Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HEMATEMESIS


MELENADI RUANG MELATI RUMAH SAKIT DAERAH BALUNG

Oleh:
Ekfatil Mardiyah, S.Kep.
NIM 192311101052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Tugas Program Profesi Ners Stase Medikal yang disusun oleh:

Nama : Ekfatil Mardiyah

NIM : 192311101052

telah diperiksa dan disahkan pada:


Hari :
Tanggal :

Jember, 2019

FAKULTAS KEPERAWATAN

Mengetahui,

PJ Program Profesi Ners, PJMK

Ns. Erti Ikhtiarini D. S.Kep., M.Kep.Sp.Kep.J Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp.Kep.MB

NIP. 19811028 200604 2 002 NIP. 19840102 201504 1 002

Menyetujui,

Wakil Dekan I

Ns. Anisah Ardiana, S.Kep., M.Kep., Ph.D

NIP. 19800417 200604 2 002

ii
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

Laporan Asuhan Keperawatan berikut disusun oleh:

Nama : Ekfatil Mardiyah

NIM :192311101052

Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


HEMATEMESIS MELENA DI RUANG MELATI RUMAH SAKIT
DAERAH BALUNG

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :
Tanggal :

Jember, 2019

TIM PEMBIMBING
Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik

Ns. Murtaqib, S.Kep., M.Kep Ns. Chusnawiyah, S.Kep


NIP. 19740813 200112 1 002 NIP. 198007162010012015

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... ii

DAFTAR ISI............................................................................................... iv

LAPORAN PENDAHULUAN .................................................................. 1

A. Konsep Teori Penyakit ......................................................................... 1


1. Anatomi Fisiologi Pencernaan ............................................................ 1
2. Definisi ................................................................................................ 4
3. Epidemiologi ....................................................................................... 5
4. Etiologi ................................................................................................ 6
5. Patofisiologi/Patologi ......................................................................... 7
6. Manifestasi Klinis ............................................................................... 8
7. Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 9
8. Penatalaksanaan .................................................................................. 9
B. Clinical Pathway................................................................................... 13
C. Konsep Asuhan Keperawatan ............................................................... 15
a. Pengkajian/Assesment ..................................................................... 15
b. Diagnosa Keperawatan ................................................................... 17
c. Intervensi Keperawatan .................................................................. 23
d. Discharge Planning ........................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 25

iv
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Anatomi Fisiologi Saluran Pencernaan


Sistem pencernaan memiliki beberapa bagian antara lain mulut, tenggorokan
(faring), kerongkongan (esofagus), lambung, usus halus, usus besar, rektum dan
anus.
Fisiologi sistem pencernaan (mulai dari mulut sampai anus) merupakan sistem
organ dalam manusaia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta
membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses
tersebut dari tubuh. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan yaitu:
1. Mulut
Saluran gastrointestinal secara mekanisme dan kimiawi memecah nutrisi
ke ukuran dan bentuk yang sesuai. Semua organ pencernaan bekerja sama
untuk memastikan bahwa masa atau bolus makanan mencapai daerah absobrsi
nutrisi dengan aman dan efektif. Pencernaan kimiawi dan mekanisme dimulai
dari mulut. Gigi mengunyah makanan, memecahnya menjadi berukuran yang
dapat ditelan. Sekresi saliva mengandung enzim, seperti ptialin, yang
mengawali pencernaan unsur-unsur makanan tertentu. Saliva mencairkan dan
melunakkan bolus makanan di dalam mulut sehingga lebih mudah di telan
(Potter& Perry, 2005).

2. Tenggorokan (faring)
Merupakan organ yang menghubungkan organ mulut dengan
kerongkongan. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil yaitu kumpulan
kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi. Disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan
makanan, yang letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, di
depan ruas tulang belakang. Jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi
penyilangan. Jalan udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan
sedangkan jalan makanan masuk ke belakang dari jalan nafas dan didepan dari

1
ruas tulang belakang. Makanan melewati epiglotis lateral melalui ressus
preformis masuk ke esofagus tanpa membahayakan jalan udara. Gerakan
menelan mencegah masuknya makanan ke jalan udara, pada waktu yang sama
jalan udara di tutup sementara. Permulaan menelan, otot mulut dan lidah
kontraksi secara bersamaan (Setiadi, 2007).
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalam
melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus
bertemu dengan faring pada ruas ke 6 tulang belakang, esofagus dibagi
menjadi tiga bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka),
bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), dan bagian inferior (otot
halus).
4. Lambung
Lambung merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari
kardia, fundus, dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan
yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-
enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir,
asam klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein).
Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap
infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
5. Usus halus
Usus halus terletak diantara lambung dan usus besar. Dinding usus halus
kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati
melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (melumasi isi usus) dan
air (membantu melarutkan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula, dan lemak.
Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa, lapisan otot melingkar, lapisan
otot memanjang, dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari bagian:
a) Duodenum (Usus dua belas jari)

2
Bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan
menghubungkannya ke jejunum. Duodenum bagian terpendek dari
usus halus dan merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam 11
jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan.
b) Jejenum (Usus kosong)
Jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas
jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa,
panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1- 2 meter adalah bagian
usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam
tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa
membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas
permukaan dari usus.
c) Illeum (Usus penyerapan)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus
buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan
berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam empedu.
6. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri
dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri),
kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang

3
terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan 12
membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga
berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting
untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan
air, dan terjadilah diare.
7. Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai
tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens.
Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding
rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem
saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus
besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak
terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan
terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,
tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan
lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian
13 lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air
besar) yang merupakan fungsi utama anus.

1.2 Definisi

Hematesis melena merupakan suatu perdarahan saluran cerna bagian atas


(SCBA) yang termasuk dalam keadaan gawat darurat yang dapat terjadi karena

4
pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, atau ulkus peptikum. (Arief Mansjoer,
2000 : 634). Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh
penyakit saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam
per rektal yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh
perdarahan usus proksimal (Grace & Borley, 2007).

Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran tinja yang
berwarna hitam seperti teh yang yang disebabkan oleh keadaan yang diakibatkan
oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (upper gastrointestinal tract). Warna
hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antar darah dengan
asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti
kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal(Nurarif, 2013).

1.3 Epidemiologi

Menurut Davey, (2006) kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan


gawat di rumah sakit yang menimbulkan 8%-14% kematian di rumah sakit. Faktor
utama yang berperan dalam tingginya angka kematian adalah kegagalan untuk
menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang gawat dan kesalahan diagnostik
dalam menentukan sumber perdarahan.Di negara barat perdarahan karena tukak
peptik menempati urutan terbanyak sedangkan di Indonesia perdarahan karena
ruptura varises gastroesofagus merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50% -
60%, gastritis erosifa hemoragika sekitar 25% - 30%, tukak peptik sekitar 10% -
15% dan karena sebab lainnya < 5%. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa
perdarahan yang terjadi karena pemakaian jamu rematik menempati urutan
terbanyak sebagai penyebab perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) yang
datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) RS Hasan Sadikin. Mortalitas secara
keseluruhan masih tinggi yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur
varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian pada perdarahan non varises
sekitar 9% - 12%.
Angka kematian di berbagai belahan dunia menunjukkan jumlah yang cukup
tinggi, terutama di Indonesia yang wajib menjadi perhatian khusus. Berdasarkan

5
hasil penelitian di Jakarta didapati bahwa jumlah kematian akibat perdarahan
saluran cerna atas berkisar 26%. Insiden perdarahan SCBA dua kali lebih sering
pada pria dari pada wanita dalam seluruh tingkatan usia; tetapi jumlah angka
kematian tetap sama pada kedua jenis kelamin. Angka kematian meningkat pada
usia yang lebih tua (>60 tahun) pada pria dan wanita (Almi, 2013).

1.4 Etiologi

Hematemesis Melena terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal


jejenum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan
hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru
dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau
melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan
saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan
yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit. (Sjaifoellah Noer,
dkk, 1996). Etiologi dari Hematemesis melena adalah :
1. Kelainan esofagus : varise, esofagitis, keganasan.
2. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan
dan lain-lain.
3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation),
purpura trombositopenia dan lain-lain.
4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid,
alkohol, dan lain-lain.
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran
makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap
macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran
makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises
esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas.

6
1.5 Patofisiologi/Patologi

Penyebab perdarahan saluran makanan dapat dikembalikan kepada factor-


faktor penyebab perdarahan, antara lain : factor pembuluh darah (vasculopathy)
seperti pada tukak peptic, pecahnya varises esophagus; factor trobosit
(thrombopathy) seperti pada ITP, factor kekurangan zat-zat pembentuk darah
(coagulopathy) seperti pada hemophilia, sirosis hati dan lain-lain. Malahan pada
serosis hati dapat terjadi ketiganya : vasculopathy, pecahnya varises esophagus,
thrombopathy, terjadinya pengurangan trombosit di sirkulasi perifer akibat
hipersplenisme, dan terdapat pula coagulophaty akibat kegagalan sel-sel hati.
Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori, yaitu teori erosi yaitu
pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan yang kasar (berserat tinngi
dan kasar), atau minum OAINS (NSAID), dan teori erupsi karena tekanan vena
porta yang terlalu tinggi, yang dapat pula dicetuskan oleh peningkatan tekanan
intra abdomen yang tiba-tiba seperti pada mengejan, mengangkat barang berat,
dan lain-lain.
Perdarahan saluran makan dapat pula dibagi menjadi perdarahan primer,
seperti pada : hemophilia, ITP, hereditary haemorrhagic telangiectasi, dan lain-
lain. Dapat pula secara sekunder, seperti pada kegagalan hati, uremia, DIC, dan
iatrigenic seperti penderita dengan terapi antikoagulan, terapi fibrinolitik, drug-
induce thrombocytopenia, pemberian transfuse darah yang massif, dan lain-lain.
Adanya riwayat dyspepsia memperberat dugaan ulkus peptikum.Begitu juga
riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah, konsumsi alkohol
yang berlebihan mengarahkan ke dugaan gastritis serta penyakit ulkus
peptikum.Adanya riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah
lebih kearah Mallory-Weiss.Konsumsi alkohol berlebihan mengarahkan dugaan
ke gastritis (30-40%), penyakit ulkus peptikum (30-40%), atau kadang-kadang
varises. Penurunan berat badan mengarahkan dugaan ke keganasan. Perdarahan
yang berat disertai adanya bekuan dan pengobatan syok refrakter meningkatkan
kemungkinan varises.

7
Adanya riwayat pembedahan aorta abdominalis sebelumnya meningkatkan
kemungkinan fistula aortoenterik. Pada pasien usia muda dengan riwayat
perdarahan saluran cerna bagian atas singkat berulang (sering disertai kolaps
hemodinamik) dan endoskopi yang normal, harus dipertimbangkan lesi Dieulafoy
(adanya arteri submukosa, biasanya dekat jantung, yang dapat menyebabkan
perdarahan saluran pencernaan intermitten yang banyak).

1.6 Manifestasi Klinis


Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan beratnya
kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya. Didapatkan gejala dan tanda sebagai
berikut :
1. Gejala-gejala intestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah dan
diare.
2. Demam, berat badan turun, lekas lelah
3. Ascites, hidratonaks dan edemo.
4. Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan.
5. Hematomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecilkarena fibrosis. Bila secara
klinis didapati adanya demam, ikterus dan asites, dimana demam bukan oleh
sebab-sebab lain, ditambahkan sirosis dalam keadaan aktif. Hati-hati akan
kemungkinan timbulnya prekoma dan koma hepatikum.
6. Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral didinding, koput medusa,
wasir dan varises esofagus.
7. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme yaitu:
Impotensi, atrosi testis, ginekomastia, hilangnya rambut axila dan pubis.
Amenore, hiperpigmentasi areola mamae, Spider nevi dan eritema dan
Hiperpigmentasi.

Faktor risiko perdarahan saluran cerna bagian atas:


Terdapat beberapa faktor risiko yang dianggap berperan dalam patogenesis
perdarahan SCBA.Faktor risiko yang telah di ketahui adalah usia, jenis kelamin,

8
penggunaan OAINS, penggunaan obat antiplatelet, merokok, mengkonsumsi
alkohol, riwayat ulkus, diabetes mellitus dan infeksi bakteri Helicobacter pylori.
1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk
daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada
lambung dan duodenum.emeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi
terutama pada daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk
mencari ada/tidaknya varises.Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan,
dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera
setelah hematemesis berhenti.
2. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan
secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat
asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik
adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan
biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian
atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara
darurat atau sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.
3. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi
penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab
perdarahan saluran makan bagian atas.Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan
tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.

1.9 Penatalaksanaan

Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin
dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti
dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan
bagian atas meliputi :

9
1. Pengawasan dan pengobatan umum
a. Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek
sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
b. Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila
perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
c. Infus cairan langsung dipasang & diberilan larutan garam fisiologis slama
belum ada darah.
d. Pengawasan tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu
dipasang CVP monitor.
e. Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk
mengikuti keadaan perdarahan.
f. Transfusi darah diperlukan untuk mengganti darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
g. Pemberian obat hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom
(Adona AC),antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau
ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
h. Dilakukan klisma atau lavemen dgn air biasa disertai pemberian antibiotika
yg tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh
bakteri usus, dan dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.

2. Pemasangan pipa naso-gastrik


Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,
lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian
air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga
diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian
perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali
memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan
bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat
segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.

3. Pemberian pitresin (vasopresin)

10
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus
akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga
menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises
dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos
sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan
pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung
iskemik.Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap
kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.

4. Pemasangan balon SB Tube


Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna
pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang
dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.Beberapa peneliti mendapatkan
hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan
saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus.Komplikasi
pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi
jalan napas tidak pernah dijumpai.
5. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak
memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali.Cara pengobatan ini
sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya
varises esofagus.

6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan
dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi .
Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi

11
esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu
perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik.
Selain cara-cara tersebut diatas, adapula metode lain untuk menghentikan
perdarahan varises esophagus, antara lain :
a. Cyanoacrylate glue injection, memakai semacam lem jaringan (His-toacryl R)
yang langsung disuntikkan intravena.
b. Endoscopic band ligator
Sedangkan pada perdarahan non variceal, dapat dilakukan tindakan-tindakan
sebagai berikut :
a. Laser photo coagulation
b. Diathermy coagulation
c. Adrenalin injection
d. Sclerotheraphy injection

12
1.10 Pathway

Kelainan esophagus: Kelainan lambung & Penyakit darah: leukemia, Penyakit sistemik: Obat-obatan
varises esophagus, duodenum: tukak, DIC, purpura, sirosis hati ulserogenik: golongan
trombositopemia, salisat, kortikoseroid,
esophagus, keganasan lambung, keganasan
hemophilia lambung alcohol
esophagus.
Obstruksi aliran
darah lewat hati
Iritasi mukosa Pecahnya pembuluh 02 mukosa
Peningkatan tekanan lambung darah terhambat
portal
Pembentukan
kolateral
Erosi dan ulserasi Perdarahan
Pembuluh darah Asam lambung
pecah meningkat
Distensi pembuluh
Masuk saluran cerna darah abdomen
Kerusakan vaskuler
pada mukosa Inflamasi mukosa
lambung lambung
Varises

Pembuluh darah
rupture
Nyeri akut

1
Hematemelesis
Perdarahan
melena

Peningkatan tekanan kapiler

Mual muntah
Anoreksia

Protein plasma hilang

Syok hipovolemik
Ketidakseimbangan
nutrisi :kurang dari Edema
kebutuhan tubuh
Kekurangan volume cairan
Penekanan
pembuluh darah

Penurunan perfusi
jaringan

2 Resiko Ketidakefektifan
Perfusi Gastrointestinal
BAB 2. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

2.1 Pengkajian
I. Identitas Pasien
a. Biodata
1. Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku, alamat,status, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
diagnose medis)
2. Identitas penanggung jawab (nama,umur, pekerjaan, alamat, hubungan
dengan pasien).

b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan pasien biasanya muntah darah atau berak
darah yang datang secara tiba-tiba.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien hematemesis melena keluhan yang ada adalah muntah darah
atau berak darah yang datang secara tiba-tiba.
3. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya pasien mempunyai riwayat penyakit hepatitis kronis, sirosis
hepatitis, hepatoma, ulkus peptikum, kanker saluran pencernaan bagian
atas, riwayat penyakit darah (misalnya: DM), riwayat penggunaan
obatulserorgenik, kebiasaan / gaya hidup (alkoholisme, gaya hidup /
kebiasaan makan).
4. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya mempunyai kebiasaan
makan yang dapat memicu terjadinya hematemesis melena, maka dapat
mempengaruhi anggota keluarga.

II. Pola-Pola Fungsi Kesehatan


a. Pola perspsi dan tata laksana hidup sehat

15
Biasanya klien mempunyai kebiasaan alkoholisme, pengunaan obat-obat
ulserogenik
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Terjadi perubahan karena adanya keluhan pasien berupa mual, muntah,
kembung, dan nafsu makan menurun, dan intake nutrisi harus daam bentuk
makanan yang lunak yang mudah dicerna
c. Pola aktivitas dan latihan
Gangguan aktivitas atau kebutuhan istirahat, kekurangan protein
(hydroprotein) yang dapat menyebabkan keluhan subjektif pada pasien berupa
kelemahan otot dan kelelahan, sehingga aktivitas sehari-hari termasuk
pekerjaan harus dibatasi atau harus berhenti bekerja
d. Pola eliminasi
Pola eliminasi mengalami gangguan,baik BAK maupun BAB. Pda BAB
terjadi konstipasi atau diare. Perubahan warna feses menjadi hitam seperti
petis, konsistensi pekat. Sedangkan pada BAK, warna gelap dan konsistensi
pekat.
e. Pola tidur dan istirahat
Terjadi perubahan tentang gambaran dirinya seperti badan menjadi kurus,
perut membesar karena ascites dan kulit mengering, bersisik agak kehitaman.
f. Pola hubungan peran
Dengan adanya perawatan yang lama makan akan terjadi hambatan dalam
menjalankan perannya seperti semula.
g. Pola reproduksi seksual
Akan terjadi perbahan karena ketidakseimbangan hormon, androgen dan
estrogen, bila terjadi pada lelaki (suami) dapat menyebabkan penurunan libido
dan impoten, bila terjadi pada wanita (istri) menyebabkan gangguan pada
siklus haid atau dapat terjadi aminore dan hal ini tentu saja mempengaruhi
pasien sebagai pasangan suami dan istri.
h. Pola penaggulangan stres

16
Biasanya klien dengan koping stres yang baik, maka dapat mengatasi
masalahnya namun sebaliknya bagi klien yang tidak bagus kopingnya maka
klien dapat destruktif lingkungan sekitarnya.
i. Pola tata nilai dan kepercayaan Pada pola ini tidak terjadi gangguan pada
klien.

III. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum
Keadaan umum klien Hematemesis melena akan terjadi ketidak seimbangan
nutrisi akibat anoreksia, intoleran terhadap makanan / tidak dapat mencerna,
mual, muntah, kembung.
b. Sistem respirasi
Akan terjadi sesak, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan
hipoksia, ascites.
c. Sistem kardiovaskuler
Riwayat perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker (malfungsi hati
menimbulkan gagal hati), distritnya, bunyi jantung (S3, S4).
d. Sistem gastrointestinal.
Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritus perifer.
e. Sistem persyarafan
Penurunan kesadaran, perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara
lambat tak jelas.
f. Sistem geniturianaria / eliminasi
Terjadi flatus, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali. asites),
penurunan / tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urin
gelap pekat, diare / konstipasi.
2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada penyakit Hematemesis melena adalah :


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (rasa panas, terbakar pada
mukosa lambung dan rongga mulut atau spasme otot dinding perut)

17
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan cairan
tubuh secara aktif) ditandai dengan, penurunan tekanan darah, tekanan nadi,
volume nadi, turgor kulit, haluaran urine, pengisian vena,
membrane mukosa kering, kulit kering, peningkatan hematokrit, suhu tubuh,
frekuensi nadidan konsentrasi urine, haus dan kelemahan

3. Ketidakseimbangan nutrisi :kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan mencerna makanan

4. Resiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal dan atau ginjal berhubungan


dengan hipovolemik karena pendarahan.

18
2.3 Intervensi

No. Diagnosa NOC Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan NOC : 1605 Kontrol Nyeri 1400 Manajemen Nyeri
dengan agen cedera biologis Skala 1. Observasi adanya petunjuk non verbal
Keterangan
(rasa panas, terbakar pada No Indikator Saat mengenai ketidaknyamanan terutama
Target skala target
mukosa lambung dan rongga pengkajian pada mereka yang tidak dapat
mulut atau spasme otot 1 Mengenali 1. Tidak berkomunikasi secara efektif
dinding perut) kapan nyeri pernah 2. Ajarkan penggunaan teknik non
2 terjadi menunjuk farmakologis
Menggambarkan kan 3. Berikan informasi mengenai nyeri,
3 faktor penyebab 2. Jarang seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
Menggunakan menunjuk akan dirasakan dan antisipasi
jurnal harian kan ketidaknyamanan akibat prosedur
untuk 3. Kadang 4. Kolaboraasi pemberian analgesic
4 memonitor kadang
gejala dari menunjuk
waktu ke waktu kan
5 Menggunakan 4. Sering
tindakan menunjuk
pencegahan kan
Menggunakan 5. Secara
tindakan konsisten
19
pengurangan menunjuk
(nyeri) tanpa kan
analgesik

No. Diagnosa NOC Intervensi

2. Kekurangan volume cairan NOC : 0601 Keseimbangan cairan 4120 Manajemen Cairan
berhubungan dengan Skala 1. Observasi status pasien
Keterangan skala
perdarahan (kehilangan No Indikator Saat 2. Jaga intake atau asupan yang akurat dan
Target target
cairan tubuhsecara aktif) pengkajian catat output (pasien)
ditandai dengan penurunan 1 Tekanan 1. Sangat 3. Lakukan manajemen memasukkan
tekanan darah, tekanan nadi, darah terganggu kateter urine
volume nadi, turgor kulit, 2 Denyut 2. Banyak 4. Edukasi dan instruksikan pasien
haluaran urine, pengisian nadi radial terganggu mengenai status NPO
vena, 3 Tekanan 3. Cukup 5. Kolaborasikan dengan dokterjika tanda-
membrane mukosa kering, arteri rata- terganggu tanda dan gejala kelebihan volume cairan
kulit kering, 4 rata 4. Sedikit menetap atau memburuk
peningkatan hematokrit, Tekanan terganggu
suhu tubuh, frekuensi 5 vena 5. Tidak
nadidan konsentrasi urine,
20
haus dan kelemahan sentral terganggu
Tekanan
baji paru-
paru

3. Ketidakseimbangan nutrisi NOC : 1004 Status nutrisi 1100 Manajemen Nutrisi


:kurang dari kebutuhan pan Skala 1. Observasi status gizi pasien dan
Keterangan skala
tubuh berhubungan dengan No Indikator Saat kemampuan pasien untuk memenuhi
Target target
ketidakmampuan mencerna pengkajian kebutuhan gizi
makanan 1 Asupan 1. Sangat 2. Lakukan ke pasien untuk duduk pada
gizi menyimpang dari posisi tegak di kursi, jika memungkinkan
2 Asupan rentang normal 3. Lakukan pemberian makanan disajikan
makanan 2. Banyak dengan cara menarik dan pada suhu yang
3 Asupan menyimpang dari paling cocok untuk konsumsi secara
cairan rentang normal optimal
4 Energi 3. Cukup 4. Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan
Rasio menyimpang dari makanan berdasarkan perkembangan atau
berat rentang normal usai.
badan 4. Sedikit 5. Berikan informasi terkait dengan
dan menyimpang dari kebutuhan diet untuk kondisi sakit
6. Berkolaborasi dengan ahli gizi
21
tinggi rentang normal
badan 5. Tidak
5 Hidrasi menyimpang dari
rentang normal

4 Resiko ketidakefektifan NOC : 0422 Perfusi Jaringan 4022 Pengurangan Perdarahan:


perfusi gastrointestinal dan Skala Gastrointestinal
Keterangan skala
atau ginjal berhubungan No Indikator Saat 1. Observasi tanda dan gejala perdarahan
Target target
dengan hipovolemik karena pengkajian yang terus menerus (misalnya, periksa
pendarahan 1 Aliran 2 3 1. Deviasi berat dari semua sekresi terhadap adanya darah
darah kisaran normal 2. Monitor status cairan
melalui 2. Deviasi yang 3. Lakukan pemberian cairan intravena
pembuluh cukup besar dari 4. Beri edukasi pada pasien tentang
darah kisaran normal menghindari penggunaan antikoagulan
hepar 3. Deviasi sedang 5. Kolaborasikan pemberian obat misalnya
2 Aliran 1 3 dari kisaran laktulosa atau vasopressin jika
darah normal diperlukan
melalui 4. Deviasi ringan
pembuluh dari kisaran
darah normal
ginjal 5. Tidak ada deviasi
3 Aliran 2 3 dari kisaran
darah normal

22
melalui
saluran
pembuluh
darah
gastrointe
stinal
4 Aliran 2 3
darah
melalui
pembuluh
darah
limpa

23
1.4 Discharge Planning
1. Dorong terapi untuk menghentikan pendarahan, penyembuhan penyebab
pendarahan, mencegah pendarahan ulang
2. Modifikasi makanan dan minuman sesuai dengan diet yang dianjurkan (
tinggi karbohidrat dan rendah lemak)
3. Hindari penggunaan alkohol dan obat yang tidak di anjurkan dokter
4. Istirahat yang cukup dan tidur di malam hari yang adekuat
5. Anjurkan keluarga untuk memberikan dukungan yang positif kepada
pasien

24
DAFTAR PUSTAKA

Almi, DU. (2013). Hematemesis Melena Et Causa Gastritis Erosif Dengan


Riwayat Penggunaan Obat Nsaid Pada Pasien Laki-Laki Lanjut Usia. Journal
Medula, Volum 1, Nomor 1, September 2013

Davey P, 2006. Hematemesis & Melena: dalam At a Glance Medicine. Jakarta:


Erlangga. Hlm 36-7

Grace, P.A, Borley, N.R, 2007, At A Glance Ilmu Bedah, Edisi 3, Alih Bahasa dr.
Vidhia Umami, Editor Amalia Safitri, Jakarta: Erlangga

Nurarif H. Amin & Kusuma Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC-NOC. Mediaction Publishing.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,
danPraktik. Edisi 4 volume 1.EGC. Jakarta.

Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha


Ilmu.

25

Anda mungkin juga menyukai