Misalnya,
pengambilan makromolekul yang lebih kecil dan
ced-9 homolog dengan bcl-2, yang akan
larut larut dalam air disebut pinositosis. Heterofagi
diuraiakan di bawah.34
 biasa dilakukan oleh fagosit “profesional”,
Gen tertentu yang ikut berperan pada penyebab
misalnya neutrofil dan makrofag. Contoh
dan pertumbuhan kanker (onkogen dan
heterofagositosis antara lain pengambilan dan
supresor gen) juga berperan mengatur
penghancuran bakteri oleh leukosit neutrofil dan
terjadinya apoptosis. Onkogen bcl-2, misalnya,
pembersihan benda-benda serta sel apoptotik oleh
menghambat apoptosis yang ditimbulkan oleh
makrofag. Kemudian terjadilah fusi vakuol
hormon dan sitokin, sehingga bisa
fagositik dengan lisosom, yang secara bertahap
memperpanjang usia sel;35 onkogen c-myc,
menghancurkan bahan yang dimakan tadi.
yang produk proteinnya bisa memacu
AUTOFAGI. Pada proses ini, organela intraseluler
apoptosis atau  jika ada signal lain yang
dan bagian sitosol pertama-tama sequestered dari
memperpanjang usia, seperti bcl-2  memacu sitoplsasma dalam vakuol autofagik yang dibentuk
pertumbuhan;36 dan p53, yang dalam keadaan dari bagian RER yang tidak mengandung ribosom,
normal memacu apoptosis, tetapi jika yang kemudian berfusi dengan lisosom primer yang
mengalami mutasi atau absen (seperti halnya sudah ada sebelumnya atau elem Golgi untuk
pada beberapa jenis kanker), malah membentuk autofagolisosom. Autofagi merupakan
memperpanjang usia sel. Agaknya p53 fenomena yang sering terjadi pada mekanisme
diperlukan pada apoptosis yang menyertai membuang organela yang rusak pada jejas seluler
kerusakan DNA akibat radiasi, sedang dan pada remodeling sel yang berdiferensiasi dan
apoptosis karena glukokortikoid atau pada sel terlebih-lebih pada sel yang mengalami atrofi
yang menua, tidak tergantung p53. akibat kekurangan nutrien atau karena involusi
Perlu ditekankan bahwa pada beberapa model hormonal.
penelitian apoptosis, tidak diperlukan ekspresi gen Enzim lisosom pada umumnya bisa
baru dan bahkan inhibisi ekspresi gen menghancurkan protein dan karbohidrat, tetapi
mengakibatkan apoptosis. Salah satu keterangan sebagian lemak tetap tidak terhancurkan. Lisosom
akan mekanisme tersebut adalah karena apoptosis yang mengandung bahan yang tidak terhancurkan
tadi bisa menetap di dalam sel sebagai residual
bodies atau akan dikeluarkan. Contoh bahan yang
tidak terhancurkan yang terjadi dari peroksidasi
PERUBAHAN SUBSELULER lipid intraseluler adalah granula pigmen lipofusin.
Beberapa pigmen yang tidak bisa dihancurkan,
PADA JEJAS SEL misalnya partikel karbon yang dihirup dari atmosfer
atau pigmen yang dimasukkan pada tattoo, bisa
12

menetap dalam fagolisosom makrofag selama dan ginjal) yang disebut “onkositoma”, sel-selnya
berpuluh tahun. mengandung banyak mitokondria yang membesar,
Lisosom juga menjadi tempat pembuangan sisa- sehingga tampak sangat eosinofilik.
sisa bahan yang tidak dapat dimetabolisir sel.
Penyakit lysosomal storage yang herediter, ditandai
oleh defisiensi enzim yang memecah berbagai
makromolekul, menyebabkan penimbunan PENIMBUNAN INTRASELULER
abnormal bahan-bahan tersebut pada lisosom sel di
seluruh tubuh, terutama neuron, yang Salah satu manifestasi gangguan metabolik adalah
mengakibatkan penyakit berat. Obat-obatan penimbunan suatu bahan dalam jumlah yang
tertentu, misalnya obat antiaritmia amiodarone, berlebihan. Bahan-bahan yang ditimbun tersebut
terjebak dan berikatan dengan fosfolipid dalam bisa diklasifikasikan dalam 3 kategori, yakni: (1)
lisosom, sehingga resisten akan pemecahan. komponen sel normal yang ditimbun berlebihan,
Penyakit yang ditimbulkan disebut penyakit misalnya air, lipid, protein, dan karbohidrat; (2)
iatrogenic storage atau penyakit acquired storage. bahan yang abnormal, baik yang eksogen
(misalnya mineral), atau endogen (produk
metabolisme yang abnormal); (3) pigmen atau suatu
INDUKSI (HIPERTROFI) produk infeksi. Bahan-bahan tersebut mungkin
ENDOPLASMIK RETIKULUM HALUS hanya ditimbun sementara, tetapi bisa juga
permanen. Walaupun tidak selalu membahayakan,
kadang-kadang bahan tersebut bersifat sangat
Penggunaan barbiturat yang lama diketahui bisa toksik terhadap sel. Penimbunan bisa terjadi di
mengakibatkan peningkatan toleransi, sehingga dalam sitoplasma (seringkali dalam lisosom) atau
waktu tidurpun memendek secara progresif. dalam nukleus. Kadang-kadang bahan-bahan
Penderita dengan demikian “teradaptasi” dengan abnormal tersebut diproduksi oleh sel setempat,
obat tersebut. Adaptasi ini terjadi akibat induksi tetapi bisa juga merupakan timbunan produk dari
peningkatan volume (hipertrofi) SER sel hati). proses patologis di bagian tubuh lain. Penimbunan
Barbiturat mengalami detoksifikasi dalam sel hati cairan intraseluler pada umumnya mencerminkan
melaui demetilasi oksidatif yang melibatkan sistem jejas sel yang akut dan pembengkakan sel,
oksidase yang terpusat pada P-450 dalam SER. 43 sebagaimana diterangkan sebelumnya.
Barbiturat mengiduksi sintesis enzim dan SER. Ada banyak proses yang mengakibatkan
Dengan demikian sel menjadi lebih mampu penimbunan intraseluler pada sel non-neoplastik,
melakukan detoksifikasi barbiturat dan berarti telah tetapi pada umumnya bisa dibagi menjadi tiga
beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Sistem (Gambar 1-25).
oksidase SER yang berfungsi ganda ini juga terlibat
pada metabolisme bahan eksogen lain - 1. Suatu bahan endogen diproduksi dengan
hidrokarbon karsinogenik, steroid, karbon kecepatan normal atau lebih tinggi, sementara
tetraklorida, alkohol, insektisida, dll. Perlu kecepatan metabolisme tidak memadai untuk
diketahui bahwa sel yang beradaptasi terhadap mengeliminasi. Contoh golongan ini adalah
suatu obat juga meningkat kemampuan perlemakan hati karena penimbunan trigliserida di
mendetoksifikasi obat lain. dalam sel.
2. Suatu bahan endogen yang normal ataupun
abnormal tertimbun karena tidak bisa dimetabolisir
PERUBAHAN MITOKONDRIAL atau karena disimpan dalam bentuk amorph atau
filamen di dalam sel. Salah satu penyebab
Telah kita ketahui bahwa gangguan fungsi terpenting adalah defek ensim yang bersifat genetik
mitokondria berperan penting pada jejas sel akut. pada salah satu jalur metabolisme, sehingga ada
Selain itu, perubahan jumlah, ukuran, dan bentuk metabolit yang tidak bisa dimetabolisir. Penyakit
mitokondria juga terjadi pada beberapa kondisi yang ditimbulkan disebut storage disease (dibahas
patologik. Misalnya, pada hipertrofi atau atrofi sel pada Bab 5).
terjadi kenaikan atau penurunan jumlah 3. Suatu bahan eksogen abnormal yang
mitokondria dalam sel. Mitokondria bisa menjadi disimpan dan bertumpuk karena sel tidak memiliki
sangat besar dan berbentuk abnormal ensim untuk menghacurkannya atau sel tidak
(megamitokondria). Hal ini bisa dijumpai pada hati mempunyai kemampuan mengangkut bahan
penderita penyakit hati alkoholik dan penyakit tersebut ke tempat lain. Misal penimbunan partikel
defisiensi nutrisi tertentu Penyakit metabolik karbon atau bahan kimia lain yang tidak bisa
keturunan pada otot seran-lintang, miopati dimetabolisir (misalnya partikel silika).
mitokondrial, defek metabolisme mitokondrial
disertai kenaikan jumlah mitokondria yang sering Apapun jenis dan asal mula bahan yang
sangat banyak, memiliki krista abnormal, dan ditimbun di dalam sel tadi, yang jelas terjadi
mengandung kristaloid. Selain itu, tumor-tumor penimbunan salah satu produk di dalam individu
tertentu (misal pada kelenjar liur, tiroid, paratiroid, sel. Jika kelebihannya karena kelainan sistemik
13

yang bisa diatasi, penimbunan tersebut reversibel. oksidasi asam lemak. Kelaparan meningkatkan
Tetapi, pada storage disease yang genetik, mobilisasi jaringan lemak dan dengan demikian
misalnya, penimbunan tersebut berlangsung juga sintesis trigliserida. Perlemakan hati akut pada
progresif dan sel bisa kepenuhan sehingga terjadi kehamilan dan sindroma Reye diduga karena defek
jejas sekunder, yang akhirnya bisa mengakibatkan oksidasi mitokondrial. Keadaan ini bisa fatal, tetapi
kematian jaringan dan bahkan penderita. untunglah penyakit ini jarang terjadi.
Akibat perlemakan tergantung sebab dan
beratnya penimbunan. Jika hanya ringan, mungkin
LIPID tidak terjadi gangguan fungsi, jika perlemakannya
lebih berat bisa mengganggu fungsi sel. Tetapi,
perlemakan itu sendiri masih bisa reversibel kecuali
Semua jenis utama lipid bisa tertimbun di dalam
jika terjadi kerusakan proses vital intraseluler yang
sel, misalnya trigliserida, kolesterol/kolesterol ester,
irreversibel (misal pada keracunan CCl4),. Sebagai
dan fosfolipid. Fosfolipid adalah komponen utama
bentuk jejas yang berat perlemakan bisa sebagai
myelin figures yang bisa dijumpai pada sel yang
firasat akan kematian sel, tetapi perlu diingat
nekrotik. Selain itu, kompleks lipid atau
bahwa sel bisa mati tanpa mengalami perlemakan
karbohidrat yang abnormal akan ditimbun pada
terlebih dahulu.
storage disease genetik tertentu, misalnya
mukopolisakaridosis dan penyakit Gaucher. MORFOLOGI. Perlemakan kebanyakan dijumpai
Pembahasan d ibawah akan menitik beratkan pada pada hati dan jantung.
penimbunan trigliserida dan kolesterol.
Di semua organ, perlemakan selalu tampak sebagai
vakuol jernih di dalam sel parenkim. Penimbunan air
Perlemakan (Steatosis/Fatty atau polisakarida (misal: glikogen) di dalam sel juga
bisa menimbulkan vakuol yang jernih, dan untuk
Change) membedakan ketiga jenis vakuol ini sering
diperlukan pewarnaan khusus. Untuk identifikasi
Istilah steatosis atau fatty change (perlemakan) lipid tidak bisa digunakan solven yang biasa dipakai
artinya penimbunan trigliserida secara abnormal pada sediaan parafin dengan pewarnaan rutin
dalam sel parenkim. Perlemakan sering terlihat hematoksilin dan eosin, karena mengandung solven
yang bisa melarutkan lemak. Oleh karena itu
pada sel hati, karena organ tersebut adalah organ
identifikasi lemak memerlukan teknik potong beku
utama untuk metabolisme lemak; tetapi, bisa juga baik pada jaringan segar ataupun yang telah
dijumpai pada jantung, otot, dan ginjal. Penyebab difiksasi dalam formalin. Sediaan kemudian bisa
steatosis antara lain toksin, malnutrisi protein, diwarnai dengan Sudah IV atau Oil Red-O.
diabetes melitus, obesitas, dan anoksia. Penyebab Keduanya akan memberikan warna oranye jika
tersering perlemakan hati (fatty liver) di negara- terdapat lipid. Pewarnaan PAS sering digunakan
negara industri adalah kebanyakan minuman untuk mengidentifikasi glikogen, walaupun
alkoholik. sesungguhnya tidak spesifik. Jika lemak ataupun
polisakarida tidak bisa ditunjukkan, bisa dianggap
Ada mekanisme lain akumulasi trigliserida
bahwa vakuol tersebut berisi air atau cairan yang
dalam sel hati. Perlu diingat bahwa lipid diangkut berkadar protein rendah.
dari jaringan lemak dan dari diet ke dalam hati.
Dari jaringan lemak, lipid dilepas dan diangkut HATI. Perlemakan ringan pada hati mungkin tidak
dalam bentuk asam lemak bebas, sedang dari diet akan memperlihatkan perubahan makroskopik.
dalam bentuk kilomikron atau sebagai asam lemak Dengan meluasnya bagian yang mengalami
bebas. Asam lemak bebas masuk ke dalam sel hati, perlemakan, hati membesar dan menjadi
dan sebagian besar akan mengalami esterifikasi kekuningan. Jika keadaan ini berlanjut, berat hati
menjadi trigliserida. Sebagian lagi diubah menjadi bisa mencapai 3-6 kg dan berubah menjadi organ
yang berwarna kuning terang, lunak, dan berlemak.
kolesterol, fosfolipid, atau dioksidasi di dalam
Perlemakan diawali dengan terbentuknya inklusi
mitokondria menjadi badan-badan keton (ketone bermembran yang kecil (liposom) di dekat
bodies). Beberapa asam lemak disintesa dari asetat endoplasmik retikulum. Pada pengamatan dengan
di dalam sel hati. Agar bisa disekresikan oleh hati, mikroskop cahaya tampak sebagai vakuol lemak
maka di dalam sel hati trigliserida harus diikat oleh kecil di dalam sitoplasma di sekitar nukleus. Jika
molekul apoprotein khusus, yang disebut “lipid proses ini berlanjut, maka vauole-vakuol tersebut
acceptor proteins” guna membentuk liprotein. bergabung, membentuk suatu rongga jernih yang
Penimbunan trigliserida yang berlebih dalam kemudian mendesak nukleus ke tepi sel. Kadang-
sel hati bisa terjadi akibat defek pada salah satu kadang, sel-sel yang berdekat pecah dan globul
lemak tersebut mencair membentuk kista yang
mata rantai, mulai dari masuknya asam lemak disebut kista lemak.
sampai keluarnya sebagai lipoprotein. Defek
beberapa mata rantai tersebut bisa disebabkan oleh JANTUNG. Lipid, dalam bentuk lemak netral,
alkohol, hepatotoksin yang mengubah fungsi kadang-kadang terdapat di jantung berbentuk
mitokondrial dan mikrosomal. Karbontetraklorida butiran-butiran kecil. Ada 2 pola perlemakan
dan malnutrisi protein akan menurunkan sintesis jantung. Pertama, perlemakan karenat hipoksia
lipid acceptor proteins. Anoksia menghambat sedang yang lama, misalnya pada anemia berat. Di
sini terjadi penyimpanan lemak di dalam sel yang
14
secara makroskopik tampak sebagai pita tentang perubahan sitoskeletal. Contoh penimbunan
kekuningan pada miokardium yang berselang-seling protein intraseluler antara lain:
dengan pita merah-coklat dari miokardium sehat
seperti kulit singa (tigered effect). Pola yang kedua, 
Reabsorbsi droplet pada tubulus renal
perlemakan terjadi akibat hipoksia yang lebih berat
atau oleh suatu bentuk miokarditis (misal: difteria), proksimal. Keadaan ini dijumpai pada penyakit
di mana sel-sel miokardium akan terkena secara ginjal yang disertai proteinuria (pengeluaran
uniform. protein melalui urine). Protein yang bocor dari
filter glomerulus, melewati tubulus proksimal
dan akan diabsorbsi kembali oleh sel epitel
Kolesterol dan kolesterol ester secara pinositosis. Vesikel pinositosis melebur
dengan lisosom dan membentuk fagolisosom,
Metabolisme kolesterol di dalam sel diatur secara yang tampak sebagai butiran hialin berwarna
ketat sedemikian rupa sehingga sel menggunakan jambon di dalam sitoplasma sel tubulus
kolesterol untuk sintesis membran sel dan tidak (Gambar 1-29).

terjadi penimbunan kolesterol ataupun kolesterol Imunoglobulin dalam sel plasma. Endoplasmik
ester. Namun penimbunan, bisa terjadi pada retikulum dari sel plasma yang sedang aktif
beberapa keadaan patologis di bawah pada memproduksi imunoglobulin bisa
membengkak dan membentuk benda inklusi

Aterosklerosis. Pada plak aterosklerotik, sel otot yang besar, berwarna eosinofilik, homogen,
polos dan makrofag pada lapisan intima aorta yang disebut benda-benda Russell (Russell
dan arteri besar penuh berisi vakuol lemak, yang bodies).

sebagian besar terdiri atas kolesterol dan Alpha1-antitrypsin (AAT) dalan sel hati. Pada
kolesterol ester. Sel-sel tersebut tampak berbuih defisiensi AAT, ensim tertimbun dalam
dan gerombolan sel tersebut di tunika intima endoplasmik retikulum sel hati berbentuk
membentuk ateroma yang penuh kolesterol dan inklusi globuler eosinofilik. Defek ini akibat
berwarna kuning. Sebagian sel yang substitusi satu asam amino ensim tersebut
mengandung lemak ini pecah dan melepaskan secara genetik, sehingga terjadi gangguan
lemaknya ke ruang ekstraseluler. Mekanisme pelipatan molekul ensim dan transportasinya di
akumulasi kolesterol pada kedua jenis dalam sitoplasma.
aterosklerosis akan dibahas secara rinci pada
Bab 11. Kolesterol ester ekstraseluler bisa
mengkristal berbentuk jarum-jarum panjang dan GLIKOGEN
tampak khas sebagai celah-celah pada sediaan
mikroskopik.
 Penimbunan glikogen intraseluler yang berlebihan
Xanthoma. Penimbunan kolesterol intraseluler
dijumpai pada penderita yang mengalami ganguan
dalam makrofag juga karakteristik untuk
metabolisme glikogen dan glukosa. Massa glikogen
hiperlipidemia baik herediter maupun akuisital.
ini tampak sebagai vakuol jernih di dalam
Kelompok sel buih tampak pada jaringan ikat di
sitoplasma. Glikogen tidak dirusak oleh bahan
bawah epidermis dan pada tendo membentuk
fiksasi non-air; untuk melihatnya, jaringan
massa tumor yang sering disebut xanthoma.
 sebaiknya difiksasi dalam alkohol absolut. Dengan
Radang dan nekrosis. Makrofag yang berbuih perwarnaan Best’s carmine atau dengan PAS,
sering dijumpai pada daerah jejas sel dan radang glikogen tampak berwarna jambon-ungu; dan
akibat fagositosis kolesterol dari membran sel sebagai kontrol, pada sediaan lain (paralel)
yang rusak akibat jejas, antara lain sel ditambahkan ensim diastase untuk menghidrolisa
parenkim, leukosit, dan eritrosit. Fosfolipid dan glikogen sebelum pewarnaan.
myelin figures juga dijumpai pada fokus Contoh utama gangguan metabolisme glukosa
peradangan. Jika jumlahnya berlebihan, adalah diabetes melitus. Pada penyakit ini glikogen
makrofag yang mengandung kolesterol ini dijumpai pada sel-sel epitel bagian distal tubulus
membentuk fokus peradangan berwarna convolutus proksimal dan pada loop of Henle
kekuningan. bagian desendens, dalam sel hati, sel beta pulau-

Kolesterolosis. Kolesterolosis adalah pulau Langerhans, dan sel otot jantung.
gerombolan makrofag yang mengandung lipid Ada suatu grup penyakit genetik yang disebut
pada lamina propia kantong empedu. glycogen storage diseases, atau glycogenoses di
Mekanisme akumulasi ini tidak diketahui mana glikogen juga ditimbun dalam sel. Pada
penyakit ini, sebagian glikogen normal dan
PROTEIN abnormal tidak bisa dimetabolisir. Penyakit-
penyakit tersebut merupakan contoh bahwa
Penimbunan protein yang secara morfologik bisa penimbunan suatu bahan bisa mengakibatkan jejas
terlihat lebih jarang terjadi dibanding penimbunan dan kematian.
lemak. Protein ini tampak sebagai massa atau
vakuol yang bulat berwarna eosinofil. Penimbunan
protein filamen dibicarakan pada pembahasan
15

PIGMEN Praktis melanin satu-satunya pigmen endogen yang


berwarna coklat-hitam. Pigmen lain yang bisa
dimasukkan dalam kategori ini adalah asam
Pigmen adalah bahan berwarna, yang sebagian
homogenisat, pigmen hitam yang terdapat pada
merupakan komponen normal sel (misalnya
penderita alkaptonuria, suatu penyakit metabolik
melanin), sedang yang lain merupakan bahan
yang jarang. Pada penyakit tersebut, pigmen
abnormal dan terkumpul di dalam sel hanya pada
ditimbun di kulit, jaringan ikat, kartilago, dan
keadaan-keadaan tertentu. Pigmen bisa eksogen
pigmentasinya disebut okronosis.
(dari luar tubuh) atau endogen (disintesis di dalam
Hemosiderin adalah pigmen yang berasal dari
tubuh).
hemoglobin, berbentuk granuler atau kristal,
Contoh pigmen eksogen yang banyak dijumpai
berwarna kuning mas atau coklat, dan merupakan
adalah karbon atau debu arang, yang merupakan
bentuk penyimpanan zat besi di dalam sel.
pencemar udara yang paling utama di kawasan
Metabolisme besi dan sintesis feritin dan
perkotaan. Jika dihirup, pigmen-pigmen tersebut
hemosiderin. Zat besi biasanya diangkut oleh
akan ditangkap oleh makrofag alveoli dan dibawa
protein pengangkut yang disebut transferin. Di
ke kelenjar limfe trakeobronkial melalui pembuluh
dalam sel, biasanya disimpan dalam bentuk ikatan
limfe. Penimbunan pigmen ini mengakibatkan
protein, apoferitin, untuk membentuk ferritin
kelenjar limfe dan jaringan paru menjadi hitam
micelles. Dalam keadaan normal, feritin terdapat di
(antrakosis). Pada penambang batubara dan pada
berbagai jenis sel. Jika terjadi kelebihan zat besi,
mereka yang tinggal di lingkungan yang udaranya
baik lokal maupun sistemik, feritin membentuk
tercemar, endapan debu karbon bisa menyebabkan
granula hemosiderin, yang mudah dikenal pada
reaksi fibroblastik atau bahkan emfisema, sehingga
pengamatan mikroskop cahaya. Jadi, pigmen
mengakibatkan suatu penyakit paru yang serius
hemosiderin sesungguhnya adalah agregat ferritin
disebut pneumokoniosis penambang batubara..
micelles. Pada keadaan normal, sejumlah kecil
Tato adalah suatu bentuk penimbunan pigmen
hemosiderin dapat dijumpai dalam makrofag di
eksogen yang terlokalisir di kulit. Pigmen yang
sumsum tulang, limpa, dan hati, karena ketiga
dimasukkan akan difagositosis oleh makrofag
organ tersebut berfungsi aktif pada pemecahan sel
dermis, yang kemudian tinggal di situ untuk
darah merah.
selamanya. Walaupun pigmen tersebut tidak
Kelebihan zat besi mengakibatkan hemosiderin
menimbulkan reaksi radang, tetapi bisa
tertimbun di dalam sel. Hal ini bisa karena proses
menimbulkan stres psikologis karena selalu
lokal atau karena gangguan sistemik. Kelebihan
mengingatkan akan kebodohan masa lalu.
lokal zat besi dan hemosiderin bisa terjadi karena
Pigmen endogen antara lain lipofusin, melanin,
perdarahan besar atau perdarahan kecil-kecil pada
dan derivat hemoglobin.
kongesti vaskuler yang berat. Contoh
Lipofusin adalah pigmen yang tidak larut, juga
hemosiderosis lokal adalah hematom. Pada
dikenal dengan sebutan lipokrom, pigmen
perdarahan lokal, area tersebut pertama-tama
“keausan”, atau pigment “usia lanjut”.47 Lipofusin
tampak berwarna merah-biru. Setelah eritrosit lisis,
terdiri atas polimer lipid dan fosfolipid berikatan
hemoglobin mengalami transformasi menjadi
kompleks dengan protein, yang menunjukkan
hemosiderin. Makrofag ambil bagian dalam proses
bahwa pigmen ini berasal dari peroksidasi lipid tak
ini dengan jalan memfagositosis pecahan-pecahan
jenuh membran subseluler. Lipofusin itu sendiri
sel darah merah tadi, dan kemudian ensim lisosom
tidak merusak sel dan tidak mengganggu fungsinya.
mengubah hemoglobin, melalui suatu serial
Namun kehadiran merupakan petujuk adanya jejas
pigmen, menjadi hemosiderin. Perubahan pigmen
radikal bebas dan peroksidasi lipid. Lipofusin
ini tercermin pada perubahan warna yang
berasal dari bahasa Latin (fuscus = coklat), artinya
ditimbulkan. Warna asal merah karena hemoglobin
lemak coklat. Pada sediaan mikroskopik tampak
diubah menjadi hijau-biru karena biliverdin (hijau
sebagai granula halus di dalam sitoplasma,
empedu), lalu menjadi bilirubin (merah empedu),
berwarna kuning-kecoklatan, sering berupa pigmen
dan kemudian unsur zat besi hemoglobin ditimbun
perinuklear. Pigmen ini dijumpai pada sel yang
sebagai hemosiderin yang berwarna kuning mas.
mengalami kemunduran secara perlahan-lahan dan
Jika terjadi penimbunan zat besi secara
tampak jelas terutama pada sel hati dan otot jantung
sistemik, hemosiderin ditimbun di berbagai organ
penderita usia lanjut atau penderita malnutrisi berat
dan jaringan; keadaan ini disebut hemosiderosis.
dan kakeksia (cachexia) kanker. Keadaan ini biasa
Hemosiderosis bisa terjadi pada (1) kenaikan
disertai pengkerutan organ (brown atrophy). Secara
absorbsi zat besi dalam diet, (2) gangguan
mikroskop elektronis granula tersebut tampak hitam
penggunaan zat besi, (3) anemia hemolitik, dan (4)
padat, sering mempunyai struktur membran, dan
transfusi, karena eritrosit dari donor menjadi beban
pada umumnya terletak perinuklear (Gambar 1-30).
zat besi eksogen.
Melanin (berasal dari kata Greek melas = hitam)
adalah pigmen endogen, bukan dari hemoglobin,
MORFOLOGI. Hemosiderin tampak sebagai
berwarna coklat-hitam, yang dibentuk di dalam pigmen yang kasar, kuning-mas, granuler, yang
melanosit dari oksidasi tirosin menjadi terdapat di dalam sitoplasma sel. Jika disebabkan
dihydroxyphenylalanine dengan katalisasi ensim oleh pemecahan eritrosit lokal, pigmentasi pertama-
tirosinase. Ini dibahas lebih lanjut pada Bab 26. tama tampak pada sel retikuloendotelial di area
16
tersebut. Pada hemosiderosis sistemik, pigmen
pertama-tama dijumpai pada fagosit mononuklear
hati, sumsum tulang, limpa, dan kelenjar limfe dan
pada sel-sel makrofag organ-organ lain misalnya
KALSIFIKASI DISTROFIK
kulit, pankreas, dan ginjal. Dengan bertambahnya
penimbunan, sel parenkim di seluruh tubuh Perubahan ini dijumpai pada daerah nekrosis, baik
(terutama hati, pankreas, jantung, dan organ nekrosis koagulativa, kaseosa, ataupun likuefaktif
endokrin) menjadi berpigmen. Pada sediaan dan juga pada area nekrosis lemak ensimatik.
mikroskopis, besi bisa terlihat dengan pewarnaan
Kalsifikasi hampir tak bisa dihindari pada ateroma
Prussian blue, yang akan mengubah kalium
ferosianid (tak berwarna) menjadi ferik ferosianid dari aterosklerosis yang lanjut, yakni jejas intimal
(biru-hitam) yang fokal pada aorta dan arteri besar, ditandai
dengan akumulasi lipid. Keadaan ini sering terjadi
Umumnya pigmen hemosiderin pada pada menua atau kerusakan katup jantung, yang
hemosiderosis sistemik tidak merusak sel parenkim bisa memburuk fungsinya. Di manapun tempat
dan tidak juga mengganggu fungsinya. Tetapi, penimbunannya, garam kalsium tampak secara
akumulasi besi yang lebih berat, misal pada makroskopik sebagai granula atau butiran putih,
penyakit yang disebut hemokromatosis, terjadi halus, sering terasa kasar (“gritty”). Kadang-
kerusakan hati dan pankreas, yang kemudian kadang, kelenjar limfe yang terkena tuberkulosis
mengakibatkan fibrosis hati, kegagalan jantung, dan bisa berubah menjadi batu.
diabetes melitus
Bilirubin adalah pigmen utama pada empedu. MORFOLOGI. Pada sediaan histologi yang
Bilirubin berasal dari hemoglobin tetapi tidak diwarnai dengan hematoksilin dan eosin, garam
mengandung unsur besi. Pembentukan dan kalsium tampak basofilik, granuler, amorf, kadang-
kadang menggumpal. Penimbunan ini bisa
ekskresinya yang normal sangat diperlukan, dan
intraseluler, ekstraseluler, atau pada kedua
jika terjadi penimbunan di dalam sel dan jaringan lokasi. Lama-kelamaan, bisa terbentuk tulang
akan terjadi ikterus. heterotopik pada fokus kalsifikasi tersebut. Ada
Pigmen bilirubin di dalam sel dan jaringan kalanya satu sel yang nekrotik menjadi inti kristal
hanya tampak pada sediaan mikroskopis kalau yang mengalami penimbunan mineral secara
penderita ikterus berat dan sudah lama. Walaupun bertahap. Penimbunan garam kalsium yang
pigmen ini tersebar di seluruh jaringan dan cairan bertahap ini mengakibatkan gambaran lameler
tubuh, penimbunannya nampak jelas di hati dan (berlapis-lapis) yang disebut psammoma bodies
ginjal. Pada hati, terutama pada penyakit yang karena menyerupai butiran pasir. Karsinoma papiler,
misal karsinoma papiler tiroid, cenderung
disebabkan gangguan aliran empedu (misal kanker
membentuk psammoma bodies. Penimbunan
pada duktus biliferus komunis atau pada kaput garam kalsium dan besi sepanjang serabut asbes di
pankreas), bilirubin dijumpai dalam sinusoid , sel paru bisa memberikan bentuk menyerupai
Kupffer, dan sel hati. Di sini bilirubin tampak dumbbell.
sebagai deposit globuler, amorf, hijau-coklat
sampai hitam, dan mukoid. Pada kasus ikterus Kalsifikasi distrofik akhirnya akan membentuk
sumbatan yang lanjut, agregasi pigmen menjadi kristal mineral kalsium fosfat dalam bentuk apatit
sangat besar, membentuk apa yang disebut “danau serupa dengan hidroksiapatit pada tulang. Proses
empedu”. Keadaan ini bisa mengakibatkan nekrosis ini terdiri atas dua fase utama: inisiasi (atau
fokal sel-sel hati. Pigmen bilirubin dijumpai pula nukleasi) dan propagasi; keduanya bisa terjadi di
pada sel epitel tubulus ginjal pada berbagai bentuk dalam ataupun di luar sel. Jika ekstraseluler, inisiasi
ikterus. terjadi pada vesikel yang berbatas membran,
dengan diameter sekitar 200 nm; di kartilago dan
tulang, ini disebut vesikel matriks, dan pada
KALSIFIKASI PATOLOGIK kalsifikasi patologik, berasal dari sel yang
berdegenerasi atau menua. Diduga kalsium terpusat
dalam vesikel ini karena afinitasnya terhadap
Kalsifikasi patologik artinya deposisi abnormal fosfolipid asam, dan penimbunan fosfat terjadi
garam kalsium, bersama dengan sejumlah kecil zat karena aktifitas fosfatase. Inisiasi kalsifikasi
besi, magnesium, dan garam mineral lain. Proses intraseluler terjadi dalam mitokondria sel yang
ini menyertai mengiringi berbagai keadaan sedang dalam proses kematian atau yang sudah
patologik. Ada dua bentuk kalsifikasi patologik. mati, yang kemudian menimbun kalsium
Jika deposisi terjadi pada jaringan yang mati, sebagaimana telah diterangkan di atas.
disebut kalsifikasi distrofik; bisa terjadi walaupun Setelah inisiasi mineral, baik yang ekstra-
kadar kalsium serum normal dan tidak terdapat maupun intra-seluler, propagasi pembentuk kristal
gangguan metabolisme kalsium. Sebaliknya, dimulai, tergantung pada konsentrasi Ca++ dan PO4
deposisi garam kalsium pada jaringan yang vital di rongga ekstraseluler, ada-tidaknya inhibitor
(hidup) disebut kalsifikasi metastatik, dan hal ini mineral, kolagen, dan protein-protein lain.
hampir selalu mencerminkan gangguan Osteopontin, suatu fosfoprotein yang mengikat
metabolisme kalsium yang mengakibatkan kalsium dan bersifat asam, serta mempunyai
hiperkalsemia. afinitas tinggi terhadap hidroksiapatit -yang
17

berperan pada mineralisasi tulang- banyak dijumpai penurunan fungsi secara progresif pertanda menua,
pada kalsifikasi distrofik, paling tidak pada arteri dan akhirnya mati.
dan ginjal.49 Kolagen itu sendiri mempercepat Karena pertambahan usia, terjadi perubahan
pertumbuhan kristal. fisiologis dan struktural pada hampir semua organ.
Walaupun kalsifikasi distrofik mungkin hanya Menua sangat dipengaruhi faktor genetis, diet,
pertanda adanya jejas sel sebelumnya, kondisi sosial, dan terjadinya penyakit yang
kehadirannya sering menjadi penyebab gangguan berhubungan dengan usia lanjut, misalnya
fungsi suatu organ, misalnya pada penyakit katup aterosklerosis, diabetes melitus, dan osteoartritis.
jantung yang mengalami kalsifikasi dan pada Selain itu, banyak bukti yang menunjukkan bahwa
aterosklerosis. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut perubahan sel karena menua merupakan unsur
pada pembahasan masing-masing penyakit. penting dalam proses menua pada organisme yang
bersangkut. Di sini akan dibahas penuaan seluler
karena proses ini bisa merupakan akumulasi jejas
KALSIFIKASI METASTATIK subletal yang bertahun-tahun yang akhirnya
mengakibatkan kematian sel atau paling tidak
mengakibatkan sel tidak mampu memberi respons
Kalsifikasi metastatik bisa terjadi pada jaringan
terhadap jejas.
normal jika penderita mengalami hiperkalsemia.
Beberapa fungsi sel menurun secara progresif
Hiperkalsemia juga memperberat kalsifikasi
pada menua. Fosforilasi oksidatif oleh mitokondria
distrofik. Penyebab hiperkalsemia antara lain
berkurang, begitu pula sintesis ensim maupun
hiperparatiroidisme, keracunan vitamin D,
protein struktural oleh DNA dan RNA, dan sintesis
sarkoidosis sitemik, sindrom milk-alkali,
reseptor sel. Kemampuan uptake nutrien dan
hipertiroidisme, hiperkalsemia idiopatik pada bayi,
kemampuan memperbaiki kerusakan kromosom
penyakit Addison (defisiensi adrenokortikal),
pada sel yang menua menurun. Perubahan
peningkatan katabolisme tulang karena tumor di
morfologik pada sel yang menua antara lain
tulang (misal multipel mieloma dan metastasis
nukleus yang ireguler dan berlobus abnormal,
kanker) dan leukemia, dan penurunan pembentukan
mitokondria pleomorfik dan bervakuol,
tulang karena imobilisasi. Hiperkalsimia juga bisa
endoplasmik retikulum menurun, dan aparatus
terjadi pada gagal ginjal yang lanjut yang disertai
Golgi mengalami distorsi. Pada waktu yang sama,
retensi fosfat, sehingga terjadi hiperparatiroidisme
terjadi penimbunan pigmen lipofusin yang
sekunder.
merupakan produk peroksidasi lipid.
Kalsifikasi metastatik bisa meluas ke seluruh
Walaupun banyak teori diajukan mengenai
tubuh, tetapi paling sering mengenai jaringan
proses menua, pada umumnya para ahli
interstitial pembuluh darah, ginjal, paru, dan
beranggapan bahwa ini bersifat multifaktorial.
mukosa gastrik. Di semua organ ini garam kalsium
Proses ini meliputi program molekuler penuaan sel
secara morfologis serupa dengan pada kalsifikasi
yang endogen dan paparan terhadap pengaruh
distrofik. Jadi kalsifikasi metastatik bisa berupa
eksogen semasa hidup, yang mengakibatkan
timbunan bahan amorf nonkristal atau, kadang-
kemampuan hidup sel menurun secara progresif
kadang, sebagai kristal hidroksi apatit. Kalsifikasi
(disebut “wear and tear” = aus).50 Pada skenario
metastatik agaknya juga bermula di mitokondria.
ini, jejas molekuler terhadap sel melampaui
Tetapi, kalsifikasi matastatik pada tubulus ginjal
kemampuannya memperbaiki diri, sehingga
terjadi pada membran basalis, mungkin
mempercepat proses menua. Kini akan kita tinjau
berhubungan dengan vesikel ekstraseluler yang
lebih dahulu proses penuaan sel dan kemudian
nenonjol dari sel epitel.
penyebab molekuler yang dianggap penyebab
Secara umum, garam mineral tidak
keausan sel.
menyebabkan gangguan klinik, tetapi penimbunan
Sel yang menua in vitro telah banyak diteliti.
massif di paru-paru bisa tampak pada foto rontgen
Diawali dengan observasi Hayflick terhadap kultur
dan mengganggu pernafasan. Penimbunan massif di
sel fibroblas manusia yang ternyata usianya terbatas
ginjal (nefrokalsinosis) bisa berakhir dengan
 sel tersebut berhenti mitosis dan menjadi tua
kerusakan ginjal.
setelah kira-kira 50 kali membelah. Bahkan sel
dari penderita progeria atau sindroma Werner, yang
menunjukkan tanda menua prematur, usianya pada
SEL YANG MENUA kultur sel sangat menurun, sedang sel kanker
berproliferasi tanpa batas dan immortal. Penyebab
Walaupun istilah menua banyak dipakai dalam hilangnya kemampuan replikasi ini tidak diketahui
percakapan sehari-hari, definisinya yang tepat sukar jelas. Beberapa teori yang diajukan a.l. aktifasi gen
dibuat. Mungkin deskripsi yang terbaik adalah dari spesifik untuk penuaan (pada kromosom 1 dan 4);
Shakespeare yang merincikan tahap-tahap perubahan atau hilangnya gen yang mengatur
kehidupan manusia dengan sebutan Seven Ages of pertumbuhan (misal c-fos dan gen Rb), induksi
Man (tujuh tahap kehidupan manusia). Diawali penghambat faktor pertumbuhan pada sel yang
dengan konsepsi, meliputi diferensiasi dan maturasi menua; dan berbagai mekanisme genetik yang lain.
organisme dan sel-selnya, kemudian terjadi Salah satu hipotesis mengenai defek gen adalah
pemendekan telomer kromosom. Telomer sangat
18

penting dalam mengstabilkan bagian terminal Masih banyak yang musti dibicarakan mengenai
kromosom dan menancapkan pada matriks nekleus. mekanisme perubahan pada sel yang menua,
Panjang telomer berkurang pada kultur yang sudah sebagian dari mekanisme ini mungkin merupakan
berulang-ulang dan pada kultur sel manusia usia peristiwa yang relatif unik dan telah terprogram
lanjut. Telomer terpanjang pada sel sperma dan yang meliputi proliferasi dan diferensiasi sel, dan
lebih panjang pada sel fetus dibanding sel dewasa mekanisme yang lain adalah akibat jejas
 sintesisnya de novo diatur oleh ensim lingkungan secara progresif, yang lama-kelamaan
telomerase, dan ada korelasi antara panjang telomer melampaui mekanisme defens sel. Kerusakan
dengan kandungan telomerase. Diduga hilangnya akibat radikal bebas oksidatif, modifikasi protein
DNA pada ujung kromosom yang mengalami pasca-translasi, dan perubahan respons protein
pemendekan telomer mengakibatkan hilangnya gen heat-shock mungkin merupakan penyebab
tertentu yang esensial, yang berakibat pemendekan molekuler yang utama pada kerusakan struktural
usia sel. dan fungsional sel akibat faktor eksogen.
Kini semakin banyak yang diketahui mengenai
penuaan sel. Teori yang banyak diterima adalah
kerusakan progresif oleh radikal bebas semasa PENUTUP
hidup. Kerusakan ini bisa terjadi akibat paparan
terhadap lingkungan tersebut secara berulang- Berbagai bentuk kerusakan sel yang dibahas di atas
ulang, misalnya radiasi ion atau penurunan terlihat merupakan suatu spektrum yang luas, mulai
mekanisme defens antioksidan (misalnya vitamin dari jejas sel akut yang reversibel dan ireversibel,
E, glutation peroksidase) atau keduanya. sampai kematian sel yang terprogram seperti halnya
Penimbunan lipofusin berbanding lurus dengan apoptosis, sampai pada perubahan patologis
kerusakan akibat radikal bebas, tetapi pigmen itu organela sel, penimbunan intraseluler, termasuk
sendiri tidak bersifat toksik. Selain peroksidasi pigmentasi. Mekanisme tersebut akan selalu
lipid, radikal bebas menginduksi kerusakan asam diulang dalam buku ini, karena setiap jejas yang
nukleat. Bahkan diduga radikal bebas oksigen mengenai suatu organ dan demikian pula halnya
mengakibatkan modifikasi sekitar 10.000 basa penyakit, terjadi karena gangguan struktur dan
DNA per sel setiap hari, jumlah yang lama fungsi sel.
kelamaan melampaui kemampuan mekanisme
pemulihan DNA. Tidak hanya nukleus, tetapi juga
mutasi DNA mitokondrial bisa dipengaruhi oleh ----- terima kasih -----
radikal bebas, dan mutasi serta delesi DNA
meningkat secara dramatik seiring dengan
pertambahan umur. Radikal bebas oksigen juga
mengkatalisir modifikasi oksidatif protein,
termasuk juga enzim, sehingga protein tersebut
bisa diuraikan oleh protease alkalin atau protease
netral sitosol; dan ini akan mempengaruhi fungsi
sel lebih lanjut. 20
Modifikasi pasca-translasi protein intra- dan
ekstraseluler, yang terjadi seiring dengan
pertambahan usia, merupakan penyebab perubahan
morfologik dan fungsional pada sel yang menua.
Salah satu modifikasi yang dewasa ini banyak
menarik perhatian adalah glikosilasi protein
nonenzimatik, yang akan membentuk produk akhir
glikosilasi tingkat lanjut yang mampu membuat
protein berikatan silang (cross linking) dengan
protein di dekatnya. Produk tersebut meningkat
secara bermakna sesuai dengan pertambahan usia,
dan ada bukti bahwa mereka berperan pada
patogenesis lesi mikrovaskuler pada penderita
diabetes mellitus. Katarak senilis juga terjadi akibat
glikosilasi protein lensa karena usia lanjut.
Akhirnya, ada bukti bahwa terjadi perubahan-
perubahan pada induksi protein heat-shock,
terutama Hsp70 in vitro pada sel yang tua dan in
vivo pada binatang percobaan yang berusia lanjut.
Karena respons heat-shock merupakan mekanisme
defens yang penting terhadap berbagai macam
stres, jika jumlahnya berkurang karena usia lanjut,
maka ketahanan hidup sel juga menurun.

Anda mungkin juga menyukai