Anda di halaman 1dari 79

ASUHAN KEPERAWATAN

ANAK DENGAN DIAGNOSA AMOEBIASIS

DIRUANG ST. THERESIA RUMAH SAKIT PANTI NIRMALA MALANG

OLEH:

VINCESIA SULASTRI SUMILAH

NIM 190110563

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES

PROGRAM STUDI S1KEPERAWATAN

JL. RADEN TUMENGGUNG SURYO NO 6. MALANG JATIM

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah Asuhan Keperawatan Anak STIkes Kendedes Malang dengan Kasus


“Asuhan Keperawatan Anak dengan Amoebiasis Pada An. AS di Ruang St.
Theresia RS.Panti Nirmala Malang” telah disetujui oleh pembimbing
penyusunan Makalah Keperawatan Anak Program Studi S1 Keperawatan pada:

Malang, 20 Juni 2020


Mahasiswa

Vincesia Sulastri Sumilah


NIM 1901110563

Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II
(Perceptor RS) ( Akademik KMB III)

, S.Kep.Ners Ns.Nurul Anjarwati.Kep,Ners


NIDN.

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

KATA PENGANTAR.....................................................................................iv

A. LAPORAN PENDAHULUAN.................................................................1

1. ANATOMI dan FISIOLOGI SALURAN PENCERNAAN.........................1

2. AMOEBIASIS..............................................................................................7

1) Pengertian..................................................................................................7

2) Sifat-sifat yang khas pada disentri amoeba :.............................................8

3) Distribusi Geografik..................................................................................9

4) Morfologi dan Siklus Hidup......................................................................9

5) Patologi dan Gejala Klinis.......................................................................10

6) Diagnosa..................................................................................................11

7) Pengobatan..............................................................................................12

8) Pencegahan..............................................................................................12

9) Pemeriksaan Laboratorium.....................................................................12

3. DIARE........................................................................................................13

1) Pengertian................................................................................................13

2) Klasifikasi................................................................................................14

3) Penyebab.................................................................................................14

4) Patofisiologi............................................................................................17

ii
5) Manifestasi Klinis...................................................................................22

6) Pemeriksaan Penunjang...........................................................................22

7) Penanganan..............................................................................................23

8) Komplikasi..............................................................................................23

9) Penatalaksanaan......................................................................................24

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN................................................26

1) Pengkajian...................................................................................................26

2) Pemeriksaan Fisik.......................................................................................28

3) Pemeriksaan diagnostik..............................................................................30

4) Diagnosa Keperawatan...............................................................................31

5) Rencana Keperawatan.................................................................................32

6) Pelaksanaan Keperawatan...........................................................................44

7) Evaluasi.......................................................................................................45

C. FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK..........................45

1) Pengkajian...............................................................................................45

2) Format Analisa Data...................................................................................55

3) Diagnosa Keperawatan...............................................................................56

4) Rencana Asuhan Keperawatan...................................................................56

5) Implementasi Keperawatan.........................................................................63

6) Evaluasi.......................................................................................................68

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karuniaNya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan tentang “AMOEBIASIS.”
Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing Profesi NERS
dan perseptor di Rumah Sakit Panti Nirmala yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan kami tentang asuhan keperawatan anak.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam pembuatan makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Malang, 20 Juni 2020

Penyusun

iv
v
A. LAPORAN PENDAHULUAN
1. ANATOMI dan FISIOLOGI SALURAN PENCERNAAN
Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.

Gambar Anatomi Sistem Pencernaan Manusia Sumber : (adam.com)

Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut

sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk

menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi,

menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian

makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut

dari tubuh. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan yaitu :

1. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut

merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan masuk

untuk system pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari mulut

1
dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang

terdapat di permukaan lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari manis, asam,

asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri

dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan

(incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi

bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah

akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim

pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan

enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri

secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara

otomatis.

1. Tenggorokan (Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam

lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak

mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi,

disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya

dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang

keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan

lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut

dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari

bagian superior yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung, bagian media

yaitu bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian

yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada

nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang

2
telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai

di akar lidah. Bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan

orofaring dengan laring.

1. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui

sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan

berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik.

Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut

histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian superior (sebagian

besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot

halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

2. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu

kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan,

yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-

enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu

lendir, asam klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan

protein). Lendir melindungi sel – sel lambung dari kerusakan oleh asam

lambung dan asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang

diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang

tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara

membunuh berbagai bakteri.

2. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang

3
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan

pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui

vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus)

dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang

dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang

mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari

lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot

memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu

usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus

penyerapan (ileum).

a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang

terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong

(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek

dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di

ligamentum treitz. Usus dua belas jari merupakan organ

retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput

peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat

sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu

dari pankreas dan kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke

dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian

pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui

sfingter pilorus dalam membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di

dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti

4
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.

Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada

bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa

menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

b. Usus Kosong (Jejenum)

Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di

antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum).

Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-

2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan

digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam

usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili),

yang memperluas permukaan dari usus.

c. Usus Penyerapan (Illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.

Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4

m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh

usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit

basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam empedu.

3. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan

rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus

besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon

desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi

5
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.

Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,

seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.

Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada

bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa

menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

3. Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus

besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini

berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya

rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi,

yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja

masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air

besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan

material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang

menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi

tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di

mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak

terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan

terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan

keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami

kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda

BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana

bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari

6
permukaan tubuh (kulit) dan Sebagian lannya dari usus. Pembukaan

dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari

tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang merupakan

fungsi utama anus (Pearce, 1999).

2. AMOEBIASIS
1) Pengertian
Amoebiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya Entamoeba
histolytica dengan atau tanpa manifestasi klinik, dan disebut juga sebagai
penyakit bawaan makanan (Food Diseases) (Rasmaliah, 2003). Entamoeba
histolytica juga dapat menyebabkan penyakit dysentry Amoeba. Penyebaran
penyakit ini lebih banyak dijumpai di daerah tropis dan subtropis, terutama
pada daerah yang tingkat perekonomiannya rendah serta buruknya sistem
sanitasi. Penyakit ini sering ditemukan di tempat-tempat pelayanan umum
seperti penjara, rumah sosial, dan rumah sakit jiwa (Salah, Hadi, Magdi,
Ameer, & Gunnar, 2015).
Sumber infeksi terutama „carrier’ yakni penderita amebiasis tanpa
gejala klinis yang dapat bertahan lama mengeluarkan kista dalam jumlah
ratusan ribu per hari. Kista-kista tersebut mampu bertahan lama diluar
tubuh, serta dapat menginfeksi manusia melalui saluran air yang buruk.
Aliran air yang melalui tumbuhan seperti sayuran dan buah-buahan dapat
menyebabkan penyakit terhadap orang-orang yang mengonsumsinya.
Berikut beberapa masalah yang kerap mengakibatkan infeksi amebiasis:
a. Penyediaan air bersih dan sumber air sering tercemar.
b. Tidak tersedianya jamban mengakibatkan orang-orang buang air
besar sembarangan yang akan di hinggapi oleh lalat atau kecoak.
c. Tempat pembuangan sampah yang buruk dapat menjadi tempat
perkembangbiakan lalat yang menjadi faktor mekanik infeksi
amoeba.
Amoebiasis adalah penyebab yang umum dari diare kronik maupun
diare akut. Pengertian dari diare akut sendiri yaitu diare yang menetap lebih
dari 3-5 hari yang disertai oleh nyeri perut, kram perut, demam tidak begitu

7
tinggi, nyeri pada buang air besar, dan faeses berupa darah disertai lendir.
Sedangkan diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari tiga
minggu, penanganan diare kronik bersifat lebih kompleks dan menyeluruh
dibandingkan diare akut dan mengharuskan rujukan kepada dokter ahli,
penderita juga dapat mengalami kesukaran buang air besar (konstipasi)
( T.Declan Wash, 1997 )
2) Sifat-sifat yang khas pada disentri amoeba :
a. Volume tinja pada setiap kali buang air besar pada disentri amoeba
lebih banyak
b. Bau tinja yang menyengat
c. Warna tinja umumnya merah tua dengan darah dan lendir
tampak bercampur dengan tinja ( Soedarto, 1990 )
a) Entamoeba histolytica
Diuraikan pertama kali oleh Losch, di Rusia ( 1875 ), dari tinja seseorang
yang terkena disentri. Organisme ini ditemukan di ulkus usus besar manusia.
Namun Losch tidak bisa membuktikan adanya hubungan kausal antara
parasit ini dengan kelainan ulkus usus tersebut (Garcia, Lynne S, 2002)
Entamoeba histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai
komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan
dapat berubah menjadi patogen (membentuk koloni di dinding usus,
menembus dinding usus menimbulkan ulserasi) dan menyebabkan disentri
amoeba.
Insiden tertinggi disentri amoeba ditemukan pada anak-anak usia 1-5 tahun.
Disentri amoeba ditularkan lewat fekal oral, baik secara langsung melalui
tangan, maupun tidak langusng melalui air minum atau makanan yang
tercemar. Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista
amoeba. Laju infeksi yang tinggi didapat di tempat-tempat penampungan anak
cacat atau pengungsi dan di negara sedang berkembang dengan sanitasi
lingkungan hidup yang jelek. Di negara beriklim tropis banyak didapatkan
strain patogen dibanding di negara maju yang beriklim sedang. Kemungkinan
faktor diet rendah protein disamping perbedaan strain amoeba memegang
peranan. Di Indonesia diperkirakan insidennya cukup tinggi. Penularan dapat
terjadi lewat beberapa cara, misalnya : pencemaran air minum, pupuk kotoran

8
manusia, vektor lalat dan kecoa, dan kontak langsung, seksual kontak oral-anal
pada homoseksual. Penyakit ini cenderung endemik, jarang menimbulkan
epidemi. Epidemi sering terjadi lewat air minum yang tercemar.

3) Distribusi Geografik
Amoebiasis terdapat di seluruh dunia, lebih sering di daerah tropis ataupun
subtropis. Namun di frekuensi dingin dengan keadaan sanitasi buruk,
frekuensi penyakitnya setara dengan di daerah tropis (
www.pubmed.gov )
4) Morfologi dan Siklus Hidup
Siklus hidup E. histolytica ini sangat sederhana, dimana parasit ini
di dalam usus besar akan memperbanyak diri. Dari sebuah kista akan
terbentuk 8 trofozoit yang apabila tinja dalam usus besarnya padat,
maka trofozoit akan langsung menjadi kista dan dikeluarkan bersama
tinja. Sementara apabila cair, pembentukan kista akan terjadi di luar
tubuh.
Dalam siklus hidupnya, Entamoeba histolytica mempunyai 3 stadium, yaitu:

a. Bentuk histolitika
Bentuk histolitika dan minuta merupakan bentuk trofozoit. Perbedaan dari kedua
bentuk trofozoit tersebut yaitu bentuk histolitika bersifat patogen dan berukuran
lebih besar dari minuta. Bentuk histolitika berukuran 20-40 mikron, mempunyai
inti entamoeba yang terdapat di dalam endoplasma. Pergerakan bentuk histolitika
dengan pseudopodium yang dibentuk dari ektoplasma. Bentuk histolitika ini dapat
hidup di jaringan usus besar, hati, paru, otak, kulit, dan vagina.

b. Bentuk minuta
Bentuk minuta adalah bentuk pokok. Tanpa bentuk minuta daur hidup tidak
dapat berlangsung. Bentuk minuta berukuran 10-20 mikron. Inti
entamoeba terdapat di endoplasma yang berbutir-butir.
c. Bentuk kista
Bentuk kista dibentuk dirongga usus besar. Bentuk kista
berukuran 10-20 mikron, berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai

9
dinding kista dan ada inti entamoeba. Bentuk kista ini tidak patogen,
tetapi dapat merupakan bentuk infektif. Jadi, Entamoeba histolytica
tidak selalu menyebabkan penyakit (Gracia,Lynne S. 2002).
b). Infeksi
Bila kista matang tertelan, kista tersebut sampai di lambung
dengan keadaan utuh karena dinding kista tahan terhadap asam
lambung. Namun pada pH netral atau alkali, organisme dalam kista
akan aktif, untuk kemudian berkembang menjadi 4 stadium trofozoit
metakistik. Stadium ini kemudian berkembang lebih lanjut menjadi
trofozoit di dalam usus besar. Di rongga usus halus dinding kista
dihancurkan, terjadi eksistasi dan keluarlah bentuk-bentuk minuta yang
masuk ke rongga usus besar. Bentuk minuta dapat berubah menjadi
bentuk histolitika yang patogen dan hidup di mukosa usus besar dan
dapat menimbulkan gejala. Dengan aliran darah, bentuk histolitika
dapat tersebar ke hati, paru dan otak ( L.A,Juni Prianto, 2004 ).
5) Patologi dan Gejala Klinis
Cara kerjanya yaitu sebagai berikut : Bentuk histolitika memasuki
mukosa usus besar yang utuh dan mengeluarkan enzim yang dapat
menghancurkan jaringan. Enzim ini yaitu cystein proteinase yang
disebut histolisin. Lalu bentuk histolitika masuk ke submukosa dengan
menembus lapisan muskularis mukosae. Di submukosa ini, bentuk
histolitika akan membuat kerusakan yang lebih besar daripada di
mukosa usus. Akibatnya terjadi luka yang disebut ulkus amoeba. Bila
terdapat infeksi sekunder,maka terjadi peradangan. Proses ini dapat
meluas di submukosa bahkan sampai sepanjang sumbu usus. Bentuk
histolitika banyak ditemukan di dasar dan dinding ulkus. Dengan
peristaltis usus, bentuk ini dikeluarkan bersama isi ulkus rongga usus
kemudian menyerang lagi mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan
bersama tinja. Tinja ini disebut disentri, yaitu tinja yang bercampur
lendir dan darah.
Tempat yang sering dihinggapi (predileksi) adalah sekum, rektum,
sigmoid. Seluruh kolon dan rektum akan dihinggapi apabila infeksi

10
sudah berat.
Disentri amoeba merupakan bentuk dari amoebiasis. Gejala yaitu :
buang air besar berisi darah atau lendir, sakit perut, hilangnya
selera makan, turun berat badan, demam, dan rasa dingin. Yang
adakalanya, infeksi / peradangan dapat menyebar sampai ke bagian
lain badan dan menyebabkan suatu bisul seperti amoba. Salah satu
dari organ/bagian badan yang paling sering terpengaruh adalah
hati. Ini dikenal sebagai hepatic amoebiasis ( Gandahusada S, 2000
)

Bentuk amoebiasis klinis yang biasa dikenal yaitu :


a. Amoebiasis Intestinalis
Sering dijumpai tanpa gejala atau adanya perasaan tidak
enak diperut yang samara-samar. Infeksi menahun dapat
menimbulkan kolon yang “irritable”. Amoebiasis yang akut
mempunyai masa tunas 1-14 minggu. Penyakit menahun yang
melemahkan ini mengakibatkan menurunnya berat badan.
b. Amoebiasis Ekstra- Intestinalis
Gejalanya tergantung pada lokasi absesnya. Yang paling sering
dijumpai adalah amoebiasis hati disebabkan metastasis dari mukosa
usus melalui aliran system portal. Gejala amoebiasis hati berupa
demam berulang, disertai menggigil, sering ada rasa sakit pada
bahu kanan. Abses ini dapat meluas ke paru-paru disertai batuk dan
nyeri tekan intercostals, dengan demam dan menggigil. Amoebiasis
ekstra intestinalis ini dapat juga dijumpai di penis, vulva, kulit, atau
tempat lain dengan tanda-tanda mudah berdarah ( Gandahusada
Srisasi, 2000 ).
6) Diagnosa
1). Amoebiasis Kolon Akut
Pada amoebiasis kolon akut biasanya diagnosisklinis
ditetapkan bila terdapat sindrom disentri disertai sakit perut

11
(mules). Biasanya gejala diare berlangsung tidak lebih dari 10 kali
sehari. Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan manamukan
Entamoeba histolytica bentuk histolitika dalam tinja.
2). Amoebiasis Kolon Menahun
Amoebiasis kolon menahun biasanya terdapat gejala diare
yang ringan diselingi dengan obstipasi. Diagnosis laboratorium
ditegakkan dengan menemukan Entamoeba histolytica bentuk
histolitika dalam tinja. Bila amoeba tidak ditemukan, pemeriksaan
tinja perlu diulang 3 hari berturut-turut. Reaksi serologi perlu
dilakukan untuk menunjang diagnosis.

3). Amoebiasis Hati


Diagnosis klinis amoebiasis hati yaitu berat badan menurun,
badan terasa lemah, demam, tidak nafsu makan disertai
pembesaran hati. Pada pemeriksaan radiology biasanya didapatkan
peninggian diafragma. Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan
menemukan Entamoeba histolytika. Bila amoeba tidak ditemukan,
perlu dilakukan pemeriksaan ulang ( Gandahusada Srisasi, 2000 )
7) Pengobatan
Pengobatan amoebiasis umumnya menggunakan antibiotic :
1) Mertonidazole
Obat ini efektif terhadap bentuk histolitika dan bentuk kista. Efek
sampingnya ringan, antara lain mual, muntah dan pusing. Dosis untuk
orang dewasa adalah 2 gr sehari selama 3 hari berturut-turut.
2) Emetin hidroklorida
Obat ini berkhasiat terhadap bentuk histolitika. Toksisitasnya
relative tinggi, terutama pada otot jantung. Dosis untuk orang dewasa
adalah 65 mg sehari, untuk anak-anak di bawah 8 th 10 mg sehari. Lama
pengobatan 4-6 hari berturut-turut. Pada orang tua dan orang yang ounya
sakit berat, pemberian harus dikurangi. Tidak dianjurkan pada wanita
hamil, penderita gangguan ginjal dan jantung.
3) Klorokuin
Obat ini merupakan amebisid jaringan, berkhasiat terhadap

12
bentuk histolitika. Efek samping dan efek toksiknya bersifat ringan,
antara lain mual, muntah, diare, dan sakit kepala. Dosis untuk orang
dewasa adalah 1 gr sehari selama 2 hari, kemudian 500 mg sehari
selama 2-3 minggu. Obat ini juga efektif terhadap amoebiasis hati
(Gandahusada Srisasi, 2000).
8) Pencegahan
Kebersihan perorangan antara lain mencuci tangan dengan
bersih secara menyeluruh menggunakan sabun dan air panas
setelah mencuci anus dan sebelum maka. Menghindari berbagai
handuk atau kain wajah.Kebersihan lingkungan antara lain
memasak air minum sampai mendidih sebelum diminum, mencuci
sayuran atau memasaknya sebelum dimakan, buang air besar di
jamban, tidak menggunakan tinja manusia untuk pupuk, menutup
dengan baik makanan yang dihidangkan, membuang sampah di
tempat sampah yang ditutup untuk menghindari lalat
( Gandahusada Srisasi, 2000 ).
9) Pemeriksaan Laboratorium
1). Pemeriksaan tinja makroskopis dan mikroskopis. Diagnosis
pasti dapat ditegakkan bila ditemukan trofozoid motil yang
mengandung eritrosit dari sampel tinja segar yang diperiksa 30
menit sejak keluar
2). Pemeriksaan kadar ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
3). Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium,
kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare
yang disertai kejang).

4). Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad


renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama
dilakukan dilakukan pada penderita diare kronik.
5). Proktosigmoidoskopi: pemeriksaan ini berguna untuk
mendiagnosis adanya inflamasi mukosa atau keganasan.
6). Pemeriksaan kadar lemak tinja kuantitatif: tinja dikumpulkan
(biasanya 72 jam) diperiksa kadar lemak tinja jika dicurigai

13
malasorbsi lemak.
7). Pemeriksaan volume tinja 24 jam: volume lebih dari
500ml/hari jarang ditemukan pada sindrom usus iritabel.
3. DIARE
1) Pengertian
Diare merupakan gangguan buang air besar atau BAB ditandai dengan
BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat
disertai dengan darah dan atau lender (Riskesdas, 2013).

Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi


feses. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari
biasanya, dan bila buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang air
besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes,
2016). Diare adalah peningkatan frekuensi atau penurunan
konsistensi feses. Diare pada anak dapat bersifat akut atau kronik
(Carman, 2016). Diare adalah peradangan pada lambung, usus kecil
dan usus besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran
gastrointestinal dengan manifestasi di sertai muntah-muntah atau
ketidaknyaman abdomen (Muttaqin & Sari, 2011).
2) Klasifikasi
Menurut Wong, (2009) Diare dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Diare akut merupakan penyebab utama keadaan sakit pada anak-anak balita.
Diare akut didefenisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tiba-
tiba frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agen infeksius dalam
traktus GI. Diare akut biasanya sembuh sendiri (berlangsung kurang dari 14
hari) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi.
Diare infeksius akut (Gastroenteritis Infeksiosa) dapat disebabkan oleh virus,
bakteri dan parasit yang patogen.
2. Diare kronis sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan
kandungan air dalam feses dengan (lamanya sakit lebih dari 14 hari). Kerap
kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorbsi,
penyakit inflamasi usus, defisiensi kekebalan, alergi makan, intoleransi
laktosa, atau diare nonspesifik yang kronis, atau sebagai akibat dari

14
penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai.
3. Diare intraktabel pada bayi merupakan sindrom yang terjadi pada bayi dalam
usia beberapa minggu pertama serta berlangsung lebih lama dari 2 minggu
tanpa ditemukannya mikroorganisme patogen sebagai penyebab dan bersifat
resisten atau membandel terhadap terapi. Penyebab yang paling sering adalah
diare infeksius akut yang tidak ditangani secara memadai.
4. Diare kronis nonspesifik, yang juga dikenal dengan istilah kolon iritabel Pada
anak atau diare todler, merupakan penyebab diare kronis yang sering dijumpai
pada anak-anak yang berusia 6 hingga 54 minggu. Anak-anak ini
memperlihatkan feses yang lembek yang sering disertai partikel makanan
yang tidak tercerna, dan lamanya diare melebihi 2 minggu. Anak-anak yang
menderita diare kronis nonspesifik ini akan tumbuh secara normal dan pada
anak-anak ini tidak terdapat gejala malnutrisi dan tidak ada darah dalam
fesesnya serta tidak tampak infeksi enterik.
3) Penyebab
Penyebab infeksius dari diare akut ,menurut Wong (2008), yaitu :
1). Agens virus
a. Rotavirus, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan mengalami demam (38ºC
atau lebih tinggi), nausea atau vomitus, nyeri abdomen, disertai infeksi
saluran pernapasan atas dan diare dapat berlangsung lebih dari 1
minggu. Biasanya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan, sedangkan pada
anak terjadi di usia lebih
dari 3 tahun.

b. Mikroorganisme, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan demam, nafsu


makan terganggu, malaise. Sumber infeksi bisa didapatdari air minum,
air di tempat rekreasi (air kolam renang, dll), makanan. Dapat
menjangkit segala usia dan dapat sembuh sendiri dalam waktu 2-3 hari.

2). Agens bakteri


a. Escherichia coli, masa inkubasinya bervariasi bergantung pada
strainnya. Biasanya anak akan mengalami distensi abdomen, demam,
vomitus, BAB berupa cairan berwarna hijau dengan darah atau mukus
bersifat menyembur. Dapat ditularkan antar individu, disebabkan karena
15
daging yang kurang matang,
pemberian ASI tidak eksklusif.
b. Kelompok salmonella (nontifoid), masa inkubasi 6-72 jam untuk
gastroenteritis. Gejalanya bervariasi, anak bisa mengalami nausea atau
vomitus, nyeri abdomen, demam, BAB kadang berdarah dan ada lendir,
peristaltik hiperaktif, nyeri tekan ringan pada abdomen, sakit kepala,
kejang. Dapat disebabkan oleh makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh binatang seperti kucing, burung, dan
lainnya.
3). Keracunan makanan
a. Staphylococcus, masa inkubasi 4-6 jam. Dapat menyebabkan kram yang
hebat pada abdomen, syok. Disebabkan oleh makanan yang kurang
matang atau makanan yang disimpan di lemari es seperti puding,
mayones, makanan yang berlapis krim.
b. Clostridium perfringens, masa inkubasi 8-24 jam. Dimana anak akan
mengalami nyeri epigastrium yang bersifat kram dengan intensitas yang
sedang hingga berat. Penularan bisa lewat produk makanan komersial
yang paling sering adalah daging
dan unggas.

c. Clostridium botulinum, masa inkubasi 12-26 jam. Anak akan


mengalami nausea, vomitus, mulut kering, dan disfagia. Ditularkan
lewat makanan yang terkontaminasi. Intensitasnya bervariasi mulai
dari gejala ringan hingga yang dapat menimbulkan kematian dengan
cepat dalam waktu beberapa jam.

Faktor penyebab diare, antara lain :


1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut :
1) Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
2) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO,Coxsackie,
Poliomyelitis) Adeno-virus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain- lain.

16
3) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,
Strongyloides); protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis); jamur (Candida albicans)
b. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti:
otitis media akut (OMA) , tonsilitis/ tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur di bawah 2 tahun.

2. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa
dan sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering
(intoleransi laktosa).
2) Malabsorbsi lemak.
3) Malabsorbsi protein.
3. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak
yang lebih besar).

Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat meningkatan resiko terjadinya
diare, yaitu :

a. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama dari
kehidupan.
b. Menggunakan botol susu.
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
d. Air minum tercemar dengan bakteri tinja.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja,
atau sebelum menjamaah makanan.
4) Patofisiologi
Menurut Muttaqin & Sari (2011) secara umum kondisi
peradangan pada gastrointestinal disebabkan oleh infeksi dengan
melakukan invasi pada mukosa, memproduksi enterotoksin dan atau
memproduksi sitotoksin. Mekanisme ini menghasilkan peningkatan
17
sekresi cairan atau menurunkan absorpsi cairan sehingga akan terjadi
dehidrasi dan hilangnya nutrisi dan elektrolit.
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare meliputi hal-hal sebagai
berikut:

1) Gangguan osmotik, kondisi ini berhubungan dengan asupan


makanan atau zat yang sukar diserap oleh mukosa intestinal dan
akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam
rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2) Respons inflamasi mukosa, terutama pada seluruh permukaan
intestinal akibat produksi enterotoksin dari agen infeksi
memberikan respons peningkatan aktivitas sekresi air dan
elektrolit oleh dinding usus ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga
usus.
3) Gangguan motilitas usus, terjadinya hiperperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang
selanjutnya dapat menimbulkan diare.
Usus halus menjadi bagian absorpsi utama dan usus besar
melakukan absorpsi air yang akan membuat solid dari komponen feses,
dengan adanya gangguan dari gastroenteritis akan menyebabkan
absorpsi nutrisi dan elektrolit oleh usus halus, serta absorpsi air
menjadi terganggu.

Selain itu, diare juga dapat terjadi akibat masuknya


mokroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati
rintangan asam lambung. Mikroorganisme tersebut berkembangbiak,
kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi
hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Mikroorganisme memproduksi toksin. Enterotoksin yang di produksi

18
agen bakteri (seperti E. Coli dan Vibrio cholera) akan memberikan
efek lansung dalam peningkatan pengeluaran sekresi air ke dalam
lumen gastrointestinal. Beberapa agen bakteri bisa memproduksi
sitotoksin (seperti Shigella dysenteriae, vibrio parahaemolyticus,
clostridium difficilr, enterohemorrhagic E. Coli) yang menghasilkan
kerusakan sel-sel yang terinflamasi. Invasi enterosit dilakukan
beberapa miktoba seperti Shigella, organisme campylobacter, dan
enterovasif E. Coli yang menyebabkan terjadinya destruksi, serta
inflamasi.
Pada manifestasi lanjut dari diare dan hilangnya cairan,
elektrolit mamberikan manifestasi pada ketidakseimbangan asam basa
dan gangguan sirkulasi yaitu terjadinya gangguan keseimbangan asama
basa (metabolik asidosis). Hal ini terjadi karena kehilangan Na-
bikarbonat bersama feses. Metabolisme lemak tidak sempurna
sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh dan terjadinya
penimbunan asam laktat karena adanya anoreksia jaringan. Produk
metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya
pemindahan ion Na dari cairan eksraseluler ke dalam cairan
intraseluler.
Respon patologis penting dari gastroenteritis dengan diare berat
adalah dehidra, pemahaman perawat sangatlah penting mengenai
bagaimana patofisiogi dehidrasi dapat membantu dalam menyusun
rencana intervensi sesuai kondisi individu. Dehidrasi adalah suatu
gangguan dalam keseimbangan air yang disebabkan output melebihi
intake sehingga jumlah air pada tubuh berkurang. Meskipun yang
hilang adalah cairan tubuh, tetapi dehidrasi juga disertai gangguan
elektrolit. Dehidrasi dapat terjadi karena kekurangan air (water
deflection), kekurangan natrium (sodium defletion), serta kekurangan
air dan natrium secara bersama-sama.
Kekurangan air atau dehidrasi primer (water deflection): pada
peradangan gastroenteritis, fungsi usus besar dalam melakukan

19
absorpsi cairan terganggu sehingga masuknya air sangat terbatas.
Gejala-gejala khas pada dehidrasi primer adalah haus, saliva sedikit
sekali sehingga mulut kering, oliguria sampai anuri, sangat lemah,
serta timbulnya gangguan mental seperti halusinasi dan delirium. Pada
stadium awal kekurangan cairan, ion natrium dan klorida ikut
menghilang dengan cairan tubuh, tetapi akhirnya terjadi reabsorpsi ion
melalui tubulus ginjal yang berlebihan sehingga cairan ekstrasel
mengandung natrium dan klor berlebihan, serta terjadi hipertoni. Hal
ini menyebabkan air keluar dari sel sehingga terjadi dehidrasi intasel,
inilah yang menimbulkan rasa haus. Selain itu, terjadi perangsangan
pada hipofisis yang kemudian melepaskan hormon antidiuretik
sehingga terjadi oliguria.
Dehidrasi sekunder (sodium depletion). Pada gastroenteritis,
dehidrasi sekunder merupakan dehidrasi yang terjadi karena tubuh
kehilangan cairan tubuh yang mengandung elektrolit. Kekurangan
natrium sering terjadi akibat keluarnya cairan melalui saluran
pencernaan pada keadaan muntah-muntah dan diare yang hebat. Akibat
dari kekurangan natrium terjadi hipotoni ekstrasel sehingga tekanan
osmotik menurun. Hal ini menghambat dikeluarkan hormon
antidiuretik sehingga ginjal mengeluarkan air agar tercapai konsentrasi
cairan ekstrasel yang normal. Akibatnya volume plasma dan cairan
interstisial menurun. Selain itu, karena terdapat hipotoni ekstrasel, air
akan masuk ke dalam sel. Gejala-gejala dehidrasi sekunder adalah
nausea, muntah-muntah, sakit kepala, serta perasaan lesu dal lelah.
Akibat turunnya volume darah, maka curah jantung pun menurun
sehingga tekanan darah juga menurun dan filtrasi glomerulos menurun,
kemudian menyebabkan terjadinya penimbunan nitrogen yang akan
meningkatkan risiko gangguan kesimbangan asam basa dan
hemokonsentrasi. Diare dengan dehidrasi berat dapat mengakibatkan
renjatan (syok) hipovolemik. Syok adalah suatu keadaan yang
disebabkan oleh defisien sirkulasi akibat disparitas
(ketidakseimbangan) antara volume darah dan ruang vascular. Faktor

20
yang menyebabkan ketidakseimbangan ini adalah bertambahnya
kapasitas ruang susunan vascular dan berkurangnya volume darah.
Syok dibagi dalam syok primer dan syok sekunder. Pada syok primer
terjadi defisiensi sirkulasi akibat ruang vascular membesar karena
vasodilatasi. Ruang vaskular yang membesar mengakibatkan darah
seolah- olah ditarik dan sirkulasi umum dan segera masuk ke dalam
kapiler dan venula alat-alat dalam (visera). Pada syok sekunder terjadi
gangguan keseimbangan cairan yang menyebabkan defisiensi sirkulasi
perifer disertai jumlah volume darah yang menurun, aliran darah yang
kurang, serta hemokosentrasi dan fungsi ginjal yang terganggu.
Sirkulasi yang kurang tidak langsung terjadi setelah adanya kena
serangan/kerusakan, tetapi baru beberapa waktu sesudahnya, oleh
karena itu disebut syok sekunder atau delayed shock. Gejala-gejalanya
adalah rasa lesu dan lemas, kulit yang basah, kolaps vena terutama
vena-vena supervisial, pernapasan dangkal, nadi cepat dan lemah,
tekanan darah yang rendah, oliguria, dan terkadang disertai muntah.
Faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas pada gastroenteritis
adalah karena volume darah berkurang akibat permeabilitas yang
bertambah secara menyeluruh. Hal ini membuat cairan keluar dari
pembuluh-pembuluh dan kemudian masuk ke dalam jaringan sehingga
terjadi pengentalan (hemokonsentarsi) darah.

21
PATOFISIOLOGI DIARE

22
23
5) Manifestasi Klinis
Menurut Kusuma (2016) Manifestasi klinis dapat di jadikan dua yaitu
diare akut dan diare kronis:
1). Diare akut
a) Buang air besar encer, gas-gas dalam perut, rasa tidak enak dan nyeri
perut
b) Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut
c) Demam biasanya dalam menanggapi infeksi seperti virus atau infeksi
bakteri atau peradangan karena penyakit
2). Diare kronik
a) Penurunan berat badan dan napsu makan
b) Demam biasanya dalam menanggapi infeksi seperti virus atau infeksi
bakteri atau peradangan karena penyakit
c) Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah

6) Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien yang dengan diare akan di perlukan pemeriksaan penunjang
yaitu antara lain: pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit,
leukosit, jumlah leukosit), kadar elektrolit serum, ureum dan kreatinin,
pemeriksaan tinja (makroskopis dan mikrokopis, Ph dan kadar gula dalam tinja,
Biakan dan resistensi feses (colok dubur)) dan foto x-ray abdomen. Pasien
dengan diare karena virus biasanya mempunyai jumlah dan hitung jenis leukosit
yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama bakteri
yang invasi ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih.
Neutropenia dapat timbul pada samnellosis. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk
mengetahui adanya kekurangan volume cairan dan mineral tubuh. Pemeriksaan
tinja di lakukan untuk melihat adanya leukosit dalam tinja yang menunjukan
adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit dewasa. Pasien yang telah
mendapatkan pengobatan antibiotik dalam tiga bulan sebelumnya atau yang
mengalami diare di rumah sakit sebaiknya di periksa tinja untuk pengukuran
toksin slostridium difficile. Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu di
pertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik, pasien dengan diare berdarah atau
pasien dengan diare akut perristen. Pada sebagian besar, sigmoidoskopi mungkin

24
adekuat sebagai pemeriksaan awal (Wong, 2009).
7) Penanganan
1. Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dengan memperhatikan derajat
dehidrasinya dengan keadaan umum.
2. Diatetik
Pembenaan makanan dan minuman khusus pada pasien dengan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan. Adapun hal yang perlu di perhatikan
adalah:
a. Memberikan ASI
b. Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin,
mineral dan makanan yang bersih.
3. Obat-obatan
a. Obat anti sekresi
b. Obat anti sparmolitik
c. Anti biotic (Nursalam, 2008)

8) Komplikasi
Menurut Suhayono dalam (Nursalam, 2008) komplikasi yang dapat terjadi dari
diare akut maupun kronis, yaitu:
1. Kehilangan cairan dan elektrolit (terjadi dehidrasi)
Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa
(asidosis metabolic), karena:

a. Kehilangan natrium bicarbonate bersama tinja.


b. Walaupun susu diteruskan, sering dengan pencernaan dalam waktu yang
terlalu lama
c. Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik
adanya hiperstaltik.
2. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka dapat terjadi
gangguan sirkulasi dara berupa renjatan atau syok hipovolemik. Akibat
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah sehingga

25
dapat mengakibatkan perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun, dan bila
tidak segera ditolong maka penderita meninggal.
3. Hiponatremia
Anak dengan diare hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L).
Hiponatremi sering terjadi pada anakdengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi darin
hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasi, koreksi Na
dilakukan berasama dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer
Laktat.
9) Penatalaksanaan
Menurut Ngastiyah (2014) penatalaksanaan yaitu:
1. Penatalaksanaan Medis
a. Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting yang
perlu diperhatikan.
1) Jenis cairan: oral: pedialyte atau oralit, ricelyte. Parenteral: NaCl,
isotonic, infuse RL
2). Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang dikeluarkan.
3). Jalan masuk atau cairan pemberian

a). Cairan per oral, pada pasien dehidrasi ringan dan sedang cairan
diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan
NaHCO3, KCL, dan glukosa.
b). Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL)
selalu tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai
beberapa banyak cairan yang diberikan tergantung dari berat
ringan dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan
sesuai dengan umur dan berat badannya.
4). Jadwal pemberian cairan

Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan penilaian kembali


status hidrasi untuk menghitung kebutuhan cairan. Identifikasi penyebab
diare. Terapi sistemik seperti pemberian obat anti diare, obat anti mortilitas
dan sekresi usus, antimetik.

26
b. Pengobatan dietetic

Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg jenis makanan: susu (ASI atau susu formula yang mengandung
laktosa rendah ada asam lemak tidak jenuh, misalnyta LLM. Almiron atau
sejenis lainnya). Makan setengah padat (bubur) atau makan padat (nasi tim), bila
anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak biasa. Susu khusus yang
disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak
mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh

2. Penatalaksanaan keperawatan
a). Bila dehidrasi masih ringan
Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah pasien
defekasi. Cairan mengandung elektrolit, seperti oralit. Bila tidak ada oralit
dapat diberikan larutan garam dan 1 gelas air matang yang agak dingin
dilarutkan dalam satu sendok teh gula pasir dan 1 jumput garam dapur.
Jika anak terus muntah tidak mau minum sama sekali perlu diberikan
melalui sonde. Bila cairan per oral tidak dapat dilakukan, dipasang infuse
dengan cairan Ringer Laktat (RL) atau cairan lain (atas persetujuan
dokter). Yang penting diperhatikan adalah apakah tetesan berjalan lancar
terutama pada jam-jam pertama karena diperlukan untuk mengatasi
dehidrasi.

b). Pada dehidrasi berat

Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat.untuk mengetahui kebutuhan


sesuai dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk tubuh
dapat dihitung dengan cara:
(1) Jumlah tetesan per menit dikali 60, dibagi 15/20 (sesuai
set infuse yang dipakai). Berikan tanda batas cairan
pada botol infuse waktu memantaunya.
(2) Perhatikan tanda vital: denyut nadi, pernapasan, suhu.
(3) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih
sering, encer atau sudah berubah konsistensinya.
(4) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok

27
jam untuk mencegah bibir dan selaput lendir mulut
kering.
(5) Jika dehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien
diberikan makan lunak atau secara realimentasi.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1) Pengkajian

a. Anamnesis: pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin, tanggal


lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan
orang tua, dan penghasilan.

b. Keluhan Utama

Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali
sehari, BAB < 4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan
cair (dehidrasi ringan/ sedang), atau BAB > 10 kali (dehidrasi berat).
Apabila diare berlangsung <14 hari maka diare tersebut adalah diare akut,
sementara apabila berlangsung selama 14 hari atau lebih adalah diare
persisten (Nursalam, 2008)

c. Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya pasien mengalami:

1) Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin


meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan kemungkinan
timbul diare.

2) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna
tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.

3) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan
sifatnya makin lama makin asam.

4) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.

5) Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan


eletrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak.

6) Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi


dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap

28
pada dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam
(dehidrasi berat) (Nursalam, 2008).

d. Riwayat Kesehatan Dahulu

1) Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak Diare lebih


sering terjadi pada anak-anak dengan campak atau yang baru
menderita campak dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat dari
penuruan kekebalan tubuh pada pasien. Selain imunisasi
campak, anak juga harus mendapat imunisasi dasar lainnya
seperti imunisasi BCG, imunisasi DPT, serta imunisasi polio.

2) Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan


(antibiotik), makan makanan basi, karena faktor ini
merupakan salah satu kemungkinan penyebab diare.

3) Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja,


menggunakan botol susu, tidak mencuci tangan setelah buang
air besar, dan tidak mencuci tangan saat menjamah makanan.

4) Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia


dibawah 2 tahun biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan
kejang yang terjadi sebelumnya, selama, atau setelah diare.
Informasi ini diperlukan untuk melihat tanda dan gejala infeksi
lain yang menyebabkan diare seperti OMA, tonsilitis, faringitis,
bronkopneumonia, dan ensefalitis (Nursalam, 2008).

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya, yang dapat menular
ke anggota keluarga lainnya. Dan juga makanan yang tidak dijamin kebersihannya
yang disajikan kepada anak. Riwayat keluarga melakukan perjalanan ke daerah
tropis (Nursalam, 2008; Wong, 2008).

f. Riwayat Nutrisi

Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare, meliputi:

1) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi resiko

29
diare dan infeksi yang serius.

2) Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air masak dan


diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah
menimbulkan pencemaran.

3) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum
biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus ingin minum
banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak bisa
minum (Nursalam, 2008).
2) Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum

a) Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar

b) Diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel

c) Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar

2) Berat badan

Menurut S. Partono dalam Nursalam (2008), anak yang mengalami diare


dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badanPemeriksaan
Fisik

3) Kepala

Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya


biasanya cekung
4) Mata
Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya
normal. Apabila mengalami dehidrasi ringan atau sedang kelopak matanya
cekung (cowong). Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak
matanya sangat cekung.
5) Hidung

Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung, tidak sianosis,
tidak ada pernapasan cuping hidung.
6) Telinga

30
Biasanya tidak ada kelainan pada telinga.

7) Mulut dan Lidah

a) Diare tanpa dehidrasi: Mulut dan lidah basah

b) Diare dehidrasi ringan: Mulut dan lidah kering

c) Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat kering

8) Leher

Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak ada


kelainan pada kelenjar tyroid.
9) Thorak

Paru-paru

(a) Inspeksi

Diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal, diare dehidrasi


ringan pernapasan normal hingga melemah, diare dengan dehidrasi
berat pernapasannya dalam.
10) Jantung

(a) Inspeksi
Pada anak biasanya iktus kordis tampak terlihat.

(b) Auskultasi

Pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal, diare dehidrasi


ringan atau sedang denyut jantung pasien normal hingga
meningkat, diare dengan dehidrasi berat biasanya pasien
mengalami takikardi dan bradikardi.
11) Abdomen

a) Inspeksi

Anak akan mengalami distensi abdomen, dan kram.

b) Palpasi

31
Turgor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik, pada pasien
diare dehidrasi ringan kembali < 2 detik, pada pasien dehidrasi
berat kembali > 2 detik.

c) Auskultasi

Biasanya anak yang mengalami diare bising ususnya meningkat


12) Ektremitas

Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refill (CRT) normal, akral
teraba hangat. Anak dengan diare dehidrasi ringan CRT kembali < 2
detik, akral dingin. Pada anak dehidrasi berat CRT kembali > 2 detik,
akral teraba dingin, sianosis.
13) Genitalia

Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu di lakukan
pemeriksaan yaitu apakah ada iritasi pada anus.
3) Pemeriksaan diagnostik

1) Pemeriksaan laboratrium

(a) Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum

Biasanya penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L, kalium >
5 mEq/L

(b) Pemeriksaan urin

Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Eletrolit urin yang


diperiksa adalah Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan adanya
ketosis (Suharyono, 2008).

(c) Pemeriksaan tinja

Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium,


klorida, dan bikarbonat.

(d) Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa

Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar protein

32
leukosit dalam feses atau darah makroskopik (Longo, 2013). pH
menurun disebabkan akumulasi asama atau kehilangan basa
(Suharyono, 2008).

(e) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai


infeksi sistemik ( Betz, 2009).
2) Pemeriksaan Penunjang
(a) Endoskopi

(1) Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2,


jika dicurigai mengalami penyakit seliak atau Giardia.
Dilakukan jika pasien mengalami mual dan muntah.

(2) Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan


perdarahan segar melalui rektum.

(3) Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua


pasien jika pada pemeriksaan feses dan darah hasilnya
normal, yang bertujuan untuk menyingkirkan kanker.
(b) Radiologi

(1) CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok


menjalani kolonoskopi

(2) Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika di curigai


mengalami penyakit bilier atau prankeas

(c) Pemeriksaan lanjutan

1) Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam


berpuasa akan mengidentifikasi penyebab
sekretorik dan osmotik dari diare.
2) Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang
dicurigai membutuhkan sampel feses dan serologi
(Emmanuel, 2014).
4) Diagnosa Keperawatan
(1) Diare

(2) Gangguan integritas kulit


33
(3) Defisit nutrisi

(4) Defisit pengetahuan


5) Rencana Keperawatan
Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnose yang ditemukan dan
merencanakan tindakan berdasarkan kebutuhan pasien.

1). Diare sehubungan dengan proses infeksi


Tujuan : Eliminasi fekal membaik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diare pasien menurun.

Kriteria hasil:

 Kontrol pengeluaran feses 1-2 kali sehari


 Nyeri abdomen tidak ada
 Konsistensi feses lembek
 Frekuensi BAB 1-2 kali sehari
 Peristaltik usus menurun 5-20 kali permenit
Intervensi
Intervensi :

(1) Manajemen diare


Observasi:
 Identifikasi penyebab diare (misal: inflamasi gastrointestinal, iritasi
gastrointestinal, proses infeksi, malabsorpsi, ansietas, stres, efek obat
obatan, pemberian botol susu)
 Identifikasi riwayat pemberian makanan
 Identifikasi gejala invaginasi (misal: tangisan keras, kepucatan pada
bayi)
 Monitor warna, volume, frekuensi,dan konsistensi tinja.
 Monitor tanda dan gejala hypovolemia (misal: takikardi, nadi teraba
lemah, tekanan darah turun, turgor kulit turun, mukosa mulut kering,
CRT melambat, BB menurun)
 Monitor iritasi dan ulserasi kulit di daerah perianal
 Monitor jumlah pengeluaran diare

34
 Monitor penyiapan makanan
Terapeutik:
 Berikan asupan cairan oral (misal: larutan garam gula, oralit, pedialyte,
renalyte)
 Pasang jalur intravena
 Berikan cairan intravena (misal: ringer asetat,ringer laktat)
 Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
 Ambil sampel feses untuk feses lengkap dan kulture, jika perlu
Edukasi:
 Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
 Anjurkan menghindari makanan pembentuk gas, pedas, dan
mengandung laktosa
 Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian obat antimotilitas (misal: loperamide,
difenoksilat)
 Kolaborasi pemberian obat antispasmodic/spasmolitik
 Kolaborasi pemberian obat pengeras feses
(2) Pemantauan cairan
Observasi:
 Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
 Monitor frekuensi napas
 Monitor tekanan darah
 Monitor berat badan
 Monitor waktu pengisian kapiler
 Monitor elastisitas atau turgor kulit
 Monitor jumlah dan berat jenis urine
 Monitor kadar albumin dan protein total
 Monitor hasil pemeriksaan serum (misal: osmolaritas serum,
hematokrit, natrium, kalium,BUN)
 Monitor input dan output cairan
 Identifikasi tanda tanda hipovolemia (misal: frekuensi nadi meningkat,

35
nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi meningkat,
turgor kulit menurun, dll)
 Identifikasi tanda tanda hipervolemia
 Identifikasi faktor risiko ketidakseimbangan cairan
Terapeutik:
 Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
 Informasi hasil pemantauan, jika perlu
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan
2). Gangguan integritas kulit/jaringan sehubungan dengan infeksi
Tujuan Integritas kulit/jaringan Meningkat

Setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24 jam

Kriteria Hasil:

 Elastisitas baik
 Kerusakan lapisan kulit tidak ada
 Kemerahan tidak ada

Intervensi

(1) Perawatan integritas kulit

Observasi

 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit ( mis: perubahan sirkulasi,


perubahan status nutrisi,penurunan kelembapan,suhu lingkungan
extreme,penurunan mobilitas )

Terapeutik:

 Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu


 Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
 Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
 Gunakan produk berbahan ringan/ alami dan hipoalergik pada kulit sensitif

36
 Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

Edukasi :

 Anjurkan menggunakan pelembab


 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
 Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada di luar rumah
 Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.
(2) Perawatan luka

Observasi

 Monitor karakteristik luka (mis: drainage, warna,ukuran, bau)


 Monitori tanda-tanda infeksi.

Terapetik:

 Lepaskan balutan dan plester secara perlahan.


 Bersihkan dengan cairan NaCl/non toksis, sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berikan salep yang sesuai kekulit/ lesi, jika perlu
 Pasang balutan sesuai jenis luka
 Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainage
 Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
 Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1.5
g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis : vitamin A, vitamin C, Zinc,
asam amino), sesuai indikasi
 Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transkutaneous), jika perlu

Edukasi:

 Jelaskan tanda dan gejala infeksi

37
 Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
 Anjurkan prosedur perawatan luka secara mandiri

Kolaborasi:

 Kolaborasi prosedur debridement (mis : enzimatik, biologis, mekanis,


autolitik), jika perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotic
3). Deficit nutrisi
Tujuan Status nutrisi membaik

Setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24 jam jam

Kriteria Hasil :
 Porsi makanan yang dihabiskan 1 piring
 Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi
 Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat
 Diare menurun
 Berat badan meningkat
 Nafsu makan meningkat
Intervensi

(1) Managemen nutrisi


Observasi:
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
 Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik:
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, bila perlu

38
 Fasilitasi menentukan pedoman diit (misal piramida makanan)
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencagah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
 Berikan suplemen makanan bila perlu
 Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi.

Edukasi:
 Anjurkan posisi duduk saat makan , jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misal pereda nyeri ,anti
piretik)
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, bila perlu.
(2) Promosi Berat Badan
Observasi:
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
 Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik:
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, bila perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman diit (misal piramida makanan)
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencagah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
 Berikan suplemen makanan bila perlu

39
 Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi.
Edukasi:

 Anjurkan posisi duduk saat makan , jika mampu


 Ajarkan diet yang diprogramkan
 Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misal pereda nyeri ,anti
piretik)
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, bila perlu.
Observasi:

 Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang


 Monitor adanya mual dan muntah
 Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi sehari-hari
 Monitor berat badan
 Monitor albumin, limposit, dan elektrolit serum
Terapeutik:

 Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan


 Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien (mis : makanan
dengan tekstur halus, makanan yang diblender, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau gastrotomi, total parenteral nutrition sesuai
indikasi)
 Hidangkan makanan secara menarik
 Berikan suplemen jika perlu
 Berikan pujian pada pasien/ keluarga untuk peningkatan yang dicapai
Edukasi:

 Jelaskann jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau


 Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
4). Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Tujuan : Tingkat pengetahuan meningkat
Setelah dilakukan tindakan selam 1 jam

40
Kriteria Hasil :
 Perilaku sesuai anjuran meningkat
 Verbalisasi minat dalam belajar meningkat
 Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik diare
meningkat
 Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat

Intervensi

(1) Edukasi kesehatan


Observasi:
 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
 Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat

Terapetik:
 Sediakan materi dan media pendidikan
 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan.
 Berikan kesempatan untuk bertanya.

Edukasi:
 Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan.
 Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.
 Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat.
(2) Edukasi program pengobatan
Observasi:
 Identifikasi pengetahuan tentang pengobatan yang direkomendasikan
 Identifikasi penggunaan pengobatan tradisional dan kemungkinan efek
terhadap pengobatan

Terapetik:
 Fasilitasi informasi tertulis atau gambar untuk meningkatkan pemahaman
 Berikan dukungan untuk menjalani program pengobatan dengan baik dan
benar

41
 Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan pada pasien selama
pengobatan

Edukasi:
 Jelaskan manfaat dan efek samping pengobatan
 Jelaskan strategi mengelola efek samping obat
 Jelaskan cara penyimpanan, dosis , waktu pemberian obat, pengisian/
pembelian kembali dan pemantauan sisa obat
 Jelaskan keuntungan dan kerugian program pengobatan
 Informasikan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan selama pengobatan
 Anjurkan memonitor perkembangan keefektifan pengobatan
 Anjurkan mengkonsumsi obat sesuai indikasi
 Anjurkan bertanya jika ada sesuatu yang tidak dimengerti sebelum dan
sesudah pengobatan dilakukan
 Ajarkan kemampuan melakukan pengobatan mandiri
 Edukasi Proses Penyakit
(3) Edukasi Proses Penyakit
Observasi:
 Identifikasi harapan dan kemampuan menerima informasi
Terapetik:
 Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi:
 Jelaskan penyebab dan faktor risiko penyakit
 Jelaskan proses patofisiologi munculnya penyakit
 Jelaskan tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit
 Jelaskan kemungkinan terjadinya komplikasi
 Ajarkan cara mengatasi gejala yang dirasakan
 Ajarkan cara meminimalkan efek samping dari intervensi dan pengobatan
 Anjurkan melapor jika merasakan tanda dan gejala memberat
5). Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

42
Tujuan : Termoregulasi membaik
Setelah dilakukan tindakan selama 1 x 24 jam

Kriteria Hasil :

 Menggigil berkurang
 Suhu tubuh menurun
 Suhu kulit hangat
Intervensi :

Observasi:

 Identifikasi penyebab hipertermia (misal: dehidrasi, terpapar lingkungan


panas, penggunaan inkubator)
 Monitor suhu tubuh

 Monitor kadar elektrolit


 Monitor haluaran urine
 Monitor komplikasi akibat hipertemi

Terapeutik:

 Sediakan lingkungan yang dingin


 Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami heperhidrosis
(keringat berlebih)
 Lakukan pendingin eksternal (misal: selimut hipotermia, atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
 Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
 Berikan oksigen bila perlu

Edukasi:

 Anjurkan tirah baring

Kolaborasi:

43
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena,dan obat anti
histamine
6). Risiko hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan
Tujuan : Status cairan membaik

Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam

Kriteria Hasil:

 Kekuatan nadi membaik


 Turgor kulit membaik
 Frekuensi nadi membaik
 Tekanan nadi membaik
 Intake cairan membaik
Intervensi

(1) Managemen hipovolemi


Observasi:
 Periksa tanda dan gejala hipovolemi
 Monitor intake dan output cairan
Terapeutik:

 Hitung kebutuhan cairan


 Berikan posisi medified trendelenberg
 Berikan asupan cairan oral
Edukasi:

 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral


 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi:

 Kolaborasi pemberian cairan intravena isotonis (nacl,Rl )


 Kolaborasi pemberian cairan intravena hipotonis (glukosa 0.5 %, NaCL
0,4% )
 Kolaborasi pemberian cairan koloid ( albumin,plasmanate )
 Kolaborasi pemberian produk darah
(2) Pemantauan cairan

44
Observasi:

 Monitor frekuensi dan kekuatan nadi


 Monitor frekuensi nafas
 Monitor tekanan darah
 Monitor berat badan
 Monitor waktu pengisian kapiler
 Monitor elastisitas atau turgor kulit
 Monitor jumlah,warna dan berat jenis urine
 Monitor kadar albumin dan protein total
 Monitor hasil pemeriksaan serum
 Monitor intake dan output cairan
 Identifikasi tanda-tanda hipovolemia
 Identifikasi faktor risiko ketidakseimbangan cairan
Terapeutik;

 Atur nterval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien


 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi:

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
7). Risiko ketidakseimbangan cairan
Tujuan : Keseimbangan cairan meningkat. Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam

Kriteria Hasil :
 Asupan cairan meningkat
 Asupan makanan meningkat
 Tekanan darah meningkat
 Kekuatan naadi meningkat
 Turgor kulit meningkat
(1) Managemen cairan

Observasi:

 Monitor status hidrasi

45
 Monitor berat badan harian
 Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
 Monitor status hemodinamik
Terapeutik:

 Catat intake output dan hitung balans cairan 24 jam


 Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
 Berikan cairan iv, jika perlu.
Kolaborasi:

 Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu


(2) Pemantauan cairan
Observasi:

 Monitor frekuensi dan kekuatan nadi


 Monitor frekuensi nafas,tekanan darah dan berat badan
 Monitor waktu pengisian kapiler
 Monitor turgor kulit
 Monitor warna,jumlah dan berat jenis urine
 Monitor kadar albumin dan protein total
 Monitor hasil pemeriksaan serum
 Monitor intake dan output cairan
 Identifikasi tanda dan gejala hipovolemi dan hipervolemi
 Identifikasi faktor risiko ketidakseimbangan cairan
Terapeutik;

 Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien


 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi:

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


 Informasikan hasil pemantauan jika perlu

46
6) Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan
yang dimana rencana keperawatan dilaksanakan yaitu untuk
melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat
dalam rencana keperawatan pasien. Agar implementasi perencanaan ini
dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama harus
mengidentidikasi prioritas keperawatan klien kemudian bila perawatan
telah dilaksanakan perawat mencatat dan memantau respon klien
terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan kepada tenaga
kesehatan lainnya.

7) Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Proses
yang continyu yang penting untuk menjamin kualitas dan ketepatan
perawtan yang diberikan. Yang dilakukan dengan meninjau respon
klien untuk menentukan keefektifan rencana keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan klien.

C. FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK


1) Pengkajian

1. Identitas Klien
Nama :An AS Nama Ayah: S
Usia : 9 bulan Usia: 37 thn
Jenis Kelamin : laki-laki Pekerjaan: Swasta ( Dagang)
Alamat : jl. Muharto VIII Nama Ibu:N
No. RM : 364841 Usia: 27 thn
Tanggal MRS : 15 Juni 2020 Pekerjaan: ibu rumah tangga
Tanggal Pengkajian :15 Juni 2020 Alamat : jl.Kol. Sugiono VIII
Sumber Informasi : ibu dan ayah pasien
Keluarga yang bisa dihubungi : ibu dan ayah pasien
2. Status Kesehatan Saat Ini
(1) Keluhan saat MRS : ibu mengatakan anak diare sejak 4 hari yang

47
lalu, frekuensi 5-6 x sehari , kotoran berupa air, ampas ada darah dan
lendir
(2) Keluhan saat Pengkajian : Diare sejak 4 hari , frekuensi 5-6 x sehari ,
kotoran berupa air, ampas ada darah dan lendir
(3) Riwayat Penyakit Sekarang : Diare sejak 4 hari , frekuensi 5-6 x
sehari , kotoran berupa air ada darah dan lendir
(4) Diagnosa Medis : Amoebiasis
3. RIWAYAT KESEHATAN TERDAHULU
(1) Penyakit yang pernah di alami: tidak pernah sakit
(2) Kecelakaan : tidak pernah
(3) Operasi (Jenis dan Waktu) : tidak pernah
(4) Penyakit kronis/akut : tidak pernah
(5) Terakhir kali MRS : tidak pernah
(6) Imunisasi : BGC, DPT I, II, III, Hepatitis B I, II, III,

4. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Genogram:

Ayah Ibu

anak anak pasien

= Laki – laki

= Perempuan

48
= Tinggal bersama

5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


(1) Prenatal : pemeriksaan antenatal kontrol ke bidan
Komplikasi tidak ada selama kehamilan
(2) Natal: lahir pada usia kehamilan : 9 bulan
Anak ke 2 dari 3
BB : 3200 gr
PB : 52 cm
Tempat bersalin : Rumah Bersalin
Cara bersalin : normal
Penolong persalinan : bidan
(3) PostNatal:
Kondisi saat lahir aterm
Masalah neonatus tidak ada
BB waktu lahir sesuai masa kehamilan

6. POLA NUTRISI-METABOLIK
Item Deskripsi
di Rumah di Rumah Sakit
Jenis diet/makanan/ Minum ASI dan bubur bayi Minum ASI dan bubur saring
Komposisi instan dari RS
menu
Frekuensi/pola Minum ASI 8-10 kali Minum ASI 6-7 kali sehari,
sehari, Pola makan baik Pola makan menurun
Porsi/jumlah Banyak Sedikit
Pantangan Tidak ada Tinggi glukosa,
Nafsu makan baik menurun
Peningkatan/Penurunan BB Ada peningkatan BB setiap Tidak peningkatan atau
6 bulan terakhir bulan 0,5 sampai 1 kg tiap penurunan BB
bulan saat kontrol di
Posyandu, Tidak ada
penurunan BB
Sukar menelan Tidak ada kesukaranmenelan Tidak ada kesukaran menelan

49
7. POLA ELIMINASI
Di Rumah
Item di Rumah Sakit
Saat Sehat Saat Sakit
BAB 1 kali 4-6 kali 3-4 kali sehari
Frekuensi/pola
Konsistensi padat Cair, ada darah dan lendir Cair, ada darah dan
lendir
Warna/bau kuning kuning kuning
Kesulitan tidakada Frekuensi sering, diare Frekuensi sering, diare
Upaya mengatasi tidakada tidakada Pemberian obat
pengeras faeces
BAK 4-5 kali 4-5 kali 6-8 kali
Frekuensi/pola
Konsistensi cair cair cair
Warna/bau Bening, tidak Bening, tidak berbau Bening, tidak berbau
bebau
Kesulitan Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Personal Hygiene Di bantu orang tua Di bantu orang tua Di bantu orang tua

8. RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN


 BB saat ini : 8,5 kg

 TB : 73 cm
 BB lahir : 3200 gr

 Tahap perkembangan psikososial dan Psikoseksual:


Anak sangat menyukai mainannya, anak sangat bergantung kepada kedua orang
tuanya dan sangat histeris jika dipisahkan dengan orang tuanya.
9. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaaan Umum : Sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 GCS :

50
 TD :-

 Nadi : 100 permenit


 Suhu : 36 8 C
 RR : 20 permenit
1. Kepala : Simetris, rambut bersih, ubun – ubun datar
2. Mata : normal, tidak anemis, tidak cowong
3. Hidung: normal, tidak ada kelaianan
4. Mulut dan Tenggorokan: normal, tidak ada kelaianan
5. Telinga : normal, tidak ada kelaianan
6. Leher: normal, tidak ada kelaianan
7. Dada
Inspeksi
Bentuk thorak Normal
Palpasi
Vocal fremitus VOCAL VREMITUS pada thorax anterior dan posterior sama,
normal
Perkusi
AuskultasiParu, rhonchi(-),wz (-)
SuaraNafas Deskripsi
Ο Bronkial
Ο Bronkovesikuler
Ο Vesikuler Vesikuler
SuaraUcapan Dextra Sinistra
Bronkoponi/pectoryloquy/egophony Tidak ada Tidak ada
SuaraTambahan Dextra Sinistra
Rales/Rhonchi/Wheezing/Pleural Frictionk Tidak ada Tidak ada
8. Jantung
PemeriksaaanJantung
Inspeksi danPalpasi Prekordium
Area Aorta-Pulmonum Pulsasi: normal
Area tricuspid-Ventrikelkanan Pulsasi: normal
Letak Ictus Cordis normal
Perkusi
Batas jantung Batas atas = pada ICS III
Suara:
Batas bawah = pada ICS V
Resonan/dullness/timpani/pekak
Batas kiri = pada midclavicularis atau 4 jari dari

51
midsternum
Batas kanan = sejajar sisi sternum kanan
Pekak
Auskultasi
BunyiJantung I Terdengar bunyu “lup” pada ruang ICS V sebelah kiri sternum
diatas apeks jantung
BunyiJantung II Terdengar bunyi “dup”pada ICS II sebelah kanan sternum
BunyiJantung III Tidak terdengar suara tambahan
BunyiJantung IV Tidak terdengar suara tambahan
Keluhan Tidak ada
9. Punggung: Normal , tidak ada kelainan
10. Mamae dan Axila: Normal , tidak ada kelainan
11. Abdomen :

Inspeksi Lesi (-) Scar (-) Massa (-) Distensi (-) Asites (-)

Auskultasi Meningkat 37x permenit


Palpasi Normal
Perkusi Suara timpani di seluruh lapang perut
Lain-lain

12. Genetalia
Pengkajian Data/Gejala Deskripsi
Inspeksi Normal, Tidak ada kelainan Intergritas kulit normal,tidak ada masa dan
pembekakan,tidak ada pengeluaran pus dan
darah
Palpasi Normal Tidak ada nyeri,tidak terdapat edema /
hemoroid /polip/tanda-tanda infeksi dan
perdarahan
Keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada kelihan selama miksi
Lain-lain

52
13. Ekstremitas
Lesi ( -/ -), edema(- /- ), deformitas ( -/ -)
Atas
Akral: Hangat
Lesi ( -/- ), edema ( -/ -), deformitas ( -/ -)
Bawah
o EkstremitasAtas : kuat
Kekuatan Otot
o EkstremitasBawah: Kuat
14. METABOLISME/INTEGUMEN
Kulit
Warna : Sawo Matang Akral : Hangat
Suhu :36 8 C Turgor :Baik
Edema : Tidak ada Memar :Tidak ada
Kemerahan : disekitar anus Pruritus : Tidak ada
Lain –lain :
CRT :
15. NEUROSENSORI :
Pupil :
Reflek terhadap cahaya: +
Reflek-reflek: menghisap (+), menoleh (+), menggenggam (+)

16. TERAPI: Lacidofil 1x 1 sachet


Daryazinc drop 1 x ml
Injeksi Cefotaxime 3 x 300 mg
17. DATA PENUNJANG (EKG,EEG,Pemeriksaan Radiologi,
Laboratorium, dan lain-lain)
Hasil Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Laboratorium
Darah Lengkap
Hemoglobin 10,3 L g/dL 10.5 - 12.9
Eritrosit 4,26 L10 ˆ6 μL 4.50 - 5.90
Hematokrit 31.1 L% 40.0 - 52.0
Trombosit 382 10ˆ3 μL 150 - 450

53
Lekosit 8.2%10ˆ3 μL 6.0 - 17.5
Faeces
Faeces lengkap
Makroskopik Kuning kecoklatan, lembek Negatif
ada lendir
Mikroskopik
Amoeba Ditemukan
Kista Ditemukan
E.Hystolitica Magnaform 1–3
E.Hystolitica Minutanaform 0 -1
Telur cacing Tidak ditemukan Negatif
Lekosit 10 – 12
Eritrosit 2 -3 sisa makanan +
Lain – lain Butir – butir lemak +
Bakteri +
Mucos +

Darah samar ICT


Hemoglobin Negatif
Transferin Negatif

54
55
56
2) Format Analisa Data

No. Data Fokus Etiologi Masalah Keperawatan


1 DS : Ibu mengatakan Faktor infeksi Diare
anak diare 4 hari , diare
sehari 5-6 x sehari, Adanya toksik/zat tertentu
kotoran berupa air ada pada dinding usus
darah dan lendir
DO : Makanan yg tdk dpt
Keadaan umum : diserap
agak lemah
Frekuensi peristaltik
meningkat Peningkatan sekresi air dan
Bising usus hiperaktif elektrolit ke dlm rongga
usus

Peningkatan isi rongga


usus

Diare
2 DS : Ibu mengatakan Diare Gangguan Integritas Kulit
anak diare 4 hari , diare
sehari 5-6 x sehari,
kotoran berupa air ada Frekuensi BAB sering
darah dan lendir
DO : kulit sekitar anus
kemerahan Iritasi sekitar mukosa Anus
Pasien tampak menangis
kesakitan saat di bersihkan
daearah anus

Gangguan Integritas Kulit


3 DS : Ibu mengatakan tidak Kurang informasi Defisit pengetahuan
tahu dengan benar tentang
perawatan anaknya
DO : Ibu tidak dapat
mengatakan dengan benar Defisit pengetahuan
tentang perawatan anaknya
Ibu tidak dapat mengatakan
dengan benar tentang
pencegahan agar tidak diare
lagi

57
3) Diagnosa Keperawatan
(Berdasarkan Prioritas)
Ruang : Santa Teresia
Nama Pasien : An AS
Diagnosa : Amoebiasis
No Tanggal Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanda
Muncul Tangan
1 15/Juni / Diare berhubungan dengan inflamasi gastro 17/Juni /2020
2020 intestinal
2 15/Juni / Gangguan integritas kulit/jaringan 17/Juni /2020
2020 berhubungan dengan bahan iritatif (faeces)
3 15/Juni / Defisit pengetahuan berhubungan dengan 16/Juni /2020
2020 kurang terpapar informasi

4) Rencana Asuhan Keperawatan


Nama Klien: an AS Tanggal Pengkajian :15 -06- 2020
No RM : 364841 Diagnosa Medis : Amoebiasis

Tgl Diagnosa dan Tujuan & Intervensi


No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Utama Intervensi : Observasi,
Terapi, Edukasi,
Kolaborasi
15/06/20 D 0020 Ekspetasi diare 1. Manajemen diare Observasi:
20 Diare membaik  Identifikasi
Kriteria Hasil : penyebab diare
Setelah  Identifikasi riwayat
dilakukan pemberian makanan
tindakan selama  Monitor warna,
1 x 24jam volume,
frekuensi,dan
 Nyeri konsistensi tinja.
abdomen  Monitor tanda dan
menurun gejala hypovolemia
 Konsistensi  Monitor iritasi dan
feses padat ulserasi kulit di
 Frekuensi daerah perianal
BAB normal  Monitor jumlah
pengeluaran diare
 Peristaltik
 Monitor penyiapan
usus
makanan
menurun
Terapeutik:
 Berikan asupan
cairan oral: larutan
garam gula, oralit.
58
 Pasang jalur
intravena
 Berikan cairan
intravena
 Ambil sampel darah
untuk pemeriksaan
darah lengkap
 Ambil sampel feses
untuk feses lengkap
Edukasi:
 Anjurkan makanan
porsi kecil dan
sering secara
bertahap
 Anjurkan
menghindari
makanan pembentuk
gas, pedas, dan
mengandung laktosa
 Anjurkan
melanjutkan
pemberian ASI
Kolaborasi:
 Kolaborasi
pemberian obat
antimotilitas (misal:
loperamide,
difenoksilat)
 Kolaborasi
pemberian obat
antispasmodic/spas
molitik
 Kolaborasi
pemberian obat
pengeras feses
2. Pemantauan cairan Observasi:
 Monitor frekuensi
dan kekuatan nadi
 Monitor frekuensi
napas
 Monitor tekanan
darah
 Monitor berat badan
 Monitor waktu
pengisian kapiler
 Monitor elastisitas
atau turgor kulit
 Monitor jumlah dan
berat jenis urine
 Monitor kadar
59
albumin dan protein
total
 Monitor hasil
pemeriksaan serum
(misal: osmolaritas
serum, hematokrit,
natrium,
kalium,BUN)
 Monitor input dan
output cairan
 Identifikasi tanda
tanda hipovolemia
(misal: frekuensi
nadi meningkat, nadi
teraba lemah,
tekanan darah
menurun, tekanan
nadi meningkat,
turgor kulit
menurun, dll)
 Identifikasi tanda
tanda hipervolemia
 Identifikasi faktor
risiko
ketidakseimbangan
cairan
Terapeutik:
 Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi
pasien
 Informasi hasil
pemantauan, jika
perlu
15/06/20 D.0129 Ekspetasi: 1. Perawatan integritas Observasi
Integritas kulit  Identifikasi penyebab
Gangguan kulit/jaringan gangguan integritas
integritas Meningkat kulit ( mis: perubahan
kulit/jaringan sirkulasi, perubahan
Kriteria Hasil: status
Setelah nutrisi,penurunan
dilakukan kelembapan,suhu
tindakan selama lingkungan
2x 24 jam extreme,penurunan
 Elastisitas mobilitas )
meningkat Terapeutik:
 Hidrasi  Ubah posisi tiap 2 jam
meningkat jika tirah baring
Perfusi  Lakukan pemijatan
jaringan pada area penonjolan
60
meningkat tulang, jika perlu
Kerusakan  Bersihkan perineal
jaringan dengan air hangat,
berkurang terutama selama
 Kerusakan periode diare
lapisan kulit  Gunakan produk
berkurang berbahan petrolium
 Nyeri atau minyak pada kulit
berkurang kering
 Kemerahan  Gunakan produk
berkurang berbahan ringan/ alami
dan hipoalergik pada
kulit sensitif
 Hindari produk
berbahan dasar alkohol
pada kulit kering
2. Perawatan luka Edukasi :
 Anjurkan
menggunakan
pelembab
 Anjurkan minum air
yang cukup
 Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
 Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
 Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya.

Observasi

 Monitor karakteristik
luka (mis:
warna,ukuran, bau)
 Monitori tanda-tanda
infeksi.
Terapetik:
 Berikan salep yang
sesuai ke kulit/ lesi,
jika perlu
 Pertahankan teknik
kebersihan saat
melakukan perawatan
luka
Edukasi:
 Jelaskan tanda dan

61
gejala infeksi
 Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
 Anjurkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi:
 Kolaborasi
pemberian
antibiotik
15/06/20 D.0111 Ekspektasi : 1. Edukasi kesehatan Observasi:
Defisit Tingkat  Identifikasi kesiapan
pengetahuan pengetahuan dan kemampuan
meningkat menerima informasi
 Identifikasi faktor-
Kriteria Hasil : faktor yang dapat
Setelah meningkatkan dan
dilakukan menurunkan motivasi
tindakan selama perilaku hidup bersih
1x 1 Jam dan sehat

 Perilaku Terapetik:
sesuai  Sediakan materi dan
anjuran media pendidikan
meningkat  Jadwalkan pendidikan
 Kemampuan kesehatan sesuai
menjelaskan kesepakatan.
pengetahuan  Berikan kesempatan
tentang diare untuk bertanya.
meningkat
Edukasi:
 Perilaku
 Jelaskan faktor risiko
sesuai
yang dapat
dengan
mempengaruhi
pengetahuan
kesehatan.
meningkat
 Ajarkan perilaku hidup
 Pertanyaan
bersih dan sehat.
tentang
 Ajarkan
Namastrategi yang
jelas & Tandatangan
masalah yang
dapat digunakan untuk
dihadapi
meningkatkan perilaku
meningkat
hidup bersih dan sehat.
Observasi:
2. Edukasi Program  Identifikasi
pengobatan pengetahuan tentang
pengobatan yang
direkomendasikan
 Identifikasi

62
penggunaan
pengobatan tradisional
dan kemungkinan efek
terhadap pengobatan
Terapetik:
 Fasilitasi informasi
tertulis atau gambar
untuk meningkatkan
pemahaman
 Berikan dukungan
untuk menjalani
program pengobatan
dengan baik dan benar
 Libatkan keluarga
untuk memberikan
dukungan pada pasien
selama pengobatan
Edukasi:
 Jelaskan manfaat dan
efek samping
pengobatan
 Jelaskan strategi
mengelola efek
samping obat
 Jelaskan cara
penyimpanan, dosis ,
waktu pemberian obat,
pengisian/ pembelian
kembali dan
pemantauan sisa obat
 Jelaskan keuntungan
dan kerugian program
pengobatan
 Informasikan fasilitas
kesehatan yang
Nama jelas dapat
& Tandatangan
digunakan selama
pengobatan
 Anjurkan memonitor
perkembangan
keefektifan pengobatan
 Anjurkan
mengkonsumsi obat
sesuai indikasi
 Anjurkan bertanya jika
ada sesuatu yang tidak
dimengerti sebelum
dan sesudah
pengobatan dilakukan
 Ajarkan kemampuan
63
melakukan pengobatan
mandiri
Observasi:
 Identifikasi harapan
3. Edukasi Proses dan kemampuan
Penyakit menerima informasi

Terapetik:
 Sediakan materi dan
media pendidikan
kesehatan
 Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
 Berikan kesempatan
untuk bertanya
Edukasi:
 Jelaskan penyebab dan
faktor risiko penyakit
 Jelaskan proses
patofisiologi
munculnya penyakit
 Jelaskan tanda dan
gejala yang
ditimbulkan oleh
penyakit
 Jelaskan kemungkinan
terjadinya komplikasi
 Ajarkan cara mengatasi
gejala yang dirasakan
 Ajarkan cara
meminimalkan efek
samping dari intervensi
dan pengobatan
 Anjurkan melapor jika
merasakan tanda dan
gejala memberat
Nama jelas & Tandatangan

Nama jelas & Tandatangan

64
5) Implementasi Keperawatan
Nama Klien : An. AS
No. Reg : 364841
Diagnosa Medis : Amoebiasis

No. Tanggal No Jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien TTD


Dx
1. 15-06-2020 D 0020 16.00 Observasi: Ibu pasien
kooperatif
1. Mengidentifikasi penyebab diare adalah dalam
personal hygiene kurang mengikuti
2. Mengidentifikasi riwayat pemberian makanan saran dan
sebelumnya yaitu anak biasa minum ASI dan arahan dari
bubur instan perawat
3. Memonitor warna, volume, frekuensi,dan
konsistensi tinja.
4. Memonitor tanda dan gejala hypovolemia
5. Monitor iritasi dan ulserasi kulit di daerah
perianal
6. Monitor jumlah pengeluaran diare

Terapeutik:
1. Memberikan asupan cairan oral : larutan garam
gula, oralit.
2. Memasang jalur intravena
3. Memberikan cairan intravena
4. Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan
darah lengkap

65
5. Mengambil sampel feses untuk feses lengkap

Edukasi:
1. Menganjurkan makanan porsi kecil dan sering
secara bertahap
2. Menganjurkan menghindari makanan
pembentuk gas, dan mengandung laktosa
3. Menganjurkan melanjutkan pemberian ASI

Kolaborasi:
1. Melakukan kolaborasi pemberian terapi

2 15-06-20 D 0129 16.00 Observasi Ibu pasien


kooperatif
1. Mengidentifikasi penyebab gangguan integritas
dalam
kulit mengikuti
saran dan
Terapeutik:
arahan dari
perawat, dan
1. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama bertanya
selama periode diare sekali- kali bila
tidak jelas
2. Menggunakan produk berbahan ringan/ alami
dan hipoalergik pada kulit sensitif
Edukasi :

1. Menganjurkan membersihkan daerah anus


dengan air hangat, terutama selama periode

66
diare
2. Menganjurkan menggunakan produk berbahan
ringan/ alami dan hipoalergik pada kulit sensitif

3 15-06-20 0111 16.00 Observasi: Ibu pasien


1. Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan kooperatif
menerima informasi dalam
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mengikuti
meningkatkan dan menurunkan motivasi saran dan
arahan dari
perilaku hidup bersih dan sehat
perawat, dan
Terapetik: bertanya
sekali- kali bila
1. Menyediakan materi dan media pendidikan tidak jelas
dalam bentuk leaflet
2. Menjadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan.
3. Memberikan kesempatan untuk bertanya.

Edukasi:
1. Menjelaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan.
2. Mengajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.
3. Mengajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan
sehat.

1. 16-06-2020 D 0020 16.00 Observasi: Ibu pasien


67
1. Mengidentifikasi penyebab diare adalah kooperatif
personal hygiene kurang dalam
mengikuti
2. Mengidentifikasi riwayat pemberian makanan
saran dan
sebelumnya yaitu anak biasa minum ASI dan arahan dari
bubur instan perawat
3. Memonitor warna, volume, frekuensi,dan
konsistensi tinja.
4. Memonitor tanda dan gejala hypovolemia
5. Monitor iritasi dan ulserasi kulit di daerah
perianal
6. Monitor jumlah pengeluaran diare

Terapeutik:
1. Memberikan asupan cairan oral : larutan garam
gula, oralit.
2. Memasang jalur intravena
3. Memberikan cairan intravena
4. Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan
darah lengkap
5. Mengambil sampel feses untuk feses lengkap

Edukasi:
1. Menganjurkan makanan porsi kecil dan sering
secara bertahap
2. Menganjurkan menghindari makanan
pembentuk gas, dan mengandung laktosa
3. Menganjurkan melanjutkan pemberian ASI

68
Kolaborasi:
1. Melakukan kolaborasi pemberian terapi

2 16-06-20 D 0129 16.00 Observasi Ibu pasien


kooperatif
1. Mengidentifikasi penyebab gangguan
dalam
integritas kulit mengikuti
saran dan
Terapeutik:
arahan dari
perawat, dan
1. Bersihkan perineal dengan air hangat, bertanya
terutama selama periode diare sekali- kali bila
tidak jelas
2. Menggunakan produk berbahan ringan/
alami dan hipoalergik pada kulit sensitif
Edukasi :

1. Menganjurkan membersihkan daerah anus


dengan air hangat, terutama selama periode
diare
2. Menganjurkan menggunakan produk berbahan
ringan/ alami dan hipoalergik pada kulit sensitif

69
6) Evaluasi

Nama Klien : An. AS


No. Reg : 364841
Diagnosa Medis : Amoebiasis

Tgl/Jam No. Evaluasi Paraf


Diagnosa
16-06-20 1 S : ibu mengatakan anak diare 2 kali berupa ampas, air
jam 14.00 O : keadaan umum cukup, turgor kulit baik, mata tidak cowong
Pasien Diare 2 x, volume banyak konsistensi lembek berupa ampas masih ada lendir
tidak darah

No Indikator Awal Target Akhir


1 Konsistensi feses Cukup Membaik Membaik
memburuk
2 Frekuensi defekasi Cukup Menurun Menurun
memburuk
3 Peristaltik usus Cukup Menurun Membaik
memburuk
A: Diare belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi

16-06-20 2 S : ibu mengatakan anak diare 2 x dari kemarin malam


O:Anak diare 4x ada ampas, air tidak ada darah, tampak kemerahan daerah sekitar anus
berkurang
No Indikator Awal Target Akhir
1 Kerusakan lapisan Cukup Membaik Membaik
kulit memburuk
2 Nyeri Cukup Membaik Membaik
memburuk
3 Kemerahan Cukup Menurun Membaik

70
memburuk

A : :Gangguan integritas kulit belum teratasi


P : Lanjutkan intervensi
16-06-20 3 S : ibu mengatakan mengerti tentang bagaimana perawatan anak selanjutnya di rumah
O : ibu dapat mengatakan dengan tepat tentang perawatan anak selanjutnya di rumah
Ibu dapat menjelaskan kembali apa yang di jelaskan oleh perawat tentang pencegahan
agar diare tidak terjadi lagi.
No Indikator Awal Target Akhir
1. Perilaku sesuai Menurun Meningkat Meningkat
anjuran
2. Kemampuan Menurun Meningkat Meningkat
menjelaskan
pengetahuan tentang
suatu topik
3. Perilaku sesuai Menurun Meningkat Meningkat
pengetahuan
4. Persepsi yang keliru Menurun Meningkat Meningkat
terhadap masalah

A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
17-06-20 1 S : ibu mengatakan anak tidak diare BAB 1 kali lembek berupa ampas, tidak ada darah,
16.00 lendir
O : keadaan umum cukup, turgor kulit baik, mata tidak cowong
Pasien BAB 1 kali lembek berupa ampas, tidak ada darah, lendir x, volume banyak
konsistensi lembek berupa ampas masih ada lendir tidak darah

No Indikator Awal Target Akhir


1 Konsistensi feses Cukup Membaik Membaik
memburuk
2 Frekuensi defekasi Cukup Menurun Menurun

71
memburuk
3 Peristaltik usus Cukup Menurun Membaik
memburuk
A: Diare teratasi
P: Hentikan intervensi

2 S : ibu mengatakan anak tidak diare BAB 1 kali lembek berupa ampas, tidak ada darah,
lender, kulit sekitar anus sudah tidak kemerahan
O:Anak diare 4x ada ampas, air tidak ada darah, tampak kemerahan daerah sekitar anus
berkurang
No Indikator Awal Target Akhir
1 Kerusakan lapisan Cukup Membaik Membaik
kulit memburuk
2 Nyeri Cukup Membaik Membaik
memburuk
3 Kemerahan Cukup Menurun Membaik
memburuk

A : :Gangguan integritas kulit teratasi


P : Hentikan intervensi

72
73

Anda mungkin juga menyukai