Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KASUS TYPOID”

Disusun oleh:
KELOMPOK 2
Eva tri yulianti :(222431222)

Hasriana : (222431221)

Homairannisa : (222431213)

Nesa indira pratiwi : (222431219)

Zhalzabila akrab : (222431236)

Fena wulandari : (222431228)

Nuralisa :(222431232) ( TIDAK AKTIF)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA


2024
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang maha esa, atau
segalah limpahan rahmat dengan karunia nya kepada penyusun sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul ” DEMAM TYPOID ”

Penyusun menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat


bantuan tuhan yang maha esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk
itu,dalam kesempatan ini penyusun menghanturkan rasa hormat dan terimakasih
kepada dosen keterampilan dasar keperawatan, serta teman yang membantu dalam
makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam proses makalah ini masih jauh dari
kesempatan kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, penyusun telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat menyelesaikan dengan baik dan oleh karenanya,
penyusun dengan rendah hati menerima masukan,saran dan usulan guna
penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penyusun berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Kolaka, 13 Maret 2024

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2


DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3
BAB I PEMBAHASAN ....................................................................................... 4
1.1 KONSEP TEORI PENYAKIT ................................................................. 4
1.1.1 Definisi Typoid ................................................................................. 4
1.1.2 Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pencernaan ...................................... 4
1.1.3 Etiologi ............................................................................................ 11
1.1.4 Patofisiologi .................................................................................... 11
1.1.5 Manifestasi Klinis ........................................................................... 13
1.1.6 Pemeriksaan Penunjang .................................................................. 14
1.1.7 Penatalaksanaan .............................................................................. 16
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................... 18
1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ............................................... 18
1.2.1 Pengkajian ....................................................................................... 18
1.2.2 Diagnosa.......................................................................................... 19
1.2.3 Intervensi ......................................................................................... 20
1.2.4 Implementasi .................................... Error! Bookmark not defined.
1.2.5 Evaluasi ............................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 25
BAB I
PEMBAHASAN

1.1 KONSEP TEORI PENYAKIT

1.1.1 Definisi Typoid


Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh bakteri Salmonella typhi atau salmonella paratyphi A, B dan C.
Penularan demam typhoid melalui fekal dan oral yang masuk kedalam tubuh
manusia melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Widoyono,
2011).

Demam thypoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada
usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi
(Salmonella typhi). Demam thypoid ditandai dengan gejala demam satu
minggu atau lebih disertai dengan gangguan pada saluran
pencernaan (Purnia, 2013)

Penyakit demam tifoid (typhoid fever) yang biasa disebut tifus merupakan
penyakit menyerang bagian saluran pencernaan. Selama terjadi infeksi,
kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara
berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah . Demam tifoid dikenal juga
dengan sebutan typhus abdominalis, typhoid fever, atau enteric fever. Istilah
tifoid ini berasal dari bahasa Yunani yaitu typhos yang berarti kabut, karena
umumnya penderita sering disertai gangguan kesadaran dari yang ringan
sampai yang berat

1.1.2 Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pencernaan


Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai
anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi
ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat
dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan
terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus,
usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ
yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung
empedu.Berikut urutan sistem pencernaan manusia yang dijelaskan mulai
dari sistem pencernaan dan fungsinya, penjelasannya serta sistem pencernaan
manusia beserta gambarnya secara berurutan mulai dari mulut hingga anus.

1. Mulut
Mulut merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari
mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa
yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari
manis, asam, asin dan pahit. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan
(incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi
bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah
akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim
pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan
enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri
secara langsung. Kelenjar air liur mengandung enzim amilase (ptialin) yang
berfungsi untuk mencerna polisakarida (amilum) menjadi disakarida. Proses
menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis (Anderson, 1999;
Syaifuddin, 2012, Pearce, 2007)

Lidah merupakan suatu massa otot lurik yang diliputi oleh membran
mukosa. Serabutserabut otot satu sama lain saling bersilangan dalam 3
bidang, berkelompok dalam berkasberkas, biasanya dipisahkan oleh jaringan
penyambung. Pada permukaan bawah lidah, membran mukosanya halus,
sedangkan permukaan dorsalnya ireguler, diliputi oleh banyak tonjolan-
tonjolan kecil yang dinamakan papilae. Papilae lidah merupakan tonjolan-
tonjolan epitel mulut dan lamina propria yang diduga bentuk dan fungsinya
berbeda.
2. Tenggorokan (Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.


Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang
banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap
infeksi, disini terletak persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan ruas tulang
belakang. Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan
rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium.

3. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui


sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Sering juga
disebut dengan esofagus(dari bahasa Yunani). Organ ini berfungsi untuk
menghubungkan mulut dengan lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Gerak peristaltik
kerongkongan meliputi gerakan melebar, menyempit, bergelombang, dan
meremas-remas agar makanan terdorong ke lambung. Di kerongkongan, zat
makanan tidak mengalami pencernaan.

4. Lambung

Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk


seperti kandang keledai . Lambung dibagi menjadi tiga daerah, yaitu sebagai
berikut.

a. Kardiak,yaitu bagian lambung yang paling pertama untuk tempat


masuknya makanan dari kerongkongan (esofagus).
b. Fundus, yaitu bagian lambung tengah yang berfungsi sebagai penampung
makanan serta proese pencernaan secara kimiawi dengan bantuan enzim.
c. Pilorus, yaitu bagian lambung terakhir yang berfungsi sebagai jalan keluar
makanan menuju usus halus. Makanan masuk ke dalam lambung dari
kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfingter), yang bisa
membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfingter menghalangi
masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel
yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting, yaitu sebagai berikut.
1) Lendir.
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan
kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
2) Asam klorida (HCl).
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang
diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang
tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara
membunuh berbagai bakteri.
3) Prekursor pepsin.
Pepsinmerupakan enzim yang memecahkan protein.
5. Usus Halus (Usus Kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding
usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan
lemak (Anderson, 1999; Syaifuddin, 2012; Pearce, 2007; Sherwood, 2001).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a. Usus dua belas jari (duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Nama
duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua
belas jari. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum.Usus dua belas jari memiliki
pH yang normal berkisar sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua
muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung
melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam
duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus
halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.
b. Usus Kosong (jejunum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian
kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti
“lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Latin,
jejunus, yang berarti “kosong”. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus
kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakandengan
usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner.
c. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia) illeum terletak setelah duodenum dan jejunum,
dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral
atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam
empedu (Anderson, 1999; Syaifuddin, 2012, Pearce, 2007).
6. Usus Besar (Colon)
Usus besar merupakan kelanjutan dari usus halus yang memiliki tambahan
usus yang berupa umbai cacing (appedix). Usus besar terdiri dari tiga bagian
yaitu bagian naik (ascending), mendatar (tranverse), dan menurun
(descending). Pada usus besar tidak terjadi pencernaan. Semua sisa makanan
akan dibusukkan dengan bantuan bakteri E. coli dan diperoleh vitamin K. Di
bagian akhir usus besar terdapat rektum yang bermuara ke anus untuk
membuang sisa makanan. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari
feses. Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di
dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir
dan air, dan terjadilah diare. Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus,
“buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus
penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Umbai cacing atau
apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini
disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat
menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga
abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
7. Rektum dan Anus Rektum
(Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya
rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu
pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam
rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam
rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh
(kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur
oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang
air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus. Sistem pencernaan
juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu
pankreas, hati dan kandung empedu.
8. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting
seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan
berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).Pankraes terdiri dari
2 jaringan dasar yaitu Asini yang menghasilkan enzim-enzim pencernaan, dan
pulau pankreas yang menghasilkan hormon. Pankreas melepaskan enzim
pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah.
Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan
lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat
digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif.
9. Hati
Hati merupakan sebuah organ terbesar di dalam badan manusia dan memiliki
berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat
atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar. Organ ini memainkan peran
penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh
termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan
obat. Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan
pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke
dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya
masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi
pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah.
Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah
diperkaya dengan zatzat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum
(Anderson, 1999; Syaifuddin, 2012; Pearce, 2007; Sherwood, 2001).

10. Kandung Empedu


Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah
pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh
untuk proses pencernaan.Pada manusia, panjang kandung empedu adalah
sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena warna jaringannya,
melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini
terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran
empedu.Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitumembantu pencernaan dan
penyerapan lemak, serta berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari
tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah
merah dan kelebihan kolesterol

1.1.3 Etiologi
Etiologi Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah
bakteri gram negatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk
spora, fakultatif anaerob. mempunyai antigen somatic (o) yang terdiri dari
oligosakarida, flagellar antigen (h) yang terdiri dari protein dan envelope
antigen (k) yang terdiri dari polisakarida. memiliki makromolekul
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar dari dinding sel dan
dinamakan endotoksin. salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid
faktor yang berkaitan dengan memperoleh plasmid faktor yang berkaitan
dengan resistensi terhadap multiple antibiotik (Junaidi, 2011).

1.1.4 Patofisiologi
Perjalanan penyakit S. typhi melalui beberapa proses, diawali dengan
masuknya kuman melalui makanan dan minuman yang tercemar melalui jalur
oral-fekal. Yang kemudian tubuh akan melakukan mekanisme pertahanan
melalui beberapa proses respon imun baik lokal maupun sistemik, spesifik
dan non-spesifik serta humoral dan seluler. S. typhi yang masuk ke saluran
cerna tidak selalu akan menyebabkan infeksi, karena untuk menimbulkan
infeksim S. typhi harus dapat mencapai usus halus. Keasaman lambung (PH
≤ 3,5) menjadi salah satu faktor penting yang menghalangi S. typhi mencapai
usus halus. Namun sebagian besar kuman S. typhi dapat bertahan karena
memiliki gen ATR (acid tolerance response). Achlorhydria akibat penuaan,
gastrektomi, pompa proton inhibitor, pengobatan histamin antagonis reseptor
H2, atau pemberian antacid dapat menurunkan dosis infektif yang
mempermudah kuman untuk lolos menuju usus halus. Setelah masuk ke
saluran cerna dan mencapai usus halus, S. typhi akan menemui dua
mekanisme non spesifik yaitu motilitas dan flora normal usus berupa bakteri-
bakteri anaerob. Motilitas usus bersifat fisik berupa kekuatan peristaltik usus
untuk menghanyutkan kuman keluar. Di usus halus kuman akan menembus
mukosa usus diperantarai microbial binding terhadap epitel menghancurkan
Microfold cells (M cells) sehingga sel-sel epitel mengalami deskuamasi,
menembus epitel mukosa usus, masuk dalam lamina propria, menetap dan
berkembang biak. Kuman akan berkembang biak dalam sel mononuklear
sebelum menyebar ke dalam aliran darah. Di dalam sel fagosit mononuklear,
kuman masuk menginfeksi Peyer’spatches, yaitu jaringan limfoid yang
terdapat di ileum terminal dan bermultiplikasi, kemudian kuman menembus
kelenjar limfoid intestinal dan duktus torasikus masuk ke dalam aliran darah
sistemik. Setelah 24- 72 jam terjadi bakteriemia primer namun jumlah kuman
belum terlalu banyak maka gejala klinis belum tampak. Bakteriemia primer
berakhir setelah kuman masuk ke dalam organ retikuloendotelial system
(RES) di hati limpa, kelenjar getah bening mesenterium dan kelenjar limfoid
intestinal untuk berkembang biak. Di organ ini kuman menjalani masa
inkubasi selama 10-14 hari, dalam organ RES kuman berkembang pesat dan
kembali masuk ke peredaran darah dan menimbulkan bakteriemia sekunder.
Pada saat terjadi bakteriemia sekunder, dapat ditemukan gejala-gejala klinis
dari demam tifoid. Mekanisme pertahanan imunologik spesisfik biasanya
menyangkut antibody, limfosit B dan T dan komplemen yang terbagi atas
imunitas seluler dan imunitas humoral. Respon imunitas seluler sangat
penting dalam penyembuhan penyakit demam tifoid, yang merupakan
interaksi antara sel limfosit T dan fagosit mononuclear, untuk membunuh
mikroorganisme yang tidak dapat diatasi oleh mekanisme mikrobisidal
humoral dan fagosit polimorfonuklear. Adanya antigen kuman akan
merangsang limfosit T untuk membentuk factor aktivasi makrofag, sehingga
akan berkumpul pada tempat terjadinya invasi kuman. Limfosit B sangat
berperan dalam respon imunitas humoral. Akibat stimulasi antigen kuman,
sel ini akan berubah menjadi sel plasma dan mensintasis immunoglobulin.
Imunoglobulin G dan M adalah immunoglobulin yang dibentuk paling
banyak. Peningkatan titer mulai terjadi mulai minggu pertama kemudian
meningkat pada minggu-minggu berikutnya, sedangkan immunoglobulin A
meningkat pada minggu kedua. Imunoglobulin M adalah immunoglobulin
pertama uang dibentuk dalam respon imun. Karena itu kadar IgM yang tinggi
merupakan petunjuk adanya infeksi dini. Adanya antibody humoral ini
biasayna dipakai sebagai dasar berbagai pemeriksaan laboratorium, misalnya
tes Widal dan pemeriksaan lainnya. Sitokin tersebut pula yang menimbulkan
dampak pada pusat nafsu makan menyebabkan nafsu makan menurun,
memengaruhi ambang nyeri, sehingga timbul nyeri pada kepala,sendi, otot-
otot, dan nyeri pada daerah saluran cerna. Sitokin memengaruhi perubahan
pada plaque peyeri, inflamasi pada mukosa saluran cerna, menyebabkan
motilitas saluran cerna terganggu, sehingga muncul keluhan mual, muntah,
diare, nyeri abdomen, perdarahan, perdarahan, perforasi, sedangkan
konstipasi terjadi pada tahap lanjut. Kondisi patologis akibat infeksi
merangsang hiperativitas RES dan menimbulkan pembengkakan hati dan
limpa.

1.1.5 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala thypoid yang timbul bervariasi

a. Minggu pertama keluhan dan gejala berupa demam, nyeri kepala, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut dan
batuk. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu tubuh.
b. Minggu kedua gejala-gejala lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif,
lidah tifoid (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor). hepatomegali,
splenomegali, meteorisme, gangguan kesadaran berupa composmentis,
sedangkan residopi jarang ditemukan pada orang indonesia. (Junaidi, 2011)
c. Manifestasi klinis demam tifoid cenderung lebih ringan ditandai dengan
demam, malaise, sakit kepala, dan takipnea. Tanda lain pada penyakit ini
yang sering terjadi yaitu diare. Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, namun
dapat berkisar antara 3-30 hari, hal ini tergantung terutama pada besarnya
inokulum yang tertelan. Manifestasi klinis demam tifoid tergantung pada
umur
d. Kondisi demam Thypoid pada Bayi baru lahir / Neonatus dapat
menyebabkan aborsi dan persalinan premature

1.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengecek bakteri
Salmonella typhi pada penderita demam tifoid antara lain:
a. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi
bakteri Salmonella typhi yang spesifik dalam darah penderita, sehingga
memungkinkan diagnosis dalam beberapa jam. DNA (asam nukleat) gen
flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat
atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR)
melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi. Metode ini
spesifik dan lebih sensitif untuk mendeteksi bakteri yang terinfeksi dalam
darah (Sucipto, 2015).
b. Biakan Salmonella typhi
Biakan Salmonella typhi dari spesimen seperti darah, sumsum tulang, tinja,
urin, dan cairan duodenum. Hasil biakan yang positif memastikan demam
tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena
hasilnya tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil biakan meliputi (1) jumlah darah yang diambil, (2)
perbandingan volume darah dari media empedu, dan (3) waktu pengambilan
darah. Biakan darah positif pada 40-60% penderita ditemukan pada awal
perjalanan penyakit. Biakan sumsum tulang merupakan metode diagnosis
yang paling sensitif, biakan ini positif pada 85-90% dan kurang dipengaruhi
oleh terapi antimikroba sebelumnya, biakan tersebut sering positif selama
stadium akhir penyakit. Biakan tinja dan urin menjadi positif selama masa
inkubasi. Bila pada kasus yang dicurigai dengan biakan tinja negatif, maka
biakan aspirasi cairan duodenum ataukapsul bertali duodenum dapat
membantu dalam mengkonfirmasi infeksi. Pada biakan tersebut yang
dilakukan biasanya membutuhkan waktu sekurang- kurangnya tiga hari
untuk mendapat hasil dari biakan (Prasetyo, 2009).
c. Tes serologis Tes serologis merupakan pemeriksaan diagnosis untuk
mendeteksi antibodi terhadap antigen Salmonella typhi dan menentukan
terdapatnya antigen spesifik Salmonella typhi. Tes ini terdiri dari atas tes
Widal dan ELISA (Garna, 2012).
d. Tes Widal Pada tes widal diambil darah vena sebanyak 3-5 mL.
Prinsip pemeriksaan yaitu terjadi reaksi aglutinasi antara Salmonella typhi
dan aglutinin penderita. Titer aglutinin dinyatakan dengan nilai pengenceran
tertinggi yang masih menunjukkan aglutinasi. Biasanya titer aglutinin O
akan naik lebih dulu dan lebih cepat hilang dibandingkan dengan aglutinin
H atau Vi.Interpretasi tes widal dinilai berdasarkan kenaikan titer aglutinin
empat kali, terutama aglutinin O atau aglutinin H. penetapan aglutinin O
bervariasi antara titer O > 1/160 sampai > 1/320 atau titer H > 1/800 dengan
catatan 8 bulan terakhir tidak mendapatkan vaksinasi atau sembuh dari sakit
demam tifoid.
e. Tes ELISA
Pemeriksaan enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) dapat
menentukan antibodi imunoglobulin M (IgM) maupun imunoglobulin G
(IgG) pada penderita demam tifoid.Metode ini dilakukan untuk mendeteksi
kadar antibodi terhadap Salmonella typhi. Pada metode ini antigen
dimobilisasi terlebih dahulu, kemudian antibodi primer ditambahkan dalam
jumlah berlebih, lalu ditambahkan enzim yang sudah dikonjugasikan
dengan imunoglobulin antibodi atau antibodi sekunder dalam jumlah
berlebih. Kompleks antigen- antibodi primer dan antibodi sekunder diukur
secara fotometrik.
Teknik yang lebih praktis pada tes ELISA adalah teknik immunodot
ting, yaitu menggunakan kertas nitroselulosa sebagai fase padat yang
memiliki kapasitas yang tinggi terhadap protein yang dilapiskan. Antigen
antibodi dilekatkan pada kertas nitroselulosa dan diblokade dengan blocking
buffer, terjadi ikatan yang stabil dan dapat disimpan beberapa bulan pada
suhu 40 c atau selama beberapa tahun pada suhu -700c. bila akan
dipergunakan dapat segera dipakai dengan cara meneteskan serum pada dot
tersebut dan pemeriksaan akan selesai dalam waktu 3- 4 jam.

1.1.7 Penatalaksanaan
1. Terapi farmakologis (Terapi antibiotik)
a. Ciprofloxacin
Ciprofloxacin Ciprofloxacin mempunyai mekanisme menghambat sintesis
asam nukleat sel mikroba (Sandika dan Suwandi, 2017). Direkomendasikan
sebagai terapi lini pertama untuk anak – anak dan orang dewasa yang
terinfeksi dengan resistensi sensitif dan multi-obat, Salmonella typhi dan
paratyphi
b. amoksisilan
Amoksisilin Amoksisilin mempunyai mekanisme menghambat sintesis
dinding sel mikroba (Sandika dan Suwandi, 2017). Pada percobaan
kombinasi Kloramfenikol dan Amoksisilin mempunyai efek anti bakteri
lebih lemah dibandingkan dengan bentuk tunggal Kloramfenikol dalam
menghambat pertumbuhan bakteri
c. Kloramfenikol
mempunyai mekanisme menghambat sintesis protein sel mikroba (Sandika
dan Suwandi, 2017). Kloramfenikol masih merupakan pilihan utama untuk
pengobatan demam tifoid karena efektif, murah, mudah didapat, dan dapat
diberikan secara oral
d. Cefixime
Cefixime mempunyai mekanisme menghambat sintesis dinding sel mikroba
2. Terapi Non Farmakologis
a. Tirah baring
Tirah baring (bed rest) dilakukan pada pasien yang membutuhkan
perawatan akibat sebuah penyakit atau kondisi tertentu dan merupakan
upaya mengurangi aktivitas yang membuat kondisi pasien menjadi lebih
buruk. Semua itu tergantung pada penyakit yang diderita pasien.Tirah
baring (bed rest) direkomendasikan bagi pasien demam tifoid untuk
mencegah komplikasi perforasi usus atau perdarahan usus. Mobilisasi harus
dilakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
b. Diet Lunak Rendah Serat
Jenis makanan yang harus dijaga adalah diet lunak rendah serat karena pada
demam tifoid terjadi gangguan pada sistem pencernaan. Makanan haruslah
cukup cairan, kalori, protein, dan vitamin. Memberikan makanan rendah
serat direkomendasikan, karena makanan rendah serat akan memungkinkan
meninggalkan sisa dan dapat membatasi volume feses agar tidak
merangsang saluran cerna. Demi menghindari terjadinya komplikasi
pedarahan saluran cerna atau perforasi usus direkomendasikan dengan
pemberian bubur saring(Sakinah dan Indria, 2016).
c. Menjaga Kebersihan
Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan cukup berpengaruh pada
kejadian demam tifoid, untuk itu diperlukan kesadaran diri untuk
meningkatkan praktik cuci tangan sebelum makan untuk mencegah
penularan bakteri Salmonella typhi ke dalam makanan yang tersentuh
tangan yang kotor dan mencuci tangan setelah buang air besar agar kotoran
atau feses
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1.2.1 Pengkajian
Pada klien dengan demam typoid, meliputi :

a. Identitas pasien
Nama, tempat tanggal lahir, umur nama ibu kandung, jenis kelamin
beratbadan lahir, Panjang badan lahir, apakah cukup bulan atau
tidak, jumlah saudara.
b. Keluhan utama
Berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, kepala, pusing dan kurang
bersemangat, serta nafsu makan berkurang (Terutama selama masa
inkubasi) (Sodikin, 2011). Terdapat pula peningkatan suhu tubuh 39°C
sampai 41°C pada malam hari dan turun saat pagi hari (Arif
& Kumala, 2011).
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien mengeluh kepala terasa sakit, demam, nyeri dan juga pusing,
berat badan berkurang, klien mengalami mual, muntah dan anoreksia,diare
dan mengeluh nyeri otot.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit lain atau pernah menderita penyakit seperti
ini sebelumnya
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama (penularan).
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
anak tidak enak badan, tampak lemah, lesu, nyeri kepala, suhu tubuh
meningkat 37-40℃, muka kemerahan dan tidak bersemangat
2) Tingkat kesadaran
tingkat kesadaran menurun, apatis sampai samnolen, jarang terjadi
supor, atau bahkan koma
3) Kepala rambut
kusam, mudah dicabut/rontok
4) Mata
posisi mata kiri dan kanan simetris, konjungtiva anemis, pupil merespon
terhadap cahaya, fungsi penglihatan tidak ada gangguan
5) Hidung
pernapasan tidak menggunakan cupit hidung
6) Telinga
pada anak demam Tifoid tidak mengalami gangguan pendengaran
7) Mulut
bibir pecah pecah, kering dan pucat, nafas berbau tidak sedap, lidah
tertutup selaput putih kotor
8) Leher
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, dan tidak terlihat otot bantu
9) Dada
dada simetris, pernafasan vesikuler
10) Abdomen
saat dipalpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsitensi
lunak serta nyeri tekan pada abdomen, pada perkusi didapatkan perut
kembung, serta pada aulkultasi peristaltik usus meningkat
11) Ekstemitas
Normal bisa bergerak seperti biasa nya
12) Genetalia
Tidak ada keluhan

1.2.2 Diagnosa
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient
1.2.3 Intervensi

NO DIAGNOSA Tujuan Dan Intervensi


KEPERAWATAN Karakteristik

1 Kode D.0130 Kode L.14134 Kode I.15506

Hipertermia b.d proses Setelah dilakukan Manajemen hipertermia


penyakit tindakan asuhan
Observasi :
keperawatan selama
3x24 jam diharapkan - Identifikasi
termoregulasi penyebab
membaik hipertermia.
- Monitor suhu
Kriteria hasil :
tubuh
1. Suhu tubuh
Terapeutik:
membaik
2. Suhu kulit - Sediakan
membaik lingkungan yang
dingin.
- Longgarkan atau
lepaskan
pakaian.
- Basahi dan
kipasi
permukaan
tubuh.
- Lakukan
pendinginan
eksternal

Edukasi:
- Anjurkan tirah
baring.

Kolaborasi:

- Kolaborasi
pemberiaan
cairan dan
elektrolit
intravena, jika
perlu.

2 Kode D.0077 Kode L.08066 Kode I.08238

Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri


pencedera fisiologis tindakan asuhan
Observasi:
(inflamasi). keperawatan selama
3x24 jam diharapkan - Identifikasi
tingkat nyeri lokasi,
menurun. karakteristik,
durasi,
Kriteria hasil:
frekuensi,
1. Keluhan nyeri kualitas,
menurun. intensitas nyeri
2. Anoreksia - Identifikasi
menurun . skala nyeri
3. Muntah - Identifikasi
menurun. factor yang
4. Mual memperberat
menurun. dan
5. Tekananan memperingan
darah nyeri
membaik.
6. Nafsu makan Terapeutik :
membaik.
- Berikan Teknik
7. Pola tidur
nonfarmakologis
membaik.
untuk
mengurangi rasa
nyeri
- Kontrol
lingkungan yang
memperberat
rasa nyeri

Edukasi :

- Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
- Anjurkan
Teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri

Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu

3. Kode D.0019 Kode L.03030 Kode : I.03119

Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan Observasi :


ketidakmampuan tindakan asuhan
- Identifikasi
mengabsorbsi nutrien keperawatan selama
status nyeri
3x24 jam diharapkan
- Identifikasi
status nutrisi
Intoleransi
membaik
makanan
Kriteria hasil : - Monitor asupan
makanan
1. Diare
- Monitor berat
membaik
badan
2. Frekuensi
makan Terapeutik :
membaik
- Lakukan oral
3. Nafsu makan
hygiene sebelum
membaik
makan, jika
perlu
- Berikan
makanan tinggi
kalori dan tinggi
protein
- Berikan
suplemen
makanan, jika
perlu

Edukasi :

- Anjurkan posisi
duduk, jika
mampu
- Ajarkan diet
yang
diprogramkan

Kolaborasi :

- Kolaborasi
pemberian
medikasi
sebelum makan,
jika perlu
- Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika
perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Heni Puji Wahyuningsih, S. M. (2017). Anatomi Fisiologi.

Ns. Mila Triana Sari., M. e. (2023). BUNGA RAMPAI KEPERAWATAN ANAK.


JI. Merdeka RT4/RW2 Binangun, Kab. Cilacap, Jawa Tengah: PT
MEDIA PUSTAKA INDO.

Rahmasari, V., & Lestari, K. (2018). REVIEW ARTIKEL: Manajemen Terapi


Demam Tifoid: Kajian Terapi Farmakologis dan Non
Farmakologis. Farmaka, 16(1), 184-195.

SDKI DPP PPNL. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai