Oleh:
Ekfatil Mardiyah, S.Kep.
NIM 192311101052
i
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Tugas Program Profesi Ners Stase Medikal yang disusun oleh:
NIM : 192311101052
Jember, 2019
FAKULTAS KEPERAWATAN
Mengetahui,
Ns. Erti Ikhtiarini D. S.Kep., M.Kep.Sp.Kep.J Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp.Kep.MB
Menyetujui,
Wakil Dekan I
ii
LEMBAR PENGESAHAN
NIM :192311101052
Hari :
Tanggal :
Jember, 2019
TIM PEMBIMBING
Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik
iii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI............................................................................................... iv
iv
BAB 1. PENDAHULUAN
2. Tenggorokan (faring)
Merupakan organ yang menghubungkan organ mulut dengan
kerongkongan. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil yaitu kumpulan
kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi. Disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan
makanan, yang letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, di
depan ruas tulang belakang. Jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi
penyilangan. Jalan udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan
sedangkan jalan makanan masuk ke belakang dari jalan nafas dan didepan dari
1
ruas tulang belakang. Makanan melewati epiglotis lateral melalui ressus
preformis masuk ke esofagus tanpa membahayakan jalan udara. Gerakan
menelan mencegah masuknya makanan ke jalan udara, pada waktu yang sama
jalan udara di tutup sementara. Permulaan menelan, otot mulut dan lidah
kontraksi secara bersamaan (Setiadi, 2007).
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalam
melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus
bertemu dengan faring pada ruas ke 6 tulang belakang, esofagus dibagi
menjadi tiga bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka),
bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), dan bagian inferior (otot
halus).
4. Lambung
Lambung merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari
kardia, fundus, dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan
yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-
enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir,
asam klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein).
Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap
infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
5. Usus halus
Usus halus terletak diantara lambung dan usus besar. Dinding usus halus
kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati
melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (melumasi isi usus) dan
air (membantu melarutkan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula, dan lemak.
Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa, lapisan otot melingkar, lapisan
otot memanjang, dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari bagian:
a) Duodenum (Usus dua belas jari)
2
Bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan
menghubungkannya ke jejunum. Duodenum bagian terpendek dari
usus halus dan merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam 11
jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan.
b) Jejenum (Usus kosong)
Jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas
jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa,
panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1- 2 meter adalah bagian
usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam
tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa
membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas
permukaan dari usus.
c) Illeum (Usus penyerapan)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus
buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan
berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam empedu.
6. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri
dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri),
kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang
3
terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan 12
membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga
berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting
untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan
air, dan terjadilah diare.
7. Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai
tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens.
Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding
rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem
saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus
besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak
terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan
terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,
tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan
lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian
13 lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air
besar) yang merupakan fungsi utama anus.
1.2 Definisi
4
pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, atau ulkus peptikum. (Arief Mansjoer,
2000 : 634). Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh
penyakit saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam
per rektal yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh
perdarahan usus proksimal (Grace & Borley, 2007).
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran tinja yang
berwarna hitam seperti teh yang yang disebabkan oleh keadaan yang diakibatkan
oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (upper gastrointestinal tract). Warna
hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antar darah dengan
asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti
kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal(Nurarif, 2013).
1.3 Epidemiologi
5
hasil penelitian di Jakarta didapati bahwa jumlah kematian akibat perdarahan
saluran cerna atas berkisar 26%. Insiden perdarahan SCBA dua kali lebih sering
pada pria dari pada wanita dalam seluruh tingkatan usia; tetapi jumlah angka
kematian tetap sama pada kedua jenis kelamin. Angka kematian meningkat pada
usia yang lebih tua (>60 tahun) pada pria dan wanita (Almi, 2013).
1.4 Etiologi
6
1.5 Patofisiologi/Patologi
7
Adanya riwayat pembedahan aorta abdominalis sebelumnya meningkatkan
kemungkinan fistula aortoenterik. Pada pasien usia muda dengan riwayat
perdarahan saluran cerna bagian atas singkat berulang (sering disertai kolaps
hemodinamik) dan endoskopi yang normal, harus dipertimbangkan lesi Dieulafoy
(adanya arteri submukosa, biasanya dekat jantung, yang dapat menyebabkan
perdarahan saluran pencernaan intermitten yang banyak).
8
penggunaan OAINS, penggunaan obat antiplatelet, merokok, mengkonsumsi
alkohol, riwayat ulkus, diabetes mellitus dan infeksi bakteri Helicobacter pylori.
1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk
daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada
lambung dan duodenum.emeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi
terutama pada daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk
mencari ada/tidaknya varises.Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan,
dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera
setelah hematemesis berhenti.
2. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan
secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat
asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik
adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan
biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian
atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara
darurat atau sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.
3. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi
penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab
perdarahan saluran makan bagian atas.Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan
tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.
1.9 Penatalaksanaan
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin
dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti
dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan
bagian atas meliputi :
9
1. Pengawasan dan pengobatan umum
a. Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek
sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
b. Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila
perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
c. Infus cairan langsung dipasang & diberilan larutan garam fisiologis slama
belum ada darah.
d. Pengawasan tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu
dipasang CVP monitor.
e. Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk
mengikuti keadaan perdarahan.
f. Transfusi darah diperlukan untuk mengganti darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
g. Pemberian obat hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom
(Adona AC),antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau
ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
h. Dilakukan klisma atau lavemen dgn air biasa disertai pemberian antibiotika
yg tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh
bakteri usus, dan dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
10
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus
akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga
menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises
dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos
sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan
pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung
iskemik.Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap
kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan
dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi .
Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi
11
esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu
perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik.
Selain cara-cara tersebut diatas, adapula metode lain untuk menghentikan
perdarahan varises esophagus, antara lain :
a. Cyanoacrylate glue injection, memakai semacam lem jaringan (His-toacryl R)
yang langsung disuntikkan intravena.
b. Endoscopic band ligator
Sedangkan pada perdarahan non variceal, dapat dilakukan tindakan-tindakan
sebagai berikut :
a. Laser photo coagulation
b. Diathermy coagulation
c. Adrenalin injection
d. Sclerotheraphy injection
12
1.10 Pathway
Kelainan esophagus: Kelainan lambung & Penyakit darah: leukemia, Penyakit sistemik: Obat-obatan
varises esophagus, duodenum: tukak, DIC, purpura, sirosis hati ulserogenik: golongan
trombositopemia, salisat, kortikoseroid,
esophagus, keganasan lambung, keganasan
hemophilia lambung alcohol
esophagus.
Obstruksi aliran
darah lewat hati
Iritasi mukosa Pecahnya pembuluh 02 mukosa
Peningkatan tekanan lambung darah terhambat
portal
Pembentukan
kolateral
Erosi dan ulserasi Perdarahan
Pembuluh darah Asam lambung
pecah meningkat
Distensi pembuluh
Masuk saluran cerna darah abdomen
Kerusakan vaskuler
pada mukosa Inflamasi mukosa
lambung lambung
Varises
Pembuluh darah
rupture
Nyeri akut
1
Hematemelesis
Perdarahan
melena
Mual muntah
Anoreksia
Syok hipovolemik
Ketidakseimbangan
nutrisi :kurang dari Edema
kebutuhan tubuh
Kekurangan volume cairan
Penekanan
pembuluh darah
Penurunan perfusi
jaringan
2 Resiko Ketidakefektifan
Perfusi Gastrointestinal
BAB 2. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
2.1 Pengkajian
I. Identitas Pasien
a. Biodata
1. Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku, alamat,status, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
diagnose medis)
2. Identitas penanggung jawab (nama,umur, pekerjaan, alamat, hubungan
dengan pasien).
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan pasien biasanya muntah darah atau berak
darah yang datang secara tiba-tiba.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien hematemesis melena keluhan yang ada adalah muntah darah
atau berak darah yang datang secara tiba-tiba.
3. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya pasien mempunyai riwayat penyakit hepatitis kronis, sirosis
hepatitis, hepatoma, ulkus peptikum, kanker saluran pencernaan bagian
atas, riwayat penyakit darah (misalnya: DM), riwayat penggunaan
obatulserorgenik, kebiasaan / gaya hidup (alkoholisme, gaya hidup /
kebiasaan makan).
4. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya mempunyai kebiasaan
makan yang dapat memicu terjadinya hematemesis melena, maka dapat
mempengaruhi anggota keluarga.
15
Biasanya klien mempunyai kebiasaan alkoholisme, pengunaan obat-obat
ulserogenik
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Terjadi perubahan karena adanya keluhan pasien berupa mual, muntah,
kembung, dan nafsu makan menurun, dan intake nutrisi harus daam bentuk
makanan yang lunak yang mudah dicerna
c. Pola aktivitas dan latihan
Gangguan aktivitas atau kebutuhan istirahat, kekurangan protein
(hydroprotein) yang dapat menyebabkan keluhan subjektif pada pasien berupa
kelemahan otot dan kelelahan, sehingga aktivitas sehari-hari termasuk
pekerjaan harus dibatasi atau harus berhenti bekerja
d. Pola eliminasi
Pola eliminasi mengalami gangguan,baik BAK maupun BAB. Pda BAB
terjadi konstipasi atau diare. Perubahan warna feses menjadi hitam seperti
petis, konsistensi pekat. Sedangkan pada BAK, warna gelap dan konsistensi
pekat.
e. Pola tidur dan istirahat
Terjadi perubahan tentang gambaran dirinya seperti badan menjadi kurus,
perut membesar karena ascites dan kulit mengering, bersisik agak kehitaman.
f. Pola hubungan peran
Dengan adanya perawatan yang lama makan akan terjadi hambatan dalam
menjalankan perannya seperti semula.
g. Pola reproduksi seksual
Akan terjadi perbahan karena ketidakseimbangan hormon, androgen dan
estrogen, bila terjadi pada lelaki (suami) dapat menyebabkan penurunan libido
dan impoten, bila terjadi pada wanita (istri) menyebabkan gangguan pada
siklus haid atau dapat terjadi aminore dan hal ini tentu saja mempengaruhi
pasien sebagai pasangan suami dan istri.
h. Pola penaggulangan stres
16
Biasanya klien dengan koping stres yang baik, maka dapat mengatasi
masalahnya namun sebaliknya bagi klien yang tidak bagus kopingnya maka
klien dapat destruktif lingkungan sekitarnya.
i. Pola tata nilai dan kepercayaan Pada pola ini tidak terjadi gangguan pada
klien.
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien Hematemesis melena akan terjadi ketidak seimbangan
nutrisi akibat anoreksia, intoleran terhadap makanan / tidak dapat mencerna,
mual, muntah, kembung.
b. Sistem respirasi
Akan terjadi sesak, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan
hipoksia, ascites.
c. Sistem kardiovaskuler
Riwayat perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker (malfungsi hati
menimbulkan gagal hati), distritnya, bunyi jantung (S3, S4).
d. Sistem gastrointestinal.
Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritus perifer.
e. Sistem persyarafan
Penurunan kesadaran, perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara
lambat tak jelas.
f. Sistem geniturianaria / eliminasi
Terjadi flatus, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali. asites),
penurunan / tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urin
gelap pekat, diare / konstipasi.
2.2 Diagnosa Keperawatan
17
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan cairan
tubuh secara aktif) ditandai dengan, penurunan tekanan darah, tekanan nadi,
volume nadi, turgor kulit, haluaran urine, pengisian vena,
membrane mukosa kering, kulit kering, peningkatan hematokrit, suhu tubuh,
frekuensi nadidan konsentrasi urine, haus dan kelemahan
18
2.3 Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan NOC : 1605 Kontrol Nyeri 1400 Manajemen Nyeri
dengan agen cedera biologis Skala 1. Observasi adanya petunjuk non verbal
Keterangan
(rasa panas, terbakar pada No Indikator Saat mengenai ketidaknyamanan terutama
Target skala target
mukosa lambung dan rongga pengkajian pada mereka yang tidak dapat
mulut atau spasme otot 1 Mengenali 1. Tidak berkomunikasi secara efektif
dinding perut) kapan nyeri pernah 2. Ajarkan penggunaan teknik non
2 terjadi menunjuk farmakologis
Menggambarkan kan 3. Berikan informasi mengenai nyeri,
3 faktor penyebab 2. Jarang seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
Menggunakan menunjuk akan dirasakan dan antisipasi
jurnal harian kan ketidaknyamanan akibat prosedur
untuk 3. Kadang 4. Kolaboraasi pemberian analgesic
4 memonitor kadang
gejala dari menunjuk
waktu ke waktu kan
5 Menggunakan 4. Sering
tindakan menunjuk
pencegahan kan
Menggunakan 5. Secara
tindakan konsisten
19
pengurangan menunjuk
(nyeri) tanpa kan
analgesik
2. Kekurangan volume cairan NOC : 0601 Keseimbangan cairan 4120 Manajemen Cairan
berhubungan dengan Skala 1. Observasi status pasien
Keterangan skala
perdarahan (kehilangan No Indikator Saat 2. Jaga intake atau asupan yang akurat dan
Target target
cairan tubuhsecara aktif) pengkajian catat output (pasien)
ditandai dengan penurunan 1 Tekanan 1. Sangat 3. Lakukan manajemen memasukkan
tekanan darah, tekanan nadi, darah terganggu kateter urine
volume nadi, turgor kulit, 2 Denyut 2. Banyak 4. Edukasi dan instruksikan pasien
haluaran urine, pengisian nadi radial terganggu mengenai status NPO
vena, 3 Tekanan 3. Cukup 5. Kolaborasikan dengan dokterjika tanda-
membrane mukosa kering, arteri rata- terganggu tanda dan gejala kelebihan volume cairan
kulit kering, 4 rata 4. Sedikit menetap atau memburuk
peningkatan hematokrit, Tekanan terganggu
suhu tubuh, frekuensi 5 vena 5. Tidak
nadidan konsentrasi urine,
20
haus dan kelemahan sentral terganggu
Tekanan
baji paru-
paru
22
melalui
saluran
pembuluh
darah
gastrointe
stinal
4 Aliran 2 3
darah
melalui
pembuluh
darah
limpa
23
1.4 Discharge Planning
1. Dorong terapi untuk menghentikan pendarahan, penyembuhan penyebab
pendarahan, mencegah pendarahan ulang
2. Modifikasi makanan dan minuman sesuai dengan diet yang dianjurkan (
tinggi karbohidrat dan rendah lemak)
3. Hindari penggunaan alkohol dan obat yang tidak di anjurkan dokter
4. Istirahat yang cukup dan tidur di malam hari yang adekuat
5. Anjurkan keluarga untuk memberikan dukungan yang positif kepada
pasien
24
DAFTAR PUSTAKA
Grace, P.A, Borley, N.R, 2007, At A Glance Ilmu Bedah, Edisi 3, Alih Bahasa dr.
Vidhia Umami, Editor Amalia Safitri, Jakarta: Erlangga
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,
danPraktik. Edisi 4 volume 1.EGC. Jakarta.
25