Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN DAN

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK DAN


CVA

Untuk memenuhi tugas praktik klinik Keperawatan Gerontik


Di Puskesmas Kendalkerep Kabupaten Malang

Oleh:
Angger Rangga Santika (P17212205069)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
MALANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASKEP

Lanjut Usia

1. Pengertian Lansia
Proses menua merupakan suatu yang fisiologis, yang akan dialami oleh
setiap orang. Batasan orang dikatakan lanjut usia berdasarkan UU No 13 tahun
1998 adalah 60 tahun. Proses menua (aging process) merupakan suatu proses
biologis yang tidak dapat dihindarkan, yang akan dialami oleh setiap orang.
Menurut Paris Constantinides, 1994 Menua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan (graduil) kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/
mengganti dan mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan
terhadap injury (termasuk infeksi) tidak seperti pada saat kelahirannya,
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa,
misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan syaraf dan
jaraingan lain sehingga tubuh ‘mati’ sedikit demi sedikit.
Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan
seseotang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya
sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak maupun saat menurunnya.
Namun umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada umur 20-30
tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi
tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai
bertambahnya umur.

2. Batasan Umur Lansia


Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi :
a) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b) Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
c) Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
d) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
Depkes, membagi lansia sebagai berikut :
a) Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 th) sebagai masa vibrilitas
b) Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai presenium
c) Kelompok usia lanjut (65 th>) sebagai senium

3. Teori Tentang Proses Menua


a) Teori Biologik
• Teori Genetik dan Mutasi
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram
oleh molekul /DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi
• Pemakaian dan Rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
• Autoimun
Pada proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus.
Saat jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan mati.
• Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal dan
stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.
• Teori radikal bebas
Tidak stabilnya redikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan
bahan organik seperti karbohidrat dan protein . radikal ini menyebabkan
sel-sel tidak dapat regenerasi.
b) Teori Sosial
• Teori aktifitas
Lanjut usuia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan sosial
• Teori Pembebasan
Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kwalitas maupun kwantitas.
Sehingga terjadi kehilangan ganda yakni :Kehilangan peranHambatan
kontrol sosialBerkurangnya komitmen
• Teori Kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan
lansia. Dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada usatu saat
merupakan gambarannya kelak pada saat ini menjadi lansia.
Pokok-pokok dari teori kesinambungan adalah :
 Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif
dalam proses penuaan, akan tetapi didasarkan pada pengalamannya
di masa lalu, dipilih peran apa yang harus dipertahankan atau
dihilangkan
 Peran lansia yang hilang tak perlu diganti
 Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi
c) Teori Psikologi
• Teori Kebutuhan manusia menurut Hirarki Maslow
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri,
kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow
11111954). Kebutuhan ini memiliki urutan prioritas yang berbeda.
Ketika kebutuhan dasar manusia sidah terpenuhi, mereka berusaha
menemukannya pada tingkat selanjutnya sampai urutan yang paling
tinggi dari kebutuhan tersebut tercapai.
• Teori individual jung
Carl Jung (1960) Menyusun sebuah terori perkembangan kepribadian
dari seluruh fase kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak , masa
muda dan masa dewasa muda, usia pertengahan sampai lansia.
Kepribadian individu terdiri dari Ego, ketidaksadaran sesorang dan
ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini kepribadian digambarkan
terhadap dunia luar atau ke arah subyektif. Pengalaman-pengalaman dari
dalam diri (introvert). Keseimbangan antara kekuatan ini dapat dilihat
pada setiap individu, dan merupakan hal yang paling penting bagi
kesehatan mental

4. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


a) Perubahan fisik
• Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar, berkurangnya
cairan intra dan extra seluler
• Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam
respon waktu untuk meraksi, mengecilnya saraf panca indra sistem
pendengaran, presbiakusis, atrofi membran timpani, terjadinya
pengumpulan serum karena meningkatnya keratin
• Sistem penglihatan : spnkter pupil timbul sklerosis dan hlangnya respon
terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh, meningkatny
ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang
pandang.
• Sistem Kardivaskuler. : katup jantung menebal dan menjadi kaku ,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun setelah
berumur 20 tahun sehingga menyebabkanmenurunnya kontraksi dan
volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningg.
• Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga
menyebabkan menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan elastisitasnya
sehingga kapasitas residu meingkat, nafas berat. Kedalaman pernafasan
menurun.
• Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi,sehingga menyebkan gizi buruk,
indera pengecap menurun krena adanya iritasi selaput lendir dan atropi
indera pengecap sampai 80 %, kemudian hilangnya sensitifitas saraf
pengecap untuk rasa manis dan asin
• Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi
sehingga aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, GFR menurun
sampai 50 %. Nilai ambang ginjal terhadap glukosa menjadi meningkat.
Vesika urinaria, otot-ototnya menjadi melemah, kapasitasnya menurun
sampai 200 cc sehingga vesika urinaria sulit diturunkan pada pria lansia
yang akan berakibat retensia urine. Pembesaran prostat, 75 % doalami
oleh pria diatas 55 tahun. Pada vulva terjadi atropi sedang vagina terjadi
selaput lendir kering, elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang dan
menjadi alkali.
• Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi hormon
menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah,
aktifitas tiroid menurun sehingga menurunkan basal metabolisme rate
(BMR). Porduksi sel kelamin menurun seperti : progesteron, estrogen dan
testosteron.
• Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan
lemak, kulit kepala dan rambut menuipis menjadi kelabu, sedangkan
rambut dalam telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi keras dan
rapuh.
• Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan makin rapuh
menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang disebut discusine
vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut erabit otot ,
sehingga lansia menjadi lamban bergerak. otot kam dan tremor.
b) Perubahan mental
Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Perubahan-perubahan mental ini erat sekali kaitannya dengan
perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan
serta situasi lingkungan. Intelegensi diduga secara umum makin mundur
terutama faktor penolakan abstrak mulai lupa terhadap kejadian baru, masih
terekam baik kejadian masa lalu.
Dari segi mental emosional sering muncul perasaan pesimis, timbulnya
perasaan tidak aman dan cemas, merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau
takut ditelantarkan karena tidak berguna lagi. Munculnya perasaan kurang mampu
untuk mandiri serta cenderung bersifat entrovert.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
• Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
• Kesehatan umum
• Tingkat pendidikan
• KeturunanLingkungan
Kenangan (memori) ada 2 :
• kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu
• kenangan jang pendek : 0-10 menit, kenangan buruk
Intelegentia Question :
• Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal
• Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor
terjadi perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-tekanan
dari faktor waktu.
c) Perubahan psikososial
Masalah-masalah ini serta reaksi individu terhadapnya akan sangat
beragam, tergantung pada kepribadian individu yang bersangkutan. Pada saat
ini orang yang telah menjalani kehidupan nya dengan bekerja mendadak
diharapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun. Bila ia cukup
beruntung dan bijaksana, mempersiapkan diri untuk masa pensiun dengan
menciptakan bagi dirinya sendiri berbagai bidang minat untuk memanfaatkan
waktunya, masa pensiunnya akan memberikan kesempatan untuk menikmati
sisa hidupnya. Tetapi bagi banyak pekerja pensiun berarti terputus dari
lingkungan dan teman-teman yang akrab dan disingkirkan untuk duduk-duduk
dirumah atau bermain domino di klub pria lanjut usia.
Perubahan mendadak dalam kehidupan rutin barang tentu
membuat mereka merasa kurang melakukan kegiatan yang berguna.
(1) Minat
Pada umumnya diakui bahwa minat seseorang berubah dalam
kuantitas maupun kualitas pada masa lanjut usia. Lazimnya minat dalam
aktifitas fisik cendrung menurun dengan bertambahnya usia. Kendati
perubahan minat pada usia lanjut jelas berhubungan dengan menurunnya
kemampuan fisik, tidak dapat diragukan bahwa hal hal tersebut
dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial.
(2) Isolasi dan Kesepian
Banyak faktor bergabung sehingga membuat orang lanjut usia
terisolasi dari yang lain. Secara fisik, mereka kurang mampu mengikuti
aktivitas yang melibatkan usaha. Makin menurunnya kualitas organ
indera yang mengakibatkan ketulian, penglihatan yang makin kabur, dan
sebagainya. Selanjutnya membuat orang lanjut usia merasa terputus dari
hubungan dengan orang-orang lain.
Faktor lain yang membuat isolasi makin menjadi lebih parah lagi
adalah perubahan sosial, terutama mengendornya ikatan kekeluargaan.
Bila orang usia lanjut tinggal bersama sanak saudaranya, mereka
mungkin bersikap toleran terhadapnya, tetapi jarang menghormatinya.
Lebih sering terjadi orang lanjut usia menjadi terisolasi dalam arti kata
yang sebenarnya, karena ia hidup sendiri.
Dengan makin lanjutnya usia, kemampuan mengendalikan
perasaan dengan akal melemah dan orang cendrung kurang dapat
mengekang dari dalam prilakunya. Frustasi kecil yang pada tahap usia
yang lebih muda tidak menimbulkan masalah, pada tahap ini
membangkitkan luapan emosi dan mereka mungkin bereaksi dengan
ledakan amarah atau sangat tersinggung terhadap peristiwa-peristiwa
yang menurut kita tampaknya sepele.
(3) Peranan Iman
Menurut proses fisik dan mental pada usia lanjut memungkinkan
orang yang sudah tua tidak begitu membenci dan merasa kuatir dalam
memandang akhir kehidupan dibanding orang yang lebih muda. Namun
demikian, hampir tidak dapat disangkal lagi bahwa iman yang teguh
adalah senjata yang paling ampuh untuk melawan rasa takut terhadap
kematian. Usia lanjut memang merupakan masa dimana kesadaran
religius dibangkitkan dan diperkuat. Keyakinan iman bahwa kematian
bukanlah akhir tetapi merupakan permulaan yang baru memungkinkan
individu menyongsong akhir kehidupan dengan tenang dan tentram.
(4) Perubahan Spritual.
• Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan
(Maslow,1970)
• Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat
dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan
Zentner,1970).
• Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978),
Universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah
berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara
mencintai keadilan.

5. Masalah Nutrisi
Gizi kurang adalah kekurangan zat gizi baik mikro maupun makro
Penyebab :
• Penurunan ataau kehilangan sensitifitas indra pengecap &penciuman
• Penyakit periodental ( terjadi pada 80% lansia) atau kehilangan gigi
• Penurunan sekresi asam lambung dan enzim pencernaan
• Penurunan mobilitas saluran pencernaan makanan
• Penggunaan obat-obatan jangka panjang
• Gangguan kemampuan motorik
• Kurang bersosialisasi, kesepian
• Pendapatan yang menurun (pensiun)
• Penyakit infeksi kronis
• Penyakit keganasan
6. Patofisiologis Menua

Proses menua :
a. Penurunan/kehilangan indra
Akibat :
pengecap dan penciuman
Penyakitperiodentaldan kehilangan Anorexia
gigi Kesulitan
Penurunan sekresi asam lambung dan makan
enzim pencernaan Mengganggu F
Pro le e,
penyerapanC
Gangguan kemampuan motorik
Tulang kehilangan densitasnyadan a, tein ma d
Susah
, BAB,
k, a
rapuh wasir
Vita n
Tendonmengkerutdanatropi serabut Nafsu
min kaman
otot menurun
Penurunanmobilitassaluran Kerusakan
pencernaanl/peristaltik melemah kartilago dan
Penyakit infeksi Keganasan tulang
Mekanisme Inflamasi Inflamasi
sendi sinovial

Asupan makan kurang


Osteoporosis Subluksasi/dislokasi

Diagnosa Keperawatan :
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
b. Resiko tinggi infeksi
c. Kerusakan mobilitas fisik
d. Nyeri
e. Resiko cedera
Konsep Keperawatan Gerontik

1. Pengertian
Gerotologi adalah cabang ilmu yang membahas/menangani tentang proses
penuaan dan masalah yang timbul pada orang yang berusia lanjut. Geriatrik
adalah berkaitan dengan penyakit atau kecacatan yang terjadi pada orang yang
berusia lanjut. Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayanan profesional
yang berdasarkan ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-
sosio-spritual dan kultural yang holistik, ditujukan kepadd klien lanjut usia baik
sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluaraga, kelompok, dan masyarakat.

2. Lingkup Peran dan Tanggung Jawab


Fenomena yang menjadi bidang garap Keperawatan Gerontik adalah tidak
terpenuhinya KDM lanjut usia sebagai akibat proses penuaan.
Lingkup Asuhan Keperawatan Gerontik :
 Pencegahan terhadap ketidakmampuan akibat proses penuaan.
 Perawatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akibat proses
penuaan.
 Pemulihan ditujukan untuk upaya mengatasi keterbatasan akibat proses
penuaaan
Peran & Fungsi Perawat Gerontik :
 Care Giver/Pemberi Asuhan Kep. Langsung
 Pendidik Klien Lansia
 Motivator
 Advokasi Klien
 Konselor
Tanggung Jawab Perawat Gerontik :
 Membantu klien lansia memperoleh kesehatan secara optimal.
 Membantu klien lansia memelihara kesehatannya.
 Membantu klien lansia menerima kondisinya.
 Membantu klien lansia menghadapi ajal dengan diperlakukan secara
manusia sampai meninggal
Sifat Pelayanan Gerontik :
 Independen, yaitu perawat gerontik dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien lanjut usia dilakukan secara mandiri
 Interindependen, yaitu perawat gerontik dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien lanjut usia dilakukan dengan kerja sama dengan
tim kesehatan lainnya
 Humanistik, yaitu dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien lanjut
usia memandang sebagai makhluk yang perlu untuk diberi perawatan
yang layak dan manusiawi
 Holistik, klien lanjut usia memiliki kebutuhan yang utuh baik bio-psiko-
sosial dan spiritual yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda
antara lansia satu dengan yang lainnya
Model Pemberian Keperawatan Profesional :
 Model Asuhan
Model Asuhan yang sesuai masih dalam penelitian tetapi yang lebih dpt
diterima sementara ini adalah An Adaptation Model of Nursing by Sister
Callista Roy.
 Model Manajerial
Model Manajerial yang sesuai juga masih dalam penelitian tetepi yang
lebih mengarah pada tindakan profesianal perlu dipertimbangkan dari
segi ketenagaan, visi, misi dan tujuan organisasi pelayannan keperawatan.
Cerebro Vascular Accident (CVA)

1. Definisi
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah
otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah  kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan  oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering
ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer
et al, 2002).

2. Klasifikasi
A. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
(Muttaqin, 2008)
a) Stroke Hemoragi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif,
namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya
menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
 Perdarahan intraserebra
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering
dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
 Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim
otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
b) Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran
umumnya baik.
B. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu :
a) TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi
selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul
akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24
jam.
b) Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses
dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c) Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap
atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali
oleh serangan TIA berulang.
3. Etiologi
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008) :
a) Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang
tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada
48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
(1) Aterosklerosi
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan
dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar,
aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis
bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
 Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
 Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.
 Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
 Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
(2) Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral.
(3) Arteritis (radang pada arteri)
(4) Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
 Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease
(RHD).
 Myokard infark
 Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
 Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
(5) Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini
dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam
parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak,
oedema, dan mungkin herniasi otak.
(6) Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

4. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang  tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah
(makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan
dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor
penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau
darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau
terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti
disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai
menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh  embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro
vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan
tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu
4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti
jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-
elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah
lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan
71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan
volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi
volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit
Muttaqin 2008)
5. Pathway
6. Manifestasi Klinis
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa
karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak.
c. Tonus otot lemah atau kaku
d. Menurun atau hilangnya rasa
e. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
f. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
g. Disartria (bicara pelo atau cadel)
h. Gangguan persepsi
i. Gangguan status mental
j. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

7. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan :
a. Berhubungan dengan immobilisasi  infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
b. Berhubungan dengan paralisis          nyeri pada daerah punggung,
dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
c. Berhubungan dengan kerusakan otak  epilepsi dan sakit kepala.
d. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol
respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.
b. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
c. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam
jaringan otak.
f. Pemeriksaan laboratorium
 Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
 Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
 Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
 gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
 Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
9. Penatalaksanaan Medis
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
b. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
c. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
e. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan.
Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

10. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah
ke otak terhambat
2) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak
3) Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
4) Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
6) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik.
7) Resiko Aspirasi berhubungan dengan  penurunan kesadaran.
8) Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran

C. Rencana Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil


No Intervensi (SIKI)
Keperawatan (SDKI) (SLKI)
1 D.0017 Tujuan : Pencegahan emboli (I.02066)
Resiko Perfusi Setelah dilakukan tindakan Observasi
Serebral Tidak Efektif keperawatan selama ….. jam  Periksa riwayat penyakit pasien secara rinci
berhubungan dengan maka Ketidakefektifan
 Periksa Trias virchow
Embolisme Perfusi jaringan serebral
membaik dengan kriteria  Monitor adanya gejala baru dari mengi,
hasil : hemoptisis, dll
a. Tingkat kesadaran  Monitor sirkulasi perifer 
meningkat Terapeutik
b. Tekanan intrakranial  Posisikan anggota tubuh yang beresiko
menurun emboli
c. Kesadaran membaik   Lakukan latihan Gerak aktif dan pasif
d. Tekanan darah dalam  Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
batas normal  Hindari memijat atau menekan otot
e. Refleks saraf membaik ekstremitas 
Edukasi
 Anjurkan melakukan fleksi dan ekstensi
kaki
 Anjurkan melaporkan perdarahan yang
berlebihan
 Anjurkan asupan makanan yang tinggi
vitamin k
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan minum obat antikoagulan sesuai
dengan waktu dan proses
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian trombolitik
 kolaborasi pemberian antikoagulan dosis
rendah atau antiplatelet dosis tinggi
 kolaborasi pemberian prometazin intravena
dalam larutan NaCl 0,9% 25 cc sampai 50
cc 

Pencegahan perdarahan (I.02067)


Observasi
 Monitor tanda dan gejala perdarahan 
 Monitor nilai hemoglobin
 Monitor tanda-tanda vital ortostatik
 Monitor koagulasi
Terapipeutik
 Pertahankan bed rest selama perdarahan
 Batasi tindakan invasif
 Gunakan gunakan kasur pencegah
dekubitus
 Hindari pengukuran suhu rektal 
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
 Anjurkan menggunakan kaos kaki saat
ambulasi
 Tunjukkan menghindari aspirin atau
antikoagulan
 Anjurkan  segera melapor jika Terjadi
perdarahan 
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat pengontrol
perdarahan
 Kolaborasi pemberian produk darah
 Kolaborasi pemberian pelunak tinja
2 D.0119 Tujuan : Promosi komunikasi defisit bicara (I.13492)
Gangguan komunikasi Setelah dilakukan tindakan Observasi
verbal berhubungan keperawatan selama ….. jam  Monitor kecepatan
dengan penurunan maka diharapkan gangguan  Monitor proses kognitif
sirkulasi serebral komunikasi verbal membaik  Monitor frustasi, marah, dan lain-lain
dengan kriteria hasil :  Identifikasi perilaku emosional dan fisik
a. Kemampuan berbicara Therapetik 
membaik  Gunakan metode komunikasi alternatif
b. Afasia menurun  Modifikasi lingkungan
c. Kontak mata meningkat
 Ulangi apa yang disampaikan pasien
d. Pemahaman komunikasi
 Berikan dukungan psikologis
membaik
e. Respon perilaku membaik  Gunakan juru bicara jika perlu
Edukasi
 Anjurkan berbicara perlahan
 Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif
Kolaborasi
 Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis 

Terapi sentuhan (I.09330)


Observasi
 Identifikasi keinginan melakukan intervensi
 Identifikasi tujuan dari terapi sentuhan yang
diinginkan
 Monitor respon relaksasi dan perubahan lain
Terapeutik
 Ciptakan lingkungan yang nyaman
 Posisikan duduk atau terlentang dengan
nyaman
 Fokuskan diri pada kekuatan batin
 Fokus pada niat untuk memudahkan
penyembuhan
 Pikirkan pasien sebagai kesatuan
 Letakkan Telapak tangan menghadap pasien
 Fokus pada niat memfasilitasi kesimetrisan
 Gerakan tangan perlahan dan terus sebanyak
mungkin
 Gerakan tangan dengan sangat lembut ke
bawah
 Perhatikan keseluruhan pola aliran energi
Edukasi 
 Anjurkan beristirahat selama 20 menit atau
lebih setelah perawatan
3 D.0139 Tujuan : Perawatan integritas kulit ( 1.11353)
Risiko Gangguan Setelah dilakukan tindakan Observasi
Integritas keperawatan selama 3 jam  Identifikasi penyebab gangguan integritas
kulit/Jaringan intoleransi aktivitas membaik kulit (misal. perubahan sirkulasi, Perubahan
berhubungan dengan dengan kriteria hasil : status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
penurunan mobilitas a. Perfusi jaringan baik lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas) 
b. Tidak ada perdarahan Terapeutik
c. Tidak ada kemerahan  Ubah posisi setiap 2 jam Jika tirah baring
d. Tidak terjadi jaringan   Lakukan pemijatan pada area penonjolan
parut tulang, Jika perlu
e. Tidak ada nekrosis   Bersihkan perineal dengan air hangat,
f. Tidak ada tanda infeksi terutama selama periode diare
  Gunakan produk berbahan petrolium atau
minyak pada kulit kering
  Gunakan produk berbahan ringan atau
alami dan hipoalergik pada kulit sensitif
  Hindari produk berbahan dasar alkohol
pada kulit kering 
Edukasi  
 Anjurkan menggunakan pelembab (misalnya
lotion, serum)
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan buah dan
sayur
 Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrem
 Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya

Perawatan luka (I.14564) 


Observasi
 Monitor karakteristik luka (misalnya.
drainase, warna, ukuran, bau )
 Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
a. Lepaskan balutan dan plester secara
perlahan
 Cukur rambut di sekitar daerah luka, Bila
perlu
 Bersihkan dengan cairan NaCl atau
pembersih non-toxic, sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berikan salep yang sesuai ke kulit atau lesi,
Jika perlu
 Pasang balutan sesuai jenis luka
 Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
 Jadwalkan ubahan posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien
 Berikan diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/ hari dan protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin dan mineral
 Berikan terapi TENS ( stimulasi saraf
Transkutaneus)  Jika perlu
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein
 Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian debridement
 Kolaborasi pemberian antibiotik, Jika perlu

Latihan rentang gerak (I.05177)


Observasi
 Identifikasi indikasi dilakukan latihan
 Identifikasi keterbatasan pergerakan sendi
 Monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri
pada saat bergerak
Terapeutik
 Gunakan pakaian yang longgar
 Cegah terjadinya cedera selama latihan
rentang gerak dilakukan
 Fasilitasi mengoptimalkan posisi tubuh
untuk pergerakan sendi yang aktif dan pasif
 Melakukan pergerakan pasif dengan bantuan
sesuai dengan indikasi
 Berikan dukungan positif pada saat
melakukan latihan gerak sendi
Edukasi

Jelaskan tujuan dan prosedur latihan

Anjurkan melakukan tentang gerak pasif dan
aktif secara sistematis
 Anjurkan Duduk ditempat tidur atau di
kursi, Jika perlu
 Ajarkan tentang gerak aktif sesuai dengan
program latihan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan fisioterapis mengembangkan
program latihan, Jika perlu 
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2013. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC


Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2020. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2018. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan.
        Jakarta: Salemba Medika
Santosa, Budi. 2017. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Smeltzer, dkk. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih. Jakarta: EGC.
Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2016. Standard Asuhan Keperawatan
Penyakit Saraf. Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo
Rencana keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil


No Intervensi (SIKI)
Keperawatan (SDKI) (SLKI)
1 D.0049 Tujuan : Edukasi Diet (1.12369)
Konstipasi Setelah dilakukan tindakan Observasi
Berhubungan dengan keperawatan selama 4 jam 1. Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga
Ketidakcukupan maka diharapkan Konstipasi menerima informasi
Asupan Serat membaik dengan kriteria 2. Identifikasi tingkat pengetahuan saat ini
hasil : 3. Identifikasi kebiasaan pola makan saat ini
a. Pengontrolan pengeluaran dan masa lalu
feses meningkat 4. Identifikasi persepsi pasien dan keluarga
b. Defekasi Frekuensi BAB tentang diet yang diprogramkan
membaik 5. Identifikasi keterbatasan finansial untuk
c. Kondisi kulit perineal menyediakan makanan 
membaik Terapeutik
1. Persiapan materi, media dan alat peraga
2. Jadwalkan waktu yang tepat untuk
memberikan pendidikan kesehatan
3. Berikan kesempatan pasien dan keluarga
bertanya
4. Sediakan rencana makan tertulis 
Edukasi
1. Jelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap
kesehatan
2. Informasikan makanan yang diperbolehkan
dan dilarang
3. Anjurkan melakukan olahraga sesuai
toleransi
4. Ajarkan cara membaca label dan memilih
makanan yang sesuai
5. Ajarkan cara merencanakan makanan yang
sesuai program 
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli gizi dan sertakan keluarga,
Jika perlu

Manajemen Nutrisi (1.03119)


Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan disukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
nutrien
5. Monitor asupan makanan
6. Monitor berat badan 
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, Jika
perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet
3. Sajikan makanan secara menarik 
4. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5. Berikan suplemen makanan
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk
2. Ajarkan diet yang diprogramkan 
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi

Pemberian Enema (1.04158)


Observasi
1. Identifikasi alasan pemberian enema
2. Identifikasi kontraindikasi enema 
3. Monitor karakter kotoran dan larutan 
4. Monitor respon terhadap prosedur termasuk
tanda-tanda intoleransi 
Terapeutik
1. Berikan privasi
2. Berikan posisi yang tepat
3. Berikan Perlak di bawah pinggul dan
bokong
4. Berikan Selimut mandi dan buka hanya area
rektum
5. Berikan suhu hangat pada larutan irigasi
6. Atur ketinggian tabung enema
7. Masukkan ujung selang yang telah diberi
pelumas ke dalam rektum
8. Masukkan cairan  enema 
9. Minta pasien menahan cairan selama 2
sampai 10 menit 
10. Fasilitasi membersihkan perineum 
Edukasi 
1. Jelaskan prosedur pada pasien dan keluarga
2. Anjurkan menarik nafas dalam sebelum
cairan dimasukkan

2 D.0060 Tujuan : Manajemen Energi (1.05178)


Risiko Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Observasi
Aktivitas keperawatan selama 4 jam 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh 
Berhubungan Dengan maka diharapkan Risiko 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional 
3. Monitor pola dan jam tidur
Gangguan Intoleransi Aktivitas
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
Muskuloskeletal membaik dengan kriteria selama melakukan aktivitas 
hasil : Terapeutik
a. Kemampuan melakukan 1. Sediakan lingkungan yang nyaman
aktivitas rutin meningkat 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan
b. Gangguan konsentrasi aktif
menurun 3. Berikan aktivitas distraksi yang
c. Pola istirahat membaik menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
3. Menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelemahan tidak berkurang
4. Anjurkan strategi koping
Kolaborasi 
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
meningkatkan asupan makanan 

Promosi Latihan Fisik (1.05183)


Observasi
1. Identifikasi keyakinan kesehatan tentang
latihan fisik
2. Identifikasi pengalaman olahraga
sebelumnya
3. Monitor kepatuhan menjalankan program
latihan 
Terapeutik
1. Motivasi menggunakan perasaan tentang
olahraga atau kebutuhan olahraga
2. Motivasi memulai atau melanjutkan
olahraga
3. Fasilitasi dalam menetapkan tujuan jangka
pendek dan panjang program latihan
4. Lakukan aktivitas olahraga bersama pasien,
Jika perlu 
Edukasi 
1. Jelaskan manfaat kesehatan dan efektif
fisiologis olahraga
2. Jelaskan jenis latihan yang sesuai dengan
kondisi kesehatan
3. Ajarkan teknik menghindari cedera saat
olahraga
4. Ajarkan Latihan pemanasan dan
pendinginan yang tepat 
Kolaborasi 
1. Kolaborasi dengan rehabilitasi medis atau
ahli fisiologi olahraga, Jika perlu 

Edukasi Latihan Fisik  (1.12389)


Observasi
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi 
Terapi
1. Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya 
Edukasi
1. Jelaskan manfaat kesehatan dan efek
fisiologis olahraga
2. Jelaskan jenis latihan yang sesuai dengan
kondisi kesehatan
3. Ajarkan Latihan pemanasan dan
pendinginan yang tepat
4. Ajarkan teknik menghindari cedera saat
berolahraga

3 D.0143 Tujuan : Pencegahan Jatuh (1.14540)


Risiko Jatuh Setelah dilakukan tindakan Observasi
Berhubungan Dengan keperawatan selama 4 jam 1. Identifikasi faktor resiko jatuh
Kekuatan Otot maka diharapkan Risiko Jatuh 2. Identifikasi faktor lingkungan yang
Menurun Berkurang dengan kriteria meningkatkan resiko jatuh
hasil : 3. Hitung risiko jatuh dengan menggunakan
a. Kekuatan otot meningkat skala
b. Rentang gerak (ROM) 4. Monitor kemampuan berpindah dari tempat
meningkat tidur ke kursi roda dan sebaliknya 
c. Kaku sendi menurun Terapeutik
d. Gerakan terbatas menurun 1. Orientasikan ruangan pada pasien dan
e. Kelemahan fisik menurun keluarga
2. Pasang hand rel tempat tidur
3. Gunakan alat bantu berjalan
Edukasi 
1. Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan
2. Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak
licin
3. Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga
keseimbangan tubuh
4. Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki
untuk meningkatkan keseimbangan saat
berdiri
5. Ajarkan cara memanggil untuk memanggil
perawat

Manajemen Keselamatan Lingkungan  (1.14513)


Observasi
1. Identifikasi kebutuhan keselamatan
2. Monitor Perubahan status keselamatan
lingkungan 
Terapeutik
1. Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan
2. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan
bahaya dan risiko
3. Sediakan alat bantu keamanan lingkungan
4. Gunakan perangkat pelindung
5. Hubungi pihak berwenang sesuai masalah
komunitas
6. Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman
7. Lakukan program skrining bahaya
lingkungan 
Edukasi
1. Ajarkan individu, keluarga dan kelompok
resiko tinggi bahaya lingkungan 

Edukasi Mobilisasi (1.12394)


Observasi
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
2. Identifikasi Indikasi dan kontraindikasi
mobilisasi
3. Monitor kemajuan pasien atau keluarga
dalam melakukan mobilisasi 
Terapeutik
1. Persiapan materi, media dan alat-alat seperti
bantal
2. Jadwalkan waktu pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan dengan pasien dan
keluarga
3. Beri kesempatan pada pasien atau keluarga
untuk bertanya 
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, tujuan, Indikasi, dan
kontraindikasi mobilisasi serta dampak
mobilisasi 
2. Ajarkan cara mengidentifikasi sarana dan
prasarana yang mendukung untuk mobilisasi
di rumah
3. Ajarkan cara mengidentifikasi kemampuan
mobilisasi
4. Demonstrasikan  caara mobilisasi di tempat
tidur
5. Anjurkan pasien atau keluarga
mendemonstrasikan mobilisasi miring kanan
atau kiri 

Edukasi Pengurangan Resiko (1.12416)


Observasi
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi 
Terapeutik
1. Berikan pendidikan kesehatan sebelum
melakukan prosedur
2. Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
3. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
4. Berikan kesempatan untuk bertanya 
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan alat pelindung diri
2. Ajarkan pencegahan cedera melalui
implementasi sistem keselamatan pasien
Implementasi

No Tanggal Diagnosa Implementasi TTD


1 13 Oktober Konstipasi Edukasi Diet (1.12369)
2020 Observasi
1. Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga menerima
informasi
Hasil :
Pasien sedikit memahami tentang kondisi kesehatannya
2. Identifikasi tingkat pengetahuan saat ini
Hasil :
Pasien sedikit mengerti
3. Identifikasi kebiasaan pola makan saat ini dan masa lalu
Hasil :
Tidak banyak berubah
4. Identifikasi keterbatasan finansial untuk menyediakan
makanan 
Hasil
Tidak ada masalah
Terapeutik
1. Berikan kesempatan pasien dan keluarga bertanya
Hasil :
Pasien aktif dan kooperatif
Edukasi
1. Jelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap kesehatan
Hasil :
Pasien memahami
2. Informasikan makanan yang diperbolehkan dan dilarang
Hasil :
Pasien mendapatkan informasi

Manajemen Nutrisi (1.03119)


Observasi
1. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Hasil :
Tidak ada alergi
2. Identifikasi makanan disukai
Hasil :
sayur
3. Monitor berat badan 
Hasil :
55 Kg
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk
Hasil :
Dapat duduk tegap

Pemberian Enema (1.04158)


Edukasi 
1. Jelaskan prosedur pada pasien dan keluarga
Hasil :
Pasien sudah mendapatkan informasi
Risiko Manajemen Energi (1.05178)
Intoleransi Observasi
Aktivitas 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh 
Hasil :
Kelemahan pada kaki kiri
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional 
Hasil :
Sedikit lelah jika berjalan
3. Monitor pola dan jam tidur
Hasil :
DBN
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas 
Hasil :
Kaki kiri

Promosi Latihan Fisik (1.05183)


Observasi
1. Identifikasi keyakinan kesehatan tentang latihan fisik
Hasil :
Pasien yakin latihan fisik sangat bermanfaat
2. Identifikasi pengalaman olahraga sebelumnya
Hasil :
Olah raga ringan

Edukasi Latihan Fisik  (1.12389)


Observasi
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi 
Hasil :
Pasien siap
Risiko jatuh Pencegahan Jatuh (1.14540)
Observasi
1. Identifikasi faktor resiko jatuh
Hasil :
Rendah
2. Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan resiko
jatuh
Hasil :
Tidak ada
Terapeutik
1. Gunakan alat bantu berjalan
Hasil :
Pasien menggunakan tripod untuk berjalan
Edukasi 
1. Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
Hasil :
Sudah dianjurkan

Manajemen Keselamatan Lingkungan  (1.14513)


Terapeutik
1. Sediakan alat bantu keamanan lingkungan
Hasil :
Menjauhkan perabot yang membahayakan
Edukasi
1. Ajarkan individu, keluarga dan kelompok resiko tinggi
bahaya lingkungan 
Hasil :
Mengajarkan pasien

Edukasi Mobilisasi (1.12394)


Edukasi
1. Jelaskan prosedur, tujuan, Indikasi, dan kontraindikasi
mobilisasi serta dampak mobilisasi 
Hasil :
Mengajarkan pasien
2. Ajarkan cara mengidentifikasi kemampuan mobilisasi
Hasil :
Pasien bisa ADL ringan secara mandiri

Edukasi Pengurangan Resiko (1.12416)


Observasi
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi 
Hasil :
Pasien siap
Terapeutik
1. Berikan pendidikan kesehatan sebelum melakukan
prosedur
Hasil :
Memberikan pendidikan kesehatan
2. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
Hasil :
leaflet
3. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Hasil :
Menjadwalkan KIE
4. Berikan kesempatan untuk bertanya 
Hasil :
Pasien bertanya
Edukasi
1. Ajarkan pencegahan cedera melalui implementasi sistem
keselamatan pasien
Hasil :
Mengajarkan pasien
2 14 Oktober Konstipasi Edukasi Diet (1.12369)
2020 Terapeutik
1. Persiapan materi, media dan alat peraga
Hasil :
Mempersiapkan materi
2. Jadwalkan waktu yang tepat untuk memberikan
pendidikan kesehatan
Hasil :
Menjadwalkan waktu
3. Berikan kesempatan pasien dan keluarga bertanya
Hasil :
Pasien bertanya
Edukasi
1. Informasikan makanan yang diperbolehkan dan dilarang
Hasil :
Memberikan informasi
2. Anjurkan melakukan olahraga sesuai toleransi
Hasil :
Menganjurkan olah raga

Manajemen Nutrisi (1.03119)


Terapeutik
1. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Hasil :
Memberikan makanan tingi serat
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk
Hasil :
Menganjurkan posisi
Pemberian Enema (1.04158)
Edukasi 
1. Jelaskan prosedur pada pasien dan keluarga
Hasil :
Menjelaskan prosedur

Risiko Manajemen Energi (1.05178)


Intoleransi Terapeutik
Aktivitas 1. Sediakan lingkungan yang nyaman
Hasil :
Menyediakan lingkungan yang nyaman
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
Hasil :
Melakukan latihan
3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Memberikan aktivitas distraksi
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Hasil :
Menganjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Hasil :
Menganjurkan melakukan aktivitas bertahap

Promosi Latihan Fisik (1.05183)


Terapeutik
1. Motivasi menggunakan perasaan tentang olahraga atau
kebutuhan olahraga
Hasil :
Memotivasi
2. Motivasi memulai atau melanjutkan olahraga
Hasil :
Memotivasi
Edukasi 
1. Jelaskan manfaat kesehatan dan efektif fisiologis
olahraga
Hasil :
Mengidentifikasi
2. Jelaskan jenis latihan yang sesuai dengan kondisi
kesehatan
Hasil :
Menjelaskan jenis latihan

Edukasi Latihan Fisik  (1.12389)


Observasi
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi 
Hasil :
Mengidentifikasi
Terapi
1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
Hasil :
Menyediakan materi
2. Berikan kesempatan untuk bertanya 
Hasil :
Memberikan kesempatan

Risiko jatuh Pencegahan Jatuh (1.14540)


Edukasi 
1. Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
Hasil :
Menganjurkan alas kaki tidak licin
2. Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan
tubuh
Hasil :
Menganjurkan berkonsentrasi

Manajemen Keselamatan Lingkungan  (1.14513)


Terapeutik
1. Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan
Hasil :
Menghilangkan bahaya
2. Sediakan alat bantu keamanan lingkungan
Hasil :
Menyediakan alat bantu

Edukasi Mobilisasi (1.12394)


Terapeutik
1. Persiapan materi, media dan alat-alat seperti bantal
Hasil :
Mempersiapkan materi
2. Jadwalkan waktu pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
dengan pasien dan keluarga
Hasil :
Menjadwalkan waktu

Edukasi Pengurangan Resiko (1.12416)


Terapeutik
1. Berikan pendidikan kesehatan sebelum melakukan
prosedur
Hasil :
Memberikan KIE
2. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
Hasil :
Menyediakan materi
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan alat pelindung diri
Hasil :
Menganjurkan memakai pelindung diri

3 15 Oktober Konstipasi
2020 Risiko
Intoleransi
Aktivitas
Risiko jatuh

Anda mungkin juga menyukai