Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PAROTITIS BERBASIS SDKI, SLKI, SIKI


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pengganti Praktik Klinik Mahasiswa Pada
Stase Manajemen Keperawatan
Diampu Oleh Bapak Ns. Aria Pranatha, S. Kep., M. Kep dan Bapak Ns. Aditya Puspa
Negara, S.Kep., M. Kep.

Disusun Oleh :

Ahaddin Yusuf
(CKR0170116)
S1 Keperawatan Reg. C (Semester 8)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puja dan puji syukur saya panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunian-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan
modul ini yang membahas tentang “Konsep dan Asuhan Keperawatan Parotitis ” dengan
lancar dan tepat waktu.
Laporan Pendahuluan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kuliah Pengganti
Praktek Klinik Mahasiswa Keperawatan Manajemen Keperawatan yang diberikan oleh
Bapak Aria Prantha dan Aditya Puspa Negara Selaku Koordinator PKM Manajemen
Keperawatan. Laporan Pendahuluan ini juga disusun dengan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan pendahuluan ini. Untuk itu,
kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut berkontribusi atau berperan
dalam pembuatan laporan pendahuluan ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam modul ini masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan
tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik yang sifatnya membangun guna
sempurnanya laporan pendahuluan ini.
Akhir kata saya berharap semoga laporan pendahuluan ini dapat memberikan manfaat
dan inspirasi terhadap pembaca, serta terhadap diri saya sendiri.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Kuningan, 17 Juli 2021

Penyusun
Ahaddin Yusuf
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
I. Tujuan Umum.....................................................................................................................1
II. Tujuan Khusus....................................................................................................................1
III. Anatomi fisiologi............................................................................................................1
IV. Parotitis...........................................................................................................................2
A. Definisi............................................................................................................................2
B. Etiologi............................................................................................................................3
C. Manifestasi Klinis...........................................................................................................3
D. Patofisiologi dan Pathway...............................................................................................4
E. Komplikasi......................................................................................................................6
F. Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................7
G. Penatalaksanaan..............................................................................................................8
H. Asuhan Keperawatan......................................................................................................8
1. Pengkajian.......................................................................................................................8
2. Diagnosis Keperawatan....................................................................................................10
3. Intervensi Keperawatan.................................................................................................10
4. Implementasi Keperawatan...........................................................................................20
5. Evaluasi Keperawatan...................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................21
4

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN


KONSEP THYPOID

I. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan modul ini mahasiswa mampu memahami dan menerapkan
asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Thypoid

II. Tujuan Khusus


1. Menguraikan anatomi dan fisiologi sistem pencernaan
2. Menjelaskan patofisiologi Thypoid
3. Menjelaskan pengkajian pada klien dengan kasus Thypoid
4. Merumuskan diagnosa keperawatan dengan kasus Thypoid
5. Menyusun rencana Asuhan keperawatan kasus Thypoid
6. Mengimplementasikan rencana keperawatan
7. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan
8. Mendemonstrasikan pengkajian fisik pada klien dengan Thypoid

III. Anatomi Fisiologi


Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam
aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari
mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar,
rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak
diluar saluran pencernaan yaitu: pankreas, hati dan kandung empedu.
1. Mulut Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan
dan air pada manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya
merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari
mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang
terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis,
asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan
lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau. 8 Makanan dipotong-potong oleh
gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham),
menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar
ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan
enzimenzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang
5

bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut
secara otomatis.
2. Kerongkongan (Esofagus) Kerongkongan adalah tabung (tube)
berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian
mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan
menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-
6 tulang belakang. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian: a. Bagian superior
(sebagian besar adalah otot rangka). b. Bagian tengah (campuran otot rangka
dan otot halus). c. Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
3. Lambung Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk
seperti kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu: a. Kardia. b. Fundus. c.
Antrum. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan
normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam
kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang
melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting: a. Lendir Lendir melindungi sel-
sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan
lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya
tukak lambung. 10 b. Asam klorida(HCl) Asam klorida menciptakan suasana
yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein.
Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap
infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri. c. Prekursor pepsin (enzim
yang memecahkan protein) 4. Usus halus (usus kecil) Usus halus atau usus kecil
adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus
besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang
diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir yang
melumasi isi usus dan air yang membantu melarutkan pecahanpecahan makanan
yang dicerna. Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak. Otot yang meliputi usus halus mempunyai 2
lapisan. Lapisan luar: terdiri atas serabut-serabut longitudinal yang lebih tipis
dan lapisan dalam: merupakan serabut sirkuler untuk membantu gerakan
peristatik. Lapisan sub mukosa terdiri atas jaringan penyambung, sedangkan
mukosa bagian dalam tebal, banyak mengandung pembulu darah dan kelenjar.
11 Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). a. Usus dua belas jari
(Duodenum) Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus
yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong
6

(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus
halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus
dua belas jari merupakan organ peritoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya
oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada
derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari
pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin
duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan
makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian
pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter
pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum
akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
12 b. Usus Kosong (jejenum) Usus kosong atau jejunum (terkadang sering
ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas
jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang
seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus
kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus
(vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan
dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara
hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yaitu sedikitnya sel
goblet dan plak peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus
penyerapan secara makroskopis. c. Usus Penyerapan (illeum) Usus penyerapan
atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan
manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum,
jejunum dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8
(netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-
garam empedu. 13 Dinding usus terdiri atas 4 lapisan dasar: lapisan paliang luar
(lapisan serosa), dibentuk oleh peri tonium. Peritoneum mempunyai lapisan
visceral dan pariental dan lapisan yang terletak antara lapisan ini dinamakan
rongga peritoneum. Nama khusus yang telah diberikan pada lipatan-lipatan
peritoneum, antara lain: a. Mesentrium merupakan lipatan peritoneum yang
lebar mengantung jejunum dan ileum dari dinding posterior abdomen dan
memungkinkan usus bergerak leluasa. Masentrium menyokong pembulu darah
dari limfe yang mensuplai usus. b. Omentum mayus merupakan lapisan ganda
peritoneum yang menggantung dari kurvatura mayor lambung dan berjalan
turun di depan visera abdomen omentum biasanya mengandung banyak lemak
dan kelenjar limfe yang membantu rongga peritoneum (melindungi) dari
infeksi. c. Omentum minus merupakan lipatan peritoneum yang terbentang dari
7

kurvatura minor lambungdan bagian atas duodenum menuju kehati. Salah satu
fungsi penting peritoneum adalah mencegah pergerakan antara organ-organ
yang berdekatan dengan mensekresi cairan serosa sebagai pelumas.

IV. Thypoid
A. Definisi
Typhoid abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluaran cerna dengan gejala demam
lebih dan 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan ganggguan kesadaran.
(Arif Mansjoer, 2003).
Demam tifoid adalah infeksi demam sistemik akut yang nyata pada
fagosit mononukleat dan membutuhkan tatanan yang terpisah. (Horrison,
1995).
Atau demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih di sertai ganggguan pada
saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
(Rampengan, 1990).
Jadi tifus abdominalis adalah penyakit infeksi pada saluran
pencernaan yang di sebabkan salmonella typhi dengan gejala demam naik
turun selama satu minggu atau lebih.
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut
yang disebabkan oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endothelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi
kedalam sel fagosit mononuclear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan
Payer’s patch.
Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam
paratifoid dan demam enteric. Demam paratifoid secra patologik maupun
klinis adalah sama dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan,
penyakit ini biasanya disebabkan oleh spesies Salmonella Enteriditis
sedangkan demam enteric dipakai baik demam tifoid maupun demam
paratifoid. Terdapat 3 bioserotipe Salmonella Enteriditisyaitu bioserotipe
paratyphi A, paratypi B (Salmonella Schotmuellleri) dan paratyphi C
(Salmonellla Hirschfeldii.
B. Etiologi

Etiologi demam tifoid adalah Salmonella typhi. Salmonella typhi sama


dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-negatif, mempunyai flagella,
tidak berkapsul, tidak membentuk spora, bergerak dengan rambut getar bersifat
anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar
antigen (H) yan terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari
polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang
membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella
Typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi
terhadap multiple antibiotik.

Kuman ini hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang
lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 70 °C maupun oleh anti septik. Bakter
ini mempunyai beberapa komponen antigen, yaitu ;

 antigen O (somotik).
 antigen H ( flagel).
 anti Vi (virulen).
 protein membran heloin.

Ketiga antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan


pembentukan tiga macam anti bodi yang lazim disebut aglutinin.(Ngastiah,2000).

C. Tanda dan gejala

Gambaran klinik demam typhoid pada anak biasanya lebih ringan dari
pada orang dewasa. Masa tunas : 10-20 hari yang tersingkat 4 hari jika infeksi
terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari.
Selama masa inkubasi mungkin di temukan gejala prodiamal, yaitu perasaan tidak
enak, badan lesu, nyeri, kepala pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan
kurang, menyusul gambaran klinik yang biasanya di temukan adalah :

a. Demam

Pada kasus ini khas demam berlangsung tiga minggu. Bersifat febris remiten
dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur
— angsur naik tiap hari, biasanya menurun pada pagi hari, meningkat lagi
pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada
dalam keadaan demam; pada mingu ketiga suhu berangsur turun dan normal
kembali pada akhir minggu ketiga.

b. Gangguan Kesadaran

Pada mulut terdapat mulut berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah.- pecah
(rogoden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue) ujung dan
tepinya kemerahan, jarang di sertai tremor. Pada abdomen dapat di temukan
keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar di sertai
nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare
atau normal.

c. Gangguan Kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu


apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kucuali
penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Disamping gejala-
gejala tersebut mungkin terdapat gejala yang lainnya. Pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik merah karena
emboli basil dalam kapiler kulit, yang dapat ditemukan dalam minggu pertama
demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardi dan epitaksis pada anak
besar (Ngastiyah, 1997).

D. Klasifikasi
Apendisitis ada
2:
1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi,
yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial,
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva
yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
E. Patofisiologi
Penularan penyakit demam tifoid adalah secara "face-oral". Dan
banyak terdapat dimasyarakat dengan higiene dan sanitasi yang kurang
baik. Kuman Salmonella typhi masuk tubuh melalui mulut bersama
dengan makanan atau minuman yang tercerna, dan dapat pula dengan
kontak langsung jari penderita yang terkontiminasi feses, urin, sekret
saluran nafas atau dengan pus penderita yang terinfeksi. Setelah melewati
asam lambung, kuman menembus mukosa usus dan masuk peredaran
darah melalui pembuluh limfe Selanjutnya, kuman menyebar keseluruh
tubuh. Didalam sistem retikulo endotelial (hati,limpa dan lain-lain) kuman
berkembang biak dan masuk keperedaran darah, kuman menyebar
kesemua sistem tubuh dan menimbulkanberbagai gejala, proses utama
adalah diileum terminalis bila berat, saluran ileum bisa terkena dan
mungkin terjadi perforasi /pendarahan.
Zat ini mempengaruhi endotoksin yang merangsang terbentuknya
pirogen endogen. Zat ini mempengaruhi pusat pengaturan suhu tubuh
dihipotalamus dan menimbulkan gejala demam. Walaupun dapat
difagositosis, kuman berkembang biak di mikrofag karena ada hambatan
metabolisme oksidatif. Kuman dapat menetap / bersembunyi pada satu
tempat dalam tubuh penderita, dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
relap atau pengidap (cornier).
Bakteri Salmonella Typhi bersama makanan/minuman masuk
kedalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan
suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan
seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor
histamine H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar
akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencaoai
usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan
kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di
daerah ileum dan yeyenum. Sel-sel M, sel-sel khususyang melapisi
Peyer’s Patch merupakan tempat internalisasi Salmonella Typhi. Bakteri
mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe
mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke
jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella Typhi mengalami
multiplikasididalam sel fagosit mononuclear didalam folikel limfe,
kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe.
Setelah melewati periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang
lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon imun,
maka Salmonella Typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus
torasikus masuk kedalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme
dapat mencapai organ manapun, akan tetapi yang disukai Salmonella
Typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan Peyer’s
Patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik
secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari empedu.
Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau
dikeluarkannya melalui feses.
F. Komplikasi
Komplikasi demam typhoid dapat dibagi dua bagian :

1. Komplikasi pada usus halus


a. Perdarahan usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan
benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena dapat disertai nyeri perut
dengan tanda-tanda renjatan.

b. Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setengahnya dan terjadi pada
bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat
ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu pekak hati
menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada
fotorontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.

c. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding
abdomen tegang dan nyeri tekan (Ngastiyah 1997).

2. Komplikasi diluar usus halus


a. Bronkitis dan bronkopneumoni
Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk, biasanya bersifat ringan
dan disebabkan oleh bronkitis, pneumonic bisa merupakan infeksi
sekunder dan dapat timbul dan dapat timbul pada awal sakit atau fase
akut lanjut. Komplikasi lain yang terjadi adalah abses paru efusi dan
empiema.

b. Kolesistitis
Pada anak jarang terjadi, bila terjadi umum pada akhir minggu kedua
dengan gejala dan tanda klinis yang tidak khas, bila terjadi kolesistitis
maka penderita cenderung untuk menjadi seorang karier.

c. Typhoid Ensefolopati
Merupakan komplikasi tifoid dengan gejala dan tanda klinis berupa :
kesadaran menurun, kejang-kejang, muntah, demam tinggi
pemeriksaan otak dalam batas normal. Bila di sertai kejang-kejang
maka biasanya prognosanya jelek dan bila sembuh sering di ikuti oleh
gejala sesuai dengan lokasi yang terkena.

d. Meningitis
Meningitis oleh karena salmonella typhi yang lain lebih sering di
dapatkan pada neonatus / bayi di bandingkan dengan anak, dengan
gejala klinis tidak jelas sehingga diagnosis sering terlambat. Ternyata
penyebabnya adalah Salmonella havana dan Salmonella oranemburg.

e. Mio Karditis
Komplikasi ini pada anak masih kurang dilaporkan serta gambaran
klinis tidak khas. Insidennya terutama pada anak umur 7 tahun ke atas
serta sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga. Gambaran EKG
dapat bervariasi antara lain : sinus takikardi, depresi segmen ST,
perubahan gelombang I, AV blok tingkat I, arithmia, supra ventrikular
takikardi.

f. Karier Kronik
Typhoid karier adalah seorang yang tidak menunjukan gejala penyakit
demam typhoid, tetapi mengandung kuman salmonella typhosa di
dalam sekretnya. Mengingat karier sangat penting dalam hal penularan
yang tersembunyi, maka penemuan kasus sedini mungkin serta
pengobatanya sangat penting dalam hal menurunkan angka kematian.
(Kapita Selekta, 2000).

Perforasi usus halus dilaporkan dapat terjadi pada 0,5 – 3%, sedangkan
perdarahan usus pada 1- 10% kasus demam tifoid anak. Komplikasi ini biasanya
terjadi pada minggu ke-3 sakit, walau pernah dilaporkan terjadi pada minggu
pertama. Komplikasi ditandai dengan adanya penurunan suhu, tekanan darah dan
peningkatan frekuensi nadi. Pada perforasi usus halus ditandai dengan nyeri
abdomen local pada kuadran kanan bawah akan tetapi dilaporkan juga nyeri yang
menyelembung. Kemudian akan diikuti dengan muntah, nyeri pada perabaan
abdomen, defance muskulare, hilangnya keredupan hepar, dan tanda-tanda
peritonitis yang lain. Beberapa kasus perforasi usus halus mempunyai manifestasi
klinis yang tidak jelas.

Sebagian kasus demam tifoid mengeluarkan bakteri Salmonella Typhi


melalui urin pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sisitis bahkan pielonefritis
dapat juga merupakan komplikasi demam tifoid. Proteinuria transien sering
dijumpai sedangkan glumerulonefritis yang dapat bermanifestasi sebagai gagal
ginjal maupun sindrom nefrotik mempunyai prognosis yang buruk. Pneumonia
sebagai komplikasi sering dijumpai pada demam tifoid. Keadaan ini dapat
ditimbulkan oleh kuman Salmonella Typhi, namun seringkali sebagai akibat
infeksi sekunder oleh kuman lain. Komplikasi lain yang data dijumpai adalah
trombositopenia, koagulasi intravascular disenimata, hemolytic uremic syndrome
(HUS), fokal infeksi dibeberapa lokasi sebagai akibat bakteremia misalnya infeksi
pada tulang, otak, hati, limpa, otot, kelenjar ludah dan persendiaan.

G. Pemeriksaan Diagnostik

 Darah
Pada penderita demam typhoid bisa di dapatkan anemia, jumlah leukosit
normal, bisa menurun atau meningkat, kadang-kadang di dapatkan
trombositopenia dan pada hitung jenis di dapatkan aeosinofilia dan
limfositosis relatif.

 Uji Serologis
Sampai saat ini test widal merupakan reaksi serologis yang di gunakan
untuk membantu menegakan diagnosis demam typhoid. Dasar test widal
adalah reaksi aglutinasi antara antigen salmonella typhi dengan antibodi
yang terdapat pada serum penderita. Untuk dapat memberikan hasil yang
akurat, test widal sebaiknya tidak hanya di lakukan satu kali saja
melainkan perlu satu pemeriksaan, kecuali hasilnya sesuai standar
setempat.

 Pemeriksaan Urin dan Darah


Akhir-akhir ini ada beberapa teknik barn untuk mendeteksi bedanya
antibodi terhadap salmonella typhi pada serum penderita dan adanya
antigen salmonella typhi dalam darah dan urin melalui, antara lain dengan
hemaglutination in hibiton test, enzyme linked imunosorbent assay,
complement fixation test, stapilococal protein acoaglutination assay.
(Rampengan dan laurentz,1990).

H. Terapi Farmakologi
Pemberian Antibiotik
 Kloramfenikal dengan dosis 50-100 mg/kg BB/hari oral/IV, 3 kali
sehari selama 10-14 hari.Dengan menggunakan kloramfenikol demam
pada typhoid turun rata-rata setelah 5 hari pemberian. Obat ini
menekan sumsum tulang sehingga tidak boleh diberikan pada
penderita dengan gangguan sumsum tulang.
 Tramfenikol dengan dosis oral 50-100 mg/kg BB/hari. Demam turun
rata-rata pada hari ke 5 — 6 pemberian.
 Co trimoxazole dengan dosis oral 30-40 mg/kg BB/hari dan
sulfametaxazole dan 6-8 mg/kg BB/hari untuk trimetropin. Diberikan
selama 2 minggu demam menurun rata-rata 5-6 hari pemberian.
 Ampisilin 100-200 mg/kg BB/hari dan amoxilin 100 mg/kg BB/hari
oral tiga kali sehari selama 14 hari. Dengan ampisilin atau amoxilin
demam pada typhoid turun rata-rata 7-9 hari.
 Kortekosteroid hanya di berikan pada penderita dengan ensefalopati
dan atau syok septik.
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah
kotor, tidak nafsu makan, epitaksis,penurunan kesadaran.

1) Data biografi
Data biografi meliputi : nama, alamat, umur, tanggal Masuk
rumah sakit, diagnose medis, catatan kedatangan, keluarga yang
dapat dihubungi.
2) Keluhan utama
Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran: apatis
sampai somnolen, dan gangguan saluran pencernaan seperti perut
kembung atau tegang dan nyeri pada perabaan, mulut bau,
konstipasi atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir,
anoreksia dan muntah.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa keluhan utama
pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama
5) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada dalam keluarga klien yang sakit seperti klien
6) Riwayat kesehatan lingkungan
Demam typhoid ditemukan di Negara sedang berkembang dengan kepadatan
penduduk tinggi serta rendahnya tingkat kesehatan. Keadaan cuaca terutama pada
musim hujan sangat berpengaruh terhadap banyaknya kasus typhoid yang terjadi.
Sedangkan dari kepustakaan barat dilaporkan terutama pada musim panas banyak di
temukanya kasus typhoid.
7) Riwayat imunisasi
Pada typhoid congenital dapat lahir hidup sampai beberapa hari dengan gejala
tidak khas serta menyerupai sepsis neonatorum.
8) Riwayat psikososial
a) Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien(cemas/sedih)
b) Interpersonal : hubungan dengan orang lain
9) Pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi metabolisme
Bisanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada usus halus.
b) Pola istirahat tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien merasakan sakit
pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.
(Swann dan England, 2013)
b. Pemeriksaan fisik
1) System kardiovaskuler
Takikardi, hipotensi, dan syok jika perdarahan, infeksi sekunder atau septicemia
2) System pernapasan
Batuk nonproduktif, sesak napas.
3) System pencernaan
Umumnya konstipasi daripada diare, perut tegang, pembesaran limpa, dan hati,
nyeri perut perabaan, bising usus melemah atau hilang, muntah, lidah typhoid dengan
ujung dan tepi kemerahan dan tremor, mulut bau, bibir kering, dan pecah-pecah.
4) System genitourinarius
Distensi kandung kemih, retensi urine.
5) System saraf
Demam, nyeri kepala, kesadaran menurun, kejang.
6) System lokomotor / musculoskeletal
Nyeri sendi.
7) System endokrin
Tidak ada kelainan
8) System integument
Rose spot dimana hilang dengan tekanan, ditemukan pada dada dan perut, turgor
kulit menurun, membrane mukosa kering.
9) System pendengaran
Tuli ringan atau otitis media.
(Dewi dan Meira, 2016)
c. Pemeriksaan diagnostic dan hasil
1) Jumlah leukosit normal/leucopenia/leukositosis
2) Anemia ringan, LED meningkat, SGOT, SGPT, dan fosfat alkali meningkat.
3) Minggu pertama biakan darah Salmonella typhi positif, dalam minggu berikutnya
menurun.
4) Biakan tinja positif dalam minggu kedua dan ketiga.
5) Kenaikan titer reaksi widal 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang memastikan diagnosis.
Pada reaksi widal titer aglutini O dan H meningkat sejak minggu ke dua. Titer reaksi widal
di atas 1: 200 menyokong diagnosis.
(Dewi dan Meira, 2016)

2. Diagnosa keperawatan
Penegakan fokus diagnosa keperawatan mengacu pada NANDA :

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)


Definisi :
Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
metabolik. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menerima makanan atau menyerap nutrien : hilang
nafsu makan, mual dan muntah
Batasan karateristik :
1) Berat badan kurang dari 20 % atau lebih di bawah berat badan
ideal untuk tinggi badan dan rangka tubuh.
2) Kehilangan berat badan dengan asupan makanan yang adekuat.
3) Pembuluh kapiler rapuh
4) Diare atau steatore
5) (Adanya bukti ) kekurangan makanan
6) Bising usus hiperaktif
7) Kurang informasi, informasi yang salah
8) Kurangnya minat terhadap makanan
9) Membran mukosa pucat
10) Tonus otot buruk
11) Rongga mulut terluka
12) Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau mengunyah
Faktor yang berhubungan :
1) Factor biologis
2) Factor ekonomi
3) Gangguan psikososial
4) Ketidakmampuan makan
5) Ketidakmampuan mencerna makanan
6) Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient
7) Kurang asupan makanan

b. Kekurangan volume cairan (00027)


Definisi :
Kekurangan volume cairan merupakan penurunan cairan
intravaskular, interstisial, dan/atau intraseluler ini mengacu pada
dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar natrium.
Batasan karateristik :
1) Haus
2) Kelemahan
3) Membran mukosa kering
4) Peningkatan frekuensi nadi
5) Peningkatan hematrokit
6) Peningkatan konsentrasi urine
7) Penurunan berat badan tiba-tiba
8) Penurunan pengisian vena
9) Penurunan tekanan darah
10) Penurunan turgor lidah
11) Penurunan volume nadi
12) Penurunan turgor kulit
13) Perubahan status mental
Faktor yang berhubungan :
1) Kegagalan mekanisme regulasi
2) Kehilangan cairan aktif

c. Hipertermi (00007)
Definisi :
Suhu inti tubuh di atas kisaran normal karena kegagalan
termoregulasi.
Batasan karakteristik :
1) Apnea
2) Bayi tidak dapat mempertahankan menyusu
3) Gelisah
4) Hipotensi
5) Kejang
6) Koma
7) Kulit kemerahan
8) Kulit terasa hangat
9) Letargi
10) Postur abnormal
11) Stupor
12) Takikardia
13) Takipnea
Faktor yang berhubungan :
1) Ages farmaseutikal
2) Aktivitas berlebihan
3) Dehidrasi
4) Iskemia
5) Pakaian yang tidak sesuai
6) Peningkatan laju metabolisme
7) Penurunan perspirasi
8) Penyakit
9) Sepsis
10) Suhu lingkungan tinggi
11) Trauma

d. Nyeri akut (00132)


Definisi :
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa awitan yang tiba –
tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan.
Batasan karakteristik :
1) Perubahan selera makan
2) Perubahan tekanan darah
3) Perubahan frekwensi jantung
4) Perubahan frekwensi pernafasan
5) Laporan isyarat
6) Diaforesis
7) Perilaku distraksi (mis, berjalan mondar-mandir mencari orang
lain dan atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)
8) Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, menangis)
9) Masker wajah (mis, mata kurang bercahaya, tampak kacau,
gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus meringis)
10) Sikap melindungi area nyeri
11) Fokus menyempit (mis, gangguan persepsi nyeri, hambatan
proses fikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
45
12) Indikasi nyeri yang dapat diamati
13) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
14) Dilatasi pupil
15) Melaporkan nyeri secara verbal
16) Gangguan tidur
Faktor yang berhubungan
1) Agens cedera biologis
2) Agens cedera biologis fisik
3) Agens cedera biologis kimiawi

e. Intoleransi aktivitas (00092)


Definisi :
ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk
mempertahankan atau menyelesaikan ativitas kehidupan sehari-hari
yang harus atau yang ingin dilakukan.
Batasan karakteristik :
1) Dispnea setelah beraktivitas
2) Keletihan
3) Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
4) Perubahan elektrokardiogram (EKG)
5) Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
6) Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
Faktor yang berhubungan :
1) Gaya hidup kurang gerak
2) Imobilitas
3) Tirah baring
4) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

3. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. (00002)
1) Identifikasi (adanya) alergi atau intoleransi makanan yang
dimiliki klien. (Manajemen nutrisi - 1100)
2) Monitor TD, nadi, suhu dan status pernafasan dengan tepat.
(Monitor tanda-tanda vital – 6680)
3) Berikan makanan dalam porsi kecil dan lebih sering serta
tingkatkan porsi secara bertahap. (Manajemen diare – 0460)
4) Berikan arahan (informasi) bila diperlukan. (Manajemen nutrisi – 1100)
5) Tentukan obat apa yang diperlukan dan kelola menurut resep
dan/atau protokol (Manajemen obat – 2380)
6) Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai cara meningkatkan asupan
energi dari makanan. (Manajemen energi – 0180)
(Nanda Internasional, 2015)

b. Kekurangan volume cairan (00027)


1) Monitor status hidrasi (misalnya, membrane mukosa lembab ,
denyut nadi adekuat, dan tekanan darah ortostatik). (Manajemen
Cairan - 4120)
2) Jaga intake/asupan yang akurat dan catat output pasien.
(Manajemen Cairan - 4120)
3) Dukung asupan cairan oral (misalnya., berikan cairan lebih dari
24 jam dan berikan cairan dengan makanan), jika tidak ada
kontraindikasi. (Manajemen Hipovolemi – 4180)
4) Berikan terapi IV seperti yang ditentukan. (Manajemen Cairan - 4120)
5) Dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian
makan dengan baik. (Manajemen Cairan - 4120)

c. Hipertermia (00007)
1) Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya. (Perawatan Demam - 3740)
2) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat. (Pengaturan Suhu –
3900)
3) Lakukan kompres hangat untuk mengatasi demam. (Perawatan
Demam - 3740)
4) Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan, tergantung pada
fase demam (yaitu: memberikan selimut hangat untuk fase dingin;
menyediakan pakaian atau linen tempat tidur ringan untuk demam
dan fase bergejolak/flush). (Perawatan Demam - 3740)
5) Ajarkan keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan
mengenali secara dini hipertermi. (Pengaturan Suhu – 3900)
6) Beri obat atau cairan IV (misalnya, antipiretik, agen antibakteri,
dan agen anti menggigil). (Perawatan Demam - 3740)

d. Nyeri akut (00132)


1) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset, frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor
pencetus. (Manajemen nyeri – 1400)
2) Ajarkan menggunakan teknik nonfarmakologi. (Manajemen nyeri – 1400)
3) Kurangi atau eliminasi faktor yang dapat mencetuskan atau
meningkatkan nyeri. (Manajemen nyeri – 1400)
4) Motivasi klien untuk istirahat atau tidur yang adekuat untuk
membantu penurunan nyeri. (Manajemen nyeri – 1400)
5) Beri informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan dirasakan dan antisipasi dari ketidaknyamanan
akibat prosedur. (Manajemen nyeri – 1400)
6) Kolaborasi pemberian terapi analgetik. (Manajemen nyeri – 1400)

e. Intoleransi aktivitas (00092)


1) Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan sesuai
dengan konteks usia dan perkembangan. (Manajemen energi –
0180)
2) Bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari yang teratur sesuai
kebutuhan (ambulasi, bepindah, bergerak dan perawatan diri).
(Manajemen energi – 0180)
3) Bantu klien untuk mengidentifikasi dan memperoleh sumber- sumber yang diperlukan
untuk aktivitas-aktivitas yang diinginkan.
(Terapi aktivitas – 4310)
4) Berikan kesempatan keluarga untuk terlibat dalam aktivitas,
dengan cara yang tepat. (Terapi aktivitas – 4310)
5) Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai cara meningkatkan
asupan energi dari makanan. (Manajemen energi – 0180)

4. Kriteria Hasil ( Outcome )


a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. (00002)
1) Kehilangan berat badan tidak ada (Keparahan mual muntah –
2107)
2) Pertumbuhan (anak – anak) tidak menyimpang dari rentang
normal. (Status energi : energi – 1007)
(Gloria M, dkk, 2015)
3) Asupan gizi tidak menyimpang dari rentang normal (Status nutrisi – 1004)
4) Frekuensi dan intensitas mual muntah tidak ada (Keparahan mual
muntah – 2107)
5) Pengetahuan sangat banyak mengenai makanan sesuai pedoman
gizi (Pengetahuan : diet yang sehat - 1854)

b. Kekurangan volume cairan (00027)


1) Intake dan output dalam 24 jam seimbangan. (keseimbangan
cairan - 0601)
2) Turgor Kulit normal. (keseimbangan cairan - 0601)
3) Kelembaban membran mukosa normal. (keseimbangan cairan - 0601)
4) Intake cairan tidak terganggu. (Hidrasi – 0602)
5) Fungsi kognisi tidak terganggu. (Hidrasi - 0602)
c. Hipertermi (00007)
1) Melaporkan kenyamanan suhu. (Termoregulasi – 0800)
2) Tidak terjadi hipertermia. (Termoregulasi – 0800)
3) Tidak ada perubahan warna kulit. (Termoregulasi – 0800)
4) Tingkat pernapasan normal. (Termoregulasi – 0800)
5) Tidak terjadi dehidrasi. (Termoregulasi – 0800)

d. Nyeri akut (00132)


1) Melaporkan nyeri yang terkontrol. (Kontrol nyeri – 1605)
2) Menggunakan teknik nonfarmakologi. (Kontrol nyeri – 1605)
3) Mengerang & menangis tidak ada. (Tingkat nyeri – 2102)
4) Ekspresi nyeri wajah tidak ada. (Tingkat nyeri – 2102)
5) TTV normal. (Tingkat nyeri – 2102)
e. Intoleransi aktivitas (00092)
1) Kemudahan dalam melakukan aktivitas hidup harian (ADL).
(Toleransi terhadap aktivitas – 0005)
2) Daya tahan otot tidak terganggu. (Daya tahan – 0001)
3) Aktivitas fisik tidak terganggu. (Daya tahan – 0001)
4) Hemoglobin tidak terganggu. (Daya tahan – 0001)
5) Tidak ada kelelahan yang berlebih. (Daya tahan – 0001)
V. Berfikir kritis
a. Studi Kasus
b. An. Pn laki-laki usia 11 th dirawat di rumah sakit dengan keluhan demam
naik turun terutama sore hari menjelang malam,mual,tidak nafsu
makan,nyeri pada daerah perut,kepala pusing. BAB 1x dengan konsistensi
cair. Dari hasil pengkajian diperoleh data : kesadaran CM, konjungtiva
anemis,mukosa mulut agak kering, saat abdomen di palpasi pasien tampak
meringis kesakitan. BB : 33 kg, TB : 130 cm, TTV : Nadi : 88x/menit, RR
20x/menit, Suhu : 39o C, terpasang infus RL 20 tetes/menit. Hasi
laboratorium di dapatkan HB : 11,8 g/dl,Leukosit 3900/u, salmonella thypi
0+1/320, salmonella Thypi H+1/320, Tubex TF Salmonella Thypi IgM 6.

c. Pertanyaan terkait kasus

1) Apa penyebab keluhan demam pada An. Pn ?


a. Escherichia Coli
b. Salmonella Thypi
c. Mycrobacterium Tuberculosis
d. Staphylococcus Aureus
Jawaban : B
2) Mengapa keluhan demam naik turun terutama sore hari menjelang
malam ?
a. Karena sifat bakteri Salmonella thypi ini aktif pada suhu yang
rendah < 36o C
b. Karena kurang nya pola gerak
c. Karena jam istirahat
d. karena sifat bakteri Salmonella thypi ini tidak aktif pada suhu yang
rendah < 36o C
Jawaban : A
3) Mengapa pada pasien Typhoid bisa terjadi Konstipasi?
a. Karena typus itu merupakan penyakit perut,dimana bakterinya
menyerang saluran cerna karena ketika bakteri masuk ke dalam usus
sehingga terjadi peningkatan gerakan peristaltik usus yang
mengakibatkan peningkatan absorbsi air pada usus sehingga pada saat
BAB konsistensinya menjadi cair
b. Didalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu,
berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara
“intermitten” ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui
feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus.
c. Konstipasi pada demam tifoid dapat terjadi karena, di dalam
plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia
jaringan (S. typhii intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitifitas
tipe lambat sehingga menyebabkan hyperplasia jaringan dan nekrosis
organ).
d. Konjungtiva anemis menunjukkan malnutrisi atau intake yang
tidak adekuat,dikarenakan adanya pembengkakan hati dan limfe,
otomatis menekan dinding lambung dan menimbulkan rasa mual,oleh
karena itu pasien jadi tidak nafsu makan dan tubuh kurang nutrisi
sehingga timbul konjungtiva anemis.
Jawaban : C.
4) Mengapa mukosa bibir agar kering pada kasus An. Pn?

a. Karena suhu pasien tinggi yaitu 390C. Kenaikan 10C itu sama dengan
kehilangan 12% cairan tubuh. Sehingga menyebabkan penurunan
sekresi air liur di dalam rongga mulut oleh kelenjar liur dan
menimbulkan gejala seperti haus terus-menerus.
b. Kurangnya asupan makanan
c. Karena suhu ruangan pasien terlalu panas
d. Terlalu banyak mengkonsumsi rokok
Jawaban : A

5) Mengapa konjungtiva anemis pada kasus An. Pn ?


a. Karena typus itu merupakan penyakit perut,dimana bakterinya
menyerang saluran cerna karena ketika bakteri masuk ke dalam usus
sehingga terjadi peningkatan gerakan peristaltik usus yang
mengakibatkan peningkatan absorbsi air pada usus sehingga pada saat
BAB konsistensinya menjadi cair
b. Didalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu,
berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara
“intermitten” ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan
melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah
menembus usus.
c. Konstipasi pada demam tifoid dapat terjadi karena, di dalam
plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia
jaringan (S. typhii intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitifitas
tipe lambat sehingga menyebabkan hyperplasia jaringan dan nekrosis
organ).
d. Konjungtiva anemis menunjukkan malnutrisi atau intake yang
tidak adekuat,dikarenakan adanya pembengkakan hati dan limfe,
otomatis menekan dinding lambung dan menimbulkan rasa mual,oleh
karena itu pasien jadi tidak nafsu makan dan tubuh kurang nutrisi
sehingga timbul konjungtiva anemis.
Jawaban : D
VI. Keterampilan Klinik
Lakukan penilaian kinerja pada setiap langkah/tugas dengan menggunakan skala penilaian di
bawah ini:
1 Perlu perbaikan Langkah atau tugas tidak dikerjakan secara benar, atau dalam urutan
yang salah (bila diperlukan) atau diabaikan
2 Cukup Langkah atau tugas dikerjakan secara benar, dalam urutan yang
benar (bila diperlukan), tetapi belum dikerjakan secara lancar
3 Baik Langkah atau tugas dikerjakan secara efisien dan dikerjakan dalam
urutan yang benar (bila diperlukan)

Nama peserta Tanggal


Nama pasien No Rekam Medis

PENUNTUN BELAJAR
DEMAM TIFOID
Kesempatan ke
No. Kegiatan / langkah klinik 1 2 3 4 5
I ANAMNESIS
1 Sapa pasien dan keluarganya, perkenalkan diri, jelaskan maksud
Anda.
2 Tanyakan keluhan utama(pada umunya demam)
Sudah berapa lama menderita demam?
Apakah demam dialami setiap hari?
Bila demam terjadi setiap hari dan lebih dari 7 hari:
Apakah pada 5-7 hari pertama demam yang terjadi naik –turun? atau
terus menerus?
Bila demam naik turun, apakah demam meningkat pada senja -
malam hari?
Pada saat demam: apakah diukur dengan termometer? Bila tidak,
apakah disertai dengan gelisah, flushing, fotofobia?
Apakah sudah diberi penurun demam ? Sebutkan.
Bila setelah diberi obat, demamnya turun, berapa jam kemudian
timbul kembali demam?
Setelah 5 – 7 hari apakah demam yang terjadi terus menerus (pagi-
siang-sore-malam)?
3 Apakah demam badan disertai: mengigau atau letargi?
4 Apakah disertai dengan nyeri kepala terutama daerah frontal (untuk
anak besar)?
5 Apakah disertai nyeri perut?
6 Apakah disertai mencret, mencret yang diikuti konstipasi atau
obstipasi (sembelit)?
Bagaimana bentuk dan warna tinja?
7 Apakah nafsu makan menurun?
8 Bagaimana buang air kecilnya ? Apakah berwarna seperti teh?
9 Apakah disertai batuk dan sesak nafas?
10 Dari mana asal sumber air minum ? Sumur atau ledeng?
11 Bila sumur, berapa jarak antara sumur dengan tempat MCK?
12 Apakah MCK milik pribadi atau dipergunakan bersama-sama?
13 Kebiasaan memasak, cuci tangan dan makan makanan luar (jajan)?
14 Apakah di rumah banyak tikus?
15 Keadaan kesehatan anak sebelum sakit sekarang: bagaimana nafsu
makannya?
 Apakah sering menderita sakit?
 Apakah berat badan anak sulit naik/turun?
 Penyakit apa yang pernah diderita?
16 Apakah ada yang menderita sakit serupa di lingkungan keluarga/
tetangga /sekolah?
 Adakah kontak dengan penderita batuk lama/berdarah?
 Adakah kontak dengan penderita sakit kuning?
II PEMERIKSAAN JASMANI
1 Terangkan bahwa anda akan melakukan pemeriksaan jasmani
2 Tentukan keadaan sakit: ringan/sedang/berat
3 Lakukan pengukuran tanda vital:
kesadaran, tekanan darah, laju nadi, laju pernafasan, & suhu tubuh
4 Apakah dijumpai bradikardi relatif?
5 Periksa sklera: ikterik?
6 Periksa konjungtiva palpebra: anemis?
7 Periksa lidah: ‘coated tongue’?
8 Periksa leher: meningismus?
9 Periksa leher:bila ada limfadenopati, sebutkan: ukuran, konsistensi,
perlekatan/tidak, dan rasa sakit
10 Periksa jantung: bunyi jantung redup atau tidak?
11 Periksa paru: adakah ronki? Atau kelainan yang lain?
12 Periksa abdomen: distensi? Nyeri daerah abdomen yang difus?
Hepatomegali? Splenomegali? Defance muscular?
13 Ekstremitas/daerah terbuka lain: adakah bekas gigitan serangga/
insect bite?
14 Periksa kulit: adakah rose spot?
III PEMERIKSAAN LABORATORIUM / RADIOLOGI
1 Periksa darah lengkap, ulangi setiap minggu
2 Periksa air seni rutin
3 Periksa tinja rutin
4 Periksa serologi rapid diagnostic test S. Typhi
5 Periksa biakan darah terhadap S.typhi (termasuk uji resistensi)
6 Periksa biakan air seni/tinja terhadap S.typhi bila pasen datang pada
minggu kedua atau lebih
7 Bila diduga ada penyulit hepatitis, periksa HBSAg dan IgM anti
HAV, bila hasilnya negatif, mungkin hepatitis tifosa.
8 Lakukan uji benzidine apabila diduga ada perdarahan usus.
9 Lakukan EKG bila diduga ada penyulit miokarditis atau keterlibatan
kardiovaskular.
10 Apabila diduga terjadi perforasi, lakukan dekompresi abdomen
dengan memasang sonde lambung dan corong dubur dan lakukan
foto abdomen 2 posisi
11 Bila tuberkulosis belum bisa disingkirkan, periksa foto rontgen dada
dan uji tuberkulin: PPD RT 23 2TU.
IV DIAGNOSIS
1 Berdasarkan hasil anamnesis: sebutkan.
2 Berdasarkan yang ditemukan pada pemeriksaan jasmani: sebutkan.
3 Laboratorium: anemi? lekopeni? trombositopeni? eosinofilia?
4 Hasil biakan darah/air seni/tinja atau pemeriksaan serologis
V TATA LAKSANA
1 Umum: tirah baring dan diet yang mudah dicerna.
2 Khusus: antibiotik untuk eradikasi kuman penyebab dengan
mempertimbangkan
 Lini pertama (kloramfenikol)
 Leukopenia <2000/ul: jangan diberi kloramfenikol, beri
antibiotik alternatif lain
 Apabila ditemukan pneumonia (biasanya superinfeksi oleh
kuman lain), beri obat yang bisa mengobati kedua penyakit
(misal golongan sefalosporin)
 Pada demam tifoid berat berikan pengobatan seftriakson
 Anak > 12 th: dapat diberikan siprofloksasin
3 Kortikosteroid pada keadaan: gangguan kesadaran, syok, demam
berkepanjangan, dan gejala demam tifoid berat (tanpa perdarahan)
4 Sampaikan penjelasan mengenai rencana pengobatan kepada
keluarga pasien.
5 Pemantauan pasien, evaluasi hasil pengobatan, adakah dampak
samping obat, makanan habis atau tidak, apakah ada komplikasi atau
membaik.
VI PENCEGAHAN
1 Jelaskan bahwa manusia merupakan satu-satunya ‘reservoir’ bagi
kuman penyebab demam tifoid, sehingga penularan hanya mungkin
terjadi dari manusia (pasien dan karier/pembawa) baik langsung
maupun tidak langsung.
2 Jelaskan mengenai faktor-faktor yang mempermudah terjadinya
penularan
 Sanitasi lingkungan yang buruk
 Sanitasi pribadi yang kurang baik termasuk kebiasaan cuci
tangan, memasak, dan jajan
3 Terangkan mengenai vaksin untuk pencegahan demam tifoid:
 Oral: oral live attenuated Ty21a (terutama untuk traveller)
 Parenteral: parenteral vi capsular polysaccharide vaccine
 Indikasi pemberian vaksin
4 Pengobatan karier
VII. Daftar Pustaka

Corwin, E. (2009). Patofisiologi. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan RI. (2009). Profil kesehatan indonesia tahun 2008.


Jakarta: Depkes RI

Mansjoer, Arif. (2009). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Nainggolan, R. (2011). Karakteristik penderita demam tifoid. Medan: Fakultas


Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Nanda. (2011). Diagnosis keperawatan. Jakarta: EGC

Pearce, E.C. (2009). Anatomi dan fisiologi untuk paramedic. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Umum

Ramali, A. (2005). Kamus kedokteran. Jakarta: Djambatan

Simanjuntak, C. H. (2009). Demam tifoid, epidemiologi dan perkembangan


penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 83

Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan medikal bedah II. Jakarta: EGC

Soegijianto, S. (2002). Ilmu penyakit anak. Jakarta: Salemba Medika

Soeparman. (2007). Ilmu penyakit dalam edisi I, jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
FKUI

Sudoyo, A.W., & B. Setiyohadi. (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III
edisi IV. Jakarta: Penerbit FK-UI

Widodo, D. (2007). Buku ajar keperawatan dalam. Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai