Disusun oleh:
Puj syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah memberikan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan Jiwa yang
berjudul ”ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN RESIKO BUNUH
DIRI”
Makalah ini salah satu tugas dari mata kuliah Keperawatan jiwa di program studi S1
keperawatan selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Siti Kolifah, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa.
2. Bapak A. Zakaria Amien, S.Kep,Ns, M.Imun selaku dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa
3. Bapak Sulistyono, S.Kep,Ns, M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa
4. Teman-teman kelas Alfa Centuri yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
5. Kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan sealama penulisan
makalah ini
Akhirnya tim penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah
ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran secara konstruktif dari para pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
Tim Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar belakang..................................................................................................... 1
1.2 Tujuan penulisan.................................................................................................. 2
BAB IV PENUTUP.................................................................................................. 18
ii
4.1 Kesimpulan........................................................................................................... 18
4.2 Saran...................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1
Berdasarkan keadaan tersebut, tim penyusun ingin membahas lebih lanjut mengenai
peran perawat dalam menghadapi dan membantu klien dengan resiko bunuhdiri melalui
pendekatan Asuhan Keperawatan.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
Risiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan sengaja untuk
kehidupan ( Herman, 2012). Individu secara sadar berkeinginan untuk mati,
sehingga melakukan tindakan – tindakan tersebut.
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh
diri disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu
gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi
masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupannya adalah kegagalan
untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan
terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan
hubungan yang berarti, perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart,2006)
Bunuh diri adalah sebagai tindakan untuk membunuh diri sendiri ( WHO ).
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa.
Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap
diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku
destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah
kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart
dan Sundeen, 1995).
Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan
dirinyasendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan
akibatnyayang mungkin pada waktu yang singkat. Menciderai diri adalah tindakan
agresif yangmerusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri
3
mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah
yang dihadapi (Captain,2008).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4). Risiko bunuh diri dapat
diartikan sebagai resiko individu untuk menyakiti diri sendiri, mencederai diri, serta
mengancam jiwa. (Nanda, 2012)
Kesimpulan : Bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan sengaja untuk
mengakhiri hidup.
2.2 PENYEBAB
Pada umumnya penyebab utama dari bunuh diri adalah ketidak mampuan individu untuk
menyelesaiakan masalah. Namun ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya risiko
bunuh diri yaitu faktor predisposisi (faktor risiko) dan faktor presipitasi (faktor pencetus).
A. Faktor predisposisi
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang perilaku risiko bunuh diri
meliputi:
1. Diagnosis psikiatri.
Tiga gangguan jiwa yang membuat klien berisiko untuk bunuh diri yaitu: gangguan alam
perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
2. Sifat kepribadian.
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko bunuh diri adalah
rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi
3. Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini, dan
berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan
bunuh diri.
4. Biologis
Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan penjelasan biologis yang tepat
untuk perilaku bunuh diri. Beberapa peneliti percaya bahwa ada gangguan (penurunan)
pada level serotonin di otak, dimana serotonin diasosiasikan dengan perilaku agresif dan
4
kecemasan atau depresi. Penelitian lain mengatakan bahwa perilaku bunuh diri
merupakan bawaan lahir, dimana orang yang suicidal mempunyai keluarga yang juga
menunjukkan kecenderungan yang sama ( Faktor genetik). Faktor genetik lebih sering
terjadi kembar monozygot daripada kembar dizygot.
Faktor biologis lain biasanya berhubungan dengan keadaan – keadaan tertentu, seperti
adanya penyakit kronis atau kondisi medis tertentu, seperti stroke,gangguan kerusakan
kognitif ( dimensia ), diabetes, penyakit arterikoronaria, kanker, HIV/AIDs dan lain –
lain.
Walaupun demikian, hingga saat ini belum ada faktor biologis yang ditemukan
berhubungan secara langsung dengan perilaku bunuh diri
5. Psikologis
Leenars (dalam Corr, Nabe & Corr,2003) mengidentifikasi tiga bentuk penjelasan
psikologis mengenai bunuh diri. Penjelasan yang pertama didasarkan pada Freud yang
menyatakan bahwa “suicide is murder turnedaround 180 degrees”, dimana dia
mengaitkan antara bunuh diri dengan kehilangan seseorang atau objek yang diinginkan.
Secara psikologis,individu yang berisiko melakukan bunuh diri mengidentifikasi dirinya
dengan orang yang hilang tersebut. Dia merasa marah terhadap objek kasih sayang ini
dan berharap untuk menghukum atau bahkan membunuh orang yang hilang tersebut.
Meskipun individu mengidentifikasi dirinya dengan objek kasih sayang, perasaan marah
dan harapan untuk menghukum juga ditujukan pada diri. Oleh karena itu, perilaku
destruktif diri terjadi
6. Sosiokultural
Penjelasan yang terbaik datang dari sosiolog Durkheim yang memandang perilaku bunuh
diri sebagai hasil dari hubungan individu dengan masyarakatnya, yang menekankan
apakah individu terintegrasi dan teratur atau tidak dengan masyarakatnya.
B. Faktor presipitasi
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang memalukan, seperti
masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum (bullying), kehilangan pekerjaan atau
ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan
bunuh diri atau terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan
5
untuk melakukan perilaku bunuh diri. Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan
bunuh diri adalah perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi
stres, perasaan marah/bermusuhan dan bunuh diri sebagai hukuman pada diri sendiri, serta
cara utuk mengakhiri keputusasaan.
2.3 KATEGORI
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori yaitu (Stuart, 2006):1)
1. Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang
tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri mungkin
mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama
lagi atau mengomunikasikan secara non verbal.
2. Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh
individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan ataudiabaikan.
Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan terjadi jika tidak
ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri, meliputi:
1. Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang
untuk bunuh diri
2. Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan
seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
Disebutkan pula bahwa kategori risiko bunuh diri yang lain adalah sebagai berikut :
1. Isyarat bunuh diri.
2. Ancaman bunuh diri.
3. Percobaaan bunuh diri.
6
2.4 RESPON PROTEKTIF DIRI
RENTANG RESPON PROTEKTIF DIRI
Mekanisme koping klien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali klien secara sadar memilih
bunuh diri. Menurut Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang
berhubungan dengan perilaku destruktif diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi,
intelektualisasi, dan regresi. Menurut Fitria (2012) mengemukakan rentang harapan-putus
harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif.
Keterangan :
7
umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit, membenturkan
kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya sedikit demi sedikit, dan menggigit jari.
5. Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri
sendiri untuk mengakhiri kehidupan. Perilaku bunuh diri menunjukkan terjadinya
kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri menunjukkan upaya terakhir untuk
mendapatkan pertolongan untuk mengatasi masalah. Risiko yang mungkin terjadi pada
klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah mencederai diri dengan tujuan
mengakhiri hidup.Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman
verbal untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri
pada diri sendiri.
2.5 PATOFISIOLOGI
1. Kemampuan personal
Kemampuan yang diharapkan pada klien dengan resiko bunuh diri yaitu kemampuan
untuk mengatasi masalahnya.
2. Dukungan sosial
Dukungan untuk individu yang di dapat dari keluarga,teman, kelompok, atau orang-orang
disekitar klien dan dukungan terbaik yang diperlukan oleh klien adalah dukungan
keluarga.
3. Asset material
Ketersediaan materi antara lain yaitu akses pelayanan kesehatan,dana atau finansial yang
memadai, asuransi, jaminan pelayanan kesehatan dan lain-lain.
4. Keyakinan positif
Keyakinan spiritual dan gambaran positif seseorang sehingga dapat menjadi dasar dari
harapan yang dapat mempertahankan koping
Ada beberapa tanda yang mungkin diperlihatkan atau ditunjukkan oleh seseorang yang memiliki
keinginan untuk bunuh diri, misalnya:
2.9 PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien resiko bunuh diri salah satunya
adalah dengan terapi farmakologi. Menurut ( Videbeck, 2008 ), obat obat yang biasa
digunakan pada klien risiko bunuh diri adalah SSRI
(selective serotonine reuptake inhibitor ) ( fluoksetin 20 mg/hari per oral ), venlafaksin
(75-225 mg/hari per oral ), nefazodon ( 300-600 mg/hari per oral ), trazodon ( 200-
300mg/hari per oral ), dan bupropion ( 200-300 mg/hari per ora l). Obat-obat
tersebutsering dipilih karena tidak berisiko letal akibat overdosis.
Mekanisme kerja obat tersebut akan bereaksi dengan sistem neurotransmiter monoamin
di otak khususnya norapenefrin dan serotonin. Kedua neurotransmiterini dilepas di
seluruh otak dan membantu mengatur keinginan, kewaspadaan, perhataian, mood, proses
sensori, dan nafsu makan
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian pada klien dengan resiko bunuh diri
selanjutnya perawat dapat merumuskan diagnosa dan intervensi yang tepat bagi klien.
Tujuan dilakukannya intervensi pada klien dengan resiko bunuh diri adalah (Keliat, 2009)
adalah sebagai berikut :
a. Klien tetap aman dan selamat
b. Klien mendapat perlindungan diri dari lingkungannya
c. Klien mampu mengungkapkan perasaannya
d. Klien mampu meningkatkan harga dirinya
e. Klien mampu menggunakan cara penyelesaian yang baik
Penatalaksanaan Klien dengan perilaku bunuh diri menurut Stuart dan Sundeen
(1997, dalam Keliat, 2009:13) adalah mengidentifikasi intervensi utama pada klien untuk
perilaku bunuh diri yaitu : 11
1. Melindungi
Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai dirinya.
Intervensi yang dapat dilakukan adalah tempatkan klien di tempat yang aman, bukan
diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan, temani klien terus-menerus sampai klien
dapat dipindahkan ke tempat yang aman dan jauhkan klien dari semua benda yang
berbahaya.
2. Meningkatkan harga diri
Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu klien
mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang positif.
3. Menguatkan koping yang konstruktif/sehat
Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan
pujian penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu
dimodifikasi atau dipelajari koping baru.
4. Menggali perasaan
Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari
faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
5. Menggerakkan dukungan sosial
Untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial klien, yaitu
keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat agar dapat
mengontrol prilaku klien.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
12
3.1 PENGKAJIAN.
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat
dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien,
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan. (Budi
Anna Keliat, 1994)
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian pasien risiko bunuh diri:
16
3.3 RENCANA KEPERAWATAN RESIKO BUNUH DIRI
PERENCANAAN
Diagnosa Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Luaran Utama: Kontrol diri meningkat 1. Intervensi Utama :
Risiko bunuh diri berhubungan dengan : Kontrol diri dengan kriteria hasil : Manajemen Mood
Gangguan perilaku ( depresi, mencari perilaku melukai diri Pencegahan bunuh diri
senjata berbahaya, membeli obat letal Luaran sendiri (1)
2. Intervensi tambahan :
dose, membuat warisan) Verbalisasi keinginan
Tambahan : Dukungan pelaksanaan ibadah
bunuh diri (1)
Demografi ( Lansia, status perceraian, Dukungan Manajemen keselamatan lingkungan
Verbalisasi isyarat
ekonomi rendah, pengangguran) keluarga bunuh diri (1) Manajemen halusinasi
Gangguan fisik ( nyeri kronis, penyakit Dukungan Verbalisasi ancaman Manajemen waham
terminal) sosial bunuh diri (1)
Promosi harga diri
Masalah sosial ( berduka, tidak Harapan Perilaku
merencanakan bunuh Reduksi ansietas
berdaya, putus asa, isolasi sosial) Harga diri
diri (1) Rujukan ke terapi dukungan
Gangguan psikologis ( child abuse, Kesadarab diri
Status orientasi Alam perasaan
kelompok
riwayat bunuh diri sebelumnya,
depresi (1) Skrening penganiayaan persekusi
gangguan psikiatrik, penyakit psikiatrik Tingkat
depresi Tehnik distraksi
Terapi kelompok
. Terapi rekreasi
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Pada umumnya merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress dan berkembang
dalam beberapa rentang waktu ini.
Sebagian besar faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri/ bunuhdiri di Indonesia yaitu
terjadi pada : remaja dan , muda, laki-laki, SMU, belum menikah suku sunda, metode yang
digunakan untuk bunuh diri adalah minum obat serangga, membenturkan kepala, minum obat
tidur, menceburkan ke sumur, menabrakkan diri kejalan, membakar diri dan menelan peniti,
diagnostiknya adalah Skizofrenia. Percobaan bunuhdiri yang dilakukan oleh klien lebih dari 1
kali
4.1 SARAN
Hendaknya perawat memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengenali ciri-ciri pasien
yang ingin mengakhiri hidupnya sehingga dapat mengantisipasi terjadinya perilaku bunuh diri
pada pasien. Hendaknya perawat melibatkan keluarga dalam melakukan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan jiwa sesuai dengan standar yang berlaku.
18
DAFTAR PUSTAKA
Harold dkk.(1998). Buku Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Widya Medika : Jakarta
http://dezlicius.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-resiko bunuh
diri 09.html
http://perawat psikiatri.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-klien-dengan-resiko.html
http://rastirainia.wordpress.com/2009/11/25/laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan-pada
pasien-dengan-perilaku-percobaan-bunuh-diri/
Yosep, I., (2007). Keperawatan Jiwa. PT RefikaAditama: Bandung
Ns. Sutejo, M.Kep., Sp. Kep.J. Keperawatan Jiwa. PT. PustakaBaru Pres.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Persatuan
Perawat Nasional Indonesia, Jakarta
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019), Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Persatuan
Perawat Nasional Indonesia, Jakarta
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Persatuan
Perawat Nasional Indonesia, Jakarta