Disusun oleh:
KELOMPOK 2
Eva tri yulianti :(222431222)
Hasriana : (222431221)
Homairannisa : (222431213)
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang maha esa, atau
segalah limpahan rahmat dengan karunia nya kepada penyusun sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul ” DEMAM TYPOID ”
Penyusun menyadari bahwa dalam proses makalah ini masih jauh dari
kesempatan kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, penyusun telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat menyelesaikan dengan baik dan oleh karenanya,
penyusun dengan rendah hati menerima masukan,saran dan usulan guna
penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penyusun berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
Demam thypoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada
usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi
(Salmonella typhi). Demam thypoid ditandai dengan gejala demam satu
minggu atau lebih disertai dengan gangguan pada saluran
pencernaan (Purnia, 2013)
Penyakit demam tifoid (typhoid fever) yang biasa disebut tifus merupakan
penyakit menyerang bagian saluran pencernaan. Selama terjadi infeksi,
kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara
berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah . Demam tifoid dikenal juga
dengan sebutan typhus abdominalis, typhoid fever, atau enteric fever. Istilah
tifoid ini berasal dari bahasa Yunani yaitu typhos yang berarti kabut, karena
umumnya penderita sering disertai gangguan kesadaran dari yang ringan
sampai yang berat
1. Mulut
Mulut merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari
mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa
yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari
manis, asam, asin dan pahit. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan
(incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi
bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah
akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim
pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan
enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri
secara langsung. Kelenjar air liur mengandung enzim amilase (ptialin) yang
berfungsi untuk mencerna polisakarida (amilum) menjadi disakarida. Proses
menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis (Anderson, 1999;
Syaifuddin, 2012, Pearce, 2007)
Lidah merupakan suatu massa otot lurik yang diliputi oleh membran
mukosa. Serabutserabut otot satu sama lain saling bersilangan dalam 3
bidang, berkelompok dalam berkasberkas, biasanya dipisahkan oleh jaringan
penyambung. Pada permukaan bawah lidah, membran mukosanya halus,
sedangkan permukaan dorsalnya ireguler, diliputi oleh banyak tonjolan-
tonjolan kecil yang dinamakan papilae. Papilae lidah merupakan tonjolan-
tonjolan epitel mulut dan lamina propria yang diduga bentuk dan fungsinya
berbeda.
2. Tenggorokan (Faring)
3. Kerongkongan (Esofagus)
4. Lambung
1.1.3 Etiologi
Etiologi Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah
bakteri gram negatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk
spora, fakultatif anaerob. mempunyai antigen somatic (o) yang terdiri dari
oligosakarida, flagellar antigen (h) yang terdiri dari protein dan envelope
antigen (k) yang terdiri dari polisakarida. memiliki makromolekul
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar dari dinding sel dan
dinamakan endotoksin. salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid
faktor yang berkaitan dengan memperoleh plasmid faktor yang berkaitan
dengan resistensi terhadap multiple antibiotik (Junaidi, 2011).
1.1.4 Patofisiologi
Perjalanan penyakit S. typhi melalui beberapa proses, diawali dengan
masuknya kuman melalui makanan dan minuman yang tercemar melalui jalur
oral-fekal. Yang kemudian tubuh akan melakukan mekanisme pertahanan
melalui beberapa proses respon imun baik lokal maupun sistemik, spesifik
dan non-spesifik serta humoral dan seluler. S. typhi yang masuk ke saluran
cerna tidak selalu akan menyebabkan infeksi, karena untuk menimbulkan
infeksim S. typhi harus dapat mencapai usus halus. Keasaman lambung (PH
≤ 3,5) menjadi salah satu faktor penting yang menghalangi S. typhi mencapai
usus halus. Namun sebagian besar kuman S. typhi dapat bertahan karena
memiliki gen ATR (acid tolerance response). Achlorhydria akibat penuaan,
gastrektomi, pompa proton inhibitor, pengobatan histamin antagonis reseptor
H2, atau pemberian antacid dapat menurunkan dosis infektif yang
mempermudah kuman untuk lolos menuju usus halus. Setelah masuk ke
saluran cerna dan mencapai usus halus, S. typhi akan menemui dua
mekanisme non spesifik yaitu motilitas dan flora normal usus berupa bakteri-
bakteri anaerob. Motilitas usus bersifat fisik berupa kekuatan peristaltik usus
untuk menghanyutkan kuman keluar. Di usus halus kuman akan menembus
mukosa usus diperantarai microbial binding terhadap epitel menghancurkan
Microfold cells (M cells) sehingga sel-sel epitel mengalami deskuamasi,
menembus epitel mukosa usus, masuk dalam lamina propria, menetap dan
berkembang biak. Kuman akan berkembang biak dalam sel mononuklear
sebelum menyebar ke dalam aliran darah. Di dalam sel fagosit mononuklear,
kuman masuk menginfeksi Peyer’spatches, yaitu jaringan limfoid yang
terdapat di ileum terminal dan bermultiplikasi, kemudian kuman menembus
kelenjar limfoid intestinal dan duktus torasikus masuk ke dalam aliran darah
sistemik. Setelah 24- 72 jam terjadi bakteriemia primer namun jumlah kuman
belum terlalu banyak maka gejala klinis belum tampak. Bakteriemia primer
berakhir setelah kuman masuk ke dalam organ retikuloendotelial system
(RES) di hati limpa, kelenjar getah bening mesenterium dan kelenjar limfoid
intestinal untuk berkembang biak. Di organ ini kuman menjalani masa
inkubasi selama 10-14 hari, dalam organ RES kuman berkembang pesat dan
kembali masuk ke peredaran darah dan menimbulkan bakteriemia sekunder.
Pada saat terjadi bakteriemia sekunder, dapat ditemukan gejala-gejala klinis
dari demam tifoid. Mekanisme pertahanan imunologik spesisfik biasanya
menyangkut antibody, limfosit B dan T dan komplemen yang terbagi atas
imunitas seluler dan imunitas humoral. Respon imunitas seluler sangat
penting dalam penyembuhan penyakit demam tifoid, yang merupakan
interaksi antara sel limfosit T dan fagosit mononuclear, untuk membunuh
mikroorganisme yang tidak dapat diatasi oleh mekanisme mikrobisidal
humoral dan fagosit polimorfonuklear. Adanya antigen kuman akan
merangsang limfosit T untuk membentuk factor aktivasi makrofag, sehingga
akan berkumpul pada tempat terjadinya invasi kuman. Limfosit B sangat
berperan dalam respon imunitas humoral. Akibat stimulasi antigen kuman,
sel ini akan berubah menjadi sel plasma dan mensintasis immunoglobulin.
Imunoglobulin G dan M adalah immunoglobulin yang dibentuk paling
banyak. Peningkatan titer mulai terjadi mulai minggu pertama kemudian
meningkat pada minggu-minggu berikutnya, sedangkan immunoglobulin A
meningkat pada minggu kedua. Imunoglobulin M adalah immunoglobulin
pertama uang dibentuk dalam respon imun. Karena itu kadar IgM yang tinggi
merupakan petunjuk adanya infeksi dini. Adanya antibody humoral ini
biasayna dipakai sebagai dasar berbagai pemeriksaan laboratorium, misalnya
tes Widal dan pemeriksaan lainnya. Sitokin tersebut pula yang menimbulkan
dampak pada pusat nafsu makan menyebabkan nafsu makan menurun,
memengaruhi ambang nyeri, sehingga timbul nyeri pada kepala,sendi, otot-
otot, dan nyeri pada daerah saluran cerna. Sitokin memengaruhi perubahan
pada plaque peyeri, inflamasi pada mukosa saluran cerna, menyebabkan
motilitas saluran cerna terganggu, sehingga muncul keluhan mual, muntah,
diare, nyeri abdomen, perdarahan, perdarahan, perforasi, sedangkan
konstipasi terjadi pada tahap lanjut. Kondisi patologis akibat infeksi
merangsang hiperativitas RES dan menimbulkan pembengkakan hati dan
limpa.
a. Minggu pertama keluhan dan gejala berupa demam, nyeri kepala, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut dan
batuk. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu tubuh.
b. Minggu kedua gejala-gejala lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif,
lidah tifoid (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor). hepatomegali,
splenomegali, meteorisme, gangguan kesadaran berupa composmentis,
sedangkan residopi jarang ditemukan pada orang indonesia. (Junaidi, 2011)
c. Manifestasi klinis demam tifoid cenderung lebih ringan ditandai dengan
demam, malaise, sakit kepala, dan takipnea. Tanda lain pada penyakit ini
yang sering terjadi yaitu diare. Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, namun
dapat berkisar antara 3-30 hari, hal ini tergantung terutama pada besarnya
inokulum yang tertelan. Manifestasi klinis demam tifoid tergantung pada
umur
d. Kondisi demam Thypoid pada Bayi baru lahir / Neonatus dapat
menyebabkan aborsi dan persalinan premature
1.1.7 Penatalaksanaan
1. Terapi farmakologis (Terapi antibiotik)
a. Ciprofloxacin
Ciprofloxacin Ciprofloxacin mempunyai mekanisme menghambat sintesis
asam nukleat sel mikroba (Sandika dan Suwandi, 2017). Direkomendasikan
sebagai terapi lini pertama untuk anak – anak dan orang dewasa yang
terinfeksi dengan resistensi sensitif dan multi-obat, Salmonella typhi dan
paratyphi
b. amoksisilan
Amoksisilin Amoksisilin mempunyai mekanisme menghambat sintesis
dinding sel mikroba (Sandika dan Suwandi, 2017). Pada percobaan
kombinasi Kloramfenikol dan Amoksisilin mempunyai efek anti bakteri
lebih lemah dibandingkan dengan bentuk tunggal Kloramfenikol dalam
menghambat pertumbuhan bakteri
c. Kloramfenikol
mempunyai mekanisme menghambat sintesis protein sel mikroba (Sandika
dan Suwandi, 2017). Kloramfenikol masih merupakan pilihan utama untuk
pengobatan demam tifoid karena efektif, murah, mudah didapat, dan dapat
diberikan secara oral
d. Cefixime
Cefixime mempunyai mekanisme menghambat sintesis dinding sel mikroba
2. Terapi Non Farmakologis
a. Tirah baring
Tirah baring (bed rest) dilakukan pada pasien yang membutuhkan
perawatan akibat sebuah penyakit atau kondisi tertentu dan merupakan
upaya mengurangi aktivitas yang membuat kondisi pasien menjadi lebih
buruk. Semua itu tergantung pada penyakit yang diderita pasien.Tirah
baring (bed rest) direkomendasikan bagi pasien demam tifoid untuk
mencegah komplikasi perforasi usus atau perdarahan usus. Mobilisasi harus
dilakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
b. Diet Lunak Rendah Serat
Jenis makanan yang harus dijaga adalah diet lunak rendah serat karena pada
demam tifoid terjadi gangguan pada sistem pencernaan. Makanan haruslah
cukup cairan, kalori, protein, dan vitamin. Memberikan makanan rendah
serat direkomendasikan, karena makanan rendah serat akan memungkinkan
meninggalkan sisa dan dapat membatasi volume feses agar tidak
merangsang saluran cerna. Demi menghindari terjadinya komplikasi
pedarahan saluran cerna atau perforasi usus direkomendasikan dengan
pemberian bubur saring(Sakinah dan Indria, 2016).
c. Menjaga Kebersihan
Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan cukup berpengaruh pada
kejadian demam tifoid, untuk itu diperlukan kesadaran diri untuk
meningkatkan praktik cuci tangan sebelum makan untuk mencegah
penularan bakteri Salmonella typhi ke dalam makanan yang tersentuh
tangan yang kotor dan mencuci tangan setelah buang air besar agar kotoran
atau feses
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.2.1 Pengkajian
Pada klien dengan demam typoid, meliputi :
a. Identitas pasien
Nama, tempat tanggal lahir, umur nama ibu kandung, jenis kelamin
beratbadan lahir, Panjang badan lahir, apakah cukup bulan atau
tidak, jumlah saudara.
b. Keluhan utama
Berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, kepala, pusing dan kurang
bersemangat, serta nafsu makan berkurang (Terutama selama masa
inkubasi) (Sodikin, 2011). Terdapat pula peningkatan suhu tubuh 39°C
sampai 41°C pada malam hari dan turun saat pagi hari (Arif
& Kumala, 2011).
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien mengeluh kepala terasa sakit, demam, nyeri dan juga pusing,
berat badan berkurang, klien mengalami mual, muntah dan anoreksia,diare
dan mengeluh nyeri otot.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit lain atau pernah menderita penyakit seperti
ini sebelumnya
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama (penularan).
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
anak tidak enak badan, tampak lemah, lesu, nyeri kepala, suhu tubuh
meningkat 37-40℃, muka kemerahan dan tidak bersemangat
2) Tingkat kesadaran
tingkat kesadaran menurun, apatis sampai samnolen, jarang terjadi
supor, atau bahkan koma
3) Kepala rambut
kusam, mudah dicabut/rontok
4) Mata
posisi mata kiri dan kanan simetris, konjungtiva anemis, pupil merespon
terhadap cahaya, fungsi penglihatan tidak ada gangguan
5) Hidung
pernapasan tidak menggunakan cupit hidung
6) Telinga
pada anak demam Tifoid tidak mengalami gangguan pendengaran
7) Mulut
bibir pecah pecah, kering dan pucat, nafas berbau tidak sedap, lidah
tertutup selaput putih kotor
8) Leher
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, dan tidak terlihat otot bantu
9) Dada
dada simetris, pernafasan vesikuler
10) Abdomen
saat dipalpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsitensi
lunak serta nyeri tekan pada abdomen, pada perkusi didapatkan perut
kembung, serta pada aulkultasi peristaltik usus meningkat
11) Ekstemitas
Normal bisa bergerak seperti biasa nya
12) Genetalia
Tidak ada keluhan
1.2.2 Diagnosa
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient
1.2.3 Intervensi
Edukasi:
- Anjurkan tirah
baring.
Kolaborasi:
- Kolaborasi
pemberiaan
cairan dan
elektrolit
intravena, jika
perlu.
Edukasi :
- Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
- Anjurkan
Teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
Edukasi :
- Anjurkan posisi
duduk, jika
mampu
- Ajarkan diet
yang
diprogramkan
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
medikasi
sebelum makan,
jika perlu
- Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika
perlu.
DAFTAR PUSTAKA