Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


INTERNAL BLEEDING DI RUANG ICU RSD
dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:
Prepty Dwi Ariyanti, S.Kep
NIM 192311101014

PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada pasien dengan Internal Bleeding di Ruang ICU RSD
dr. Soebandi Jember telah disetujui dan disahkan pada:

Nama : Prepty Dwi Ariyanti, S.Kep

NIM : 192311101014

Telah diperiksa dan disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Jember, Oktober 2020

FAKULTAS KEPERAWATAN

Mengetahui,

Kordinator Program Studi Profesi Ners Penanggung Jawab Mata Kuliah

Ns. Erti Ikhtiarini D. M.Kep., Sp.Kep.J Ns. Baskoro Setioputro, S.Kep., M.Kep
NIP 19811028 200604 2 002 NIP 19830505 200812 1 004

Menyetujui,

Wakil Dekan I

Ns. Anisah Ardiana, S.Kep., M.Kep., Ph.D.


NIP 19800417 200604 2 002
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan berikut disusun oleh:

Hari, Tanggal : Prepty Dwi Ariyanti, S.Kep

NIM : 192311101014

Judul : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Internal


Bleeding di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSD dr. Soebandi Jember

Jember, Oktober 2020

Mahasiswa

Prepty Dwi Ariyanti, S.Kep


NIM 192311101014

PEMBIMBING
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik
Fakultas Keperawatan Ruang ICU
Universitas Jember RSUD dr. Soebandi

Ns. Baskoro Setioputro, S.Kep., M.Kep


NIP 19830505 200812 1 004
A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN

Sistem Pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar


dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan
(pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang
terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus.

1. Rongga Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan. Fungsi – fungsi rongga mulut:
a. Mengerjakan pencernaan pertama dengan  jalan mengunyah
b. Untuk berbicara
c. Bila perlu, digunakan untuk bernafas.
 Pipi dan bibir
Mengandung otot-otot yang diperlukan dalam proses mengunyah dan
bicara, disebelah luar pipi dan bibir diselimuti oleh kulit dan disebelah
dalam diselimuti oleh selaput lendir (mukosa).
 Gigi
Terdapat 2 kelompok yaitu gigi sementara atau gigi susu  mulai tumbuh
pada umur 6-7 bulan dan lengkap pada umur 2 ½  tahun jumlahnya 20
buah dan gigi tetap (permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun jumlahnya
32 buah.
Fungsi gigi: gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring untuk
memutuskan makanan yang keras dan liat dan gigi geraham untuk
mengunyah makanan yang sudah dipotong-potong
Bagian lidah yang berperan dalam mengecap rasa makanan adalah
papilla. Papilla ini merupakan bentukan dari saraf-saraf sensorik
(penerima rangsang).
 Lidah
Fungsi Lidah:
 Untuk membersihkan gigi serta rongga mulut antara pipi dan gigi
 Mencampur makanan dengan ludah
 Untuk menolak makanan dan minuman kebelakang
 Untuk berbicara
 Untuk mengecap manis, asin dan pahit
 Untuk merasakan dingin dan panas.
 Kelenjar ludah
 Kelenjar parotis, terletak disebelah bawah dengan daun telinga
diantara otot pengunyah dengan kulit pipi. Cairan ludah hasil
sekresinya dikeluarkan melalui duktus stesen kedalam rongga mulut
melalui satu lubang dihadapannya gigi molar kedua atas. Saliva yang
disekresikan sebanyak 25-35 %.
 Kelenjar Sublinguinalis, terletak dibawah lidah salurannya menuju
lantai rongga mulut. Saliva yang disekresikan sebanyak 3-5 %
 Kelenjar Submandibularis, terletak lebih belakang dan kesamping dari
kelenjar sublinguinalis. Saluran menuju kelantai rongga mulut
belakang gigi seri pertama. Saliva yang disekresikan sebanyak 60-70
%
2. Faring
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal
dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil
( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit
dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan
antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan
rongga hidung, didepan ruas tulang belakang.
3. Esofagus
Esophagus adalah yang menghubungkan tekak dengan lambung, yg letaknya
dibelakang trakea yg berukuran panjang ± 25 cm dan lebar 2 cm. Fungsi dari
esofagus adalah menghantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung
dan tiap2 ujung esofagus dilindungi oleh suatu spinter yang berperan sebagai
barier terhadap refleks isi lambung kedalam esophagus
4. Gaster
Merupakan organ otot berongga yang besar yang letaknya di rongga perut
atas sebelah kiri.
Fungsi dari lambung:
a. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan oleh
peristaltik lambung dan getah lambung.
b. Getah cerna lambung yang dihasilkan :
 Pepsi, fungsinya memecah putih telur      menjadi asam amino
(albumin dan peptone)
 Asam garam (HCl), fungsinya mengasamkan            makanan dan
membuat suasana asam              pada    pepsinogen menjadi pepsin.
 Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan
membentuk kasein dan dari karsinogen (karsinogen dan protein susu)
 Lapisan lambung, jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam
lemak yang marangsang sekresi getah lambung.
Fungsi asam lambung sebagai pembunuh kuman atau racun yang masuk
bersama makanan serta untuk mengasamkan makanan agar mudah dicerna.
5. Intestinum minor
Usus halus adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Usus halus terdiri dari tiga bagian
a. Usus dua belas jari (duodenum, 20 cm)
Nama duodenum berasal dari bahasa latin duodenum digitorum, yang
berarti dua belas jari. Duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke (jejunum).
Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas
dan kantung empedu.
b. Usus kosong (jejunum, 2,5 m)
Jejenum berasal dari bahasa laton, jejenus, yang berarti kosong.
Menempati 2/5 sebelah atas dari usus halus. Terjadi pencernaan secara
kimiawi.
c. Usus penyerapan (ileum, 3,6 m)
Ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan ini
memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan
jejunum, dan menempati 3/5 bagian akhir usus halus. Usus halus berfungsi
menyerap sari-sari makanan.
6. Intestinum Mayor
Banyak bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri ini juga
penting untuk fungsi normal dari usus. Fungsi usus besar, terdiri dari :
a. Menyerap air dari makanan
b. Tempat tinggal bakteri E.Coli
c. Tempat feses
Usus besar terdiri dari :
a. Seikum
Sekum (bahasa latin: caecus, "buta") dalam istilah anatomi adalah suatu
kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar.
Di bawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk seperti
cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya ± 6 cm
b. Kolon asendens
Panjang 13 cm dan terletak di abdomen bawah sebelah kanan membujur
ke atas.
c. Kolon transversum
Panjangnya ±38 cm dan terletak Membujur dari kolon asendens sampai
ke kolon desendens
d. Kolon desendens
Panjangnya ±25 cm dan Terletak di abdomen bawah bagian kiri
membujur dari atas ke bawah.
e. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
- Lanjutan dari kolon desendens terletak miring
- Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri
- Bentuknya menyerupai huruf S
- Ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.
7. Rektum
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses
8. Anus
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah
keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan
sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh
otot sphinkter. Fesesdibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air
besar - BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
9.  Hepar
- Organ terbesar di dalam tubuh
- Warna coklat kemerahan, beratnya ±1 ½ kg
- Berperan penting dalam metabolism
- Penetralan obat

10. Kandung Empedu


- Organ berbentuk buah pir
- Letaknya dalam sebuah lobus di sebelah permukaan bawah hati
- Warna hijau gelap
- Berfungsi dalam pencernaan dan penyerapan lemak
11. Pankreas
- Terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan dengan duodenum.
- Fungsi utama pankreas:
o menghasilkan enzim pencernaan
o menghasilkan hormon

B. ANATOMI FISIOLOGI OTAK

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum
merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang.
Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa,
logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual.
Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian
ini.
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat
dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi
otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh,
mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak
Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis
yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat
menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.

3. Brainstem (Batang Otak)


Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau
sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia
termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur
proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu
fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya.
Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh
karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil. Otak reptil
mengatur “perasaan teritorial” sebagai insting primitif. Contohnya anda
akan merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang yang tidak Anda
kenal terlalu dekat dengan anda.
4. Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak
ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah.
Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering
disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik antara lain hipotalamus,
thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik
berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon,
memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa
senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.

C. DEFINISI

Perdarahan Dalam (Internal Bleeding) Sementara publik umum mengerti


bahwa perdarahan dalam berarti perdarahan yang tidak dapat dilihat pada bagian
luar tubuh, personel medis cenderung menggunakan istilah-istilah yang
menggambarkan secara tepat dimana didalam tubuh perdarahan ditemukan.
Perdarahan internal mungkin terjadi didalam jaringan-jaringan, organ-organ, atau
di rongga-rongga tubuh termasuk kepala, dada, dan perut. Contoh-contoh dari
tempat-tempat perdarahan yang potensial termasuk mata, jaringan-jaringan
pelapis dari jantung, otot-otot, dan sendi-sendi
Perdarahan internal terjadi ketika kerusakan pada arteri atau vena
mengizinkan darah terlepas dari sistim sirkulasi dan terkumpul didalam tubuh.
Jumlah perdarahan tergantung pada jumlah kerusakan pada organ dan pembuluh-
pembuluh darah yang mensuplainya, serta kemampuan tubuh untuk memperbaiki
pecahan-pecahan pada dinding-dinding dari pembuluh-pembuluh darah.
Mekanisme-mekanisme perbaikan yang tersedia termasuk keduanya sistim
pembekuan/penggumpalan darah dan kemampuan pembuluh-pembuluh darah
untuk mengejang (spasme) untuk mengurangi aliran darah ke area yang terluka.

D. PENYEBAB
1. Trauma
Perdarahan yang disebabkan oleh trauma tumpul atau dengan penetrasi
trauma.
2. Kondisi Patalogis dan Penyakit
Sejumlah kondisi patalogis dan penyakit dapat menyebabkan perdarahan
internal, pembuluh darah pecah akibat tekanan darah tinggi, varises osofagus,
tukak lambung. Penyakit lainnya seperti hepatoma, kanker hati,
trombositopenia, kehamilan ektopik, kista ovarium, defisiensi vitamin K,
hemophilia, dan malaria.
3. Iatrogenik
Perdarahan internal bisa menjadi artefak iatrogenic akibat komplikasi setelah
operasi bedah dan perawatan medis, beberapa efek obat juga dapat
menyebabkan perdarahan internal seperti obat antikoogulan, dan antiplatelet
yang digunakan untuk pengobatan jantung koroner.

E. TANDA DAN GEJALA


1. Memar
2. Terdapat nyeri tekan pada area trauma
3. Muntah ataupun batuk darah
4. Feses berwarna hitam atau mengandung darah merah terang

F. PERDARAHAN INTRA ABDOMEN


1. Pengertian
Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa
penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan,
benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompresi. Trauma tumpul
kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi
dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya.
Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada
organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan.
Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah
tabrakan badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan
bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan mengakibatkan
robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen
paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus halus
(5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang paling sering cedera
adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter.
2. Klasifikasi
- Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :
- Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama perdarahan
- Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala
utama adalah peritonitis
Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :
- Organ Intraperitoneal Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ
seperti hati, limpa, lambung, colon transversum, usus halus, dan colon
sigmoid.
 Ruptur Hati
Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun trauma
tembus. Hati merupakan organ yang sering mengalami laserasi, sedangkan
empedu jarang terjadi dan sulit untuk didiagnosis. Pada trauma tumpul
abdomen dengan ruptur hati sering ditemukan adanya fraktur costa VII –
IX. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan nyeri pada abdomen kuadran
kanan atas. Nyeri tekan dan Defans muskuler tidak akan tampak sampai
perdarahan pada abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum (± 2 jam
post trauma). Kecurigaan laserasi hati pada trauma tumpul abdomen
apabila terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Jika keadaan
umum pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada abdomen yang hasilnya
menunjukkan adanya laserasi. Jika kondisi pasien syok, atau pasien trauma
dengan kegawatan dapat dilakukan laparotomi untuk melihat perdarahan
intraperitoneal. Ditemukannya cairan empedu pada lavase peritoneal
menandakan adanya trauma pada saluran empedu.
 Ruptur Limpa
Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi trauma
tumpul abdomen. Ruptur limpa merupakan kondisi yang membahayakan
jiwa karena adanya perdarahan yang hebat. Limpa terletak tepat di bawah
rangka thorak kiri, tempat yang rentan untuk mengalami perlukaan.
Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena
perdarahan. Kecurigaan terjadinya ruptur limpa dengan ditemukan adanya
fraktur costa IX dan X kiri, atau saat abdomen kuadran kiri atas terasa sakit
serta ditemui takikardi. Biasanya pasien juga mengeluhkan sakit pada bahu
kiri, yang tidak termanifestasi pada jam pertama atau jam kedua setelah
terjadi trauma.
 Ruptur Usus Halus
Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena trauma
tumpul menciderai usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
gejala ‘burning epigastric pain’ yang diikuti dengan nyeri tekan dan defans
muskuler pada abdomen. Perdarahan pada usus besar dan usus halus akan
diikuti dengan gejala peritonitis secara umum pada jam berikutnya.
Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari biasanya bergejala adanya
nyeri pada bagian punggung.
 Organ Retroperitoneal
Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta, dan
vena cava. Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan
pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini memerlukan CT scan, angiografi, dan
intravenous pyelogram.

G. PERDARAHAN INTRAKRANIAL
Perdarahan dapat terjadi diantara tengkorak dan durameter (jaringan fibrous
penutup otak), diantara durameter dan arachnoid, atau langsung dalam jaringan
otak itu sendiri.
Berikut ini beberapa macam perdarahan pada cedera kepala :
1. Hematom epidural akut
Cedera ini sering disebabkan oleh robeknya arteri meninga media yang
berjalan disepanjang region temporal. Cedera arteri sering disebabkan oleh
fraktur tengkorak linear di region temporal atau parietal. Akibat dari
cidera arteri (walaupun mungkin juga terjadi perdarahan vena dari salah
satu sinus durameter), perdarahan dan peningkatan TIK dapat berlangsung
dengan cepat sehingga kematian dapat segera terjadi. Gejala hematoma
epidural akut meliputi riwayat trauma kepala dengan kehilangan
kesadaran sesaat diikuti satu periode dimana penderita sadar dan koheren.
Setelah beberapa menit hingga beberapa jam timbul tanda-tanda
peningkatan tekanan intracranial (muntah, nyeri kepala, perubahan status
kesadaran) kemudian menjadi tidak sadar dan terjadi kelumpuhan
kolateral dari tempat cedera kepala. Sering terjadi dilatasi dan tidak ada
respon terhadap cahaya dari pupil pada sisi cedera kepala. Hal ini biasanya
dengan cepat diikuti oleh kematian.
2. Hematom Subdural Akut
Hematom subdural akut terjadi akibat perdarahan diantara durameter
dan arachnoid yang berhubungan dengan cedera jaringan otak
dibawahnya. Karena perdarahan berasal dari vena, tekanan intracranial
meningkat lebih lambat dan baru terdiagnosa beberapa jam atau hari
setelah kejadian cedera. Tanda dan gejalanya meliputi : nyeri kepala,
fluktuasi tingkat kesadaran, dan tanda neurologis fokal (kelemahan satu
sisi tubuh, penurunan reflex tondon dalam, bicara yang tidak jelas dan
melantur).
3. Perdarahan intraserebral
Merupakan perdarahan yang terjadi dalam jaringan otak. Perdarahan
intraserebral pada trauma terjadi akibat trauma tumpul atau trauma tembus
pada kepala. Disisi lain, pembedahan tidak banyak menolong,. Tanda dan
gejala tergantung lokasi kerusakan dan beratnya cedera. Gejala yang
muncul mirip dengan gejala pada stroke.

H. PERDARAHAN INTRATHORAK
Tauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding
thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999). Trauma
thorak adalah trauma yang terjadi pada toraks yang menimbulkan kelainan pada
organ-organ didalam toraks.
Hemothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura. Perdarahan mungkin
berasal dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar
(Mancini, 2011).

I. ETIOLOGI
Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada
paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada
dada juga dapat menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh darah
internal (Mancini, 2011). Menurut Magerman (2010) penyebab hematothoraks
antara lain :

1. Penetrasi pada dada


2. Trauma tumpul pada dada
3. Laserasi jaringan paru
4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
5. Laserasi arteri mammaria interna

J. KLASIFIKASI
Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3 golongan,
yaitu:
1. Hematothoraks ringan
 Jumlah darah kurang dari 400 cc
 Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IX
2. Hematothoraks sedang
 Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
 15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga VI
3. Hematothoraks berat
 Jumlah darah lebih dari 2000 cc
 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IV

Gambar 2 . Klasifikasi hemotoraks a. Ringan b. Sedang c. Berat

K. MANIFESTASI KLINIK
Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah di
dinding dada. Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi,
sianosis, takipnea berat, takikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti
dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung (Hudak & Gallo, 1997).
Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat simptomatik
namun dapat juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan
hemothoraks yang sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien akan
menunjukan symptom, diantaranya:
 Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada
 Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat, dan akral
dingin
- Kehilangan darah   volume darah ↓  Cardiac output ↓   TD ↓
- Kehilangan banyak darah   vasokonstriksi perifer  pewarnaan kulit oleh
darah berkurang
 Tachycardia
- Kehilangan darah   volume darah ↓  Cardiac output ↓   hipoksia   
kompensasi tubuh  takikardia
 Dyspnea
- Adanya darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura   
pengembangan paru terhambat  pertukaran udara tidak adekuat   sesak
napas.
- Darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura  pengembangan
paru terhambat pertukaran udara tidak adekuat   kompensasi tubuh
takipneu dan peningkatan usaha bernapas  sesak napas.
 Hypoxemia
- Hemotoraks  paru sulit mengembang  kerja paru terganggu  kadar
O2 dalam darah ↓
 Takipneu
- Akumulasi darah pada pleura   hambatan pernapasan   reaksi tubuh
meningkatkan usaha napas   takipneu.
- Kehilangan darah   volume darah ↓  Cardiac output ↓   hipoksia   
kompensasi tubuh  takipneu.
 Anemia
 Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena.
- Akumulasi darah yang banyak   menekan struktur sekitar  mendorong
trakea ke arah kontralateral.
 Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical).
 Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena
- Suara napas adalah suara yang terdenger akibat udara yang keluar dan
masuk paru saat bernapas. Adanya darah dalam rongga pleura   
pertukaran udara tidak berjalan baik  suara napas berkurang atau hilang.
 Dullness pada perkusi (perkusi pekak)
- Akumulasi darah pada rongga pleura   suara pekak saat diperkusi (Suara
pekak timbul akibat carian atau massa padat).
 Adanya krepitasi saat palpasi.

L. PATOFISIOLOGI
Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara
pleura viseralisdan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul
atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran serosa
pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini
akan mengakibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan
menyebabkan penekanan pada paru.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria
interna. Rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien
hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya
perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di
dalam rongga toraks.
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua
gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area
utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan
oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan dan
kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang pria
70-kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.
Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan gejala
awal syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan tekanan darah).
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk
terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena
rongga pleura seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah,
perdarahan dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan
ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka
pada dinding dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan
pasien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea.
Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu tertentu
bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat
keparahan cedera, dan cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax
berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk
penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk
menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan
utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru,
dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat
defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa
jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura
dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan
pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik
tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan
jaringan sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura.
Dengan cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang
menjadi besar dan gejala efusi pleura berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari
hemothorax adalah empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi
bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar,
hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis.
Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax
yang terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral.
Proses adhesive ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah
dari berkembang sepenuhnya.
Hemotoraks traumatik
trauma laserasi pembuluh darah atau struktur parenkim paru perdarahan
darah berakumulasi di rongga pleura hemotoraks.
M. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X dada
 Menunjukkan akumulasi cairan pada area
pleura
 Dapat menunjukkan penyimpangan struktur
mediastinal (jantung)
2. GDA
 Tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik
pernapasan, dan kemampuan mengkompensasi
 PaCO2 mungkin normal atau menurun
 Saturasi oksigen biasanya menurun
3. Torasentesis
Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (hemothoraks)
4. Full blood count
 Hb menurun
 Hematokrit menurun

N. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan
pendarahan, dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura.
Penanganan pada hemothoraks adalah:
1. Resusitasi cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah yang
dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan
infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian
pemnberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga
pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk
autotranfusi. Bersamaan dengan pemberian infus dipasang pula chest tube
(WSD)

2. Pemasangan chest tube

Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar darah pada toraks
dapat cepat keluar sehingga tidak membeku di dalam pleura. Hemotoraks
akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di terapi
dengan chest tube kaliber besar. Chest tube tersebut akan mengeluarkan
darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di
dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah
selanjutnya.

WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi WSD
sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural.
O. CLINICAL PATHWAY

Paksaan: Benda tajam:


Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll Pisau, peluru, ledakan, dll

Gaya predisposisi trauma > elastisitas & viskositas tubuh

Ketahanan jaringan tidak mampu mengkompensasi

Trauma tajam Kompresi organ


Trauma abdomen Trauma tumpul
abdomen

Kerusakan Kerusakan Kerusakan jaringan Perdarahan intra abdomen


jaringan kulit organ abdomen vaskuler
Mendesak organ intra abdomen

Luka terbuka Gangguan integritas Aliran darah ke Perdarahan masif


kulit/jaringan ginjal menurun Nyeri akut
Risiko invasi Aliran balik vena menurun
bakteri patogen Penurunan curah
jantung
CO2 menurun
Risiko infeksi Pola napas
Menurun sulai O2 ke jaringan Hipoksia tidak efektif
P. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang lazim muncul, yaitu :
1. Penurunan curah jantung
2. Gangguan integritas kulit/jaringan
3. Pola napas tidak efektif
4. Risiko infeksi
5. Nyeri akut
Manajemen ABC
i. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik
‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,periksa
adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas,
muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
ii. Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan
cara ‘lihat – dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan
apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status
respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan)
iii. Sirkulasi
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal
dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapatdilakukan. Jika tidak ada tanda-
tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada
dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali kompresi dada dan 2 kali
bantuan napas)
Q. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Penurunan curah Tujuan : Setelah dilakukan Perawatan Jantung (1.02075) Perawatan Jantung
jantung tindakan keperawatan 1 x 3 Observasi Observasi
jam curah jantung menurun  Identifikasi tanda/gejala primer  Penurunan curah jantung dapat
dengan kriteria hasil : penurunan curah jantung (meliputi terlihat pada tingkat dyspnea,
1. Kekuatan nadi perifer dyspnea, kelelahan, edema, kelelahan
meningkat ortopnea, paroxysmal nocturnal  Penurunan curah jantung biasa
2. Gambaran EKG aritmia dyspnea, peningkatan CVP) dikomplikasikan dengan tekanan
menurun  Identifikasi tanda/gejala sekunder darah yang berubah
3. Edema menurun penurunan curah jantung (Meliputi  Berat badan pada menurunnya
4. Dispnea menurun peningkatan berat curah jantung biasanya terdapat
badan,hepatomegaly,distensi vena edema yang mengakibatkan
jugularis,palpitasi,rochi berat badan meningkat
basah,oliguria,batuk,kulit pucat)  Memonitor intake dan outpun
 Monitor tekanan darah (termasuk cairan untuk mengurangi edema
tekanan darah ostostatik,jika perlu) pada tubuh pasien
 Monitor intake dan output cairan  Saturasi oksigen dilakukan untuk
 Monitor berat badan setiap hari mengethui adanya dispnea
pada waktu yang sama
 Monitor saturasi oksigen Terapeutik
 Monitor keluhan nyeri dada (misal.  Memposisikan pasien semi-
Intensitas,lokasi,radiasi,durasi,presi foeler atau fowler untuk
vitasi yang mengurangi nyeri) mengurangi dispnea pada pasien
 Monitor aritmia (kelainan irama  Gaya hidup sehat untuk
dan frekuensi) penderita dengan penurunan
 Monitor EKG 12 Sadapan curah jantung sangat penting
Terapeutik karena makanan yang dimakan
 Posisikan pasien semi-fowler atau oleh penderita sangat
fowler dengan kaki kebawah atau berpengaruh untuk kondisi
posisi nyaman jantung
 Berikan diet jantung yang
sesuai(misal batasi asupan Edukasi
kaferin,natrium,kolesterol,dan  Aktivitas yang dilakukan
makanan tinggi lemak) penderita harus sesuai dengan
 Gunakan stocking elastis atau kekuatannya untuk mengurangi
pneumatic intermiten,sesuai kerja jantung
indikasi
 Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup sehat
 Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress,jika perlu
 Berikan dukungan emosional dan
spiritual
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi
 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
 Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output cairan
harian kolaborasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antiaritmia,jika perlu
 Rujuk ke progam rehabilitasi
jantung

Perawatan Jantung Akut (1.02076)


Observasi
 Identifikasi karakteristik nyeri
dada (meliputi faktor pemicu dan
pereda,kualitas,lokasi,radiasi,skala,
durasi,dan frekuensi)
 Monitor EKG 12 sadapan untuk
perubahan ST dan T
 Monitor aritmia (kelainan irama
dan frekuensi)
 Monitor elektrolit yang dapat
meningkatkan resiko aritmia (misal
kalium,magnesium serum)
 Monitor enzim jantung (misal
CK,CK-MB,Troponin T, Troponin
I)
 Monitor saturasi oksigen
 Identifikasi stratifikasi pada
sindrom coroner akut (misal skor
TIMI,Killip,Crusade)
Terapeutik
 Pertahankan tirah baring minimal
12 jam
 Pasang akses intervena
 Puasakan hingga bebas nyeri
 Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi ansietas dan stress
 Sediakan lingkungan yang
kondusif untuk beristirahat dan
pemulihan
 Siapakan menjalani intervensi
koroner perkutan,jika perlu
 Berikan dukungan emosional dan
spiritual Edukasi
 Anjurkan segera melaporkan nyeri
dada
 Anjurkan menghidari maneuver
valsava (misal mengedan saat
baba tau batuk)
 Jelaskan tindakan yang dijalani
pasien
 Ajarkan teknik menurunkan
kecemaskan dan ketakutan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antiplatelet,jika perlu
 Kolaborasi pemberian antiangina
(misal nitrogliserin,beta
blocker,calcium channel blocker)
 Kolaborasi pemberian morfin, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian inotropic,
jika perlu
 Kolaborasi pemberian obat
maneuver valsava (misal pelunak
tinja,antjemetik)
 Kolaborasi pencegahan thrombus
dengan antikoagulan, jika perlu
Kolaborasi pemeriksaan x-ray dada,
jika perlu
2. Gangguan integritas Tujuan : Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit Perawatan integritas kulit
kulit/jaringan tindakan keperawatan 1 x 24 (I.11353) Observasi
jam gangguan integritas Observasi  Untuk mengetahui penyebab
kulit menurun dengan  Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
kriteria hasil: integritas kulit (mis. Perubahan
1. Kerusakan jaringan sirkulasi, perubahan status nutrisi, Terapeutik
menurun peneurunan kelembaban, suhu  Untuk menghindari terjadinya
2. Kerusakan lapisan kulit lingkungan ekstrem, penurunan infeksi
menurun mobilitas)  Untuk mengetahui adanya edem
3. Nyeri menurun pada area luka
4. Perdarahan menurun Terapeutik  Untuk mengurangi integritas
 Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah pada kulit
baring
 Lakukan pemijatan pada area  Untuk membersihkan area kulit
penonjolan tulang, jika perlu yang kering
 Bersihkan perineal dengan air  Untuk menghindari iritasi pada
hangat, terutama selama periode kulit
diare
 Gunakan produk berbahan Edukasi
petrolium atau minyak pada kulit  Untuk mengurangi kulit kering
kering  Untuk memperbaiki integritas
 Gunakan produk berbahan kulit
ringan/alami dan hipoalergik pada
kulit sensitive Perawatan Luka
 Hindari produk berbahan dasar Observasi
alkohol pada kulit kering  Mengetahui keadaan luka
 Mengetahui adanya infeksi bila
Edukasi terjadi peningkatan
 Anjurkan menggunakan pelembab  Untuk mencegah terjadinya
(mis. Lotin, serum) infeksi
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan Terapeutik
nutrisi  Menghindari resiko infeksi
 Anjurkan meningkat asupan buah akibat balutan yang sudah lama
dan saur terpasang
 Anjurkan menghindari terpapar  Untuk menghindari Infeksi
suhu ektrime  Mengetahui perkembangan
 Anjurkan menggunakan tabir surya karakteristik dari luka
SPF minimal 30 saat berada diluar  Memberikan informasi tentang
rumah keadaan luka dan kebutuhan
perawatan luka
 Agar tidak terjadi reaksi
Perawatan Luka( I.14564 ) inflamasi akibat dari cairan
Observasi pembersih luka
 Monitor karakteristik luka (mis:  Membantu proses regenerasi
drainase,warna,ukuran,bau kulit
 Monitor tanda –tanda inveksi  Untuk melindungi jaringan
 Mencegah resiko infeksi pada
Terapeutik luka
 Lepaskan balutan dan plester  Mengetahui adanya perubahan
secara perlahan pada kondisi luka
 Cukur rambut di sekitar daerah  Mengetahui tindakan yang dapat
luka, jika perlu dilakukan pada luka
 Bersihkan dengan cairan NACL  Keluarga dapat melaporkan atau
atau pembersih non toksik,sesuai mencegah kemungkinan
kebutuhan terjadinya infeksi
 Bersihkan jaringan nekrotik  Bahan acuan untuk melakukan
 Berikan salep yang sesuai di kulit intervensi selanjutnya
/lesi, jika perlu
 Pasang balutan sesuai jenis luka Edukasi
 Pertahankan teknik seteril saaat  Untuk mengetahui tanda dan
perawatan luka gejala terjadinya infeksi
 Ganti balutan sesuai jumlah  Untuk pembentukan kulit yang
eksudat dan drainase telah rusak
 Jadwalkan perubahan posisi setiap  Untuk memandirikan pasien
dua jam atau sesuai kondisi pasien dengan perawatan luka secara
 Berikan diet dengan kalori 30-35 mandiri
kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5
g/kgBB/hari Kolaborasi
 Berikan suplemen vitamin dan  Untuk menghindari terjadinya
mineral (mis vitamin A,vitamin infeksi
C,Zinc,Asam amino),sesuai
indikasi
 Berikan terapi TENS(Stimulasi
syaraf transkutaneous), jika perlu

Edukasi
 Jelaskan tandan dan gejala infeksi
 Anjurkan mengonsumsi makan
tinggi kalium dan protein
 Ajarkan prosedur perawatan luka
secara mandiri

Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur
debridement(mis: enzimatik
biologis mekanis,autolotik), jika
perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotik,
jika perlu
3. Pola napas tidak Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas (I.01011) Manajemen Jalan Napas
efektif tindakan keperawatan 1 x 3 Observasi Observasi
jam pola napas tidak efektif  Monitor pola napas (frekuensi,  Pola napas biasanya terdapat
menurun dengan kriteria kedalaman, usaha napas) sumbatan atau bunyi tambahan
hasil:  Monitor bunyi napas tambahan saat bernafas (wheezing)
1. Sesak nafas berkurang (mis, gurgling, mengi, wheezing,,  Jumlah, warna, dann aroma
2. Tidak ada bunyi nafas ronkhi kering) sputum berpengaruh karena
tambahan  Monitor sputum (jumlah, warna, warna sputum kuning terdapat
aroma) bakteri atau virus. Warna sputum
menandakan bahwa tubuh
Terapeutik sedang melawan infeksi virus
 Pertahankan kepatenan jalan napas atau bakteri. Perubahan warna
dengan head-tilt dan chin lift (jaw- tersebut sebenarnya berasal dari
thrust jika curiga trauma servikal) sel-sel darah putih yang dikenal
 Posisikan semi-Fowler atau Fowler sebagai neutrofil yang
 Berikan minum hangat diproduksi oleh sistem kekebalan
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu tubuh ke daerah infeksi
 Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik Terapeutik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum  Memposisikan pasien dengan
penghisapan endrotrakeal semi fowler atau fowler untuk
 Keluarkan sumbatan benda padat mencegah terjadinya sesak nafas
dengan forsep McGill atau memberikan jalan napas
dengan melakukan jaw-thrust
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Edukasi
 Batuk efektif untuk
 Anjurkan asupan cairan 2000
mengeluarkan sputum yang
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
menjadi hambatan jalannya
 Ajarkan teknik batuk efektif
pernafasan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Pemantauan Respirasi (I.01014)


Observasi
 Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
 Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot,
ataksiak)
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya sumbatan jalan
napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasu oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray thoraks

Terapeutik
 Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
4. Nyeri akut Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238) Observasi
tindakan keperawatan 1 x 3 Tindakan  Membantu dalam menentukan
jam nyeri akut menurun Observasi status nyeri pasien dan menjadi
dengan kriteria hasil:  Identifikasi lokasi, karateristik, data dasar untuk intervensi dan
Keluhan nyeri menurun durasi, frekuensi, kualitas, monitoring keberhasilan
1. Perasaan takut mengalami intensitas nyeri. intervensi
cedera berulang menurun  Identifikasi skala nyeri  Meningkatkan rasa nyaman
2. Frekuensi Nadi membaik  Identifikasi respon nyeri non verbal dengan mengurangi sensasi
3. Tekanan darah dan pola tekan pada area yang sakit
napas membaik Terapeutik  Hipoksemia lokal dapat
 Berikan teknik nonfarmakologi menyebabkan rasa nyeri dan
untuk mengurangi rasa nyeri peningkatan suplai oksigen pada
 Kontrol lingkungan yang area nyeri dapat membantu
memperberat ras anyeri menurunkan rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
Terapeutik
Edukasi  Pengalihan rasa nyeri dengan
 Jelaskan penyebab, periode, dan cara distraksi dapat
pemicu nyeri meningkatkan respon
 Anjurkan memonitor secara pengeluaran endorphin untuk
mandiri. memutus reseptor rasa nyeri
 Ajarkan teknik nonfarmakologi  Meningkatkan respon aliran
untuk mengurangi rasa nyeri darah pada area nyeri dan
merupakan salah satu metode
pengalihan perhatian
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgesik, Edukasi
Jika perlu  Meningkatkan respon aliran
darah pada area nyeri.
 Mengetahui kapan nyeri terjadi
 Pengalihan rasa nyeri dengan
cara nonfarmakologi.

Kolaborasi
 Mempertahankan kadar obat dan
menghindari puncak periode
nyeri
5. Risiko infeksi Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen Imunisasi/Vaksinasi Manajemen
tindakan keperawatan 1 x 24 Observasi Imunisasi/Vaksinasi
jam tidak terjadi infeksi  Identifikasi riwayat kesehatan dan Observasi
dengan kriteria hasil: riwayat alergi  Risiko infeksi tidak hanya terjadi
1. Tingkat kebersihan tangan  Identifikasi kontraindikasi karena luka terbuka tetapi karena
dan badan meningkat pemberian imunisasi (misa, reaksi kurangnya imunisasi, karena
2. Tidak terjadi kenaikan anafilaksasis terhadap vaksin imunisasi berguna untuk sistem
suhu sebelumnya dan atau sakit parah kekebalan tubuh dan dapat
3. Tidak ada kemerahan dengan atau tanpa demam) menghambat terjadinya infeksi
 Identifikasi status imunisasi setiap  Tanda dan gejala infeksi terdapat
kunjungan ke pelayanan kesehatan ruang kemerahan, eksudat.
Infeksi terjadi karena kurangnya
Terapeutik kebersihan pada daerah luka atau
 Berikan suntikan pada bayi anggota tubuh itu sendiri
dibagian paha anterolateral
 Dokumentasikan informasi Pencegahan Infeksi
vaksinasi (mis, nama produsen, Observasi
tanggal kadaluwarsa)  Tanda dan gejala infeksi yaitu
 Jadwalkan imunisasi pada interval adanya kemerahan di sekiar luka
waktu yang tepat
Terapeutik
Edukasi Jumlah pengunjung yang tidak
 Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi dibatasi akan menyebabkan
yang terjadi, jadwal, dan efek terjadinya infeksi karena kamu
samping tidak mengetahui pengunjung
 Informasikan imunisasi yang yang datang membawa viru atau
diwajibkan pemerintah bakteri yang dapat menyebabkan
 Informasikan imunisasi yang pasien mengalami infeksi
melindungi terhadap penyakit Kebersihan tangan sangat
namun saat ini tidak diwajibkan berpengaruh unruk terjadinya
pemerintah (mis, influenza, infeksi
pneumokokus)
 Informasikan vaksinasi untuk Edukasi
kejadian khusus (mis, rabies, Memberikan edukasi mengenai
tetanus) tanda dan gejala infeksi sangat
 Informasikan pnundaan pemberian penting untuk pasien bisa lebih
imunisasi tidak berarti mengulang menjaga kebersihan dan
jadwal imunisasi kembali kesehatannya
 Informasikan penyedia layanan
Pekan Imunisasi Nasional yang
menyediakan vaksin gratis

Pencegahan Infeksi (I.14539)


Observasi
 Monitor tanda dan gejala infeksi
lokal dan sistemik

Terapeutik
 Batasi jumlah pengunjung
 Berikan perawatan kulit pada area
edema
 Cuci tangan sebekum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptik pada
pasien berisiko tinggi

Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan
cairan

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Barbara c. long (1996), Perawatan Medikal Bedah , Suatu pendekatan Proses


Keperawatan, Yayasan Ikatan Alumni Keperawatan Pajajaran, Bandung
Bulecheck, Gloria M, et al . 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012-2014 (Nanda). Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilyn E, et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning,
Individualizing, and Documenting Client Care 3th Edition . Philadelphia: F. A.
Davis Company
Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI Vol.1,
EGC, Jakarta
Hudak & Gallo. 1997, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI Vol.1.
Jakarta: EGC
Lestari, S. 2010. Hematothoraks. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammdiyah
Yogyakarta. http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=HEMATOTHORAX
Magerman, Y. 2010. Pneumothorax/Hemothorax. Lecturer notes Cape Peninsula
University of Technology Faculty of Health & Wellness Science. Paper 25.
http://dk.cput.ac.za/hw_lnotes/25
Mancini. . 2011. Hemothoraks. http://emedicine.medscape.com/article/2047916-
overview
Sjasuhidajat. R (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta.
Smeltzer SC dan Bare BG. Buku Ajar keperawatan medikal-bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC, 2002.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.Jakarta.
DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:Definisi
Dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta. DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:Definisi
Dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1, Cetakan II. Jakarta. DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai