Anda di halaman 1dari 66

KEPERAWATAN MEDIKAL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS

MAKALAH

Oleh :
Kelompok 4

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017

i
KEPERAWATAN MEDIKAL
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS

MAKALAH
diajukan guna melengkapi tugas Keperawatan Medikal
dengan dosen pembimbing Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep.MB

Oleh :
Kelompok 4
Dian Indah Lestari 152310101099
Asmaul Hasanah 152310101315
Rizqi Dian Amillia 152310101321
Elly Rindiantika 152310101356

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Makalah Keperawatan Medikal dengan judul


“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Sirosis Hepatis”
yang disusun oleh:
Kelompok 4
Kelas D
Telah disetujui untuk dikumpulkan pada:
Hari/tanggal:

Makalah ini disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil jiplakan atau reproduksi
ulang makalah yang telah ada.

Ketua Kelompok,

Elly Rindiantika
NIM 152310101356

Dosen Pembimbing
Dosen Mata Kuliah

Ns. Jon Hafan S, M.Kep., Sp.Kep.MB Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep.MB
NIP 198401022015041002 NIP 198103192014041001

iii
PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah Swt. Atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Sirosis Hepatis”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal pada Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku pembimbing Mata Kuliah
Keperawatan Medikal yang telah membimbing dalam penulisan makalah ini;
2. Bapak dan Ibu kami yang telah memberikan dorongan dan doanya demi
terselesaikannya makalah ini;
3. teman- teman kelas D angkatan 2015 yang telah memberi dorongan dan semangat;
4. semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Jember,September 2017

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ………………………………………………… i


HALAMAN JUDUL ……………………………………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………… iii
PRAKATA ………………………………………………………………. iv
DAFTAR ISI …………………………………………………………….. v
BAB 1. PENDAHULUAN ………………………………………………. 1
1.1 LatarBelakang ………………………………………………. 1
1.2 Tujuan ……………………………………………………….. 2
1.3 Manfaat………………………………………………………. 2
BAB 2. KONSEP DASAR PENYAKIT………………………………… 3
2.1 Pengertian/ DefinisiSerosisHepatis …………………………. 3
2.2Epidemiologi …….........……………………………………… 3
2.3 Etiologi……….....…………………………………………… 5
2.4 Fisiologi……….....…………………………………………… 5
2.5Patofisiologi ………….............………………………………. 6
2.6 Pathway…………................…………………………………. 10
2.7 Manifestasi Klinis.........……...………………………………. 11
2.8 Pemeriksaan Penunjang........………………..…………….... 13
2.9Penatalaksanaan........……...………………………………... 13
2.9.1 Penatalaksanaan Medis………….............……………. 13
2.9.2 Penatalaksanaan Keperawatan ……………………….. 14
2.10Pengkajian………………………………………………….. 17
2.10.1 Identitas... …………………………………………… 17
2.10.2 Pengkajian Fisik……………………………………... 17
2.11Diagnosa Keperawatan…………………………………….. 19
2.12 Interventasi……………………………………………….... 22
2.13Implementasi……………………………………………. ... 30
2.14 Evaluasi……………………………………………………. 32
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATANPASIEN DENGAN SIROSIS
HEPATIS……………………………………………………… 35

v
3.1 Ilustrasi Kasus ………………………………………………. 35
3.2 Pengkajian…………………………………………………… 36
3.3DiagnosaKeperawatan (NANDA) ………………………….. 39
3.4Intervensi (NOC/NIC)……………………………………… 43
3.5Implementasi Keperawatan .........…………………………… 50
3.6EvaluasiKeperawatan (SOAP) ……………………………… 55
BAB 4. PENUTUP ………………………………………………………. 56
4.1Kesimpulan…………………………………………………… 56
4.2 Saran…………………………………………………………. 56
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 57

vi
Daftar Gambar

Gambar 1. Perbedaan Tangan dan Hati Orang Normal dan Orang Sirosis
Hepatis dan Mata Orang Sirosis Hepatis……………………. 9
Gambar 2. Hati Normal dan Hati Orang Sirosis Hepatis……………….. 9
Gambar 3. Pasien dengan Asites karena Sirosis Hepatis……………….. 13

vii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hati adalah organ yang terletak di rongga perut bagian kanan atas,
merupakan jaringan yang paling besar pada tubuh manusia, dan berwarna
merah-kecokelatan. Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh
yang memiliki berat sekitar 1200-1600 gram. Di dalam hati terjadi proses
penting meliputi proses penyimpanan energi, pengaturan metabolisme
kolesterol, dan penetralan racun atau obat. Walaupun fungsi hati sangat
beragam, tetapi fungsi yang paling utama hati yaitu pembentukan serta sekresi
empedu.
Sirosis hepais adalah penyakit kronik hati yang dikarakteristikkan oleh
gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler, dan
aliran darah ke hati (Doenges, dkk, 2000, hal: 544). Sirosis hati merupakan
suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar, dan
seluruh sitem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan
terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar  parenkim hati yang
mengalami regenerasi.Dalam buku ajar ilmu penyakit dalam dijelaskan
bahwa pengertian dari sirosis hepatis adalah kondisi patologis yang
menggambarkan stadium akhir fibrosis hati yang berlangsung progesif yang
ditandai dengan pembentukan nodulus regeneratif.Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas dan pembentukan
jaringan ikat.
Di seluruh dunia sirosis hepatis menempati urutan ke tujuh penyebab
kemarian, sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahunnya . Di negara maju
sirosis hepatis penyebab salah satu kematian besar pada usia 45-46 tahun.
Insidensi sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk,
sebagian besar disebabkan oleh penyakit hepar alkoholik dan infeksi virus
kronik. Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada, di RS Dr.
Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien
yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun pada

1
tahun 2004. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis
hepatis sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit
Dalam.15 hingga 30% pada pasien sirosis mengalami diabetes militus yang
disebabkan karena resistensi dari insulin serta tidak adekuatnya sekresi insulin
oleh sel beta pankreas.Penderita sirosis hepatis lebih banyak laki-laki
dibandingkan dengan perempuan, dengan usia rata-rata 30-59 taun.

1.2 Tujuan
1. Dapat memperoleh gambaran dalam merawat klien dengan sirosis hepatis.
2. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit sirosis hepatis.
3. Mampu memahami asuhan keperawatan dengan klien sirosis hepatis.
4. Mampu mengetahui penatalaksanaan pada penderita sirosis hepatis.
5. Mampu mengetahui komplikasi yang terjadi pada penderita sirosis hepatis.

1.3 Manfaat
1. Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit sirosis hepatis.
2. Menemukan solusi dalam penatalaksanaan penyakit sirosis hepatis.
3. Menemukan solusi dalam pencegahan penyakit sirosis hepatis.

2
BAB 2
KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 Definisi Sirosis Hepatis


Menurut Lindseth, sirosis hati adalah Penyakit kronis pada hepar dengan
inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan
hilangnya sebagian besar fungsi hati. perubahan besar yang terjadi karena sirosis
adalah kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik, regenerasi sel dan
jaringan parut yang menggantikan sel-sel normal. Perubahan ini menyebabkan
hepar kehilangan fungsinya dan distorsi strukturnya. Hepar yang sirotik akan
menyebabkan sirkulasi intrahepatik tersumbat (obstruksi intrahepatik).
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi
dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim
hati (Mansjoer, FKUI, 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan
stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati
(Sujono, 2002).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis
hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya inflamasi dan fibrosis,
diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati dan
merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis sehingga menyebabkan
hilangnya sebagian besar fungsi hati.

2.2 Epidemiologi Sirosis Hepatis


Penderita sirosis hepatis lebih banyak di jumpai pada laki – laki dibandingkan
dengan wanita sekitar 1,6 berbanding 1, denganumur rata – rata diatas 30 – 59
tahun, dengan puncaknya sekitar umur 40 -49 tahun.
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis di
temukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsy.

3
Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika di perkirakan 360 per 100.000
penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun
infeksi virus kronik.
Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan
steatohepatitis nonalkoholik (NASH,prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis
hati dengan prevalensi 0,3 % . prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis
alkoholik di laporkan 0,3 % juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum
ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr.Sarjito
Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di
Bagian Penyakit dalam kurun waktu 1 tahun. Di Medan dalam kurun waktu 4
tahun di jumpai pasien sirosis hati sebanyak 19 (4) pasien dari seluruh pasien di
bagian penyakikt dalam.
Sirosis hati masih menjadi salah satu problem kesehatan utama di dunia.
Penyakit ini menjadi penyebab kematian terbesar pada penderitanya. Data WHO
tahun 2011 mencatat sebanyak 738.000 pasien dunia meninggal akibat sirosis hati
ini. dr. Siti Muchayat P, MS, Sp.PK(K), pakar patologi klinik Fakultas
Kedokteran UGM menyebutkan jumlah sirosis hati di RSUP Dr. Sardjito
mencapai 4,1 persen per tahun. Dalam kurun waktu 2000-2002 terdapat 301
pasien sirosis hati yang dirawat di bagian penyakit dalam. Sementara pemantauan
fibrosis dan sirosis hati saat ini banyak dilakukan dengan menggunakan biopsi
jaringan sebagai baku emas. Meski demikian, biposi hati ini sulit dilakukan.
“Tidak hanya itu, metode ini sering ditolak penggunaanya oleh pasien karena
menimbulkan rasa sakit invasif dan memakan biaya besar,” ungkapnya saat ujian
terbuka program doktor, Kamis (27/8) di Fakultas Kedokteran UGM.
Menurut dokter bagian KSM Patologi Klinik & Kedokteran Laboraturium
RSUP Dr. Sardjito ini penting untuk mencari metode pemantauan sirosis hati yang
tidak menimbulkan rasa sakit invasif dan juga terjangkau bagi pasien. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan panel marker  hematologi serologi
Agrainase-1 (ARG-1), Fibronectin, IL-13, TIMP-1, dan sel T CD4+ .  Marker
agrainase, imunselular limfosit T CD4+ , sitokin IL-13, matrix ekstraseluler (FN),

4
dan TIMP-1 timbal balik dengan hepatic stellate cells (HSC) secara signifikan
berperan dalam patogenesis fibrosis hati.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kadar serum ARG-1 dan IL-13
bersama-sama bisa digunakan sebagai prediktor fibrosis dan sirosis hati.
Sementara marker serologi ARG-1 dan IL-13 baik secara bersama atau sendiri
mempunyai hubungan sangat kuat yang signifikan (p>0.01) dengan tingkat
fibrosis hati. “Keduanya bisa dipakai sebagai prediktor yang baik dari sirosis
hati,” tutupnya. (Humas UGM/Ika)

2.3 Etiologi Sirosis Hepatis


Menurut FKUI (2001), penyebab sirosis hepatis antara lain :
 Malnutrisi
 Alkoholisme merupakan salah satu penyebab terjadinya sirosis hepatis
karena alkohol itu merupakan zat toksik bagi tubuh yang langsung
terabsorbsi olh hati yang dapat juga mngakibatkan perlemakan hati
 Virus hepatitis (B,C,D) yang telah menginfeksi sel hati semakin lama akan
berkembang menjadi sirosis hepatis
 Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatica
 Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)
 Hemokromatosis (kelebihan zat besi), kelebihan zat besi juga akan
semakin memperberat kerja hati sehingga hati tidak dapat mengolah zat
besi yang dapat diabsorbsi tubuh tetapi zat besi akan tertimbun dalam
jumlah banyak yang dapat menyebabkan sirosis hepatis
 Zat toksik
2.4 Fisiologi
Hati adalah kelenjar terbesar didalam tubuh yang terletak dibagian teratas
dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma dan dilindungi oleh
iga-iga. Hati terbagi dalam dua elahan utama yaitu kanan dan kiri. Permukaan
atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma, permukaan bawah
tidak rata, dan memperlihatkan lekukan fisura transversus. Permukaanya
dilintasi oleh berbagai pembuluh darah yang masuk-keluar hati. Fisura

5
longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri dipermukaan bawah,
sedangkan ligamen falsiformis melakukan hal yang sama di permukaan atas
hati. Selanjutnya hati dibagi lagi dalam empat belahan (kanan, kiri, kaudata,
dan kwadrata). Setiap belahanya terdiri dari lobus. Lobus tersebut berbentuk
polihedral (segi banyak) dan terdiri atas sel hati berbentuk kubus, dan cabang-
cabang pembuluh darah diikat bersama oleh hati. Hati mempunyai dua jenis
persendian darah, yaitu yang datang melalui arteri hepatika dan yang melalui
vena portal.
Pembuluh darah pada hati.Arteri hepatika yang keluar dari aorta dan
memberikan seperlima darahnya kepada hati, darah ini mempunyai kejenuhan
oksigen 95 sampai 100 persen. Vena portal yang terbentuk dari vena lienalis
dan vena mesentrika superior, mengantarkan empat perlima darahnya ke hati,
darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70 persen karena beberapa O2
telah diambil oleh limpa dan usus. Darah vena porta ini membawa kepada hati
zat makanan yang telah diabsorpsi oleh mukosa usus halus. Vena hepatika
mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior dan di dalam vana
hepatika tidak terdapat katub.
2.5 Patofisiologi
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian
tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadan yang
kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum
alcohol aktif. Hal ini kemudian membuat hati merespon kerusakan sel tersebut
dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen,
glikoprotein, dan proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses
pembentukan ini adalah sel stellata. Pada cedera yang akut sel stellata
membentuk kembali ekstraselular matriks ini dimana akan memicu timbulnya
jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati
sehingga ditemukan pembengkakan pada hati (Sujono, 2002).
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya
ukuran dari fenestra endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori
seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen

6
mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal.
Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan
penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah
ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam
jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak
sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati
akan menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama
penyebab terjadinya manifestasi klinis (Sujono, 2002).
Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan
resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi
peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi kedua factor ini yaitu
menurunnya aliran keluar melalui vena hepatica dan meningkatnya aliran
masuk bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada system
portal. Pembebasan system portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral
guna menghindari obstruksi hepatic (variseses) (Sujono, 2002).
Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravascular
sehingga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan aktivitas plasma
rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam
mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium. Dengan peningkatan
aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan
retensi cairan lama-lama menyebabkan asites dan juga edema (Sujono, 2002).
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit
hati menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul
dimana terjadi pembengkakan hati. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri
dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang
akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul
(Sujono, 2002).
Gejala yang paling umum pada kerusakan hati adalah jaundice, gejala
dimana mata dan kulit nampak kuning. Jaundice umum terjadi pada penderita
penyakit hati karena langsung disebabkan oleh rusaknya fungsi hati. Jaundice
terjadi karena terlalu banyak bilirubin (pigmen warna kuning) dalam darah.

7
Bilirubin terbentuk ketika sel darah merah didaur ulang. Bilirubin dibawa
darah ke hati, kemudian masuk ke tubuh melalui saluran pencernaan dan
terbuang melalui tinja. Pada penderita kerusakan hati, bilirubin tidak bisa
dipindahkan melalui hati sehingga menumpuk di darah dan tersimpan di kulit
dan mata, mengakibatkan warna kuning pada kulit dan mata. Penderita jaudice
juga mengalami urine berwarna gelap dan tinja berwarna pucat. Hal ini karena
bilirubin tidak bisa sampai ke tinja, jadi makin banyak bilirubin yang terbuang
melalui urine.
Kadang sirosis hepatis juga disertai dengan dengan gejala mata kuning
disertai badan gatal-gatal di seluruh tubuh, dikenal sebagai pruritus. Hal ini
disebabkan karena ketika kadar bilirubin yang tinggi, terdapat enzim
penghambat kerja ketika empedu memetabolis, sehingga menghasilkan produk
sampingan berupa racun. Zat racun dan bilirubin yang tinggi mengakibatkan
kulit terasa panas. Sensasi rasa panas di kulit menyebabkan gatal-gatal di
seluruh tubuh.
Serum protein yang dihasilkan hati antara lain albumin, globulin, dan
faktor pembekuan darah. Penurunan kadar albumin menunjukkan adanya
gangguan sintesis hati. Globulin merupakan protein yang membentuk
gammaglobulin. Gammaglobulin meningkat pada penyakit hati kronik, seperti
hepatitis kronis atau sirosis. Hampir semua faktor pembekuan darah disintesis
di hati. Terdapat lebih 13 protein yang terlibat dalam pembekuan darah, salah
satunya adalah protrombin. Adanya kelainan pada protein pembekuan darah
dapat dideteksi terutama dengan menilai waktu protombin. Waktu protombin
bergantung pada fungsi sintesis hati dan asupan viamin K.
Sirosis hepatis juga dapat menyebabkan anemia karena kekurangan zat
besi. Defisiensi berarti kekurangan sehingga sesuai namanya anemia defisiensi
besi disebabkan karena kekurangan zat besi. Tanpa besi yang cukup, tubuh
tidak dapat memproduksi sel darah merah yang sehat (hemoglobin). Fungsi
hemoglobin dalam darah adalah untuk menmbawa oksigen ke seluruh tubuh.
Saat tubuh kekurangan zat besi, tidak langsung akan muncul anemia defisiensi
besi. Proses untuk menjadi anemia berlangsung dalam jangka waktu panjang.

8
Gejala lain yang dialami oleh penderita sirosis hepatis adaah merasakan
mual dan muntah yang disebabkan oleh gangguan pada sistem hati, sistem
pencernaa, dan tekanan cairan yang berlebihan pada kantung empedu.
Sehingga memaksa penderitanya merasakan mual bahkan muntah akibat
penyakit sirosis hepatis yang sedang dideritanya.

Gambar 1. Perbedaan Tangan dan Hati Orang Normal dengan Orang Sirosis
Hepatis dan Mata Orang Sirosis Hepatis

Gambar 2. Hati Normal dan Hari Orang dengan Sirosis Hepatis

9
2.6 Pathway

10
2.7 Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis
antara lain:
 Kelelahan
 Hilang nafsu makan
 Mual-mual
 Badan lemah
 Kehilangan berat badan
 Nyeri lambung
 Air kencing berwarna gelap
 Kadang-kadang hati teraba keras
 Gangguan pencernaan
 Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis dan Jaundice
(Kuning pada bagian kulit dan putih mata)
 Timbulnya asites (  akumulasi air di perut ) pada penderita sirosis
 Timbulnya edema ( akumulasi air di kaki ) pada penderita sirosis
 Hati yang membesar(disebabkan oleh penumpukkan produk
empedu dalam hati
 Hipertensi portal
 Pembentukan batu empedu (karena kurangnya empedu dalam batu
empedu.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratoium
1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun
(leukopenia), dan trombositopenia.
2. Kenaikan SGOT, SGPT dangamma GT akibat kebocoran dari sel-sel
yang rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Kadar albumin rendah, terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel
hati.

11
5. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
6. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan
ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi pertanda virus untuk menentukan
penyebab sirosis hati seperti HbsAg, HbeAg, HBV-DNA, HCV-RNA,
dan sebagainya.
8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila nilainya terus meninggi atau
> 500-1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu
terjadinya kanker hati primer (hepatoma).
9. Darah lengkap : hemoglobin/hematokrit dan sel darah merah mungkin
10. Hipokalemi (pada pemeriksaan kadar eektrolit)
11. Pemanjangan masa protrombin
12. Glukosa serum : hipoglikemi
13. Fibrinogen menurun
14. Blood urea nitrogen meningkat
b. Pemeriksaan penunjang lain
Menurut smeltzer & Bare (2001) yaitu:
1. Radiologi : dengan barium swallow dilihat adanya varises esofagus
untuk konfirmasi hipertensi portal.
2. Esofaguskopi : dapat dilihat esofagus sebagai komplikasi sirosis hati/
hipertensi portal. Kelebihannya adalah dapat meihat langsung sumber
perdarahan esofagus. Selain itu, dapat dievaluasi kemungkinan
terjadinya perdarahan yang lebih besar.
3. Ultrasonografi : pada pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan
sebagai alat pemeriksaan rutin pada penyakit hati untuk melihat
pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran
vena hepatika, vena porta, pelebaran empedu atau adanya space
occuping lession.
4. Sidikan hati : radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan
diambil oeh parenkim hati, sel retikuoendotel dan limpa. Pada sirosis
hati, akan terlihat pengambilan radionukleid secara bertumpu-tumpu.

12
5. Tomografi komputerisasi : untuk melihat besar, bentuk dan
homogenitas hati.
6. Endoscopie cholangio pancreatography : digunakan untuk
menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik
7. Angiografi : untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi
pintas dan mendeteksi tumor atau kista.
8. Pemeriksaan cairan asites : untuk mengenali tanda-tanda infeksi
(peritonitas bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat,
dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan
kadar protein, amilase dan lipase. (Dongoes, Marilyn E. 1999)

Gambar 3. Pasien dengan asites karena sirosis hepatis

2. 9 Penatalaksanaan
2.9.1 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis didasarkan oleh : manifestasi gejala.
 Antasida
Fungsi antasida adalah obat untuk sakit maag sebagai penetral asam
lambung sehingga dapat digunakan untuk meringankan gejala maag seperti
perih di ulu hati, rasa panas pada perut kaki atas, mulas, mual dan
kembung. Obat ini juga digunakan untuk meredakan gas yang berlebihan
dalam saluran pencernaan seperti bersendawa, kembung dan rasa penuh
pada perut. Juga sebagai obat untuk menurunkan asam lambung untuk

13
membantu penyembuhan tukak lambung, ataupun tukak usus dua belas jari
(duodenum). Efek samping yang ditimbulkan meliputi tekanan darah
rendah, penekanan proses bernafas, diare, kram perut, gangguan
keseimbangan elektrolit, rasa lemas otot.
 Kolkisin
Kolkisin merupakan alkaloid toksik dan karsinogenik yang diperoleh dari
ekstrak tumbuhan Colchium autumnale (sejenis bunga leli) dan beberapa
anggota suku Colchicaceae lainnya, seperti Glorisa superba. Kolkisin
merupakan inhibitor mitosis karena dapat mengikat tubulin (suatu protein),
konstituen utama mikrotubula. Mikrotubula memainkan peran penting
dalam pembentukan benang spindel pada mitosis. Kolkisin juga
merupakan inhibitor motilitas dan aktivitas neutrofil (salah satu penyusun
sel darah), sehingga memiliki efek anti radang (anti inflamatori) dan
antiinflamasi. Kolkisin merupakan suatu antiinflamasi yang berguna untuk
penyakit pirai.
 Diuretik
Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan
ekskresi air dan natrium klorida. Sebagian besar diuretik bekerja dengan
menurunkan reabsorbsi elektrolit oleh tubulus. Ekskresi elektrolit yang
meningkat diikuti oleh peningkatan ekskresi air, yang penting untuk
meningkatkan keseimbangan osmotik. Diuretik digunakan untuk
mengurangi edema pada gagal jantung kongestif, beberapa penyakit ginjal,
dan sirosis hepatis. Obat diuretik yang efektif adalah high ceiling atau
diuretik loop obat ini mempunyai awitan yang sangat cepat dan durasi
kerja yang cukup pendek.

2.9.2 Penatalaksanaan Keperawatan


a. Meningkatkan istirahat
 Posisikan tempat tidur untuk mencapai efektivitas pernapasan yang
maksmal, berikan oksigen jika diperlukan

14
 Mulai upaya untuk mencegah gangguan pernapasan, sirkulasi, dan
vascular.
 Dorong pasien untuk meningkatkan aktivitas secara bertahap dan
rencanakan istirahat dengan aktivitas olahraga ringan
b. Meningkatkan status nutrisi
 Berikan diet bernutrisi tinggi protein yang dilengkapai dengan vitamin B
kompleks dan vitamin lain, termasuk vitamin A, C dan K
 Dorong pasien untuk makan. Berikan makanan dalam jumlah sedikit,
tetapi sering, pertimbangkan pilihan pasiean, dan berikan suplemen
protein, jika diindikasikan.
 Berikan nutrient dengan slang pemberian makan atau nutrisi parenteral
total jika diperlukan
 Berikan pasien dengan feses berlemak (ateatorea) bentuk vitamin A, D, E
larut lemak yang dapat dilarutkan dalam air dan berikan asam folat dan
berikan zat besi untuk mecegah anemia
 Berikan diet rendah protein untuk sementara jika pasien menunjukkan
tanda-tanda akan mengalami koma atau berlanjut ke koma, batasi natrium
jika diperlukan.
c. Memberikan perawatan kulit
 Ganti posisi pasien secara sering
 Hindari penggunaan sabun yang mengiritasi dan plester perekat
 Berikan lotion untuk melembutkan kulit yang teriritasi, lakukan tindakan
ntuk mencegah agar pasien tidak menggaruk kulit.
d. Mengurangi risiko cidera
 Gunakan bantalan dip agar tempat tidur jika pasien mengalami agitasi atau
gelisah
 Orientasikan pasien pada waktu, tempat, dan prosedur untuk
meminimalkan agitasi
 Instruksikan pasien untuk meminta bantuan untuk keluar dari tempat tidur

15
 Evaluasi dengan seksama setiap setiap cedera karena atau luka terpotong
atau sayatan (silet, listrik, sikat gigi lembut)
 Berikan tekanan ke tempat punksi vena untuk meminimalkan perdarahan
e. Memantau dan menangani komplikasi
 Pantau perdarahan dan hemoragi
 Pantau status mental pasien dengan seksama dan laporkan perubahan yang
ditemukan sehingga terapi ensepalopati dapat dimulai secara tepat
 Secara cermat, pantau kadar elektrolit serum dan perbaiki jika hasil
pemeriksaan tidak normal
 Berikan oksigen jika terjadi desaturasi oksigen, pantau adanya demam atau
nyeri abdomen, yang dapat menandai awitan peritonitis bacterial atau
infeksi lain
 Kaji status kardiovaskular dan respirasi, berikan diuretic, implementasikan
pembatasan cairan, atur posisi pasien jika perlu
 Pantau asupan dan haluaran, perubahan berat badan setiap hari, perubahan
lingkar perut/abdomen dan terjadinya cedera
 Pantau nokturia dan akhirnya, oliguria, karena kondisi ini
mengindikasikan memburuknya disfungsi hati

16
2.10Pengkajian

2.10.1 Identitas

A. Identitas Klien
Usia : Pasien sirosis hepatis pada umumnya berusia 39-59 tahun karena
pada usia tersebut kondisi imunitas orang sudah mulai menurun.
Jenis Kelamin : Perbandingan kejadian pada laki-laki dan perempuan (3:1), karena
sesuai data epidemiologi yang didapatkan hasil penderita sirosis hati
paling banyak dialami oleh laki-laki karena konsumsi alkohol yang
berlebihan.
Pekerjaan : Orang-orang yang memiliki pekerjaan seperti petani, kuli-kuli, buruh
kasar dan mereka yang tidak bekerja berisiko mengalmi sirosis hepatis
karena kurangnya asupan protein hewani.

B. Riwayat Keperawatan Saat Ini


Keluhan Utama : Nyeri pada abdomen
Riwayat penyakit sekarang: perut kembung, mual dan muntah.

2.10.2 Pengkajian Fisik

1. Fisik
a. Vital sign:
 TD: >140/90
 Nadi: >100x per menit
 RR: >30x per menit
 Suhu: >38˚C
b. Sistem tubuh:
 Sistem pernafasan
dispnea: karena sumbatan yang menekan diafragma sehingga pasien
mengalami sesak nafas.
 Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah dan nadi meningkat karena nyeri yang di rasakan pasien.
 Sistem persyarafan
Muncul nyeri saat melakukan aktivitas.

17
 Sistem perkemihan
Urine berwarna gelap dan pekat
 Sistem perncernaan
Nafsu makan pasien berkurang, sehingga mengalami mual dan muntah.
 Sistem muskuloskeletal
Mobilititas terhambat, penurunan fungsi hati, karena adanya gangguan
metabolisme yang menyebabkan keletihan dan kelemahan sehingga
mengalami kelemahan fisik.

Pengkajian Pola Gordon

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan


Sebelum pasien mengalami penyakit sirosis hepatis pasien sangat tidak peduli
dengan kesehatannya, namun saat mengalami sirosis hepatis pasien sangat
menjaga kesehatnnya yaitu mengurangi mengkonsumsi alkohol.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Pasien mengalami penurunan nafsu makan, nyeri abdomen, mual dan muntah
darah atau hematemesis. Keadaan tidak normal tersebut disebabkan oleh status
nutrisi yang tidak adequat.
c. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit pasien dapat menjalankan aktivitas sehari-hari secara mandiri
meskipun pasien mengalami sedikit keterbatasan saat melakukan aktivitas karena
mulai merasakan keletihan dan kelelahan.
d. Pola istirahat dan tidur
Pasien mengalami gelisah, cemas, dan gangguan tidur, karena nyeri pada
abdomen.
e. Pola eliminasi
Pasien mengalami distensi abdomen, feses berwarna pucat, melena, urine
berwarna gelap, dan pekat.
f. Pola neurosensori
Pasien mengalami nyeri tekan abdomen dan nyeri pada kuadran kanan atas..
g. Pola mekanisme koping
Saat mengalami sakit maka faktor stres, perasaan tidak berdaya, tidak ada
harapan, tidak ada kekuatan, meyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa

18
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan dapat menyebabkan pasien tidak
meampu menggunakan mekanisme koping yang adaptif.
h. Pola konsep diri
Perbandingan rasio laki-laki yang lebih banyak dibanding perempuan untuk
penyakit sirosis hepatis karena pria lebih banyak melakukan aktivitas dan
kegiatan diluar ruangan. Selain itu, pria bisa mengkonsusmsi alkohol 4 gelas
sedangkan perempuan hanya mengkonsumsi alkohol maksimal 2 gelas.
i. Pola hubungan
hubungan pasien dengan keluarga baik dan tidak ada masalah antar anggota
keluarga. Selain itu keluarga pasien selalu menemani pasien selama perawatan di
Rumah Sakit.
j. Pola reproduksi
Sebelum dan sesudah sakit intensitas hubungan seksual anatara pasien dengan
pasangannya berkurang dikarenakan pasien impoten.
k. Pola kepercayaan
Sebelum dan sesudah sakit pasien menganggap bahwa pasien sakit karena ujian
dari tuhan dan juga faktor usia, pasien selalu berdoa pada tuhan agar diberi
kesembuhan

2.11 Diagnosa Keperawatan

a. Diagnosakeperawatan

1. Nyeri Akut Merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan


yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang
digambarkan sebagai kerusakan (International Association fr the Study of Pain);
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan
akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi.

2. Ketidak efektifan pola nafas Merupakan inspirasi atau ekspirasi yang tidak
memberi ventilasi adekuat.

3. Resiko kerusakan integritas kulit Merupakan rentan mengalami kerusakan


epidermis atau dermis, yang dapat menganggu kesehatan.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Merupakan asuhan


nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.

19
5. Gangguan citra tubuh Merupakan fungsi dalam gambaran mental tentang diri-
fisik individu

6. Ansietas Merupakan perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar


disertai respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui
oleh individu) perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.
Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang mmeperingatkan individu akan
adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi
ancaman.

2.12 Analisa Data


No. Data Diagnosa Masalah Par
af

1. Ds: Nyeri Akut berhubungan Nyeri Akut


dengan proses inflamasi yang
 Pasien
terjadi karena adanya infeksi
mengatakan nyeri
dari virus hepatitis B dan C,
pada bagian
Alkohol, malnutrisi, dan zat
abdomen
toksik.
Do:

 Sikap melindungi
area nyeri
 Ekspresi wajah
meringis
 Fokus pada
dirinya sendiri
 Mengekspresikan
perilaku gelisah
 TD : 140/90
mmHg
 Nadi : 110x/menit
 RR : 30x/menit

2. Ds : Ketidak efektifan pola nafas Ketidak

20
Pasien mengatakan berhubungan dengan asites efektifan
sesak nafas yang terjadi karena peningkatan pola nafas
ekspansi paru terganggu.
Do :

 RR 30x/menit
 Nadi 100x per
menit
 Mengekspresikan
perilaku gelisah

3. Ds: Resiko kerusakan integritas Resiko


kulit berhubungan dengan kerusakan
 Pasien mengeluh
penumpukkan garam empedu integritas
gatal
dibawah kulit dan kulit
Do: menyebabkan pruritas

 Pasien tampak
menggaruk-garuk
kulit yang gatal
 Gangguan
pigmentasi

4. Ds: Ketidak seimbangan nutrisi Ketidakseim


kurang dari kebutuhan tubuh bangan
 Pasien
berhubungan dengan gangguan nutrisi
mengatakan mual
pembentukan empedu yang kurang dari
dan muntah
menyebabkan lemak tidak dapat kebutuhan
Do: di imulsikan dan tiak dapat tubuh
diserap oleh usus halus
 penurunan nafsu
makan
 nyeri abdomen.

5. Ds: Gangguan citra tubuh Gangguan


berhubungan dengan ikterik citra tubuh
 Pasien mengatkan

21
tidak percaya
dengan
penampilannya
saat ini

Do:

 Pasien tampak
menutupi bagian
tubuhnya yang
warna kuning
 Menghindari
melihat tubuhnya
 Menghindari
menyentuh tubuh

6. Ds: Ansietas berhubungan dengan Ansietas


penyakit kronis dan nyeri yang
 Pasien terus
diderita pasien dan tidak
menanyakan
kunjung sembuh.
perkembangan
penyakitnya

Do:

 Peningkatan
denyut nadi
110x/menit
 Peningkatan
tekanan darah
140/90 mmHg
 Peningkatan RR
30x/menit

2.13 Intervensi Keperawatan

22
No Diagnosa Perencanaan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Nyeri Akut Setelah perawatan 2x24 jam 1. kaji sifat, intensitas,


nyeri akut klien dapat teratasi lokasi, durasi, dan
dengan, faktor pencetus dan
pereda nyeri
KH :
2. gunakan skala
1. Mampu mengontrol nyeri penilaian nyeri yang
(tahu penyebab nyeri, konsisten untuk
mampu menngunakan menetapkan nilai dasar
tehnik non farmakologi dan deviasi yang
dan mencari bantuan). mengidentifikasi
2. Nyeri berkurang dengan intervensi selanjutnya
menggunakan manajemen 3. tentukan akibat dari
nyeri pengalamna nyeri
3. Menyatakan rasa terhadap kualitas hidup
nyaman setelah nyeri pasien (misalnya ,tidur,
berkurang persaaan,performa
4. Tidak ada ekspresi kerja, dan tanggung
menahan nyeri jawab peran )
4. kaji tanda nonverbal
nyeri khusus pada
pasien
5. Mendapatkan informasi
dari pasien mengenai
pengalaman nyeri masa
lalu dan metode pereda
nyeri yang digunakan
6. Mengendalikan faktor
lingkungan yang dapat
meningkatkan persepsi
nyeri: suhu, suara,
pencahayaan

23
7. berikan informasi
mengenai nyeri,
seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri yang
akan dirasaakan, dan
ada antisipasi dari
ketidaknyamanan
akibat prosedur.
8. Bantu pasien untuk
mendapatkan posisi
yang nyaman
9. Bantu pasien untuk
mencapai kondisi
ketegangan fisik
minimal melalui
teknik-teknik seperti
relaksasi, musik,
visualisasi dan
pengalihan untuk
mengurangi kebutuhan
akan medikasi
10. Berikan lingkungan
yang nyaman
memberikan
kesempatan untuk
istirahat siang hari di
periode tidur yang tidak
terganggu pada malam
hari
11. kolaborasi dengan
dokter, berikan mediksi
analgesik  sesuai
kebutuhan, observasi
efek terapeutik dan
24
efek samping

2. Pola nafas tidak Setelah perawatan 2x24 jam1.1. Posisikan pasien


efektif ansietas dapat teratasi dengan untuk memaksimalkan
KH : fentilasi.
1.2. Auskultasi suara
1. Tidak ada dipsneu.
nafas, catat area yang
2. Irama nafas, frekuensi
fentilasinya menurun,
pernafasan daam
atau tidak adanya suara
rentang normal, tidak
tambahan.
ada suara nafas
1.3. Posisikan untuk
abnorma.
meringankan sesa nafas.
3. Tanda-tanda vital
1.4. Monitor status
dalam rentang normal.
pernafasan dan oksigenasi
sebagaimana mestinya.
1.5. Monitor kecepatan
irama, kedalaman, dan
kesulitan bernafas.
1.6. Monitor pola nafas.
1.7. Monitor keuhan
sesak nafas pasien,
termasuk kegiatan yang
meningkatkan atau
memperburuk sesak nafas
tersebut.
1.8. Berikan bantuan
terapi nafas jika
diperlukan.

3. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Batasi natrium seperti


integritas kulit keperawatan 2x24 jam yang diresepkan
kerusakan integritas kulit 2. Berikan perhatian dan
dapat teratasi dengan KH : perawatan yang cermat

25
1. Memperlihatkan turgor pada kulit.
kulit yang normal pada 3. Balik dan ubah posisi
ekstremitas dan batang klien dengan sering
tubuh. 4. Lakukan latihan gerak
2. Tidak memperlihatkan secara pasif, tinggikan
luka pada tubuh. ekstremitas edematous
3. Memperlihatkan jaringan 5. Letakkan bantalan busa
yang normal tanpa gejala yang kecil dibawah
eritema, perubahan warna tumit, dan tonjolan
atau peningkatan suhu tulang lain
didaerah tonjolan tulang.

4. Ketidakseimbang Setelah dilakukan tindakan 1. Timbang berat badan


an nutrisi kurang keperawatan selama 2x24 jam setiap hari dan monitor
dari kebutuhan kebutuhan nutrisi tubuh status pasien.
tubuh terpenuhi dengan KH : 2. Jaga intake / asupan
yang akurat dan catat
1. Menunjukkan peningkatan
output.
berat badan secara
3. Monitor status gizi.
progresif.
4. Dukung psien dan
2. Tidak mengalami tanda
keluarga untuk
malnutrisi lebih lanjut.
membantu memberikan
makanan dengan baik.
5. Tentukan status gizi
pasien dan kemampuan
pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizi.
6. Instruksikan pasien
mengenai kebutuhan
nutrisi.
7. Atur diet yang
diperlukan (yaitu:
menyediakan makanan
protein tinggi).

26
8. Ciptakan lingkungan
yang optimal pada saat
mengkonsumsi
makanan (misalnya:
bersih, berventilasi,
santai, dan bebas dari
bau yang menyengat).
9. Pastikan makanan
disajikan dengan
carayang menarik dan
pada suhu yang cocok
untuk konsumsi secara
optimal.
10. Anjurkan keluarga
untuk membawa
makanan favorit pasien
sementara berada di
rumah sakit atau
fasilitas perawatan
yang sesuai.
11. Anjurkan pasien
terkait dengan
kebutuhan diet untuk
kondsi sakit.
12. Anjurkan pasien
terkait dengan
kebutuhan makanan
tertentu berdasarkan
perkembangan atau
usia (misalnya:
peningkatan kalsium,
protein, cairan).
13. Tawarkan makanan
ringan yang padat gizi.
27
14. Pastikan diet
mencakup makanan
tinggi kandungan serat
untuk mencegah
konstipasi.
15. Monitor kalori dan
asupan makanan.
16. Monitor
kecenderungan
terjadinya penurunan
dan peningkatan berat
badan.

5. Gangguan citra Setelah tindakan 1. tentukan harapan citra


tubuh keperawatan selama 2x24 diri pasien didasarkan
jam gangguan citra tubuh pada tahap
dapat teratasi dengan perkembangannya
kriteria hasil : 2. Bantu pasien
menentukan
1. Kesesuaian antara realitas
keberlanjutan dari
tubuh dengan penampilan
perubahan perubahan
tubuh.
actual dari tubuh atau
2. Kepuasan dengan tingkat fungsinya.
penampilan tubuh 3. Bantu pasien untuk
menentukan pengaruh
per group terhadap
persepsi pasien
mengenai citra tubuh
pasien saat ini.
4. Bantu pasien untuk
mendiskusiakn stressor
yang mempengaruhi
citra diri terkait dengan
cidera.

28
5. Tentukan apakah
perubahan citra tubuh
berkontribusi pada
peningkatan interaksi
sosial
6. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
tindakan tindakan utk
meningkatkan
penampilan.
7. Tenttukan kepercayaan
diri pasien dalam hal
penilaian diri.
8. Bantu pasien utuk
menemukan
penerimaan diri .
9. Fasilitasi lingkungan
dan aktifitas yang akan
meningkatkan harga
diri

6. Ansietas Setelah perawatan 2x24 jam 1. Gunakan pendekatan


ansietas dapat teratasi dengan yang menenangkan
KH : 2. Temani pasien untuk
memberikan keamanan
1. Klien mampu
dan mengurangi rasa
mengidentifikasi dan
takut
mengungkapkan gejala
3. Dengarkan dengan
cemas
penuh perhatian
2. Mengidentifikasi,
4. Identifikasi tingkat
mengungkapkan, dan
kecemasan
menunjukkan teknik
5. Bantu pasien mengenal
untuk mengontrol cemas
situasi yang
3. Vital sign dalam batas

29
normal menimbulkan
4. Postur tubuh, ekspresi kecemasan
wajah, bahasa tubuh dna 6. Instruksikan pasien
tingkat aktivitas menggunakan teknik
menunjukkan relaksasi
berkurangnya kecemasan 7. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi.

2.14 Implementasi Keperawatan


1. Nyeri akut
- Mengkaji sifat, intensitas, lokasi, durasi, dan faktor pencetus dan pereda nyeri
- Menggunakan skala penilaian nyeri yang konsisten untuk menetapkan nilai dasar
dan deviasi yang mengidentifikasi intervensi selanjutnya
- Menentukan akibat dari pengalamna nyeri terhadap kualitas hidup pasien
(misalnya ,tidur, persaaan,performa kerja, dan tanggung jawab peran )
- Mengkaji tanda nonverbal nyeri khusus pada pasien
- Mendapatkan informasi dari pasien mengenai pengalaman nyeri masa lalu dan
metode pereda nyeri yang digunakan
- Mengendalikan faktor lingkungan yang dapat meningkatkan persepsi nyeri: suhu,
suara, pencahayaan
- Memberikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
yang akan dirasaakan, dan ada antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur.
- Membantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman
- Membantu pasien untuk mencapai kondisi ketegangan fisik minimal melalui
teknik-teknik seperti relaksasi, musik, visualisasi dan pengalihan untuk
mengurangi kebutuhan akan medikasi
- Memberikan lingkungan yang nyaman memberikan kesempatan untuk istirahat
siang hari di periode tidur yang tidak terganggu pada malam hari
- Mengkolaborasi dengan dokter, berikan mediksi analgesik  sesuai kebutuhan,
observasi efek terapeutik dan efek samping
2. Pola nafas tidak efektif

30
- Memposisikan pasien untuk memaksimalkan fentilasi.
- Mengauskultasi suara nafas, catat area yang fentilasinya menurun, atau tidak
adanya suara tambahan.
- Memposisikan untuk meringankan sesa nafas.
- Memonitor status pernafasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya.
- Memonitor kecepatan irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas.
- Memonitor pola nafas.
- Memonitor keuhan sesak nafas pasien, termasuk kegiatan yang meningkatkan atau
memperburuk sesak nafas tersebut.
- Memberikan bantuan terapi nafas jika diperlukan.
3. Resiko kerusakan integritas kulit
- Membatasi natrium seperti yang diresepkan
- Memberikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
- Mengubah posisi klien dengan sering
- Melakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematous
- Meletakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, dan tonjolan tulang lain
4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
- Menimbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien.
- Menjaga intake / asupan yang akurat dan catat output.
- Memonitor status gizi.
- Mendukung psien dan keluarga untuk membantu memberikan makanan dengan
baik.
- Menentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizi.
- Menginstruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi.
- Mengatur diet yang diperlukan (yaitu: menyediakan makanan protein tinggi).
- Menciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi makanan
(misalnya: bersih, berventilasi, santai, dan bebas dari bau yang menyengat).
- Memastikan makanan disajikan dengan cara yang menarik dan pada suhu yang
cocok untuk konsumsi secara optimal.
- Menganjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit pasien sementara
berada di rumah sakit atau fasilitas perawatan yang sesuai
- Menganjurkan pasien terkait dengan kebutuhan diet untuk kondsi sakit.

31
- Menganjurkan pasien terkait dengan kebutuhan makanan tertentu berdasarkan
perkembangan atau usia (misalnya: peningkatan kalsium, protein, cairan).
- Menawarkan makanan ringan yang padat gizi.
- Memastikan diet mencakup makanan tinggi kandungan serat untuk mencegah
konstipasi.
- Memonitor kalori dan asupan makanan.
- Memonitor kecenderungan terjadinya penurunan dan peningkatan berat badan.
5. Gangguan citra tubuh
- Menentukan harapan citra diri pasien didasarkan pada tahap perkembangannya.
- Membantu pasien menentukan keberlanjutan dari perubahan perubahan actual dari
tubuh atau tingkat fungsinya.
- Membantu pasien untuk menentukan pengaruh per group terhadap persepsipasien
mengenai citra tubuh pasien saat ini.
- Membantu pasien untuk mendiskusiakn stressor yang mempengaruhi citra diri
terkait dengan cidera.
- Menentukan apakah perubahan citra tubuh berkontribusi pada peningkatan
interaksi sosial.
- Membantu pasien untuk mengidentifikasi tindakan tindakan utk meningkatkan
penampilan
- Menentukan kepercayaan diri pasien dalam hal penilaian diri .
- Membantu pasien utuk menemukan penerimaan diri.
- Memfasilitasi lingkungan dan aktifitas yang akan meningkatkan harga diri
6. Ansietas
- Menggunakan pendekatan yang menenangkan
- Menemani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut.
- Mendengarkan dengan penuh perhatian.
- Mengidentifikasi tingkat kecemasan.
- Membantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan.
- Menginstruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi.
- Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi.

2.15 Evaluasi

1. Nyeri akut

32
S : Pasien mengatakan bahwa rasa nyeri berkurang dan dapat mengontrol nyeri
dengan teknik relaksasi.
O : Tanda-tanda vital pasien normal (TD: 120/80 mmHg, RR: 20x/menit)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
2. Pola nafas tidak efektif
S : Pasien mengatakan bahwa sesak nafas mulai berkurang.
O : tanda-tanda vital pasien normal (RR: 22x/menit)
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
3. Resiko kerusakan integritas kulit
S : Pasien mengatakan sudah tidak gatal lagi.
O : Gatal yang dirasakan pasien berkurang.
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
S : Pasien mengatakan sudah tidak mual muntah dan nafsu makan pasien
mulai meningkat.
O : frekuensi muntah berkurang.
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
5. Gangguan citra tubuh
S : Pasien mengatakan sudah mulai percaya diri dan menerima dengan
keadaanya
O : Tanda-tanda vital pasien normal (Nadi: 80x/menit, TD: 120/80 mmHg,
RR: 20x/menit)
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
6. Ansietas
S : Pasien mengatakan sudah bisa menerima keadaanya sekarang dan percaya
bahwa penyakitnya adalah sudah kehendak tuhan.
O : pasien terlihat sudah tenang dan rasa cemas berkurang
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi

33
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS

3.1 Ilustrasi Kasus


Pasien INT, laki-laki, 57 tahun, Bali Indonesia, petani, Bebandem Karangasem. Pasien
memiliki keluhan utama perut membesar. Pasien datang sadar dan diantar oleh keluarga ke

34
IRD RSUP Sanglah pada tanggal 25 Juli 2012 mengeluh perut membesar. Perutnya dikatakan
membesar secara perlahan pada seluruh bagian perut sejak 3 bulan sebelum masuk rumah
sakit. Perutnya dirasakan semakin hari semakin membesar dan bertambah tegang, namun
keluhan perut membesar ini tidak sampai membuat pasien sesak dan kesulitan bernapas.
Pasien juga mengeluh nyeri pada ulu hati sejak 1 bulan namun memberat sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri ulu hati dikatakan seperti ditusuk-tusuk dan terus-menerus
dirasakan oleh pasien sepanjang hari. Keluhan ini dikatakan tidak membaik ataupun
memburuk dengan makanan. Keluhan nyeri juga disertai keluhan mual yang dirasakan hilang
timbul namun dirasakan sepanjang hari, dan muntah yang biasanya terjadi setelah makan.
Muntahan berisi makanan atau minuman yang dimakan sebelumnya, dengan volume kurang
lebih ½ gelas aqua, tapi tidak ada darah. Keluhan mual dan muntah ini membuat pasien
menjadi malas makan (tidak nafsu makan).
Pasien juga mengeluh lemas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lemas
dikatakan dirasakan terus menerus dan tidak menghilang walaupun pasien telah beristirahat.
Keluhan ini dikatakan dirasakan di seluruh bagian tubuh dan semakin memberat dari hari ke
hari hingga akhirnya 6 hari sebelum masuk rumah sakit pasien tidak bisa melakukan aktivitas
sehari-hari. Selain itu, pasien juga mengeluh adanya bengkak pada kedua kaki sejak 6
minggu sebelum masuk rumah sakit yang membuat pasien susah berjalan. Bengkak dikatakan
tidak berkurang ataupun bertambah ketika dipakai berjalan ataupun diistirahatkan. Keluhan
kaki bengkak ini tidak disertai rasa nyeri dan kemerahan.
Pasien mengatakan bahwa buang air besarnya berwarna hitam seperti aspal dengan
konsistensi sedikit lunak sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi 2 kali
per hari dan volume kira-kira ½ gelas setiap buang air besar. Buang air kecil dikatakan
berwarna seperti teh sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, dengan frekuensi 4-5 kali
per hari dan volumenya kurang lebih ½ gelas tiap kali kencing. Rasa nyeri ketika buang air
kecil disangkal oleh pasien. Pasien juga mengatakan bahwa kedua matanya berwarna kuning
sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Warna kuning ini muncul perlahan-lahan. Selain
itu, dikatakan pula bahwa beberapa hari terakhir, pasien merasa gelisah dan susah tidur di
malam hari. Keluhan panas badan, rambut rontok dan gusi berdarah disangkal oleh pasien.

3.2 Pengkajian

C. Identitas Klien

Nama : Tn. E MRS : 25 Juli 2012

35
Usia : 57 Tahun
Berat Badan :69 Kg
Jenis Kelamin : L
Pekerjaan : Petani
Alamat : Bebandem, Karangasem
Keluhan Utama : Nyeri pada abdomen.
Riwayat penyakit sekarang: Perut membesar, mual, muntah, dan kaki bengkak.
Data penunjang :Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menunjang
diagnosis pasien ini, didapatkan bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin indirek,
SGOT, SGPT, BUN dan kreatinin pada pasien meningkat, sedangkan albumin rendah.
Dari pemeriksaan USG abdomen didapatkan kesan pengecilan hepar dengan
splenomegali sesuai dengan gambaran sirosis hepatis, ascites, dan curiga nefritis
bilateral. Dari pemeriksaan Esophagogastroduodenoscopy didapatkan varises
esofagus grade I 1/3 distal, mucosa bleeding pada gaster dengan kesimpulan GHP
berat dan varises esofagus grade I. Dari pemeriksaan cairan ascites (Tes Rivalta)
didapatkan eritrosit 2-3/lp bentuk utuh, cell 261 (poly 30%, mono 70%) albumin 0,32,
glukosa 128, LDH 126, glukosa liquor 50-75.

b. Pengkajian Fisik

1. Fisik
c. Vital sign:
 TD: 110/80 mmHg
 Nadi: 92x per menit
 RR: 20x per menit
 Suhu: 37˚C
d. Sistem tubuh:
 Sistem pernafasan
Keluhan perut membesar ini tidak sampai membuat pasien sesak dan
kesulitan bernapas.
RR : 20x/menit
 Sistem kardiovaskuler
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 92x/menit

36
 Sistem persyarafan
Pasien mengeluh nyeri pada bagian perut yang bengkak
 Sistem perkemihan
Urine berwarna gelap dan pekat seperti
Feses berwarna hitam pekat seperti aspal
 Sistem perncernaan
Nyeri pada abdomen menyebabkan nafsu makan pasien berkurang, sehingga
mengalami mual dan muntah.
 Sistem muskuloskeletal
Mobilititas terhambat, penurunan fungsi hati, karena adanya gangguan
metabolisme yang menyebabkan keletihan dan kelemahan sehingga
mengalami kelemahan fisik.

Pengkajian Pola Gordon

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan


Pasien tidk mengetahui tanda dan gejala sirosis hepatis. Sehingga pasien tidak
memperhatikan kesehatannya. Pasien dirujuk ke rumah sakit setelah perut
pasien membesar dan terasa nyeri.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Pasien mengalami penurunan nafsu makan, nyeri abdomen, mual dan muntah.
Keadaan tidak normal tersebut disebabkan oleh status nutrisi yang tidak
adequate dan keluhan nyeri di bagian abdomen.
c. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit pasien dapat menjalankan aktivitas sehari-hari secara mandiri
meskipun pasien mengalami sedikit keterbatasan saat melakukan aktivitas
karena mulai merasakan keletihan dan kelelahan. Pasien bergantung pada
keluarga dalam menjalankan aktivitas sehari-hari karena terdapat edema pada
ekstremitas bawah.
d. Pola istirahat dan tidur
Pasien mengalami gelisah, cemas, dan gangguan tidur, karena nyeri pada
abdomen.
e. Pola eliminasi

37
Pasien mengatakan bahwa buang air besarnya berwarna hitam seperti aspal
dengan konsistensi sedikit lunak sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit
dengan frekuensi 2 kali per hari dan volume kira-kira ½ gelas setiap buang air
besar. Buang air kecil dikatakan berwarna seperti teh sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit, dengan frekuensi 4-5 kali per hari dan volumenya kurang
lebih ½ gelas tiap kali kencing.
f. Pola neurosensori
Pasien mengalami nyeri tekan abdomen dan nyeri pada kuadran kanan atas.
g. Pola mekanisme koping
Nyeri pada bagian abdomen menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
mengganggu pola tidurnya.
h. Pola konsep diri
Pekerjaan pasien sebagai petani menyebabkan pola nutrisi pasien kurang
terpenuhi.
i. Pola hubungan
Hubungan pasien dengan keluarga baik dan tidak ada masalah antar anggota
keluarga. Selain itu keluarga pasien selalu mendampingi pasien selama
perawatan di Rumah Sakit.
j. Pola reproduksi
Sebelum dan sesudah sakit intensitas hubungan seksual anatara pasien dengan
pasangannya berkurang dikarenakan kondisi kesehatan pasien belum optimal.
k. Pola kepercayaan
Sebelum dan sesudah sakit pasien menganggap bahwa pasien sakit karena
ujian dari tuhan dan juga faktor usia, pasien selalu berdoa pada tuhan agar
diberi kesembuhan.

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut Merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan


yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan
sebagai kerusakan (International Association fr the Study of Pain); awitan yang tiba-
tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi.

38
2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Merupakan asuhan
nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
3. Kelebihan Volume Cairan Merupakan peningkatan retensi cairan isotonik.
4. Intoleransi Aktivitas Merupakan ketidak cukupan energi psikologis atau fisiologis
untuk mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang
harus atau yang ingin dilakukan.
5. Ansietas Merupakan perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu)
perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan
isyarat kewaspadaan yang mmeperingatkan individu akan adanya bahaya dan
memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman

No Data Etiologi Diagnosa Paraf


. Keperawatan

39
1. Ds : Nyeri Akut Nyeri akut

 Pasien mengeluh
nyeri pada ulu
Pembengkakan pada perut
hati sejak 1 bulan
(Asites)
 Pasien
mengatakan nyeri
ulu hati seperti
Pasien mengeluh nyeri pada
ditusuk-tusuk dan
ulu hati sejak 1 bulan , Pasien
dirasakan oleh
mengatakan nyeri ulu hati
pasien sepanjang
seperti ditusuk-tusuk dan
hari.
dirasakan oleh pasien
Do : sepanjang hari.

 Pasien tampak Pasien tampak memegangi

memegangi bagian perut yang terasa nyeri,

bagian perut yang Pasien tampak meringis

terasa nyeri
 Pasien tampak
meringis

2. Ds :

Pasien mengeluh mual Ketidakseimbangan nutrisi Ketidakseimbangan


kurang dari kebutuhan tubuh nutrisi kurang dari

40
Pasien mengatakan kebutuhan tubuh
bahwa pasien muntah
Nyeri abdomen
setelah makan

Pasien mengatakan nafsu


makannya menurun Pasien mengeluh mual

Do : Pasien mengatakan bahwa


pasien muntah setelah makan
Muntahan berisi
makanan atau minuman Pasien mengatakan nafsu
yang dimakan makannya menurun, Muntahan
berisi makanan atau minuman
sebelumnya, dengan
yang dimakan sebelumnya,
volume kurang lebih ½
dengan volume kurang lebih ½
gelas aqua, tapi tidak ada
gelas aqua, tapi tidak ada
darah.
darah.

3. Ds : Kelebihan volume cairan Kelebihan volume


cairan
Pasien mengeluh kaki
membengkak
Kelebihan natrium dan cairan
Pasien mengatakan susah
berjalan
Pasien mengeluh kaki
Do :
membengkak
Kaki pasien tampak
Pasien mengatakan susah
bengkak
berjalan
Pasien nampak cemas
Kaki pasien tampak bengkak

Pasien nampak cemas

4. Ds : Intoleransi aktivitas Intoleransi


Aktivitas
Pasien mengeluh lemas

41
sejak 2 minggu sebelum Imobilitas
masuk rumah sakit.

Pasien mengeluh lemas


Pasien mengeluh lemas sejak 2
terus menerus dan tidak
minggu sebelum masuk rumah
menghilang walaupun
sakit.
pasien telah beristirahat.
Pasien mengeluh lemas terus
Pasien mengatakan tidak menerus dan tidak menghilang
bisa beraktivitas sehari- walaupun
hari.
pasien telah beristirahat.
Do :
Pasien mengatakan tidak bisa
Pasien tampak beraktivitas sehari-hari
bergantung pada
Pasien tampak bergantung
keluarga dalam
pada keluarga dalam
beraktivitas
beraktivitas, Kaki pasien
Kaki pasien bengkak, bengkak, sehingga pasien sulit
sehingga pasien sulit berjalan
berjalan.

5. Ds : Pasien merasa Ansietas Ansietas


gelisah

Pasien mengatakan susah


Sirosis Hepatis
tidur di malam hari

Pasien mengeluh mual


dan nyeri abdomen Pasien merasa gelisah

Do : Pasien mengatakan susah tidur


di malam hari
Pasien tampak cemas
Pasien mengeluh mual dan
Pasien tampak lemah

42
nyeri abdomen

Pasien tampak cemas

3.4 Intervensi Keperawatan


No. Diagnosa Perencanaan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Nyeri Akut Setelah perawatan 2x24 jam 1. Kaji sifat, intensitas,


nyeri akut klien dapat teratasi lokasi, durasi, dan faktor
dengan, pencetus dan pereda
nyeri
KH :
2. Gunakan skala penilaian
1. Mampu mengontrol nyeri nyeri yang konsisten
(tahu penyebab nyeri, untuk menetapkan nilai
mampu menngunakan dasar dan deviasi yang
tehnik non farmakologi mengidentifikasi
dan mencari bantuan) intervensi selanjutnya
2. Nyeri berkurang dengan 3. Tentukan akibat dari
menggunakan pengalaman nyeri
manajemen nyeri terhadap kualitas hidup
3. Menyatakan rasa nyaman pasien (misalnya ,tidur,
setelah nyeri berkurang persaaan,performa kerja,
4. Tidak ada ekspresi dan tanggung jawab
menahan nyeri peran )
4. Kaji tanda nonverbal
nyeri khusus pada pasien
5. Mendapatkan informasi
dari pasien mengenai
pengalaman nyeri masa
lalu dan metode pereda

43
nyeri yang digunakan
6. Mengendalikan faktor
lingkungan yang dapat
meningkatkan persepsi
nyeri: suhu, suara,
pencahayaan
7. Berikan informasi
mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri yang akan
dirasaakan, dan ada
antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat
prosedur.
8. Bantu pasien untuk
mendapatkan posisi yang
nyaman
9. Bantu pasien untuk
mencapai kondisi
ketegangan fisik minimal
melalui teknik-teknik
seperti relaksasi, musik,
visualisasi dan
pengalihan untuk
mengurangi kebutuhan
akan medikasi
10. Berikan lingkungan
yang nyaman
memberikan kesempatan
untuk istirahat siang hari
di periode tidur yang
tidak terganggu pada
malam hari
11. Kolaborasi dengan
44
dokter, berikan mediksi
analgesik  sesuai
kebutuhan, observasi
efek terapeutik dan efek
samping

2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Timbang berat badan


nutrisi kurang dari keperawatan selama 2x24 jam setiap hari dan monitor
kebutuhan tubuh kebutuhan nutrisi tubuh status pasien.
terpenuhi dengan KH : 2. Jaga intake / asupan
yang akurat dan catat
1. Menunjukkan peningkatan
output.
berat badan secara
3. Monitor status gizi.
progresif.
4. Dukung psien dan
2. Tidak mengalami tanda
keluarga untuk
malnutrisi lebih lanjut.
membantu memberikan
makanan dengan baik.
5. Tentukan status gizi
pasien dan kemampuan
pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizi.
6. Instruksikan pasien
mengenai kebutuhan
nutrisi.
7. Atur diet yang
diperlukan (yaitu:
menyediakan makanan
protein tinggi).
8. Ciptakan lingkungan
yang optimal pada saat
mengkonsumsi makanan
(misalnya: bersih,
berventilasi, santai, dan

45
bebas dari bau yang
menyengat).
9. Pastikan makanan
disajikan dengan cara
yang menarik dan pada
suhu yang cocok untuk
konsumsi secara optimal.
10. Anjurkan keluarga
untuk membawa
makanan favorit pasien
sementara berada di
rumah sakit atau fasilitas
perawatan yang sesuai.
11. Anjurkan pasien
terkait dengan kebutuhan
diet untuk kondisi sakit.
12. Anjurkan pasien
terkait dengan kebutuhan
makanan tertentu
berdasarkan
perkembangan atau usia
(misalnya: peningkatan
kalsium, protein, cairan).
13. Tawarkan makanan
ringan yang padat gizi.
14. Pastikan diet
mencakup makanan
tinggi kandungan serat
untuk mencegah
konstipasi.
15. Monitor kalori dan
asupan makanan.
16. Monitor
kecenderungan
46
terjadinya penurunan dan
peningkatan berat badan.

3. Kelebihan volume caran Setelah perawatan 2X24 jam 1. Timbang berat badan
ansietas dapat teratasi dengan setiap hari dan monitor
KH : status pasien.
2. Jaga intake / asupan
1. Keseimbangan haluaran
yang akurat dan catat
asupan dan haluaran
output pasien.
dalam 24 jam.
3. Tingkatkan asupan oral.
2. Berat badan stabil.
4. Tawari makanan ringan
3. Berat jenis urine dalam
(misalnya buah-buah
batas normal.
segar atau jus buah).
5. Monitor nilai serum
elektrolit yang abnormal.
6. Pertahankan pencatatan
asupan dan haluaran
yang akurat.
7. Instruksikan klien dan
keluarga mengenai
modivikasi diet secara
spesifik.
8. Kaji lokasi dan luasnya
edema.
9. Monitor status gizi.
10. Dukung pasien dan
keluarga untuk
membantu dalam
pemberian makan
dengan baik.

4. Intoleransi Aktivitas Setelah tindakan keperawatan 1. Bantu klien untuk


selama 2x24 jam intoleransi memilih aktivitas dan
aktivitas dapat teratasi dengsn pecapaian tujuan melalui
kriteria hasil : aktivitas dengan

47
1. Toleransi aktivitas; respon kemampuan fisik,
fisiologi terhadap gerakan psikologis dan sosial.
yang memakan energi daam
2. Bantu klien untuk
aktivitas sehari-hari.
mengidentifikasi dan
2. Ketahanan, aktivitas untuk
memperoleh sumber-
menyelesaikan aktivitas.
sumber yang diperlukan
3. Penghematan energi,
untuk aktivitas yang
tindakan individu dalam
diinginkan.
mengelola energi untuk
memulai dan 3. Bantu dengan aktivitas
menyelesaikan aktivitas. fisik secara teratur
(misalnya, ambuasi,
berpindah, berputar, dan
kebersihan diri) sesuai
dengan kebutuhan.

4. Bantu klien untuk


meninkatkan motivasi
diri dan penguatan.

5. Tentukan kebutuhan
individu terkait dengan
bantuan dalam hal
IADL.

6. Bantu pasien daam


mengekspresikan nilai,
kepercayaan, dan
tujuannya dalam
melakukan latihan otot
dan kesehatan.

7. Bantu mengembangkan
cara untuk
meminimalkan hambatan
kenyamanan terhadap

48
latihan kekuatan otot.

5. Ansietas Setelah perawatan 2x24 jam 1.Gunakan pendekatan yang


ansietas dapat teratasi dengan menenangkan
KH :
2.Temani pasien untuk
1. Klien mampu memberikan keamanan dan
mengidentifikasi dan mengurangi rasa takut.
mengungkapkan gejala
3. Dengarkan dengan penuh
cemas
perhatian.
2. Mengidentifikasi,
mengungkapkan, dan 4.Identifikasi tingkat
menunjukkan teknik untuk kecemasan.
mengontrol cemas
5.Bantu pasien mengenal
3. Vital sign dalam batas
situasi yang menimbulkan
normal
kecemasan.
4. Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh dna 6.Instruksikan pasien
tingkat aktivitas menggunakan teknik
menunjukkan relaksasi.
berkurangnya kecemasan
7.Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi.

3.5 Implementasi
NO Waktu DIAGNOSA IMPLEMENTASI TTd
1. 20 September Nyeri akut - Mengkaji sifat, intensitas, lokasi,
2017, durasi, dan faktor pencetus dan
07.00 – 07.45 pereda nyeri
WIB - Menggunakan skala penilaian
nyeri yang konsisten untuk
menetapkan nilai dasar dan
deviasi yang mengidentifikasi
intervensi selanjutnya

49
- Menentukan akibat dari
pengalamna nyeri terhadap
kualitas hidup pasien (misalnya
,tidur, persaaan,performa kerja,
dan tanggung jawab peran )
- Mengkaji tanda nonverbal nyeri
khusus pada pasien
- Mendapatkan informasi dari
pasien mengenai pengalaman
nyeri masa lalu dan metode
pereda nyeri yang digunakan
- Mengendalikan faktor lingkungan
yang dapat meningkatkan
persepsi nyeri: suhu, suara,
pencahayaan
- Memberikan informasi mengenai
nyeri, seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri yang akan
dirasaakan, dan ada antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat
prosedur.
- Membantu pasien untuk
mendapatkan posisi yang nyaman
- Membantu pasien untuk
mencapai kondisi ketegangan
fisik minimal melalui teknik-
teknik seperti relaksasi, musik,
visualisasi dan pengalihan untuk
mengurangi kebutuhan akan
medikasi
- Memberikan lingkungan yang
nyaman memberikan kesempatan
untuk istirahat siang hari di
periode tidur yang tidak
50
terganggu pada malam hari
- Mengkolaborasi dengan dokter,
berikan mediksi analgesik  sesuai
kebutuhan, observasi efek
terapeutik dan efek samping.
2. 20 September Ketidakseimb 1. Menimbang berat badan setiap
2017, angan nutrisi hari dan monitor status pasien.
07.45-08.15 kurang dari 2. Menjaga intake / asupan yang
WIB kebutuhan akurat dan catat output.
tubuh 3. Memonitor status gizi.
4. Mendukung psien dan keluarga
untuk membantu memberikan
makanan dengan baik.
5. Menentukan status gizi pasien
dan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan gizi.
6. Menginstruksikan pasien
mengenai kebutuhan nutrisi.
7. Mengatur diet yang diperlukan
(yaitu: menyediakan makanan
protein tinggi).
8. Menciptakan lingkungan yang
optimal pada saat mengkonsumsi
makanan (misalnya: bersih,
berventilasi, santai, dan bebas
dari bau yang menyengat).
9. Memastikan makanan disajikan
dengan cara yang menarik dan
pada suhu yang cocok untuk
konsumsi secara optimal.
10. Menganjurkan keluarga untuk
membawa makanan favorit pasien
sementara berada di rumah sakit
atau fasilitas perawatan yang

51
sesuai.
11. Menganjurkan pasien terkait
dengan kebutuhan diet untuk
kondsi sakit.
12. Menganjurkan pasien terkait
dengan kebutuhan makanan
tertentu berdasarkan
perkembangan atau usia
(misalnya: peningkatan kalsium,
protein, cairan).
13. Menawarkan makanan ringan
yang padat gizi.
14. Memastikan diet mencakup
makanan tinggi kandungan serat
untuk mencegah konstipasi.
15. Memonitor kalori dan asupan
makanan.
16. Memonitor kecenderungan
terjadinya penurunan dan
peningkatan berat badan.
3. 20 September Kelebihan 1. Menimbang berat badan setiap
2017, volume hari dan monitor status pasien.
08.15 – 08.50 cairan 2. Menjaga intake / asupan yang
WIB akurat dan catat output pasien.
3. Meningkatkan asupan oral.
4. Menawari makanan ringan
(misalnya buah-buah segar atau
jus buah).
5. Memonitor nilai serum elektrolit
yang abnormal.
6. Mempertahankan pencatatan
asupan dan haluaran yang
akurat.
7. Menginstruksikan klien dan

52
keluarga mengenai modivikasi
diet secara spesifik.
8. Mengkaji lokasi dan luasnya
edema.
9. Memonitor status gizi.
Mendukung pasien dan keluarga
untuk membantu
dalampemberian makan dengan
baik.
4. 20 September Intoleransi 1. Membantu klien untuk memilih
2017, aktivitas aktivitas dan pecapaian tujuan
08.50 – 09.20 melalui aktivitas dengan
WIB kemampuan fisik, psikologis
dan sosial.
2. Membantu klien untuk
mengidentifikasi dan
memperoleh sumber-sumber
yang diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan.
3. Membantu dengan aktivitas
fisik secara teratur (misalnya,
ambuasi, berpindah, berputar,
dan kebersihan diri) sesuai
dengan kebutuhan.
4. Membantu klien untuk
meninkatkan motivasi diri dan
penguatan.
5. Menententukan kebutuhan
individu terkait dengan bantuan
dalam hal IADL.
6. Membantu pasien daam
mengekspresikan nilai,
kepercayaan, dan tujuannya
dalam melakukan latihan otot

53
dan kesehatan.
7. Membantu mengembangkan
cara untuk meminimalkan
hambatan kenyamanan terhadap
latihan kekuatan otot.
5. 20 Septembe Ansietas 1. Menggunakan pendekatan yang
2017, menenangkan
09.20 – 09.50 2. Menemani pasien untuk
WIB memberikan keamanan dan
mengurangi rasa takut.
3. Mendengarkan dengan penuh
perhatian.
4. Mengidentifikasi tingkat
kecemasan.
5. Membantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan.
6. Menginstruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi.
7. Mendorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi.

3.6 Evaluasi

No. Waktu Diagnosa Evaluasi TTD


1. 201 Nyeri akut S : Pasien mengatakan bahwa rasa
September nyeri berkurang dan dapat
2017, mengontrol nyeri dengan
07.00 – teknik relaksasi.
07.45 WIB
O : Tanda-tanda vital pasien
normal (TD: 120/80 mmHg,
RR: 20x/menit)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi

54
2. 21 Ketidakseimbangan S : Pasien mengatakan sudah tidak
September nutrisi kurang dari mual muntah dan nafsu makan
2017, kebutuhan tubuh pasien mulai meningkat.
07.45-08.15 O : frekuensi muntah berkurang.
WIB
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
3. 21 Kelebihan volume S : Pasien mengatakan BAK 3-4X
cairan
September setiap hari
2017, O: Tanda-tanda vital pasien
08.15 – normal (TD: 120/80 mmHg,
08.50 WIB
Nadi: 80x/menit, RR:
20x/menit)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
4. 21 Intoleransi S : Pasien mengatakan sudah bisa
aktivitas
September berjalan sendiri tanpa bantuan.
2017, O: Tanda-tanda vital pasien
08.50 – normal (TD: 120/80 mmHg,
09.20 WIB
Nadi: 80x/menit)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
5. 21 Ansietas S : Pasien mengatakan sudah bisa
September menerima keadaanya sekarang
2017, dan percaya bahwa
09.20 – penyakitnya adalah sudah
09.50 WIB
kehendak tuhan.
O : pasien terlihat sudah tenang
dan rasa cemas berkurang
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi

55
BAB 4
PENUTUP

3.5 Kesimpulan
Sirosis hati merupakan penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis
hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi
hati. Paling banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita yaitu 3:1 dan
terjadi pada umur 39-59 tahun. Sirosis hepatis ini disebabkan oleh malnutrisi, alkohol,
kekurangan zat besi, virus hepatitis dan kegagaln jantung.

4.2 Saran
Agar hati tetap sehat sebaiknya konsumsilah makanan yang baik seperti sayuran hijau
dan buah-buahan dan hindarilah makanan yang menyebabkan kerusakan pada hati seperti
alkohol. Hati sangatlah penting untuk dijaga kesehatannya karena hati memiliki banyak
fungsi yang penting bagi tubuh dan tidak bisa digantikan dengan organ apapun.

56
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Mansjoer. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Baradero, M. dkk. 2008. Klien Gangguan Hati: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Baradero Mary, Wilfrid Mary, dan Yakobus Siswadi. 2008. Klien Gangguan Hati. Jakarta:
EGC.

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12.Jakarta : EGC

Brunner &Suddarth. Vol. 2. E/8”.EGC. Jakarta.

Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 FKUI, Jakarta ; 2000

Chikita, Felix. 2017. Antasida. http://www.kerjanya.net/faq/5183-antasida.html. Diakses


pada tanggal 20 September. [serial online].

Christian. 2017. Tips Penanganan Sirosis Hepatis Secara Tradisional.


http://penanganansirosishepatis.com/tag/mual-dan-muntah/. Diakses pada tanggal
20 September 2017. [serial online].

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta : EGC.

57
Hadi, Sujono. 2002. Sirosis Hepatis. http://www.budilukmanto.org/index.php/sirosis-
hepatis/41-sirosis-hepatis/89-sirosis-hepatis. Pada tanggal 15 September 2017.
[Serial Online].

Neal, Michael. 2006. At A Glance Farmakologi Medis Edisi Ke Lima. Jakarta: Erlangga.

Raghavan, Shandaya .World Hepatitis Day 2017: How regenerating liver cells can help beat
hepatitis. 2017. http://www.thehealthsite.com/news/world-hepatitis-day-2017-how-
regeneating-liver-cells-can-k0717/. Diakses pada tanggal 20 September 2017. [serial
online].

Rahardjo, Rio. 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta: GGC.

Ricca, Putu. 2012. Sirosis Hepatis.https://www.scribd.com/doc/86740006/sirosis-hepatis.


Pada tanggal 15 September 2017. [Serial Online].

Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi 7. Bandung ; 2002.

Smeltzer, S. C., Bare, B. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah

Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Sujono, Hadi. 2002. Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Bandung:Alumni.pp:637- 638.

58
59

Anda mungkin juga menyukai