(yuni)(azza)
Adaptasi sel adalah respon fungsional dan struktural yang bersifat reversibel baik
oleh kerena kondisi fisiologis dan maupun rangsang patologis, sehingga didapatkan
kondisi steady state yang baru yang memungkinkan sel bertahan hidup dan
mempertahankan fungsinya (Kumar V dkk, 2015).
Adaptasi sel ada 2 macam yaitu adaptasi fisiologis dan patologis. Adaptasi fisiologis
merupakan respon terhadap rangsangan normal baik oleh hormon, mediator kimia
maupun rangsang fisik contohnya hipertrofi ginggiva, uterus dan payudara pada ibu
hamil. Adaptasi patologis merupakan respon terhadap rangsangan stress yang
memungkinkan sel bertahan hidup dengan menyesuaikan struktur dan fungsi untuk
menghindari jejas sel (Kumar V dkk, 2015).
Respon adaptif ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
meningkatkan ukuran sel dan aktifitas sel (hipertrofi),
meningkatkan jumlah sel dan atau ukurannya pada sel yan mempunyai
kemampuan replikasi (hiperplasia)
menurunkan ukuran dan aktifitas metabolisme sel (atrofi),
mengubah fenotip dari sel menjadi sel dewasa lain yang lebih mampu bertahan
(metaplasia) (Kumar V dkk, 2015).
a. Hipertrofi
Merupakan peningkatan ukuran sel yang menghasilkan peningkatan ukuran organ.
Hipertrofi dapat bersifat fisiologis maupun patologis yang disebabkan oleh
peningkatan kebutuhan fungsional, hormon pertumbuhan, dan stimulasi hormonal
Hipertrofi fisiologis
Contoh :
Peningkatan ukuran uterus selama kehamilan akibat dari hipertrofi otot
polos yang di stimulasi oleh estrogen
Pembesaran otot atlet akibat peningkatan beban kerja pada sel otot lurik
Hipertrofi patologik
Contoh :
Pembesaran jantung akibat hipertensi
Penyakit katup aorta, dimana miokardium mengalami peningkatan beban
kerja sehingga hipertrofi inilah digunakan untuk menghasilkan peningkatan
kekuatan kontraktil yang dibutuhkan
c. Metaplasia
Merupakan suatu perubahan ketika satu tipe sel dewasa digantikan oleh tipe sel
dewasa lain yang lebih mampu bertahan pada lingkungan kebalikan dari normalnya.
Contoh : perubahan pada epitel respiratorik perokok yang normalnya epitel
kolumner bersilia akan tergantikan oleh epitel skuamosa berlapis, karena epitel
skuamosa berlapis tebal ini akan lebih tahan menghadapi bahan kimia berbahaya
pada rokok
Sumber : Robbins. 2018. Buku Ajar Patologi Dasar Patologi Dasar Edisi Ke 10. ELSEVIER
Respon sel terhadap rangsang sangat dipengaruhi oleh jenis sel. Berdasarkan
kemampuan replikasinya sel dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
1. Sel labil/mitotic cells adalah sel yang dapat terus membelah dan memperbaharui
diri. Misalnya epidermis kulit, lapisan mukosa usus, sel-sel punca (stem cells).
3. Sel permanen/post mitotic cells adalah sel yang tidak dapat membelah dan tidak
dapat masuk kembali ke siklus pembelahan sel. Bila mengalami kerusakan maka sel
akan digantikan oleh sel jenis lain yang mempunyai fungsi sama. Misal sel otak, sel
syaraf, dan sel jantung.(Robbins Basic Pathology, 2017)
3. Mengapa orang yang lama tidak berolahraga itu masa ototnya mengecil?
Perbedaan olahraga anaerob dan aerob dan adakah pengaruhnya terhadap massa otot?(faiz)(yuni)
6. Apa pengaruh diet dan latihan angkat beban dalam pengaruh massa otot?
a. Karena otot lengan dan betis akan bekerja untuk menghasilkan energi untuk bisa
mengangkat beban yg kita angkat, yg dimana bisa menyebabkan kerusakan struktur
(stress) pada otot tersebut. Kerusakan tersebut bisa mengaktifkan pemicu mekanik dan sel-
sel otot tersebut akan mengalami adaptasi, yaitu hipertrofi (membesarnya ukuran sel otot).
(Robbins Basic Pathology, 2017)
b. Nutrisi merupakan faktor penting dalam pencapaian olahraga yang optimal. Salah satu
nutrisi yang paling esensial bagi atlet adalah protein (Rennie, 2006). Selama latihan
kekuatan, protein bermanfaat untuk meningkatkan sintesis. protein sebagai pengganti
kerusakan ,protein tubuh yang diakibatkan latihan kekuatan,. Untuk latihan ketahanan, 5 –
15 % energi total yang diproduksi berasal dari protein (Famelia et al., 2008).
c. Ketersediaan zat gizi dalam tubuh atlet khususnya zat gizi protein berpengaruh pada
kemampuan otot dalam berkontraksi. Asupan protein mempunyai korelasi positif terhadap
kekuatan otot genggaman (Rosmalina et al., 2001). Hasil penelitian juga menunjukan
terdapat korelasi positif antara asupan protein dengan kekuatan otot.
Semakin meningkat asupan protein maka kekuatan otot semakin meningkat. Asupan
makanan terutama protein sangat berpengaruh pada masa otot melalui perubahan sintesis
protein, dengan peningkatan asupan protein menyebabkan peningkatan keseimbangan protein
kearah positif (Tarnopolsky et al, 1992) yang kemudian menyebabkan peningkatan sintesis
protein. Asam amino rantai cabang terutama leusin merupakan stimulator kuat terhadap
sintesis protein melalui jalur protein kinase mammalian target of rapamicyn (mTOR) (Baum,
2015).
Peningkatan sintesis protein secara perlahan mengakibatkan hipertropi otot yang akhirnya
berpengaruh pada kekuatan otot (Rasmussen, 2000). Selain itu, peningkatan sintesis protein
diperlukan untuk membantu proses perbaikan dan remodeling serat otot rangka yang rusak
sebagai akibat latihan berat (Setiowati, 2013). Peningkatan asupan protein harus diimbangi
dengan asupan energi yang cukup, asupan energi akan berdampak pada pada peningkatan
massa otot (Rozenek, 2002). Apabila asupan energi kurang maka protein akan dipecah
sebagai sumber energi,
Para atlet sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi sumber protein yang berasal dari hewani
dan nabati. Protein asal hewani seperti daging (dianjurkan daging yang tidak berlemak),
ayam, ikan, telur dan susu. Sumber protein nabati yang dianjurkan adalah tahu, tempe, dan
kacang-kacangan (kacang tanah, kedelai dan kacang hijau) (Rusli, 2011).
konsumsi protein dapat memulihkan cedera otot meningkatkan kekuatan otot pada atlet
adalah FAKTA. Mengkonsumsi makanan yang mengandung zat gizi protein dapat
meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot dengan mekanisme peningkatan sintesis protein
secara perlahan mengakibatkan hipertropi otot yang akhirnya berpengaruh pada
meningkatnya kekuatan otot. Selain itu, peningkatan sintesis protein diperlukan untuk
membantu proses perbaikan dan remodeling serat otot rangka yang rusak sebagai akibat
latihan berat. Namun diharapkan tidak mengonsumsi protein secara berlebihan karena dapat
menimbulkan hilangnya selera makan, diare dan kekurangan cairan.
Kenapa pada Latihan angkat beban tidak terjadi penambahan jumlah sel/hiperflasi tetapi malah
hipertropi?
Hipertrofi Hiperplasia
Hipertrofi terutama dipicu oleh Hiperplasia terutama dipicu oleh stimulasi sel yang
peningkatan beban atau kebutuhan berlebihan.
dan peningkatan stimulus
(hormone atau faktor
pertumbuhan).
Hipertrofi adalah hasil dari Hiperplasia adalah hasil dari proliferasi sel.
pembesaran sel.
Hipertrofi adalah hasil dari Hiperplasia adalah hasil dari proliferasi sel dewasa dan
peningkatan produksi protein di didorong oleh faktor pertumbuhan.
dalam sel.
Hipertrofi terjadi pada sel Hiperplasia terjadi pada sel yang labil, yaitu sel yang
permanen, yaitu sel yang tidak dapat terus membelah dan memperbaharui diri,
dapat membelah dan tidak dapat contohnya pada lapisan mukosa usus, dll; atau stabil,
masuk kembali ke siklus yaitu sel yang mempunyai kemampuan regenerasi dan
pembelahan, contohnya pada otot kompensasi terhadap kehilangan sel dengan sel baru
rangka, otot jantung, dll. dalam jumlah yang sama, contohnya pada sel hati, sel
ginjal, dll.
Olahraga menyebabkan peningkatan sekresi GH dari hipofisis yang menstimulasi hepar, otot
dan jaringan lainnya di tubuh untuk mensintesis IGF-1. IGF-1 yang disintesis akan berikatan
dengan IGF1R (IGF-1 Reseptor). Ikatan ini akan menstimulasi sintesis protein, memiliki efek
antiapoptosis dan survival sel, dan proliferasi sel. IGF-1 juga dapat menghambat terbentuknya
myostatin (protein untuk menghambat pertumbuhan otot). Karena produksi myostatin dihambat
oleh IGF-1 maka pertumbuhan otot akan lebih cepat. Peningkatan kadar IGF-1 dipengaruhi oleh
growth hormon dengan kondisi nutrisi yang cukup. Selain berfungsi dalam peningkatan masa otot,
peningkatan IGF-1 juga akan mempengaruhi metabolisme otot. IGF-1 dapat meningkatkan
pengambilan asam lemak bebas dan oksidasi asam lemak di sel otot. IGF-1 juga dapat meningkatkan
kerja insulin untuk meningkatkan masuknya glukosa ke sel otot melalui ikatannya pada reseptornya
atau pada reseptor insulin.
c) Peningkatan komponen sistem metabolisme fosfagen termasuk ATP dan fosfokreatin sebanyak
60-80%;
Sumber :
Wibowo, J. C. et al. (2021) ‘Latihan Fisik Meningkatkan Kadar Insulin-Like Growth Factor-1’, 6, pp.
46–56.
karena adanya stress yang berat dan terjadi rangsangan patologis secara terus menerus.
menyebabkan dari kegagalan suatu adaptasi
Akibat dari kegagalan suatu adaptasi sel akan menyebabkan terjadi jejas sel/cedera sel.
Jejas sel : terjadi jika kemampuan adaptasi sel terlampaui atau jika stress eksternal terlalu
berlebihan, bersifat reversibel namun jika stress terlalu berat akan bersifat ireversibel yang
berujung pada kematian sel.
Jejas sel akan terjadi apabila sel mengalami stress yang berat sehingga sel tersebut tidak dapat
lagi beradaptasi atau apabila sel terpapar pada agen yang merusak atau mengalami abnormalitas
intrinsik. Jejas akan berkembang ke stadium irreversible dan berakhir pada kematian sel.
Sumber : Robbins. 2018. Buku Ajar Patologi Dasar Patologi Dasar Edisi Ke 10. ELSEVIER
Nekrosis
Sel normal mengalami gangguan fungsi → (1) sel dan organel intraseluler akan
membengkak karena penarikan cairan akibat kegagalan pompa ion energy-
dependent pada membran plasma sehingga sel tidak mampu mempertahankan
homeostasis ion dan cairan, (2) sel akan mengalami perlemakan karena
ditemukannya vakuola lipid yang mengandung trigliserida di dalam sitoplasma, (3)
perubahan membran plasma seperti blebbing, (4) perubahan inti sel seperti
penggumpalan kromatin, (5) sitoplasma mengandung myelin figures yang
merupakan koleksi fosfolipid mirip selubung mielin yang berasal dari membran sel
yang rusak → jika terjadi pemulihan sel, maka sel akan kembali normal → jika
pajanan bahan berbahaya terjadi secara persisten atau berlebihan sehingga memicu
sel melewati point of no return nya, maka sel akan nekrosis → ditandai dengan ;
1. Perubahan Sitoplasma
Peningkatan eosinophilia pada sel nekrotik
Tampilan sel lebih homogen dan glassy akibat kehilangan partikel
glikogen yang terpulas terang
Dilatasi mencolok pada mitokondria
Myelin figures tampak lebih jelas
Terjadi pencernaan organel oleh enzim sehingga sitoplasma menjadi
bervakuola dan tampak seperti “dimakan rayap”
2. Perubahan Inti Sel
Piknosis (pengkerutan inti sel)
Karioreksis (inti sel terfragmentasi)
Kariolisis (DNA dicerna oleh aktivitas enzim deoksiribonuklease →
sel nekrotik bertahan beberapa waktu atau dapat dicerna oleh
enzim sebelum akhirnya menghilang.
Nasib sel yang mengalami nekrosis
Sel nekrotik dapat bertahan hingga beberapa waktu atau dapat dicerna oleh
enzim dan menghilang. Sel mati digantikan oleh myelin figures , yang kemudian
difagositosis oleh sel lain atau mengalami degradasi lebih lanjut menjadi asam
lemak. Asam lemak ini mengikat garam kalsium, yang dapat mengakibatkan
sel-sel mati akhirnya mengalami klasifikasi.
Tipe nekrosis :
Nekrosis koagulatif
Nekrosis yang masih mempertahankan arsitekstur jaringan setidaknya
selama beberapa hari setelah kematian sel pada jaringan, jaringan yang
terimbas memiliki struktur padat. Nekrosis koagulatif merupakan
karakteristik infark (disebabkan oleh iskemia) pada semua organ padat
kecuali otak.
Nekrosis likuefaktif
Ditemukan pada infeksi bakteri fokal dan terkadang pada infeksi jamur
karena memberikan rangsang yang sangat kuat untuk akumulasi sel
darah putih (menstimulasi akumulasi cepat sel-sel inflamasi, dan
kandungan enzim pada leukosit). Apa pun patogenesisnya, liquefaksi
(pencairan) sepenuhnya mencerna sel mati. Terkadang terjadi akibat
kematian sel yang disebabkan hipoksia pada susunan saraf pusat.
Nekrosis gangrenosa
Merujuk pada kondisi ekstermitas (umumnya tungkai bawah) yang
kehilangan suplai darah dan mengalami nekrosis koagulatif yang
melibatkan berbagai lapisan jaringan.
Nekrosis kaseosa
Paling sering ditemukan pada focus focus infeksi tuberkolosis. Karseosa
berarti “menyerupai keju”mengacu pada daerah nekrosis rapuh
berwarna kuning -putih yang tampak pada pemeriksaan makroskopis.
Tidak seperti nekrosis koagulatif, arsitektur jaringan sama sekali hilang
dan rangka seluler tidak dapat dikenali lagi. Nekrosis kaseosa sering
dikelilingi oleh kumpulan sel makrofag dan sel inflamasi lainnya.
Nekrosis lemak
Merujuk pada area fokal destruksi lemak, yang umumnya disebabkan
oleh pelepasan lipase pancreas yang teraktivasi ke jaringan pancreas
dan ke rongga peritoneum. Secara histologic, focus-focus nekrosis
mengandung sisa sisa rangka sel lemak nekrotik yang dikelilingi oleh
deposit kalsium basofilik dan reaksi inflamasi.
Nekrosis fibrinoid
Bentuk nekrosis yang khusus, umumnya terjadi karena reaksi imun
yang ditandai oleh endapan kompleks antigen-antibodi pada dinding
pembuluh darah, tapi dapat juga terjadi pada pasien hipertensi berat.
*kebocoran protein intraseluler melalui membrane sel yang rusak
hingga akhirnya mencapai sirkulasi darah menjadi sarana untuk
mendeteksi nekrosis yang spesifik terjadi pada jaringan tertentu
melalui sampel darah maupun serum.
Apoptosis
Apoptosis merupakan mekanisme yang mengatur kematian sel dengan tujuan
mengeliminasi sel yang tidak diinginkan dan sel rusak yang tidak dapat diperbaiki,
dengan reaksi tubuh seminimal mungkin.
Jalur kematian sel dengan mengaktifkan enzim yang merusak DNA inti sel itu sendiri
dan protein pada inti dari sitoplasma.
Terdapat 2 jalur untuk mengaktivasi caspase apoptosis :
Jalur Mitochondrial
Ketika sel kekurangan sinyal faktor pertumbuhan dan sinyal penyintasan
atau terpapar agen yang merusak DNA → terjadi akumulasi sejumlah protein
salah lipat yang tidak dapat ditoleransi → sejumlah sensor yang disebut BH3
teraktivasi → protein BH3 menggeser keseimbangan untuk
mempertahankan kehidupan kemudian mendukung protein pro-apoptosis
Bak dan Bax → Bak dan Bax mengalami dimerisasi lalu masuk kedalam
membran mitokondria → membentuk kanal yang memungkinkan sitokrom c
dan protein mitokondrial lepas ke sitosol → sitokrom c bersama kofaktor
tertentu mengaktivasi caspase-9 → memicu fragmentasi inti dan
pembentukan jisim apoptotik (pengaktifan kaspase).
Jalur Reseptor Kematian
Banyak sel yang mengekspresikan molekul permukaan, yang dikenal sebagai
reseptor kematian. Purwarupa reseptor kematian ini adalah reseptor TNF 1
dan Fas, yang merupakan protein membran yang paling banyak
diekspresikan oleh limfosit T yang teraktivasi. Sel T mengenali target yang
mengekspresikan fas → molekul Fas dan FasL akan bertautan silang dan
mengikat protein adaptor melalui domain kematian → mengaktivasi
caspase 8 → mengaktivasi berbagai molekul caspase di hilir.
Sumber :
Robbins. 2018. Buku Ajar Patologi Dasar Patologi Dasar Edisi Ke 10 Halaman 33-34.
ELSEVIER
Damjanov I. Buku teks dan atlas berwarna Histopatologi. Jakarta, 2003
Pengertian
Jejas sel : terjadi jika kemampuan adaptasi sel terlampaui atau jika stress eksternal
terlalu berlebiha
n, bersifat reversibel namun jika stress terlalu berat akan bersifat ireversibel yang
berujung pada kematian sel.
Jejas sel akan terjadi apabila sel mengalami stress yang berat sehingga sel tersebut
tidak dapat lagi beradaptasi atau apabila sel terpapar pada agen yang merusak atau
mengalami abnormalitas intrinsik. Jejas akan berkembang ke stadium irreversible
dan berakhir pada kematian sel.
Sumber :Robbins. 2018. Buku Ajar Patologi Dasar Patologi Dasar Edisi Ke 10 Halaman 32-
33 . ELSEVIER