OLEH:
NIM 190110563
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II
(Perceptor RS) ( Akademik KMB III)
i
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................iv
A. LAPORAN PENDAHULUAN.................................................................1
2. AMOEBIASIS..............................................................................................7
1) Pengertian..................................................................................................7
3) Distribusi Geografik..................................................................................9
6) Diagnosa..................................................................................................11
7) Pengobatan..............................................................................................12
8) Pencegahan..............................................................................................12
9) Pemeriksaan Laboratorium.....................................................................12
3. DIARE........................................................................................................13
1) Pengertian................................................................................................13
2) Klasifikasi................................................................................................14
3) Penyebab.................................................................................................14
4) Patofisiologi............................................................................................17
ii
5) Manifestasi Klinis...................................................................................22
6) Pemeriksaan Penunjang...........................................................................22
7) Penanganan..............................................................................................23
8) Komplikasi..............................................................................................23
9) Penatalaksanaan......................................................................................24
1) Pengkajian...................................................................................................26
2) Pemeriksaan Fisik.......................................................................................28
3) Pemeriksaan diagnostik..............................................................................30
4) Diagnosa Keperawatan...............................................................................31
5) Rencana Keperawatan.................................................................................32
6) Pelaksanaan Keperawatan...........................................................................44
7) Evaluasi.......................................................................................................45
1) Pengkajian...............................................................................................45
3) Diagnosa Keperawatan...............................................................................56
5) Implementasi Keperawatan.........................................................................63
6) Evaluasi.......................................................................................................68
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karuniaNya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan tentang “AMOEBIASIS.”
Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing Profesi NERS
dan perseptor di Rumah Sakit Panti Nirmala yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan kami tentang asuhan keperawatan anak.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam pembuatan makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
iv
v
A. LAPORAN PENDAHULUAN
1. ANATOMI dan FISIOLOGI SALURAN PENCERNAAN
Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut
1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut
merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan masuk
untuk system pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari mulut
1
dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang
asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri
bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah
secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara
otomatis.
1. Tenggorokan (Faring)
lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak
disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang
dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari
bagian superior yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung, bagian media
yaitu bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian
yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada
2
telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai
1. Kerongkongan (Esofagus)
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut
histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian superior (sebagian
besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot
2. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu
lendir, asam klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan
protein). Lendir melindungi sel – sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung dan asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
3
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus)
mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari
memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu
usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus
penyerapan (ileum).
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat
sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu
4
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di
antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum).
Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-
2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili),
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus
5
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.
rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi,
yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja
terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan
terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan
keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami
6
permukaan tubuh (kulit) dan Sebagian lannya dari usus. Pembukaan
dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari
2. AMOEBIASIS
1) Pengertian
Amoebiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya Entamoeba
histolytica dengan atau tanpa manifestasi klinik, dan disebut juga sebagai
penyakit bawaan makanan (Food Diseases) (Rasmaliah, 2003). Entamoeba
histolytica juga dapat menyebabkan penyakit dysentry Amoeba. Penyebaran
penyakit ini lebih banyak dijumpai di daerah tropis dan subtropis, terutama
pada daerah yang tingkat perekonomiannya rendah serta buruknya sistem
sanitasi. Penyakit ini sering ditemukan di tempat-tempat pelayanan umum
seperti penjara, rumah sosial, dan rumah sakit jiwa (Salah, Hadi, Magdi,
Ameer, & Gunnar, 2015).
Sumber infeksi terutama „carrier’ yakni penderita amebiasis tanpa
gejala klinis yang dapat bertahan lama mengeluarkan kista dalam jumlah
ratusan ribu per hari. Kista-kista tersebut mampu bertahan lama diluar
tubuh, serta dapat menginfeksi manusia melalui saluran air yang buruk.
Aliran air yang melalui tumbuhan seperti sayuran dan buah-buahan dapat
menyebabkan penyakit terhadap orang-orang yang mengonsumsinya.
Berikut beberapa masalah yang kerap mengakibatkan infeksi amebiasis:
a. Penyediaan air bersih dan sumber air sering tercemar.
b. Tidak tersedianya jamban mengakibatkan orang-orang buang air
besar sembarangan yang akan di hinggapi oleh lalat atau kecoak.
c. Tempat pembuangan sampah yang buruk dapat menjadi tempat
perkembangbiakan lalat yang menjadi faktor mekanik infeksi
amoeba.
Amoebiasis adalah penyebab yang umum dari diare kronik maupun
diare akut. Pengertian dari diare akut sendiri yaitu diare yang menetap lebih
dari 3-5 hari yang disertai oleh nyeri perut, kram perut, demam tidak begitu
7
tinggi, nyeri pada buang air besar, dan faeses berupa darah disertai lendir.
Sedangkan diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari tiga
minggu, penanganan diare kronik bersifat lebih kompleks dan menyeluruh
dibandingkan diare akut dan mengharuskan rujukan kepada dokter ahli,
penderita juga dapat mengalami kesukaran buang air besar (konstipasi)
( T.Declan Wash, 1997 )
2) Sifat-sifat yang khas pada disentri amoeba :
a. Volume tinja pada setiap kali buang air besar pada disentri amoeba
lebih banyak
b. Bau tinja yang menyengat
c. Warna tinja umumnya merah tua dengan darah dan lendir
tampak bercampur dengan tinja ( Soedarto, 1990 )
a) Entamoeba histolytica
Diuraikan pertama kali oleh Losch, di Rusia ( 1875 ), dari tinja seseorang
yang terkena disentri. Organisme ini ditemukan di ulkus usus besar manusia.
Namun Losch tidak bisa membuktikan adanya hubungan kausal antara
parasit ini dengan kelainan ulkus usus tersebut (Garcia, Lynne S, 2002)
Entamoeba histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai
komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan
dapat berubah menjadi patogen (membentuk koloni di dinding usus,
menembus dinding usus menimbulkan ulserasi) dan menyebabkan disentri
amoeba.
Insiden tertinggi disentri amoeba ditemukan pada anak-anak usia 1-5 tahun.
Disentri amoeba ditularkan lewat fekal oral, baik secara langsung melalui
tangan, maupun tidak langusng melalui air minum atau makanan yang
tercemar. Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista
amoeba. Laju infeksi yang tinggi didapat di tempat-tempat penampungan anak
cacat atau pengungsi dan di negara sedang berkembang dengan sanitasi
lingkungan hidup yang jelek. Di negara beriklim tropis banyak didapatkan
strain patogen dibanding di negara maju yang beriklim sedang. Kemungkinan
faktor diet rendah protein disamping perbedaan strain amoeba memegang
peranan. Di Indonesia diperkirakan insidennya cukup tinggi. Penularan dapat
terjadi lewat beberapa cara, misalnya : pencemaran air minum, pupuk kotoran
8
manusia, vektor lalat dan kecoa, dan kontak langsung, seksual kontak oral-anal
pada homoseksual. Penyakit ini cenderung endemik, jarang menimbulkan
epidemi. Epidemi sering terjadi lewat air minum yang tercemar.
3) Distribusi Geografik
Amoebiasis terdapat di seluruh dunia, lebih sering di daerah tropis ataupun
subtropis. Namun di frekuensi dingin dengan keadaan sanitasi buruk,
frekuensi penyakitnya setara dengan di daerah tropis (
www.pubmed.gov )
4) Morfologi dan Siklus Hidup
Siklus hidup E. histolytica ini sangat sederhana, dimana parasit ini
di dalam usus besar akan memperbanyak diri. Dari sebuah kista akan
terbentuk 8 trofozoit yang apabila tinja dalam usus besarnya padat,
maka trofozoit akan langsung menjadi kista dan dikeluarkan bersama
tinja. Sementara apabila cair, pembentukan kista akan terjadi di luar
tubuh.
Dalam siklus hidupnya, Entamoeba histolytica mempunyai 3 stadium, yaitu:
a. Bentuk histolitika
Bentuk histolitika dan minuta merupakan bentuk trofozoit. Perbedaan dari kedua
bentuk trofozoit tersebut yaitu bentuk histolitika bersifat patogen dan berukuran
lebih besar dari minuta. Bentuk histolitika berukuran 20-40 mikron, mempunyai
inti entamoeba yang terdapat di dalam endoplasma. Pergerakan bentuk histolitika
dengan pseudopodium yang dibentuk dari ektoplasma. Bentuk histolitika ini dapat
hidup di jaringan usus besar, hati, paru, otak, kulit, dan vagina.
b. Bentuk minuta
Bentuk minuta adalah bentuk pokok. Tanpa bentuk minuta daur hidup tidak
dapat berlangsung. Bentuk minuta berukuran 10-20 mikron. Inti
entamoeba terdapat di endoplasma yang berbutir-butir.
c. Bentuk kista
Bentuk kista dibentuk dirongga usus besar. Bentuk kista
berukuran 10-20 mikron, berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai
9
dinding kista dan ada inti entamoeba. Bentuk kista ini tidak patogen,
tetapi dapat merupakan bentuk infektif. Jadi, Entamoeba histolytica
tidak selalu menyebabkan penyakit (Gracia,Lynne S. 2002).
b). Infeksi
Bila kista matang tertelan, kista tersebut sampai di lambung
dengan keadaan utuh karena dinding kista tahan terhadap asam
lambung. Namun pada pH netral atau alkali, organisme dalam kista
akan aktif, untuk kemudian berkembang menjadi 4 stadium trofozoit
metakistik. Stadium ini kemudian berkembang lebih lanjut menjadi
trofozoit di dalam usus besar. Di rongga usus halus dinding kista
dihancurkan, terjadi eksistasi dan keluarlah bentuk-bentuk minuta yang
masuk ke rongga usus besar. Bentuk minuta dapat berubah menjadi
bentuk histolitika yang patogen dan hidup di mukosa usus besar dan
dapat menimbulkan gejala. Dengan aliran darah, bentuk histolitika
dapat tersebar ke hati, paru dan otak ( L.A,Juni Prianto, 2004 ).
5) Patologi dan Gejala Klinis
Cara kerjanya yaitu sebagai berikut : Bentuk histolitika memasuki
mukosa usus besar yang utuh dan mengeluarkan enzim yang dapat
menghancurkan jaringan. Enzim ini yaitu cystein proteinase yang
disebut histolisin. Lalu bentuk histolitika masuk ke submukosa dengan
menembus lapisan muskularis mukosae. Di submukosa ini, bentuk
histolitika akan membuat kerusakan yang lebih besar daripada di
mukosa usus. Akibatnya terjadi luka yang disebut ulkus amoeba. Bila
terdapat infeksi sekunder,maka terjadi peradangan. Proses ini dapat
meluas di submukosa bahkan sampai sepanjang sumbu usus. Bentuk
histolitika banyak ditemukan di dasar dan dinding ulkus. Dengan
peristaltis usus, bentuk ini dikeluarkan bersama isi ulkus rongga usus
kemudian menyerang lagi mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan
bersama tinja. Tinja ini disebut disentri, yaitu tinja yang bercampur
lendir dan darah.
Tempat yang sering dihinggapi (predileksi) adalah sekum, rektum,
sigmoid. Seluruh kolon dan rektum akan dihinggapi apabila infeksi
10
sudah berat.
Disentri amoeba merupakan bentuk dari amoebiasis. Gejala yaitu :
buang air besar berisi darah atau lendir, sakit perut, hilangnya
selera makan, turun berat badan, demam, dan rasa dingin. Yang
adakalanya, infeksi / peradangan dapat menyebar sampai ke bagian
lain badan dan menyebabkan suatu bisul seperti amoba. Salah satu
dari organ/bagian badan yang paling sering terpengaruh adalah
hati. Ini dikenal sebagai hepatic amoebiasis ( Gandahusada S, 2000
)
11
(mules). Biasanya gejala diare berlangsung tidak lebih dari 10 kali
sehari. Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan manamukan
Entamoeba histolytica bentuk histolitika dalam tinja.
2). Amoebiasis Kolon Menahun
Amoebiasis kolon menahun biasanya terdapat gejala diare
yang ringan diselingi dengan obstipasi. Diagnosis laboratorium
ditegakkan dengan menemukan Entamoeba histolytica bentuk
histolitika dalam tinja. Bila amoeba tidak ditemukan, pemeriksaan
tinja perlu diulang 3 hari berturut-turut. Reaksi serologi perlu
dilakukan untuk menunjang diagnosis.
12
bentuk histolitika. Efek samping dan efek toksiknya bersifat ringan,
antara lain mual, muntah, diare, dan sakit kepala. Dosis untuk orang
dewasa adalah 1 gr sehari selama 2 hari, kemudian 500 mg sehari
selama 2-3 minggu. Obat ini juga efektif terhadap amoebiasis hati
(Gandahusada Srisasi, 2000).
8) Pencegahan
Kebersihan perorangan antara lain mencuci tangan dengan
bersih secara menyeluruh menggunakan sabun dan air panas
setelah mencuci anus dan sebelum maka. Menghindari berbagai
handuk atau kain wajah.Kebersihan lingkungan antara lain
memasak air minum sampai mendidih sebelum diminum, mencuci
sayuran atau memasaknya sebelum dimakan, buang air besar di
jamban, tidak menggunakan tinja manusia untuk pupuk, menutup
dengan baik makanan yang dihidangkan, membuang sampah di
tempat sampah yang ditutup untuk menghindari lalat
( Gandahusada Srisasi, 2000 ).
9) Pemeriksaan Laboratorium
1). Pemeriksaan tinja makroskopis dan mikroskopis. Diagnosis
pasti dapat ditegakkan bila ditemukan trofozoid motil yang
mengandung eritrosit dari sampel tinja segar yang diperiksa 30
menit sejak keluar
2). Pemeriksaan kadar ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
3). Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium,
kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare
yang disertai kejang).
13
malasorbsi lemak.
7). Pemeriksaan volume tinja 24 jam: volume lebih dari
500ml/hari jarang ditemukan pada sindrom usus iritabel.
3. DIARE
1) Pengertian
Diare merupakan gangguan buang air besar atau BAB ditandai dengan
BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat
disertai dengan darah dan atau lender (Riskesdas, 2013).
1. Diare akut merupakan penyebab utama keadaan sakit pada anak-anak balita.
Diare akut didefenisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tiba-
tiba frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agen infeksius dalam
traktus GI. Diare akut biasanya sembuh sendiri (berlangsung kurang dari 14
hari) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi.
Diare infeksius akut (Gastroenteritis Infeksiosa) dapat disebabkan oleh virus,
bakteri dan parasit yang patogen.
2. Diare kronis sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan
kandungan air dalam feses dengan (lamanya sakit lebih dari 14 hari). Kerap
kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorbsi,
penyakit inflamasi usus, defisiensi kekebalan, alergi makan, intoleransi
laktosa, atau diare nonspesifik yang kronis, atau sebagai akibat dari
14
penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai.
3. Diare intraktabel pada bayi merupakan sindrom yang terjadi pada bayi dalam
usia beberapa minggu pertama serta berlangsung lebih lama dari 2 minggu
tanpa ditemukannya mikroorganisme patogen sebagai penyebab dan bersifat
resisten atau membandel terhadap terapi. Penyebab yang paling sering adalah
diare infeksius akut yang tidak ditangani secara memadai.
4. Diare kronis nonspesifik, yang juga dikenal dengan istilah kolon iritabel Pada
anak atau diare todler, merupakan penyebab diare kronis yang sering dijumpai
pada anak-anak yang berusia 6 hingga 54 minggu. Anak-anak ini
memperlihatkan feses yang lembek yang sering disertai partikel makanan
yang tidak tercerna, dan lamanya diare melebihi 2 minggu. Anak-anak yang
menderita diare kronis nonspesifik ini akan tumbuh secara normal dan pada
anak-anak ini tidak terdapat gejala malnutrisi dan tidak ada darah dalam
fesesnya serta tidak tampak infeksi enterik.
3) Penyebab
Penyebab infeksius dari diare akut ,menurut Wong (2008), yaitu :
1). Agens virus
a. Rotavirus, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan mengalami demam (38ºC
atau lebih tinggi), nausea atau vomitus, nyeri abdomen, disertai infeksi
saluran pernapasan atas dan diare dapat berlangsung lebih dari 1
minggu. Biasanya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan, sedangkan pada
anak terjadi di usia lebih
dari 3 tahun.
16
3) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,
Strongyloides); protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis); jamur (Candida albicans)
b. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti:
otitis media akut (OMA) , tonsilitis/ tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur di bawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa
dan sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering
(intoleransi laktosa).
2) Malabsorbsi lemak.
3) Malabsorbsi protein.
3. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak
yang lebih besar).
Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat meningkatan resiko terjadinya
diare, yaitu :
a. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama dari
kehidupan.
b. Menggunakan botol susu.
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
d. Air minum tercemar dengan bakteri tinja.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja,
atau sebelum menjamaah makanan.
4) Patofisiologi
Menurut Muttaqin & Sari (2011) secara umum kondisi
peradangan pada gastrointestinal disebabkan oleh infeksi dengan
melakukan invasi pada mukosa, memproduksi enterotoksin dan atau
memproduksi sitotoksin. Mekanisme ini menghasilkan peningkatan
17
sekresi cairan atau menurunkan absorpsi cairan sehingga akan terjadi
dehidrasi dan hilangnya nutrisi dan elektrolit.
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare meliputi hal-hal sebagai
berikut:
18
agen bakteri (seperti E. Coli dan Vibrio cholera) akan memberikan
efek lansung dalam peningkatan pengeluaran sekresi air ke dalam
lumen gastrointestinal. Beberapa agen bakteri bisa memproduksi
sitotoksin (seperti Shigella dysenteriae, vibrio parahaemolyticus,
clostridium difficilr, enterohemorrhagic E. Coli) yang menghasilkan
kerusakan sel-sel yang terinflamasi. Invasi enterosit dilakukan
beberapa miktoba seperti Shigella, organisme campylobacter, dan
enterovasif E. Coli yang menyebabkan terjadinya destruksi, serta
inflamasi.
Pada manifestasi lanjut dari diare dan hilangnya cairan,
elektrolit mamberikan manifestasi pada ketidakseimbangan asam basa
dan gangguan sirkulasi yaitu terjadinya gangguan keseimbangan asama
basa (metabolik asidosis). Hal ini terjadi karena kehilangan Na-
bikarbonat bersama feses. Metabolisme lemak tidak sempurna
sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh dan terjadinya
penimbunan asam laktat karena adanya anoreksia jaringan. Produk
metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya
pemindahan ion Na dari cairan eksraseluler ke dalam cairan
intraseluler.
Respon patologis penting dari gastroenteritis dengan diare berat
adalah dehidra, pemahaman perawat sangatlah penting mengenai
bagaimana patofisiogi dehidrasi dapat membantu dalam menyusun
rencana intervensi sesuai kondisi individu. Dehidrasi adalah suatu
gangguan dalam keseimbangan air yang disebabkan output melebihi
intake sehingga jumlah air pada tubuh berkurang. Meskipun yang
hilang adalah cairan tubuh, tetapi dehidrasi juga disertai gangguan
elektrolit. Dehidrasi dapat terjadi karena kekurangan air (water
deflection), kekurangan natrium (sodium defletion), serta kekurangan
air dan natrium secara bersama-sama.
Kekurangan air atau dehidrasi primer (water deflection): pada
peradangan gastroenteritis, fungsi usus besar dalam melakukan
19
absorpsi cairan terganggu sehingga masuknya air sangat terbatas.
Gejala-gejala khas pada dehidrasi primer adalah haus, saliva sedikit
sekali sehingga mulut kering, oliguria sampai anuri, sangat lemah,
serta timbulnya gangguan mental seperti halusinasi dan delirium. Pada
stadium awal kekurangan cairan, ion natrium dan klorida ikut
menghilang dengan cairan tubuh, tetapi akhirnya terjadi reabsorpsi ion
melalui tubulus ginjal yang berlebihan sehingga cairan ekstrasel
mengandung natrium dan klor berlebihan, serta terjadi hipertoni. Hal
ini menyebabkan air keluar dari sel sehingga terjadi dehidrasi intasel,
inilah yang menimbulkan rasa haus. Selain itu, terjadi perangsangan
pada hipofisis yang kemudian melepaskan hormon antidiuretik
sehingga terjadi oliguria.
Dehidrasi sekunder (sodium depletion). Pada gastroenteritis,
dehidrasi sekunder merupakan dehidrasi yang terjadi karena tubuh
kehilangan cairan tubuh yang mengandung elektrolit. Kekurangan
natrium sering terjadi akibat keluarnya cairan melalui saluran
pencernaan pada keadaan muntah-muntah dan diare yang hebat. Akibat
dari kekurangan natrium terjadi hipotoni ekstrasel sehingga tekanan
osmotik menurun. Hal ini menghambat dikeluarkan hormon
antidiuretik sehingga ginjal mengeluarkan air agar tercapai konsentrasi
cairan ekstrasel yang normal. Akibatnya volume plasma dan cairan
interstisial menurun. Selain itu, karena terdapat hipotoni ekstrasel, air
akan masuk ke dalam sel. Gejala-gejala dehidrasi sekunder adalah
nausea, muntah-muntah, sakit kepala, serta perasaan lesu dal lelah.
Akibat turunnya volume darah, maka curah jantung pun menurun
sehingga tekanan darah juga menurun dan filtrasi glomerulos menurun,
kemudian menyebabkan terjadinya penimbunan nitrogen yang akan
meningkatkan risiko gangguan kesimbangan asam basa dan
hemokonsentrasi. Diare dengan dehidrasi berat dapat mengakibatkan
renjatan (syok) hipovolemik. Syok adalah suatu keadaan yang
disebabkan oleh defisien sirkulasi akibat disparitas
(ketidakseimbangan) antara volume darah dan ruang vascular. Faktor
20
yang menyebabkan ketidakseimbangan ini adalah bertambahnya
kapasitas ruang susunan vascular dan berkurangnya volume darah.
Syok dibagi dalam syok primer dan syok sekunder. Pada syok primer
terjadi defisiensi sirkulasi akibat ruang vascular membesar karena
vasodilatasi. Ruang vaskular yang membesar mengakibatkan darah
seolah- olah ditarik dan sirkulasi umum dan segera masuk ke dalam
kapiler dan venula alat-alat dalam (visera). Pada syok sekunder terjadi
gangguan keseimbangan cairan yang menyebabkan defisiensi sirkulasi
perifer disertai jumlah volume darah yang menurun, aliran darah yang
kurang, serta hemokosentrasi dan fungsi ginjal yang terganggu.
Sirkulasi yang kurang tidak langsung terjadi setelah adanya kena
serangan/kerusakan, tetapi baru beberapa waktu sesudahnya, oleh
karena itu disebut syok sekunder atau delayed shock. Gejala-gejalanya
adalah rasa lesu dan lemas, kulit yang basah, kolaps vena terutama
vena-vena supervisial, pernapasan dangkal, nadi cepat dan lemah,
tekanan darah yang rendah, oliguria, dan terkadang disertai muntah.
Faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas pada gastroenteritis
adalah karena volume darah berkurang akibat permeabilitas yang
bertambah secara menyeluruh. Hal ini membuat cairan keluar dari
pembuluh-pembuluh dan kemudian masuk ke dalam jaringan sehingga
terjadi pengentalan (hemokonsentarsi) darah.
21
PATOFISIOLOGI DIARE
22
23
5) Manifestasi Klinis
Menurut Kusuma (2016) Manifestasi klinis dapat di jadikan dua yaitu
diare akut dan diare kronis:
1). Diare akut
a) Buang air besar encer, gas-gas dalam perut, rasa tidak enak dan nyeri
perut
b) Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut
c) Demam biasanya dalam menanggapi infeksi seperti virus atau infeksi
bakteri atau peradangan karena penyakit
2). Diare kronik
a) Penurunan berat badan dan napsu makan
b) Demam biasanya dalam menanggapi infeksi seperti virus atau infeksi
bakteri atau peradangan karena penyakit
c) Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah
6) Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien yang dengan diare akan di perlukan pemeriksaan penunjang
yaitu antara lain: pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit,
leukosit, jumlah leukosit), kadar elektrolit serum, ureum dan kreatinin,
pemeriksaan tinja (makroskopis dan mikrokopis, Ph dan kadar gula dalam tinja,
Biakan dan resistensi feses (colok dubur)) dan foto x-ray abdomen. Pasien
dengan diare karena virus biasanya mempunyai jumlah dan hitung jenis leukosit
yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama bakteri
yang invasi ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih.
Neutropenia dapat timbul pada samnellosis. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk
mengetahui adanya kekurangan volume cairan dan mineral tubuh. Pemeriksaan
tinja di lakukan untuk melihat adanya leukosit dalam tinja yang menunjukan
adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit dewasa. Pasien yang telah
mendapatkan pengobatan antibiotik dalam tiga bulan sebelumnya atau yang
mengalami diare di rumah sakit sebaiknya di periksa tinja untuk pengukuran
toksin slostridium difficile. Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu di
pertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik, pasien dengan diare berdarah atau
pasien dengan diare akut perristen. Pada sebagian besar, sigmoidoskopi mungkin
24
adekuat sebagai pemeriksaan awal (Wong, 2009).
7) Penanganan
1. Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dengan memperhatikan derajat
dehidrasinya dengan keadaan umum.
2. Diatetik
Pembenaan makanan dan minuman khusus pada pasien dengan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan. Adapun hal yang perlu di perhatikan
adalah:
a. Memberikan ASI
b. Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin,
mineral dan makanan yang bersih.
3. Obat-obatan
a. Obat anti sekresi
b. Obat anti sparmolitik
c. Anti biotic (Nursalam, 2008)
8) Komplikasi
Menurut Suhayono dalam (Nursalam, 2008) komplikasi yang dapat terjadi dari
diare akut maupun kronis, yaitu:
1. Kehilangan cairan dan elektrolit (terjadi dehidrasi)
Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa
(asidosis metabolic), karena:
25
dapat mengakibatkan perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun, dan bila
tidak segera ditolong maka penderita meninggal.
3. Hiponatremia
Anak dengan diare hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L).
Hiponatremi sering terjadi pada anakdengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi darin
hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasi, koreksi Na
dilakukan berasama dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer
Laktat.
9) Penatalaksanaan
Menurut Ngastiyah (2014) penatalaksanaan yaitu:
1. Penatalaksanaan Medis
a. Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting yang
perlu diperhatikan.
1) Jenis cairan: oral: pedialyte atau oralit, ricelyte. Parenteral: NaCl,
isotonic, infuse RL
2). Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang dikeluarkan.
3). Jalan masuk atau cairan pemberian
a). Cairan per oral, pada pasien dehidrasi ringan dan sedang cairan
diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan
NaHCO3, KCL, dan glukosa.
b). Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL)
selalu tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai
beberapa banyak cairan yang diberikan tergantung dari berat
ringan dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan
sesuai dengan umur dan berat badannya.
4). Jadwal pemberian cairan
26
b. Pengobatan dietetic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg jenis makanan: susu (ASI atau susu formula yang mengandung
laktosa rendah ada asam lemak tidak jenuh, misalnyta LLM. Almiron atau
sejenis lainnya). Makan setengah padat (bubur) atau makan padat (nasi tim), bila
anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak biasa. Susu khusus yang
disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak
mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh
2. Penatalaksanaan keperawatan
a). Bila dehidrasi masih ringan
Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah pasien
defekasi. Cairan mengandung elektrolit, seperti oralit. Bila tidak ada oralit
dapat diberikan larutan garam dan 1 gelas air matang yang agak dingin
dilarutkan dalam satu sendok teh gula pasir dan 1 jumput garam dapur.
Jika anak terus muntah tidak mau minum sama sekali perlu diberikan
melalui sonde. Bila cairan per oral tidak dapat dilakukan, dipasang infuse
dengan cairan Ringer Laktat (RL) atau cairan lain (atas persetujuan
dokter). Yang penting diperhatikan adalah apakah tetesan berjalan lancar
terutama pada jam-jam pertama karena diperlukan untuk mengatasi
dehidrasi.
27
jam untuk mencegah bibir dan selaput lendir mulut
kering.
(5) Jika dehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien
diberikan makan lunak atau secara realimentasi.
b. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali
sehari, BAB < 4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan
cair (dehidrasi ringan/ sedang), atau BAB > 10 kali (dehidrasi berat).
Apabila diare berlangsung <14 hari maka diare tersebut adalah diare akut,
sementara apabila berlangsung selama 14 hari atau lebih adalah diare
persisten (Nursalam, 2008)
2) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna
tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
3) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan
sifatnya makin lama makin asam.
28
pada dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam
(dehidrasi berat) (Nursalam, 2008).
Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya, yang dapat menular
ke anggota keluarga lainnya. Dan juga makanan yang tidak dijamin kebersihannya
yang disajikan kepada anak. Riwayat keluarga melakukan perjalanan ke daerah
tropis (Nursalam, 2008; Wong, 2008).
f. Riwayat Nutrisi
1) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi resiko
29
diare dan infeksi yang serius.
3) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum
biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus ingin minum
banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak bisa
minum (Nursalam, 2008).
2) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
2) Berat badan
3) Kepala
Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung, tidak sianosis,
tidak ada pernapasan cuping hidung.
6) Telinga
30
Biasanya tidak ada kelainan pada telinga.
8) Leher
Paru-paru
(a) Inspeksi
(a) Inspeksi
Pada anak biasanya iktus kordis tampak terlihat.
(b) Auskultasi
a) Inspeksi
b) Palpasi
31
Turgor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik, pada pasien
diare dehidrasi ringan kembali < 2 detik, pada pasien dehidrasi
berat kembali > 2 detik.
c) Auskultasi
Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refill (CRT) normal, akral
teraba hangat. Anak dengan diare dehidrasi ringan CRT kembali < 2
detik, akral dingin. Pada anak dehidrasi berat CRT kembali > 2 detik,
akral teraba dingin, sianosis.
13) Genitalia
Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu di lakukan
pemeriksaan yaitu apakah ada iritasi pada anus.
3) Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan laboratrium
Biasanya penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L, kalium >
5 mEq/L
32
leukosit dalam feses atau darah makroskopik (Longo, 2013). pH
menurun disebabkan akumulasi asama atau kehilangan basa
(Suharyono, 2008).
Kriteria hasil:
34
Monitor penyiapan makanan
Terapeutik:
Berikan asupan cairan oral (misal: larutan garam gula, oralit, pedialyte,
renalyte)
Pasang jalur intravena
Berikan cairan intravena (misal: ringer asetat,ringer laktat)
Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
Ambil sampel feses untuk feses lengkap dan kulture, jika perlu
Edukasi:
Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
Anjurkan menghindari makanan pembentuk gas, pedas, dan
mengandung laktosa
Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian obat antimotilitas (misal: loperamide,
difenoksilat)
Kolaborasi pemberian obat antispasmodic/spasmolitik
Kolaborasi pemberian obat pengeras feses
(2) Pemantauan cairan
Observasi:
Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
Monitor frekuensi napas
Monitor tekanan darah
Monitor berat badan
Monitor waktu pengisian kapiler
Monitor elastisitas atau turgor kulit
Monitor jumlah dan berat jenis urine
Monitor kadar albumin dan protein total
Monitor hasil pemeriksaan serum (misal: osmolaritas serum,
hematokrit, natrium, kalium,BUN)
Monitor input dan output cairan
Identifikasi tanda tanda hipovolemia (misal: frekuensi nadi meningkat,
35
nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi meningkat,
turgor kulit menurun, dll)
Identifikasi tanda tanda hipervolemia
Identifikasi faktor risiko ketidakseimbangan cairan
Terapeutik:
Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
Informasi hasil pemantauan, jika perlu
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan
2). Gangguan integritas kulit/jaringan sehubungan dengan infeksi
Tujuan Integritas kulit/jaringan Meningkat
Kriteria Hasil:
Elastisitas baik
Kerusakan lapisan kulit tidak ada
Kemerahan tidak ada
Intervensi
Observasi
Terapeutik:
36
Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi :
Observasi
Terapetik:
Edukasi:
37
Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
Anjurkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi:
Kriteria Hasil :
Porsi makanan yang dihabiskan 1 piring
Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi
Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat
Diare menurun
Berat badan meningkat
Nafsu makan meningkat
Intervensi
Terapeutik:
Lakukan oral hygiene sebelum makan, bila perlu
38
Fasilitasi menentukan pedoman diit (misal piramida makanan)
Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Berikan makanan tinggi serat untuk mencagah konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
Berikan suplemen makanan bila perlu
Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi.
Edukasi:
Anjurkan posisi duduk saat makan , jika mampu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misal pereda nyeri ,anti
piretik)
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, bila perlu.
(2) Promosi Berat Badan
Observasi:
Identifikasi status nutrisi
Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Identifikasi makanan yang disukai
Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
Monitor asupan makanan
Monitor berat badan
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik:
Lakukan oral hygiene sebelum makan, bila perlu
Fasilitasi menentukan pedoman diit (misal piramida makanan)
Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Berikan makanan tinggi serat untuk mencagah konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
Berikan suplemen makanan bila perlu
39
Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi.
Edukasi:
40
Kriteria Hasil :
Perilaku sesuai anjuran meningkat
Verbalisasi minat dalam belajar meningkat
Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik diare
meningkat
Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
Intervensi
Terapetik:
Sediakan materi dan media pendidikan
Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan.
Berikan kesempatan untuk bertanya.
Edukasi:
Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan.
Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat.
(2) Edukasi program pengobatan
Observasi:
Identifikasi pengetahuan tentang pengobatan yang direkomendasikan
Identifikasi penggunaan pengobatan tradisional dan kemungkinan efek
terhadap pengobatan
Terapetik:
Fasilitasi informasi tertulis atau gambar untuk meningkatkan pemahaman
Berikan dukungan untuk menjalani program pengobatan dengan baik dan
benar
41
Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan pada pasien selama
pengobatan
Edukasi:
Jelaskan manfaat dan efek samping pengobatan
Jelaskan strategi mengelola efek samping obat
Jelaskan cara penyimpanan, dosis , waktu pemberian obat, pengisian/
pembelian kembali dan pemantauan sisa obat
Jelaskan keuntungan dan kerugian program pengobatan
Informasikan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan selama pengobatan
Anjurkan memonitor perkembangan keefektifan pengobatan
Anjurkan mengkonsumsi obat sesuai indikasi
Anjurkan bertanya jika ada sesuatu yang tidak dimengerti sebelum dan
sesudah pengobatan dilakukan
Ajarkan kemampuan melakukan pengobatan mandiri
Edukasi Proses Penyakit
(3) Edukasi Proses Penyakit
Observasi:
Identifikasi harapan dan kemampuan menerima informasi
Terapetik:
Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi:
Jelaskan penyebab dan faktor risiko penyakit
Jelaskan proses patofisiologi munculnya penyakit
Jelaskan tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit
Jelaskan kemungkinan terjadinya komplikasi
Ajarkan cara mengatasi gejala yang dirasakan
Ajarkan cara meminimalkan efek samping dari intervensi dan pengobatan
Anjurkan melapor jika merasakan tanda dan gejala memberat
5). Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
42
Tujuan : Termoregulasi membaik
Setelah dilakukan tindakan selama 1 x 24 jam
Kriteria Hasil :
Menggigil berkurang
Suhu tubuh menurun
Suhu kulit hangat
Intervensi :
Observasi:
Terapeutik:
Edukasi:
Kolaborasi:
43
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena,dan obat anti
histamine
6). Risiko hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan
Tujuan : Status cairan membaik
Kriteria Hasil:
44
Observasi:
Kriteria Hasil :
Asupan cairan meningkat
Asupan makanan meningkat
Tekanan darah meningkat
Kekuatan naadi meningkat
Turgor kulit meningkat
(1) Managemen cairan
Observasi:
45
Monitor berat badan harian
Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Monitor status hemodinamik
Terapeutik:
46
6) Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan
yang dimana rencana keperawatan dilaksanakan yaitu untuk
melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat
dalam rencana keperawatan pasien. Agar implementasi perencanaan ini
dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama harus
mengidentidikasi prioritas keperawatan klien kemudian bila perawatan
telah dilaksanakan perawat mencatat dan memantau respon klien
terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan kepada tenaga
kesehatan lainnya.
7) Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Proses
yang continyu yang penting untuk menjamin kualitas dan ketepatan
perawtan yang diberikan. Yang dilakukan dengan meninjau respon
klien untuk menentukan keefektifan rencana keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan klien.
1. Identitas Klien
Nama :An AS Nama Ayah: S
Usia : 9 bulan Usia: 37 thn
Jenis Kelamin : laki-laki Pekerjaan: Swasta ( Dagang)
Alamat : jl. Muharto VIII Nama Ibu:N
No. RM : 364841 Usia: 27 thn
Tanggal MRS : 15 Juni 2020 Pekerjaan: ibu rumah tangga
Tanggal Pengkajian :15 Juni 2020 Alamat : jl.Kol. Sugiono VIII
Sumber Informasi : ibu dan ayah pasien
Keluarga yang bisa dihubungi : ibu dan ayah pasien
2. Status Kesehatan Saat Ini
(1) Keluhan saat MRS : ibu mengatakan anak diare sejak 4 hari yang
47
lalu, frekuensi 5-6 x sehari , kotoran berupa air, ampas ada darah dan
lendir
(2) Keluhan saat Pengkajian : Diare sejak 4 hari , frekuensi 5-6 x sehari ,
kotoran berupa air, ampas ada darah dan lendir
(3) Riwayat Penyakit Sekarang : Diare sejak 4 hari , frekuensi 5-6 x
sehari , kotoran berupa air ada darah dan lendir
(4) Diagnosa Medis : Amoebiasis
3. RIWAYAT KESEHATAN TERDAHULU
(1) Penyakit yang pernah di alami: tidak pernah sakit
(2) Kecelakaan : tidak pernah
(3) Operasi (Jenis dan Waktu) : tidak pernah
(4) Penyakit kronis/akut : tidak pernah
(5) Terakhir kali MRS : tidak pernah
(6) Imunisasi : BGC, DPT I, II, III, Hepatitis B I, II, III,
Ayah Ibu
= Laki – laki
= Perempuan
48
= Tinggal bersama
6. POLA NUTRISI-METABOLIK
Item Deskripsi
di Rumah di Rumah Sakit
Jenis diet/makanan/ Minum ASI dan bubur bayi Minum ASI dan bubur saring
Komposisi instan dari RS
menu
Frekuensi/pola Minum ASI 8-10 kali Minum ASI 6-7 kali sehari,
sehari, Pola makan baik Pola makan menurun
Porsi/jumlah Banyak Sedikit
Pantangan Tidak ada Tinggi glukosa,
Nafsu makan baik menurun
Peningkatan/Penurunan BB Ada peningkatan BB setiap Tidak peningkatan atau
6 bulan terakhir bulan 0,5 sampai 1 kg tiap penurunan BB
bulan saat kontrol di
Posyandu, Tidak ada
penurunan BB
Sukar menelan Tidak ada kesukaranmenelan Tidak ada kesukaran menelan
49
7. POLA ELIMINASI
Di Rumah
Item di Rumah Sakit
Saat Sehat Saat Sakit
BAB 1 kali 4-6 kali 3-4 kali sehari
Frekuensi/pola
Konsistensi padat Cair, ada darah dan lendir Cair, ada darah dan
lendir
Warna/bau kuning kuning kuning
Kesulitan tidakada Frekuensi sering, diare Frekuensi sering, diare
Upaya mengatasi tidakada tidakada Pemberian obat
pengeras faeces
BAK 4-5 kali 4-5 kali 6-8 kali
Frekuensi/pola
Konsistensi cair cair cair
Warna/bau Bening, tidak Bening, tidak berbau Bening, tidak berbau
bebau
Kesulitan Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Personal Hygiene Di bantu orang tua Di bantu orang tua Di bantu orang tua
TB : 73 cm
BB lahir : 3200 gr
50
TD :-
51
midsternum
Batas kanan = sejajar sisi sternum kanan
Pekak
Auskultasi
BunyiJantung I Terdengar bunyu “lup” pada ruang ICS V sebelah kiri sternum
diatas apeks jantung
BunyiJantung II Terdengar bunyi “dup”pada ICS II sebelah kanan sternum
BunyiJantung III Tidak terdengar suara tambahan
BunyiJantung IV Tidak terdengar suara tambahan
Keluhan Tidak ada
9. Punggung: Normal , tidak ada kelainan
10. Mamae dan Axila: Normal , tidak ada kelainan
11. Abdomen :
Inspeksi Lesi (-) Scar (-) Massa (-) Distensi (-) Asites (-)
12. Genetalia
Pengkajian Data/Gejala Deskripsi
Inspeksi Normal, Tidak ada kelainan Intergritas kulit normal,tidak ada masa dan
pembekakan,tidak ada pengeluaran pus dan
darah
Palpasi Normal Tidak ada nyeri,tidak terdapat edema /
hemoroid /polip/tanda-tanda infeksi dan
perdarahan
Keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada kelihan selama miksi
Lain-lain
52
13. Ekstremitas
Lesi ( -/ -), edema(- /- ), deformitas ( -/ -)
Atas
Akral: Hangat
Lesi ( -/- ), edema ( -/ -), deformitas ( -/ -)
Bawah
o EkstremitasAtas : kuat
Kekuatan Otot
o EkstremitasBawah: Kuat
14. METABOLISME/INTEGUMEN
Kulit
Warna : Sawo Matang Akral : Hangat
Suhu :36 8 C Turgor :Baik
Edema : Tidak ada Memar :Tidak ada
Kemerahan : disekitar anus Pruritus : Tidak ada
Lain –lain :
CRT :
15. NEUROSENSORI :
Pupil :
Reflek terhadap cahaya: +
Reflek-reflek: menghisap (+), menoleh (+), menggenggam (+)
Laboratorium
Darah Lengkap
Hemoglobin 10,3 L g/dL 10.5 - 12.9
Eritrosit 4,26 L10 ˆ6 μL 4.50 - 5.90
Hematokrit 31.1 L% 40.0 - 52.0
Trombosit 382 10ˆ3 μL 150 - 450
53
Lekosit 8.2%10ˆ3 μL 6.0 - 17.5
Faeces
Faeces lengkap
Makroskopik Kuning kecoklatan, lembek Negatif
ada lendir
Mikroskopik
Amoeba Ditemukan
Kista Ditemukan
E.Hystolitica Magnaform 1–3
E.Hystolitica Minutanaform 0 -1
Telur cacing Tidak ditemukan Negatif
Lekosit 10 – 12
Eritrosit 2 -3 sisa makanan +
Lain – lain Butir – butir lemak +
Bakteri +
Mucos +
54
55
56
2) Format Analisa Data
Diare
2 DS : Ibu mengatakan Diare Gangguan Integritas Kulit
anak diare 4 hari , diare
sehari 5-6 x sehari,
kotoran berupa air ada Frekuensi BAB sering
darah dan lendir
DO : kulit sekitar anus
kemerahan Iritasi sekitar mukosa Anus
Pasien tampak menangis
kesakitan saat di bersihkan
daearah anus
57
3) Diagnosa Keperawatan
(Berdasarkan Prioritas)
Ruang : Santa Teresia
Nama Pasien : An AS
Diagnosa : Amoebiasis
No Tanggal Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanda
Muncul Tangan
1 15/Juni / Diare berhubungan dengan inflamasi gastro 17/Juni /2020
2020 intestinal
2 15/Juni / Gangguan integritas kulit/jaringan 17/Juni /2020
2020 berhubungan dengan bahan iritatif (faeces)
3 15/Juni / Defisit pengetahuan berhubungan dengan 16/Juni /2020
2020 kurang terpapar informasi
Observasi
Monitor karakteristik
luka (mis:
warna,ukuran, bau)
Monitori tanda-tanda
infeksi.
Terapetik:
Berikan salep yang
sesuai ke kulit/ lesi,
jika perlu
Pertahankan teknik
kebersihan saat
melakukan perawatan
luka
Edukasi:
Jelaskan tanda dan
61
gejala infeksi
Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
Anjurkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi:
Kolaborasi
pemberian
antibiotik
15/06/20 D.0111 Ekspektasi : 1. Edukasi kesehatan Observasi:
Defisit Tingkat Identifikasi kesiapan
pengetahuan pengetahuan dan kemampuan
meningkat menerima informasi
Identifikasi faktor-
Kriteria Hasil : faktor yang dapat
Setelah meningkatkan dan
dilakukan menurunkan motivasi
tindakan selama perilaku hidup bersih
1x 1 Jam dan sehat
Perilaku Terapetik:
sesuai Sediakan materi dan
anjuran media pendidikan
meningkat Jadwalkan pendidikan
Kemampuan kesehatan sesuai
menjelaskan kesepakatan.
pengetahuan Berikan kesempatan
tentang diare untuk bertanya.
meningkat
Edukasi:
Perilaku
Jelaskan faktor risiko
sesuai
yang dapat
dengan
mempengaruhi
pengetahuan
kesehatan.
meningkat
Ajarkan perilaku hidup
Pertanyaan
bersih dan sehat.
tentang
Ajarkan
Namastrategi yang
jelas & Tandatangan
masalah yang
dapat digunakan untuk
dihadapi
meningkatkan perilaku
meningkat
hidup bersih dan sehat.
Observasi:
2. Edukasi Program Identifikasi
pengobatan pengetahuan tentang
pengobatan yang
direkomendasikan
Identifikasi
62
penggunaan
pengobatan tradisional
dan kemungkinan efek
terhadap pengobatan
Terapetik:
Fasilitasi informasi
tertulis atau gambar
untuk meningkatkan
pemahaman
Berikan dukungan
untuk menjalani
program pengobatan
dengan baik dan benar
Libatkan keluarga
untuk memberikan
dukungan pada pasien
selama pengobatan
Edukasi:
Jelaskan manfaat dan
efek samping
pengobatan
Jelaskan strategi
mengelola efek
samping obat
Jelaskan cara
penyimpanan, dosis ,
waktu pemberian obat,
pengisian/ pembelian
kembali dan
pemantauan sisa obat
Jelaskan keuntungan
dan kerugian program
pengobatan
Informasikan fasilitas
kesehatan yang
Nama jelas dapat
& Tandatangan
digunakan selama
pengobatan
Anjurkan memonitor
perkembangan
keefektifan pengobatan
Anjurkan
mengkonsumsi obat
sesuai indikasi
Anjurkan bertanya jika
ada sesuatu yang tidak
dimengerti sebelum
dan sesudah
pengobatan dilakukan
Ajarkan kemampuan
63
melakukan pengobatan
mandiri
Observasi:
Identifikasi harapan
3. Edukasi Proses dan kemampuan
Penyakit menerima informasi
Terapetik:
Sediakan materi dan
media pendidikan
kesehatan
Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
Berikan kesempatan
untuk bertanya
Edukasi:
Jelaskan penyebab dan
faktor risiko penyakit
Jelaskan proses
patofisiologi
munculnya penyakit
Jelaskan tanda dan
gejala yang
ditimbulkan oleh
penyakit
Jelaskan kemungkinan
terjadinya komplikasi
Ajarkan cara mengatasi
gejala yang dirasakan
Ajarkan cara
meminimalkan efek
samping dari intervensi
dan pengobatan
Anjurkan melapor jika
merasakan tanda dan
gejala memberat
Nama jelas & Tandatangan
64
5) Implementasi Keperawatan
Nama Klien : An. AS
No. Reg : 364841
Diagnosa Medis : Amoebiasis
Terapeutik:
1. Memberikan asupan cairan oral : larutan garam
gula, oralit.
2. Memasang jalur intravena
3. Memberikan cairan intravena
4. Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan
darah lengkap
65
5. Mengambil sampel feses untuk feses lengkap
Edukasi:
1. Menganjurkan makanan porsi kecil dan sering
secara bertahap
2. Menganjurkan menghindari makanan
pembentuk gas, dan mengandung laktosa
3. Menganjurkan melanjutkan pemberian ASI
Kolaborasi:
1. Melakukan kolaborasi pemberian terapi
66
diare
2. Menganjurkan menggunakan produk berbahan
ringan/ alami dan hipoalergik pada kulit sensitif
Edukasi:
1. Menjelaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan.
2. Mengajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.
3. Mengajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan
sehat.
Terapeutik:
1. Memberikan asupan cairan oral : larutan garam
gula, oralit.
2. Memasang jalur intravena
3. Memberikan cairan intravena
4. Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan
darah lengkap
5. Mengambil sampel feses untuk feses lengkap
Edukasi:
1. Menganjurkan makanan porsi kecil dan sering
secara bertahap
2. Menganjurkan menghindari makanan
pembentuk gas, dan mengandung laktosa
3. Menganjurkan melanjutkan pemberian ASI
68
Kolaborasi:
1. Melakukan kolaborasi pemberian terapi
69
6) Evaluasi
70
memburuk
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
17-06-20 1 S : ibu mengatakan anak tidak diare BAB 1 kali lembek berupa ampas, tidak ada darah,
16.00 lendir
O : keadaan umum cukup, turgor kulit baik, mata tidak cowong
Pasien BAB 1 kali lembek berupa ampas, tidak ada darah, lendir x, volume banyak
konsistensi lembek berupa ampas masih ada lendir tidak darah
71
memburuk
3 Peristaltik usus Cukup Menurun Membaik
memburuk
A: Diare teratasi
P: Hentikan intervensi
2 S : ibu mengatakan anak tidak diare BAB 1 kali lembek berupa ampas, tidak ada darah,
lender, kulit sekitar anus sudah tidak kemerahan
O:Anak diare 4x ada ampas, air tidak ada darah, tampak kemerahan daerah sekitar anus
berkurang
No Indikator Awal Target Akhir
1 Kerusakan lapisan Cukup Membaik Membaik
kulit memburuk
2 Nyeri Cukup Membaik Membaik
memburuk
3 Kemerahan Cukup Menurun Membaik
memburuk
72
73