2. Hipertrofi
Adalah meningkatnya ukuran sel yang mengakibatkan organ bertambah besar.
Sebaliknya hiperplasia (dibahas berikut) adalah penambahan jumlah sel yang
terjadi karena proliferasi sel yang telah mengalami diferensiasi dan penggantian
sel oleh sel punca (stem cell). Hipertrofia dapat terjadi secara fisiologis atau
patologis dan disebabkan oleh kebutuhan fungsional yang meningkat atau
stimulasi faktor pertumbuhan atau hormonal.
a. Peningkatan kebutuhan fungsional
Contoh : hipertrofi otot rangka pada binaragawan; peningkatan beban
kerja otot rangka (fisiologis). Hipertrofi otot jantung pada penderita
penyakit jantung, peningkatan beban kerja jantung (patologis)
b. Stimulasi hormonal spesifik
Contoh : hipertrofi uterus pada masa kehamilan; akibat hipertrofi dan
hiperplasia hormon estrogen
3. Hiperplasia
Terjadi apabila jaringan mengandungi populasi sel yang mampu bereplikasi. Hal
tersebut dapat terjadi bersama dengan hipertrofia dan sering terjadi karena
stimulus yang sama. Hiperplasia melibatkan stimulasi resting cell (G0) untuk
masuk ke dalam siklus sel (G1) lalu membelah diri (berkembang biak).
Hiperplasia dapat terjadi fisiologis ataupun patologis. Pada kedua keadaan
proliferasi sel dirangsang oleh faktor pertumbuhan yang dihasilkan oleh berbagai
jenis sel.
A. Stimulasi hormon
Contoh : peningkatan estrogen pada saat pubertas atau awal siklus
menstruasi meningkatkan jumlah sel endometrial dari sel stroma uterus
B. Peningkatan kebutuhan fungsional
Contoh : saat berada di daerah dengan kadar oksigen rendah menyebabkan
hiperplasia pada prekursor eritrosit di sumsum tulang dan peningkatan
eritrosit di darah.
4. Metaplasia
Adalah perubahan reversibel yaitu satu jenis sel dewasa (sel epitel atau
mesenkim) digantikan oleh sel dewasa jenis lain. Dalam adaptasi sel ini, suatu sel
yang sensitif terhadap suatu stres tertentu diganti oleh sel lain yang lebih mampu
bertahan terhadap lingkungan yang tidak menopang. Metaplasia diperkirakan
terjadi karena sel punca (stem) diprogram kembali agar mengikuti jalur baru dan
bukan perubahan fenotipe (perubahan diferensiasi) daripada set yang telah
mengalami diferensiasi.
2. Berikan satu contoh kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya atrofi dan jelaskan
mekanismenya!
Jawaban:
Atrofi Otot akibat Denervasi
Atrofi otot akibat denervasi terjadi ketika saraf yang mempersarafi otot mengalami
kerusakan atau terputus. Kerusakan atau terputusnya saraf ini dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, seperti:
● Trauma: Cedera pada saraf akibat kecelakaan, jatuh, atau luka tusuk.
● Komplikasi diabetes: Kadar gula darah yang tinggi dalam waktu lama dapat
merusak saraf.
● Denervasi: Ketika saraf yang mempersarafi otot rusak atau terputus, otot tidak
lagi menerima sinyal dari otak untuk berkontraksi. Hal ini menyebabkan otot
● Atrofi: Tanpa stimulasi dari saraf, otot akan mulai menyusut dan kehilangan
massa. Hal ini terjadi karena protein otot tidak disintesis lagi dan protein yang ada
Hal ini dapat membuat orang sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari, seperti
3. Jelaskan perbedaan dan dampak dari hipertrofi dan hiperplasia serta beri contoh!
Jawaban:
Hipertrofi:
1. Penambahan ukuran sel yang dengan demikian turut menambahkan massa
jaringan
2. Fisiologis : otot skeletal akan semakin bertambah ukurannya setelah banyak
melakukan latihan fisik keras atau olahraga
3. Patologis : kompensasi terhadap suatu kondisi penyakit atau adaptif.
Contoh : hipertrofi kompensatori yaitu jika seseorang kehilangan salah satu
ginjalnya maka ginjal yang tersisa akan bertambah ukurannya untuk mengkompensasi
atas kehilangannya.
Hiperplasia:
1. penambahan jumlah sel pada suatu organ atau jaringan
2. Fisiologis : pembesaran payudara dan dinding rahim pada ibu hamil yang
disebabkan oleh stimulus dari estrogen
3. Patologis : hiperplasia kompensatori yaitu regenerasi hati yang terjadi saat
hepatektomi parsial dan penyembuhan luka.
Contoh : saat penyembuhan luka terjadi proliferasi fibroblas dan pembuluh darah
yang berkontribusi untuk penyembuhan tersebut (Porth & Matfin, 2009).
Ciri Khas yang Tampak pada Mikroskopis | Mikroskopis Mola Hidatidosa Komplit
Gambaran mikroskopis dari MHK adalah udem pada vili dengan pembentukan sisterna.
Sisterna adalah rongga aseluler yang terletak pada bagian tengah villous yang berisi
cairan udem. Tetapi tidak semua vili terdapat sisterna. Pada vili dapat dijumpai nekrosis
dan klasifikasi parsial. Pembuluh darah pada vili biasanya tidak terlihat, oleh karena
perkembangan fetus yang terhenti pada awal masa pembentukan plasenta. Sel-sel
trofoblas hiperplasia dan proliferasi abnormal yang terdapat di sekeliling vili korion
(Lumongga, 2009).
Gambaran histologi MHK :
1. Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan Stroma Villus.
2. Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
3. Proliferasi epitel trofoblas dengan derajat bervariasi
4. Tidak adanya janin dan amnion.
Mikroskopik Mola Hidatidosa Parsial
Gambaran mikroskopis yang tampak adalah sebagian vili imatur yang relatif normal dan
sebagian lagi vili yang membesar dengan degenerasi hidrofik. Pada tepi vili terdiri dari
sel-sel sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas yang tersusun ireguler berbentuk scalloping.
Sisterna jarang dijumpai. Dapat terlihat pseudo inklusi 20 trofoblas yang disebabkan oleh
pemotongan tangensial vili pada tepi vili yang irregular. Pada vili dapat terjadi fibrosis
yang fokal. Derajat atipia dan proliferasi trofoblas tidak terlalu banyak bila dibandingkan
dengan MHK. Pembuluh darah pada vili sering dijumpai (Lumongga, 2009).
Pada gambaran histologi tampak bagian vili yang avaskuler, terjadi pembengkakan
hidatidosa yang berjalan lambat, sementara vili yang vaskuler dari sirkulasi darah fetus.
Plasenta yang masih berfungsi tidak mengalami perubahan (Sudiono J, 2001)
8. Terdapat 2 jenis kematian sel yaitu apoptosis dan nekrosis. Perbedaan utama antara
apoptosis dan nekrosis adalah? Jelaskan juga perbedaan antara nekrosis koagulativa dan
liquefactive?
Jawaban:
Ada dua jenis kematian sel, yang berbeda dalam mekanisme, morfologi dan
peran pada penyakit dan Fisiologi.
a. Nekrosis. ditandai dengan tipe kematian sel yang dicirikan oleh cedera
membran parah dan degradasi enzimatik, nekrosis selalu diawali dengan
adanya proses patologis.
b. Apoptosis. merupakan proses kematian sel yang teratur dan terprogram,
apoptosis dapat terjadi karena proses fisiologis serta patologis.
Nekrosis coagulative bercirikan formasi substansi gelatin (seperti gel) pada jaringan mati
yang mana arsitektur jaringan bertahan dan dapat diamati dengan mikroskop cahaya.
Koagulasi terjadi akibat denaturasi protein, menyebabkan albumin bertransformasi ke
keadaan kaku dan tak tembus cahaya. Pola nekrosis ini memiliki ciri terlihat pada
lingkungan hipoksik (rendah oksigen), seperti infark. Nekrosis koagulatif terjadi
utamanya pada jaringan seperti ginjal, jantung, dan kelenjar adrenalin. Iskemia parah
umumnya menyebabkan nekrosis bentuk ini.
Kumar, V., Abbas, A., & Aster, J. (2017). Robbins Basic Pathology 10th edition. Philadelphia:
Elsevier.
McConnell, T. H. (2013). The nature of disease: Pathology for the health professions (2nd ed.).
Lippincott Williams and Wilkins.
Pawlina, W., & Ross, M. H. (2018). Histology: A text and atlas: With correlated cell and
molecular biology (8th ed.). Lippincott Williams and Wilkins.
Pujasari, H. (2021). Adaptation, Injury, & Death of Cells: Week 2 . Depok: Universitas
Indonesia.