Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN

RISIKO BUNUH DIRI

Disusun oleh:

1. Anastasia Setyorini BL / 3 / 1901110537


2. Lidia Christiyowati./19 / 1901110553
3. Sri Rahayu / 27 / 1901110561

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG


PRODI S1 KEPERAWATAN
JL. RADEN PANJI SUROSO NO. 6 MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Puj syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah memberikan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan Jiwa yang
berjudul ”ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN RESIKO BUNUH
DIRI”
Makalah ini salah satu tugas dari mata kuliah Keperawatan jiwa di program studi S1
keperawatan selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Siti Kolifah, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa.
2. Bapak A. Zakaria Amien, S.Kep,Ns, M.Imun selaku dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa
3. Bapak Sulistyono, S.Kep,Ns, M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa
4. Teman-teman kelas Alfa Centuri yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
5. Kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan sealama penulisan
makalah ini
Akhirnya tim penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah
ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran secara konstruktif dari para pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 2 Oktober 2019

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar belakang..................................................................................................... 1
1.2 Tujuan penulisan.................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN TEORI .................................................................................. 3


2.1 Pengertian ........................................................................................................... 3
2.2 Penyebab.............................................................................................................. 4
2.3 Kategori................................................................................................................ 6
2.4 Respon Protektif Diri........................................................................................... 7
2.5 Patofisiologi......................................................................................................... 8
2.6 Sumber Koping.................................................................................................... 9
2.7 Tanda tanda Peringatan........................................................................................ 9
2.8 Upaya pencegahan seseorang dengan keinginan bunuh diri................................ 10
2.9 Penatalaksanaan.................................................................................................... 11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................. 13


3.1 Pengkajian............................................................................................................. 13
3.2 Diagnosa keperawatan.......................................................................................... 15
3.3 Rencana tindakan keperawatan............................................................................ 17

BAB IV PENUTUP.................................................................................................. 18
ii
4.1 Kesimpulan........................................................................................................... 18
4.2 Saran...................................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Bunuh diri atau suicide merupakan salah satu bentuk kegawatdaruratan psikiatri.
Meskipun bunuh diri adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada
depresi, penyalahgunaan NAPZA , skizofrenia, gangguan kepribadian ( paranoid, borderline,
antisocial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental.
Di dunia lebih dari 1000 tindakan bunuh diri terjadi tiap hari. Di Inggris ada lebih dari
3000 kematian bunuh diri tiap tahun. Di Amerika Serikat dilaporkan 25.000 tindakan bunuh
diri setiap tahun dan merupakan penyebab kematian kesebelas. Rasio kejadian bunuh diri
antara pria dan wanita adalah tiga berbanding satu. Pada usiar emaja, bunuh diri merupakan
penyebab kematian kedua. (Susanto, 2010). Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun
2003 mengungkapkan bahwa1 juta orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau setiap 15-34
tahun, selain karena faktor kecelakaan. Pada laki-laki tiga kali lebih sering melakukan bunuh
diri daripada wanita, karena laki-laki lebih sering menggunakan alat yang lebih efektif untuk
bunuhdiri, antara lain dengan pistol, menggantung diri, atau lompat dari gedung yang
tinggi,sedangkan wanita lebih sering menggunakan zat psikoaktif overdosis atau racun,
namun sekarang mereka lebih sering menggunakan pistol. Selain itu wanita lebih sering
memilih cara menyelamatkan dirinya sendiri atau diselamatkan orang lain
Beberapa hambatan dalam melakukan managemen klien dengan bunuh diri adalah pasien
yang dirawat dalam waktu yang cukup singkat sehingga membuat klien kurang mampu
mengungkapkan perasaannya tentang bunuh diri. Kurang detailnya tentang pengkajian risiko
bunuh diri pada saat pasien masuk Rumah Sakit dan banyak perawat kurang melakukan
skrening akan risiko bunuh diri. Disamping itu 2 dari 3 orang yang melakukan bunuh diri
diketahui oleh perawat dalam beberapa bulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
tenaga kesehatan kurang memberikan intervensi yang adekuat. Lebih lanjut banyak perawat
mungkin takut untuk menanyakan tentang masalah bunuh diri pada pasien atau bahkan tidak
mengetahui bagaimana untuk menanyakan jika pasien memiliki pikiran untuk melakukan
bunuh diri. Oleh karena itu bunuh diri pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu
penanganan yang cepat dan akurat.

1
Berdasarkan keadaan tersebut, tim penyusun ingin membahas lebih lanjut mengenai
peran perawat dalam menghadapi dan membantu klien dengan resiko bunuhdiri melalui
pendekatan Asuhan Keperawatan.

1.2 TUJUAN PENULISAN


1. Tujuan umumSetelah membahas kasus ini diharapkan mahasiswa mengerti dan mampu
memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien risiko bunuh diri.
2. Tujuan Khusus
Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
a. Memahami konsep dasar asuhan keperawatan jiwa pada pasien risiko bunuh diri
b. Melakukan pengkajian pada klien dengan risiko bunuh diri
c. Merumuskan diagnosa keperawatan untuk klien dengan risiko bunuh diri
d. Membuat perencanaan untuk klien dengan risiko bunuh diri
e. Melakukan implementasi pada klien dengan risiko bunuh diri

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 PENGERTIAN
 Risiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan sengaja untuk
kehidupan ( Herman, 2012). Individu secara sadar berkeinginan untuk mati,
sehingga melakukan tindakan – tindakan tersebut.
 Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh
diri disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu
gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi
masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupannya adalah kegagalan
untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan
terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan
hubungan yang berarti, perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart,2006)
 Bunuh diri adalah sebagai tindakan untuk membunuh diri sendiri ( WHO ).
 Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa.
Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap
diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku
destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah
kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart
dan Sundeen, 1995).
 Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan
dirinyasendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan
akibatnyayang mungkin pada waktu yang singkat. Menciderai diri adalah tindakan
agresif yangmerusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri

3
mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah
yang dihadapi (Captain,2008).
 Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4). Risiko bunuh diri dapat
diartikan sebagai resiko individu untuk menyakiti diri sendiri, mencederai diri, serta
mengancam jiwa. (Nanda, 2012)
Kesimpulan : Bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan sengaja untuk
mengakhiri hidup.

2.2 PENYEBAB
Pada umumnya penyebab utama dari bunuh diri adalah ketidak mampuan individu untuk
menyelesaiakan masalah. Namun ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya risiko
bunuh diri yaitu faktor predisposisi (faktor risiko) dan faktor presipitasi (faktor pencetus).
A. Faktor predisposisi
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang perilaku risiko bunuh diri
meliputi:
1. Diagnosis psikiatri.
Tiga gangguan jiwa yang membuat klien berisiko untuk bunuh diri yaitu: gangguan alam
perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
2. Sifat kepribadian.
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko bunuh diri adalah
rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi
3. Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini, dan
berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan
bunuh diri.
4. Biologis
Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan penjelasan biologis yang tepat
untuk perilaku bunuh diri. Beberapa peneliti percaya bahwa ada gangguan (penurunan)
pada level serotonin di otak, dimana serotonin diasosiasikan dengan perilaku agresif dan

4
kecemasan atau depresi. Penelitian lain mengatakan bahwa perilaku bunuh diri
merupakan bawaan lahir, dimana orang yang suicidal mempunyai keluarga yang juga
menunjukkan kecenderungan yang sama ( Faktor genetik). Faktor genetik lebih sering
terjadi kembar monozygot daripada kembar dizygot.
Faktor biologis lain biasanya berhubungan dengan keadaan – keadaan tertentu, seperti
adanya penyakit kronis atau kondisi medis tertentu, seperti stroke,gangguan kerusakan
kognitif ( dimensia ), diabetes, penyakit arterikoronaria, kanker, HIV/AIDs dan lain –
lain.
Walaupun demikian, hingga saat ini belum ada faktor biologis yang ditemukan
berhubungan secara langsung dengan perilaku bunuh diri
5. Psikologis
Leenars (dalam Corr, Nabe & Corr,2003) mengidentifikasi tiga bentuk penjelasan
psikologis mengenai bunuh diri. Penjelasan yang pertama didasarkan pada Freud yang
menyatakan bahwa “suicide is murder turnedaround 180 degrees”, dimana dia
mengaitkan antara bunuh diri dengan kehilangan seseorang atau objek yang diinginkan.
Secara psikologis,individu yang berisiko melakukan bunuh diri mengidentifikasi dirinya
dengan orang yang hilang tersebut. Dia merasa marah terhadap objek kasih sayang ini
dan berharap untuk menghukum atau bahkan membunuh orang yang hilang tersebut.
Meskipun individu mengidentifikasi dirinya dengan objek kasih sayang, perasaan marah
dan harapan untuk menghukum juga ditujukan pada diri. Oleh karena itu, perilaku
destruktif diri terjadi
6. Sosiokultural
Penjelasan yang terbaik datang dari sosiolog Durkheim yang memandang perilaku bunuh
diri sebagai hasil dari hubungan individu dengan masyarakatnya, yang menekankan
apakah individu terintegrasi dan teratur atau tidak dengan masyarakatnya.

B. Faktor presipitasi
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang memalukan, seperti
masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum (bullying), kehilangan pekerjaan atau
ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan
bunuh diri atau terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan

5
untuk melakukan perilaku bunuh diri. Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan
bunuh diri adalah perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi
stres, perasaan marah/bermusuhan dan bunuh diri sebagai hukuman pada diri sendiri, serta
cara utuk mengakhiri keputusasaan.

2.3 KATEGORI
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori yaitu (Stuart, 2006):1)
1. Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang
tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri mungkin
mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama
lagi atau mengomunikasikan secara non verbal.
2. Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh
individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan ataudiabaikan.
Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan terjadi jika tidak
ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri, meliputi:
1. Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang
untuk bunuh diri 
2. Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan
seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
Disebutkan pula bahwa kategori risiko bunuh diri yang lain adalah sebagai berikut :
1. Isyarat bunuh diri.
2. Ancaman bunuh diri.
3. Percobaaan bunuh diri.

6
2.4 RESPON PROTEKTIF DIRI
RENTANG RESPON PROTEKTIF DIRI
Mekanisme koping klien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali klien secara sadar memilih
bunuh diri. Menurut Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang 
berhubungan dengan perilaku destruktif diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi,
intelektualisasi, dan regresi. Menurut Fitria (2012) mengemukakan rentang harapan-putus
harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif.

( Sumber : Stuart, 2013 )

Keterangan :

1. Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai


pengharapan, yakin, dan kesadaran diri meningkat.
2. Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi
pada rentang yang masih normal dialami individu yang mengalami perkembangan
perilaku.
3. Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang
merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti
perilaku merusak, mengebut, berjudi, tindaka nkriminal, terlibat dalam rekreasi yang
berisikotinggi, penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang secara sosial, dan
perilaku yang menimbulkan stres.
4. Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan
diri sendiri yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri sendiri,
tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk

7
umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit, membenturkan
kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya sedikit demi sedikit, dan menggigit jari.
5. Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri
sendiri untuk mengakhiri kehidupan. Perilaku bunuh diri menunjukkan terjadinya
kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri menunjukkan upaya terakhir untuk
mendapatkan pertolongan untuk mengatasi masalah. Risiko yang mungkin terjadi pada
klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah mencederai diri dengan tujuan
mengakhiri hidup.Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman
verbal untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri
pada diri sendiri.

2.5 PATOFISIOLOGI

Dalam kehidupan, individu selalu menghadapi masalah atau stressor, respon


individu terhadap stressor, tergantung pada kemampuan menghadapi masalah serta tingkat
stress yang dialami. Dalam menghadapi masalah seseorang dapat menggunakan respon
yang adaptif maupun respon yang maladaptive, respon seseorang yang adaptif membuat
seseorang mempunyai harapan dalam menghadapi masalah, dimana harapan tersebut
menimbulkan rasa yakin, percaya, ketetapan hati dalam menghadapi masalah dan dapat
menimbulkan ispirasi. Respon maladaptive seseorang membuat seseorang merasa putus
harapan dalam menghadapi masalah, menimbulkan rasa tidak percaya diri dalam
menghadapi masalah menyebabkan seseorang merasa rendah diri. Jika seseorang tidak
mampu mengatasi masalah kemungkinan besar seseorang akan menjadi depresi,
mengalami perasaan gagal, putus asa, dan merasa tidak mampu dalam mengatasi masalah yang
menimbulkan koping tidak efektif. Putus harapan juga mengakibatkan seseorang merasa
kehilangan, sehingga menimbulkan perasaan rendah diri, depresi. Rendah diri dan depresi
merupakan salah satu indikasi terjadinya bunuh diri, salah satu percobaan bunuh diri
dilakukan dengan penyalahgunaan obat, dimana obat- obatan yang dosisnya besar dapat
bersifat toksin bagi tubuh terutama lambung. Intoksikasi dapat memacu atau meningkatkan
sekresi asam lambung, dimana asam lambung ini mengiritasi/ membuat trauma jaringan
mukosa lambung, merusak mukosa lambung, merangsang saraf. Saraf pada lambung
membuka gate kontrol menuju rangsang saraf aferen ke cortex cerebri yang meningkatkan
sensitifitas saraf nyeri, kemudian kembali ke saraf eferen dan menimbulkan rasa nyeri, rasa
nyeri ini menstimulasi nervus vagus dan meningkatkan respon mual dan gangguan rasa
nyaman, gangguan saluran makanan pada lambung, duodenum, usus halus, usus besar, hati,
empedu dan salurannya sering memberikan keluhan di perut atas atau di daerah epigastrium
yang sering disebut dengan istilah nyeri epigastrik

2.6 SUMBER KOPING

Kemampuan mengatasi masalah/ sumber koping berasal dari :

1. Kemampuan personal
Kemampuan yang diharapkan pada klien dengan resiko bunuh diri yaitu kemampuan
untuk mengatasi masalahnya.
2. Dukungan sosial
Dukungan untuk individu yang di dapat dari keluarga,teman, kelompok, atau orang-orang
disekitar klien dan dukungan terbaik yang diperlukan oleh klien adalah dukungan
keluarga.
3. Asset material
Ketersediaan materi antara lain yaitu akses pelayanan kesehatan,dana atau finansial yang
memadai, asuransi, jaminan pelayanan kesehatan dan lain-lain.
4. Keyakinan positif
Keyakinan spiritual dan gambaran positif seseorang sehingga dapat menjadi dasar dari
harapan yang dapat mempertahankan koping

2.7 TANDA TANDA PERINGATAN

Ada beberapa tanda yang mungkin diperlihatkan atau ditunjukkan oleh seseorang yang memiliki
keinginan untuk bunuh diri, misalnya:

 Sering membicarakan tentang kematian.


 Mengutarakan keputusasaannya dalam menjalani hidup seperti berkata, “Buat apa saya
hidup di dunia?”
 Perilaku menyakiti diri sendiri.
 Mengancam ingin bunuh diri seperti berkata, “Jika kau memilih dirinya, saya akan bunuh
diri.”
 Menyimpan obat-obatan yang bisa disalahgunakan.

 Menjadi pemakai narkoba atau pemabuk.


 Sering marah secara tiba-tiba.
9
 Sembrono dan terlibat dalam aktivitas yang mempertaruhkan nyawa.
 Menarik diri dari orang-orang di sekitarnya.
 Sering terlihat merasa cemas.
 Mulai membuat surat wasiat.
 Berat badan berkurang karena perubahan selera makan.
 Kehilangan minat pada banyak hal.
 Mengalami kesulitan tidur dan kerap merasa gelisah.

2.8 UPAYA PENCEGAHAN SESEORANG DENGAN KEINGINAN BUNUH DIRI


Ada serangkaian hal yang bisa dilakukan saat menghadapi seseorang dengan keinginan
bunuh diri. Deretan langkah ini dilakukan agar hal-hal yang tak diinginkan tidak perlu terjadi.
1. Jangan anggap sepele. Pertama, jangan anggap sepele obrolan terkait keinginan bunuh
diri. Akan lebih baik jika mendengarkan apa pun yang dibicarakannya, terlebih jika
menunjukkan tanda-tanda bahaya. Mengutip Mayo Clinic, ada beberapa tanda yang
menggambarkan keinginan bunuh diri seseorang. Tanda-tanda itu di antaranya ketika
seseorang berandai-andai meninggal, berharap ingin meninggal, mengalami gejala mood-
swing atau perasaan yang berubah-ubah secara drastis, merasa hilang harapan, konsumsi
alkohol serta obat-obatan, dan mengucapkan selamat tinggal seolah tak akan bertemu
lagi.Jika tanda-tanda ini muncul, maka tak ada salahnya jika Anda bertanya secara
langsung.
2. Jauhkan dari benda berbahaya. Eksistensi benda-benda berbahaya di sekitar orang dengan
keinginan bunuh diri hanya akan membuat suasana makin genting. Salah satu langkah
tepat untuk mencegah percobaan bunuh diri adalah dengan menjauhkan benda-benda
berbahaya seperti pisau, botol pil, senjata, atau obat serangga.
3. Menjadi pendengar. Bagi mereka yang berpikir untuk bunuh diri, harapan seolah tak ada
lagi. Mereka merasa tak menemukan jalan keluar dan tak ada satu pun yang peduli.
Bunuh diri menjadi satu-satunya solusi yang muncul dalam benak. Menjadi seorang
pendengar yang baik menunjukkan bahwa kepedulian masih ada.
4. Sarankan mengunjungi terapis. Ada situasi di mana seseorang berpikir untuk bunuh diri
namun belum menunjukkan tanda bahaya atau darurat. Orang-orang jenis ini perlu
didorong untuk mengunjungi terapis atau tenaga ahli yang dapat memberikan
pertolongan.
5. Mencari pertolongan. Jika berhadapan dengan situasi darurat, cobalah untuk mengontak
10
seseorang lain yang dapat mengatasi situasi tersebut. Jangan biarkan seseorang dengan
keinginan bunuh diri sendirian.
6. Tetap kontak. Meski telah ditangani tenaga ahli, tetap perlu menghubunginya untuk
mengetahui perkembangan terkini.

2.9 PENATALAKSANAAN 
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien resiko bunuh diri salah satunya
adalah dengan terapi farmakologi. Menurut ( Videbeck, 2008 ), obat obat yang biasa
digunakan pada klien risiko bunuh diri adalah SSRI
(selective serotonine reuptake inhibitor ) ( fluoksetin 20 mg/hari per oral ), venlafaksin
(75-225 mg/hari per oral ), nefazodon ( 300-600 mg/hari per oral ), trazodon ( 200-
300mg/hari per oral ), dan bupropion ( 200-300 mg/hari per ora l). Obat-obat
tersebutsering dipilih karena tidak berisiko letal akibat overdosis.
Mekanisme kerja obat tersebut akan bereaksi dengan sistem neurotransmiter monoamin
di otak khususnya norapenefrin dan serotonin. Kedua neurotransmiterini dilepas di
seluruh otak dan membantu mengatur keinginan, kewaspadaan, perhataian, mood, proses
sensori, dan nafsu makan
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian pada klien dengan resiko bunuh diri
selanjutnya perawat dapat merumuskan diagnosa dan intervensi yang tepat bagi klien.
Tujuan dilakukannya intervensi pada klien dengan resiko bunuh diri adalah (Keliat, 2009)
adalah sebagai berikut :
a. Klien tetap aman dan selamat
b. Klien mendapat perlindungan diri dari lingkungannya
c. Klien mampu mengungkapkan perasaannya
d. Klien mampu meningkatkan harga dirinya
e. Klien mampu menggunakan cara penyelesaian yang baik
Penatalaksanaan Klien dengan perilaku bunuh diri menurut Stuart dan Sundeen
(1997, dalam Keliat, 2009:13) adalah mengidentifikasi intervensi utama pada klien untuk
perilaku bunuh diri yaitu : 11
1. Melindungi
Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai dirinya.
Intervensi yang dapat dilakukan adalah tempatkan klien di tempat yang aman, bukan
diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan, temani klien terus-menerus sampai klien
dapat dipindahkan ke tempat yang aman dan jauhkan klien dari semua benda yang
berbahaya.
2. Meningkatkan harga diri
Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu klien
mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang positif.
3. Menguatkan koping yang konstruktif/sehat
Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan
pujian penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu
dimodifikasi atau dipelajari koping baru.
4. Menggali perasaan
Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari
faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
5. Menggerakkan dukungan sosial
Untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial klien, yaitu
keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat agar dapat
mengontrol prilaku klien.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
12

3.1 PENGKAJIAN.

Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat
dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien,
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan. (Budi
Anna Keliat, 1994)

Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian pasien risiko bunuh diri:

1. Data umun ( nama,tanggal lahir/umur, alamat, pekerjaan, agama dll)


2. Anamnesa pada pasien dan keluarga :
a. Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
b. Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
c. Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
d. Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
e. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid,antisosial
f. Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
3. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.
4. Riwayat pengobatan , riwayat penyakit.
5. Riwayat pendidikan
6. Pemeriksaan fisik dan tanda tanda vital.
7. Respon psikologik, kognitif, emosional  dan  prilaku dari  individu dengan gangguan mood.
8. Kaji adanya faktor risiko bunuh diri dan letalitas perilaku bunuh diri :
a. Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit.
b. Rencana bunuh diri ini termasuk rencana yang teratur dan bagaimana menggunakan
cara untuk melaksanakan rencana tersebut.
c. Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah, keparahan
gangguan mood)
d. Sistem pendukung yang ada 
e. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik psikiatrik
maupun fisik),
f. Adakah kehilangan yang baru dialami dan riwayat penyalahgunaan zat adiktif
13
g. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien tentang
gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan ,tanda-tanda kekambuhan dan tindakan
perawatan diri.
9. Simptom yang menyertainya
a. Apakah klien mengalami :
 Ide bunuh diri
 Ancaman bunuh diri
 Percobaan bunuh diri
 Sindroma mencederai diri sendiri yang disengaja
b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia dimana
hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri
sendiri, maka perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
 Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
 Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan
untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.
 Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk
merencanakan akan suicide
 Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh
klien
9. Faktor psikologis : ( kemarahan.,keputusasaan dan rasa bersalah., riwayat agresi dan
kekerasan.rasa malu dan terhina.)
10. Faktor budaya. ( Bunuh diri egoistik./ altruistik/.anomik.)
11. Tanda dan gejala.
a. Data subyektif. : Klien mengungkapka ntentang :
 Merasa hidupnya tak berguna lagi.
 Ingin mati.
 Pernah mencoba bunuh diri.
 Merasa bersalah, sedih, marah, putus asa, tidak berdaya.
b. Data obyektif. : Data obyektif risiko bunuh diri adalah :
14
 Ekspresi murung.
 Tak bergairah.
 Banyak diam.
 Ada bekas pencobaan bunuh diri.
Tanda dan gejala resiko bunuh diri dapat ditemukan melalui wawancara dengan
pertanyaaan sebagai berikut :
 Bagaimana perasaan klien saat ini
 Bagaimana penilaian klien terhadap dirinya
 Apakah klien mempunyai pikiran untuk mati
 Kapan terakhir berpikiran untuk mati
 Berapa sering muncul pikiran ingin mati
 Apakah klien pernah mencoba melakukan percobaan bunuh diri ? sudah
berapa kali ? kapan terakhir melakukan? dengan apa klien melakukan
percobaan bunuh diri ? apa yang menyebabkan klien ingin melakukan
percobaan bunuh diri?
 Apakah saat ini masih terpikir untuk melakukan perilaku bunuh diri

3.2 MASALAH KEPERAWATAN.


Setelah melakukan pengkajian pada pasien dengan risiko bunuh diri , perawat dapat
merumuskan diagnosa keperawatan sesuai dengan standarat yang ditetapkan ( SDKI) sebagai
berikut:
Risiko bunuh diri berhubungan dengan :
1. Gangguan perilaku ( depresi, mencari senjata berbahaya, membeli obat letal dose,
membuat warisan)
2. Demografi ( Lansia, status perceraian, ekonomi rendah, pengangguran)
3. Gangguan fisik ( nyeri kronis, penyakit terminal)
4. Masalah sosial ( berduka, tidak berdaya, putus asa, isolasi sosial)
5. gangguan psikologis ( child abuse, riwayat bunuh diri sebelumnya, gangguan
psikiatrik, penyakit psikiatrik)

Masalah keperawatan terkait tanda dan gejala pasien


15 dengan risiko bunuh diri :

1. Harga diri rendah kronis berhubungan dengan kegagalan berulang, kurang


pengakuan dari orang lain, gangguan psikiatri
2. Keputusasaan berhubungan dengan stres jangka panjang, penurunan kondisi
fisiologis.
3. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan
4. Berduka berhubungan dengan kematian keluarga atau sesorang yang berarti,
kehilangan pekerjaan.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan motovasi, gangguan
psikologis
6. Risiko Mutilasi diri berhubungan dengan penganiayaan , riwayat menciderai diri,
ancaman kehilangan, HDR
7. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan penampilan fisik, perubahan status
mental, ketidakmampuan menjalin hubungan yang memuaskan
POHON MASALAH :

Faktor Risiko Faktor Pencetus

Diagnosis Psikiatri/ Biologis --> keputusasaan Bullying --> HDR kronis

Gangguan kepribadian (depresi, menarik diri) --> Kehilangan --> berduka


defisit perawatan diri, ansietas

Gangguan Psikososial --> kehilangan

Perilaku destruktif diri --> Risiko mutilasi diri

Sosiokultural --> Isolasi sosial


RISIKO BUNUH DIRI

16
3.3 RENCANA KEPERAWATAN RESIKO BUNUH DIRI
PERENCANAAN
Diagnosa Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Luaran Utama: Kontrol diri meningkat 1. Intervensi Utama :
Risiko bunuh diri berhubungan dengan : Kontrol diri dengan kriteria hasil :  Manajemen Mood
 Gangguan perilaku ( depresi, mencari  perilaku melukai diri  Pencegahan bunuh diri
senjata berbahaya, membeli obat letal Luaran sendiri (1)
2. Intervensi tambahan :
dose, membuat warisan)  Verbalisasi keinginan
Tambahan :  Dukungan pelaksanaan ibadah
bunuh diri (1)
 Demografi ( Lansia, status perceraian, Dukungan  Manajemen keselamatan lingkungan
 Verbalisasi isyarat
ekonomi rendah, pengangguran) keluarga bunuh diri (1)  Manajemen halusinasi
 Gangguan fisik ( nyeri kronis, penyakit Dukungan  Verbalisasi ancaman  Manajemen waham
terminal) sosial bunuh diri (1)
 Promosi harga diri
 Masalah sosial ( berduka, tidak Harapan  Perilaku
merencanakan bunuh  Reduksi ansietas
berdaya, putus asa, isolasi sosial) Harga diri
diri (1)  Rujukan ke terapi dukungan
 Gangguan psikologis ( child abuse, Kesadarab diri
Status orientasi  Alam perasaan
kelompok
riwayat bunuh diri sebelumnya,
depresi (1)  Skrening penganiayaan persekusi
gangguan psikiatrik, penyakit psikiatrik Tingkat
depresi  Tehnik distraksi
 Terapi kelompok
.  Terapi rekreasi

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Pada umumnya merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress dan  berkembang
dalam beberapa rentang waktu ini.
Sebagian besar faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri/ bunuhdiri di Indonesia yaitu
terjadi pada : remaja dan , muda, laki-laki, SMU, belum menikah suku sunda, metode yang
digunakan untuk bunuh diri adalah minum obat serangga, membenturkan kepala, minum obat
tidur, menceburkan ke sumur, menabrakkan diri kejalan, membakar diri dan menelan peniti,
diagnostiknya adalah Skizofrenia. Percobaan bunuhdiri yang dilakukan oleh klien lebih dari 1
kali

4.1 SARAN
Hendaknya perawat memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengenali ciri-ciri pasien
yang ingin mengakhiri hidupnya sehingga dapat mengantisipasi terjadinya perilaku bunuh diri
pada pasien. Hendaknya perawat melibatkan keluarga dalam melakukan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan jiwa sesuai dengan standar yang berlaku.

18
DAFTAR PUSTAKA

Harold dkk.(1998). Buku Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Widya Medika : Jakarta
http://dezlicius.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-resiko bunuh
diri 09.html

http://perawat psikiatri.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-klien-dengan-resiko.html
http://rastirainia.wordpress.com/2009/11/25/laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan-pada
pasien-dengan-perilaku-percobaan-bunuh-diri/
Yosep, I., (2007). Keperawatan Jiwa. PT RefikaAditama: Bandung
Ns. Sutejo, M.Kep., Sp. Kep.J. Keperawatan Jiwa. PT. PustakaBaru Pres.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Persatuan
Perawat Nasional Indonesia, Jakarta
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019), Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Persatuan
Perawat Nasional Indonesia, Jakarta
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Persatuan
Perawat Nasional Indonesia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai