Oleh:
Prepty Dwi Ariyanti, S.Kep
NIM 192311101014
Laporan Pendahuluan pada pasien dengan Internal Bleeding di Ruang ICU RSD
dr. Soebandi Jember telah disetujui dan disahkan pada:
NIM : 192311101014
Hari :
Tanggal :
FAKULTAS KEPERAWATAN
Mengetahui,
Ns. Erti Ikhtiarini D. M.Kep., Sp.Kep.J Ns. Baskoro Setioputro, S.Kep., M.Kep
NIP 19811028 200604 2 002 NIP 19830505 200812 1 004
Menyetujui,
Wakil Dekan I
NIM : 192311101014
Mahasiswa
PEMBIMBING
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik
Fakultas Keperawatan Ruang ICU
Universitas Jember RSUD dr. Soebandi
1. Rongga Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan. Fungsi – fungsi rongga mulut:
a. Mengerjakan pencernaan pertama dengan jalan mengunyah
b. Untuk berbicara
c. Bila perlu, digunakan untuk bernafas.
Pipi dan bibir
Mengandung otot-otot yang diperlukan dalam proses mengunyah dan
bicara, disebelah luar pipi dan bibir diselimuti oleh kulit dan disebelah
dalam diselimuti oleh selaput lendir (mukosa).
Gigi
Terdapat 2 kelompok yaitu gigi sementara atau gigi susu mulai tumbuh
pada umur 6-7 bulan dan lengkap pada umur 2 ½ tahun jumlahnya 20
buah dan gigi tetap (permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun jumlahnya
32 buah.
Fungsi gigi: gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring untuk
memutuskan makanan yang keras dan liat dan gigi geraham untuk
mengunyah makanan yang sudah dipotong-potong
Bagian lidah yang berperan dalam mengecap rasa makanan adalah
papilla. Papilla ini merupakan bentukan dari saraf-saraf sensorik
(penerima rangsang).
Lidah
Fungsi Lidah:
Untuk membersihkan gigi serta rongga mulut antara pipi dan gigi
Mencampur makanan dengan ludah
Untuk menolak makanan dan minuman kebelakang
Untuk berbicara
Untuk mengecap manis, asin dan pahit
Untuk merasakan dingin dan panas.
Kelenjar ludah
Kelenjar parotis, terletak disebelah bawah dengan daun telinga
diantara otot pengunyah dengan kulit pipi. Cairan ludah hasil
sekresinya dikeluarkan melalui duktus stesen kedalam rongga mulut
melalui satu lubang dihadapannya gigi molar kedua atas. Saliva yang
disekresikan sebanyak 25-35 %.
Kelenjar Sublinguinalis, terletak dibawah lidah salurannya menuju
lantai rongga mulut. Saliva yang disekresikan sebanyak 3-5 %
Kelenjar Submandibularis, terletak lebih belakang dan kesamping dari
kelenjar sublinguinalis. Saluran menuju kelantai rongga mulut
belakang gigi seri pertama. Saliva yang disekresikan sebanyak 60-70
%
2. Faring
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal
dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil
( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit
dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan
antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan
rongga hidung, didepan ruas tulang belakang.
3. Esofagus
Esophagus adalah yang menghubungkan tekak dengan lambung, yg letaknya
dibelakang trakea yg berukuran panjang ± 25 cm dan lebar 2 cm. Fungsi dari
esofagus adalah menghantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung
dan tiap2 ujung esofagus dilindungi oleh suatu spinter yang berperan sebagai
barier terhadap refleks isi lambung kedalam esophagus
4. Gaster
Merupakan organ otot berongga yang besar yang letaknya di rongga perut
atas sebelah kiri.
Fungsi dari lambung:
a. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan oleh
peristaltik lambung dan getah lambung.
b. Getah cerna lambung yang dihasilkan :
Pepsi, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino
(albumin dan peptone)
Asam garam (HCl), fungsinya mengasamkan makanan dan
membuat suasana asam pada pepsinogen menjadi pepsin.
Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan
membentuk kasein dan dari karsinogen (karsinogen dan protein susu)
Lapisan lambung, jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam
lemak yang marangsang sekresi getah lambung.
Fungsi asam lambung sebagai pembunuh kuman atau racun yang masuk
bersama makanan serta untuk mengasamkan makanan agar mudah dicerna.
5. Intestinum minor
Usus halus adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Usus halus terdiri dari tiga bagian
a. Usus dua belas jari (duodenum, 20 cm)
Nama duodenum berasal dari bahasa latin duodenum digitorum, yang
berarti dua belas jari. Duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke (jejunum).
Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas
dan kantung empedu.
b. Usus kosong (jejunum, 2,5 m)
Jejenum berasal dari bahasa laton, jejenus, yang berarti kosong.
Menempati 2/5 sebelah atas dari usus halus. Terjadi pencernaan secara
kimiawi.
c. Usus penyerapan (ileum, 3,6 m)
Ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan ini
memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan
jejunum, dan menempati 3/5 bagian akhir usus halus. Usus halus berfungsi
menyerap sari-sari makanan.
6. Intestinum Mayor
Banyak bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri ini juga
penting untuk fungsi normal dari usus. Fungsi usus besar, terdiri dari :
a. Menyerap air dari makanan
b. Tempat tinggal bakteri E.Coli
c. Tempat feses
Usus besar terdiri dari :
a. Seikum
Sekum (bahasa latin: caecus, "buta") dalam istilah anatomi adalah suatu
kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar.
Di bawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk seperti
cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya ± 6 cm
b. Kolon asendens
Panjang 13 cm dan terletak di abdomen bawah sebelah kanan membujur
ke atas.
c. Kolon transversum
Panjangnya ±38 cm dan terletak Membujur dari kolon asendens sampai
ke kolon desendens
d. Kolon desendens
Panjangnya ±25 cm dan Terletak di abdomen bawah bagian kiri
membujur dari atas ke bawah.
e. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
- Lanjutan dari kolon desendens terletak miring
- Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri
- Bentuknya menyerupai huruf S
- Ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.
7. Rektum
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses
8. Anus
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah
keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan
sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh
otot sphinkter. Fesesdibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air
besar - BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
9. Hepar
- Organ terbesar di dalam tubuh
- Warna coklat kemerahan, beratnya ±1 ½ kg
- Berperan penting dalam metabolism
- Penetralan obat
Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum
merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang.
Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa,
logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual.
Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian
ini.
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat
dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi
otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh,
mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak
Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis
yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat
menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
C. DEFINISI
D. PENYEBAB
1. Trauma
Perdarahan yang disebabkan oleh trauma tumpul atau dengan penetrasi
trauma.
2. Kondisi Patalogis dan Penyakit
Sejumlah kondisi patalogis dan penyakit dapat menyebabkan perdarahan
internal, pembuluh darah pecah akibat tekanan darah tinggi, varises osofagus,
tukak lambung. Penyakit lainnya seperti hepatoma, kanker hati,
trombositopenia, kehamilan ektopik, kista ovarium, defisiensi vitamin K,
hemophilia, dan malaria.
3. Iatrogenik
Perdarahan internal bisa menjadi artefak iatrogenic akibat komplikasi setelah
operasi bedah dan perawatan medis, beberapa efek obat juga dapat
menyebabkan perdarahan internal seperti obat antikoogulan, dan antiplatelet
yang digunakan untuk pengobatan jantung koroner.
G. PERDARAHAN INTRAKRANIAL
Perdarahan dapat terjadi diantara tengkorak dan durameter (jaringan fibrous
penutup otak), diantara durameter dan arachnoid, atau langsung dalam jaringan
otak itu sendiri.
Berikut ini beberapa macam perdarahan pada cedera kepala :
1. Hematom epidural akut
Cedera ini sering disebabkan oleh robeknya arteri meninga media yang
berjalan disepanjang region temporal. Cedera arteri sering disebabkan oleh
fraktur tengkorak linear di region temporal atau parietal. Akibat dari
cidera arteri (walaupun mungkin juga terjadi perdarahan vena dari salah
satu sinus durameter), perdarahan dan peningkatan TIK dapat berlangsung
dengan cepat sehingga kematian dapat segera terjadi. Gejala hematoma
epidural akut meliputi riwayat trauma kepala dengan kehilangan
kesadaran sesaat diikuti satu periode dimana penderita sadar dan koheren.
Setelah beberapa menit hingga beberapa jam timbul tanda-tanda
peningkatan tekanan intracranial (muntah, nyeri kepala, perubahan status
kesadaran) kemudian menjadi tidak sadar dan terjadi kelumpuhan
kolateral dari tempat cedera kepala. Sering terjadi dilatasi dan tidak ada
respon terhadap cahaya dari pupil pada sisi cedera kepala. Hal ini biasanya
dengan cepat diikuti oleh kematian.
2. Hematom Subdural Akut
Hematom subdural akut terjadi akibat perdarahan diantara durameter
dan arachnoid yang berhubungan dengan cedera jaringan otak
dibawahnya. Karena perdarahan berasal dari vena, tekanan intracranial
meningkat lebih lambat dan baru terdiagnosa beberapa jam atau hari
setelah kejadian cedera. Tanda dan gejalanya meliputi : nyeri kepala,
fluktuasi tingkat kesadaran, dan tanda neurologis fokal (kelemahan satu
sisi tubuh, penurunan reflex tondon dalam, bicara yang tidak jelas dan
melantur).
3. Perdarahan intraserebral
Merupakan perdarahan yang terjadi dalam jaringan otak. Perdarahan
intraserebral pada trauma terjadi akibat trauma tumpul atau trauma tembus
pada kepala. Disisi lain, pembedahan tidak banyak menolong,. Tanda dan
gejala tergantung lokasi kerusakan dan beratnya cedera. Gejala yang
muncul mirip dengan gejala pada stroke.
H. PERDARAHAN INTRATHORAK
Tauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding
thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999). Trauma
thorak adalah trauma yang terjadi pada toraks yang menimbulkan kelainan pada
organ-organ didalam toraks.
Hemothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura. Perdarahan mungkin
berasal dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar
(Mancini, 2011).
I. ETIOLOGI
Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada
paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada
dada juga dapat menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh darah
internal (Mancini, 2011). Menurut Magerman (2010) penyebab hematothoraks
antara lain :
J. KLASIFIKASI
Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3 golongan,
yaitu:
1. Hematothoraks ringan
Jumlah darah kurang dari 400 cc
Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks
Perkusi pekak sampai iga IX
2. Hematothoraks sedang
Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
Perkusi pekak sampai iga VI
3. Hematothoraks berat
Jumlah darah lebih dari 2000 cc
35% tertutup bayangan pada foto thoraks
Perkusi pekak sampai iga IV
K. MANIFESTASI KLINIK
Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah di
dinding dada. Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi,
sianosis, takipnea berat, takikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti
dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung (Hudak & Gallo, 1997).
Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat simptomatik
namun dapat juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan
hemothoraks yang sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien akan
menunjukan symptom, diantaranya:
Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada
Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat, dan akral
dingin
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ TD ↓
- Kehilangan banyak darah vasokonstriksi perifer pewarnaan kulit oleh
darah berkurang
Tachycardia
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ hipoksia
kompensasi tubuh takikardia
Dyspnea
- Adanya darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura
pengembangan paru terhambat pertukaran udara tidak adekuat sesak
napas.
- Darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura pengembangan
paru terhambat pertukaran udara tidak adekuat kompensasi tubuh
takipneu dan peningkatan usaha bernapas sesak napas.
Hypoxemia
- Hemotoraks paru sulit mengembang kerja paru terganggu kadar
O2 dalam darah ↓
Takipneu
- Akumulasi darah pada pleura hambatan pernapasan reaksi tubuh
meningkatkan usaha napas takipneu.
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ hipoksia
kompensasi tubuh takipneu.
Anemia
Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena.
- Akumulasi darah yang banyak menekan struktur sekitar mendorong
trakea ke arah kontralateral.
Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical).
Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena
- Suara napas adalah suara yang terdenger akibat udara yang keluar dan
masuk paru saat bernapas. Adanya darah dalam rongga pleura
pertukaran udara tidak berjalan baik suara napas berkurang atau hilang.
Dullness pada perkusi (perkusi pekak)
- Akumulasi darah pada rongga pleura suara pekak saat diperkusi (Suara
pekak timbul akibat carian atau massa padat).
Adanya krepitasi saat palpasi.
L. PATOFISIOLOGI
Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara
pleura viseralisdan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul
atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran serosa
pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini
akan mengakibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan
menyebabkan penekanan pada paru.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria
interna. Rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien
hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya
perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di
dalam rongga toraks.
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua
gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area
utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan
oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan dan
kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang pria
70-kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.
Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan gejala
awal syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan tekanan darah).
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk
terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena
rongga pleura seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah,
perdarahan dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan
ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka
pada dinding dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan
pasien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea.
Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu tertentu
bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat
keparahan cedera, dan cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax
berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk
penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk
menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan
utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru,
dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat
defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa
jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura
dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan
pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik
tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan
jaringan sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura.
Dengan cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang
menjadi besar dan gejala efusi pleura berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari
hemothorax adalah empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi
bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar,
hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis.
Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax
yang terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral.
Proses adhesive ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah
dari berkembang sepenuhnya.
Hemotoraks traumatik
trauma laserasi pembuluh darah atau struktur parenkim paru perdarahan
darah berakumulasi di rongga pleura hemotoraks.
M. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X dada
Menunjukkan akumulasi cairan pada area
pleura
Dapat menunjukkan penyimpangan struktur
mediastinal (jantung)
2. GDA
Tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik
pernapasan, dan kemampuan mengkompensasi
PaCO2 mungkin normal atau menurun
Saturasi oksigen biasanya menurun
3. Torasentesis
Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (hemothoraks)
4. Full blood count
Hb menurun
Hematokrit menurun
N. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan
pendarahan, dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura.
Penanganan pada hemothoraks adalah:
1. Resusitasi cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah yang
dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan
infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian
pemnberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga
pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk
autotranfusi. Bersamaan dengan pemberian infus dipasang pula chest tube
(WSD)
Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar darah pada toraks
dapat cepat keluar sehingga tidak membeku di dalam pleura. Hemotoraks
akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di terapi
dengan chest tube kaliber besar. Chest tube tersebut akan mengeluarkan
darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di
dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah
selanjutnya.
WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi WSD
sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural.
O. CLINICAL PATHWAY
Edukasi
Jelaskan tandan dan gejala infeksi
Anjurkan mengonsumsi makan
tinggi kalium dan protein
Ajarkan prosedur perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi
Kolaborasi prosedur
debridement(mis: enzimatik
biologis mekanis,autolotik), jika
perlu
Kolaborasi pemberian antibiotik,
jika perlu
3. Pola napas tidak Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas (I.01011) Manajemen Jalan Napas
efektif tindakan keperawatan 1 x 3 Observasi Observasi
jam pola napas tidak efektif Monitor pola napas (frekuensi, Pola napas biasanya terdapat
menurun dengan kriteria kedalaman, usaha napas) sumbatan atau bunyi tambahan
hasil: Monitor bunyi napas tambahan saat bernafas (wheezing)
1. Sesak nafas berkurang (mis, gurgling, mengi, wheezing,, Jumlah, warna, dann aroma
2. Tidak ada bunyi nafas ronkhi kering) sputum berpengaruh karena
tambahan Monitor sputum (jumlah, warna, warna sputum kuning terdapat
aroma) bakteri atau virus. Warna sputum
menandakan bahwa tubuh
Terapeutik sedang melawan infeksi virus
Pertahankan kepatenan jalan napas atau bakteri. Perubahan warna
dengan head-tilt dan chin lift (jaw- tersebut sebenarnya berasal dari
thrust jika curiga trauma servikal) sel-sel darah putih yang dikenal
Posisikan semi-Fowler atau Fowler sebagai neutrofil yang
Berikan minum hangat diproduksi oleh sistem kekebalan
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu tubuh ke daerah infeksi
Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik Terapeutik
Lakukan hiperoksigenasi sebelum Memposisikan pasien dengan
penghisapan endrotrakeal semi fowler atau fowler untuk
Keluarkan sumbatan benda padat mencegah terjadinya sesak nafas
dengan forsep McGill atau memberikan jalan napas
dengan melakukan jaw-thrust
Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Edukasi
Batuk efektif untuk
Anjurkan asupan cairan 2000
mengeluarkan sputum yang
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
menjadi hambatan jalannya
Ajarkan teknik batuk efektif
pernafasan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Terapeutik
Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
4. Nyeri akut Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238) Observasi
tindakan keperawatan 1 x 3 Tindakan Membantu dalam menentukan
jam nyeri akut menurun Observasi status nyeri pasien dan menjadi
dengan kriteria hasil: Identifikasi lokasi, karateristik, data dasar untuk intervensi dan
Keluhan nyeri menurun durasi, frekuensi, kualitas, monitoring keberhasilan
1. Perasaan takut mengalami intensitas nyeri. intervensi
cedera berulang menurun Identifikasi skala nyeri Meningkatkan rasa nyaman
2. Frekuensi Nadi membaik Identifikasi respon nyeri non verbal dengan mengurangi sensasi
3. Tekanan darah dan pola tekan pada area yang sakit
napas membaik Terapeutik Hipoksemia lokal dapat
Berikan teknik nonfarmakologi menyebabkan rasa nyeri dan
untuk mengurangi rasa nyeri peningkatan suplai oksigen pada
Kontrol lingkungan yang area nyeri dapat membantu
memperberat ras anyeri menurunkan rasa nyeri
Fasilitasi istirahat dan tidur
Terapeutik
Edukasi Pengalihan rasa nyeri dengan
Jelaskan penyebab, periode, dan cara distraksi dapat
pemicu nyeri meningkatkan respon
Anjurkan memonitor secara pengeluaran endorphin untuk
mandiri. memutus reseptor rasa nyeri
Ajarkan teknik nonfarmakologi Meningkatkan respon aliran
untuk mengurangi rasa nyeri darah pada area nyeri dan
merupakan salah satu metode
pengalihan perhatian
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgesik, Edukasi
Jika perlu Meningkatkan respon aliran
darah pada area nyeri.
Mengetahui kapan nyeri terjadi
Pengalihan rasa nyeri dengan
cara nonfarmakologi.
Kolaborasi
Mempertahankan kadar obat dan
menghindari puncak periode
nyeri
5. Risiko infeksi Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen Imunisasi/Vaksinasi Manajemen
tindakan keperawatan 1 x 24 Observasi Imunisasi/Vaksinasi
jam tidak terjadi infeksi Identifikasi riwayat kesehatan dan Observasi
dengan kriteria hasil: riwayat alergi Risiko infeksi tidak hanya terjadi
1. Tingkat kebersihan tangan Identifikasi kontraindikasi karena luka terbuka tetapi karena
dan badan meningkat pemberian imunisasi (misa, reaksi kurangnya imunisasi, karena
2. Tidak terjadi kenaikan anafilaksasis terhadap vaksin imunisasi berguna untuk sistem
suhu sebelumnya dan atau sakit parah kekebalan tubuh dan dapat
3. Tidak ada kemerahan dengan atau tanpa demam) menghambat terjadinya infeksi
Identifikasi status imunisasi setiap Tanda dan gejala infeksi terdapat
kunjungan ke pelayanan kesehatan ruang kemerahan, eksudat.
Infeksi terjadi karena kurangnya
Terapeutik kebersihan pada daerah luka atau
Berikan suntikan pada bayi anggota tubuh itu sendiri
dibagian paha anterolateral
Dokumentasikan informasi Pencegahan Infeksi
vaksinasi (mis, nama produsen, Observasi
tanggal kadaluwarsa) Tanda dan gejala infeksi yaitu
Jadwalkan imunisasi pada interval adanya kemerahan di sekiar luka
waktu yang tepat
Terapeutik
Edukasi Jumlah pengunjung yang tidak
Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi dibatasi akan menyebabkan
yang terjadi, jadwal, dan efek terjadinya infeksi karena kamu
samping tidak mengetahui pengunjung
Informasikan imunisasi yang yang datang membawa viru atau
diwajibkan pemerintah bakteri yang dapat menyebabkan
Informasikan imunisasi yang pasien mengalami infeksi
melindungi terhadap penyakit Kebersihan tangan sangat
namun saat ini tidak diwajibkan berpengaruh unruk terjadinya
pemerintah (mis, influenza, infeksi
pneumokokus)
Informasikan vaksinasi untuk Edukasi
kejadian khusus (mis, rabies, Memberikan edukasi mengenai
tetanus) tanda dan gejala infeksi sangat
Informasikan pnundaan pemberian penting untuk pasien bisa lebih
imunisasi tidak berarti mengulang menjaga kebersihan dan
jadwal imunisasi kembali kesehatannya
Informasikan penyedia layanan
Pekan Imunisasi Nasional yang
menyediakan vaksin gratis
Terapeutik
Batasi jumlah pengunjung
Berikan perawatan kulit pada area
edema
Cuci tangan sebekum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
Pertahankan teknik aseptik pada
pasien berisiko tinggi
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
Ajarkan etika batuk
Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:Definisi
Dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta. DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:Definisi
Dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1, Cetakan II. Jakarta. DPP PPNI