Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN PENDAHULUAN

GOUT ARTRITIS DAN HIPERTENSI

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Gerontik

Disusun oleh:

NAINUL FITRIAH

NIM : 004 STYJ22

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM PENDIDIKAN NERS TAHAP AKADEMIK
T. A 2022/2023

LEMBAR PENGESAHAN
NAMA : NAINUL FITRIAH

NIM : 004 STYJ22

JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN GOUT ARTRITIS DAN HIPERTENSI DI


DESA KALIMANTONG KEC .BRANG ENE

Mengetahui,

Taliwang, 20 Januari 2023

Stase Keperawatan Keluarga

Preseptor Institusi Preseptor Lahan

SOPIAN HALID,S.KEP.NS.M.KES. PUJI SRI HARTANTI,S. Kep. Ns.


NIK : : 2129921 NIP. 199111022020122003
1. LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP GERONTIK / LANSIA
1) . DEFINISI

Proses menua merupakan suatu yang fisiologis, yang akan dialami oleh

setiap orang. Batasan orang dikatakan lanjut usia berdasarkan UU No 13 tahun

1998 adalah 60 tahun. Proses menua (aging process) merupakan suatu proses

biologis yang tidak dapat dihindarkan, yang akan dialami oleh setiap orang.

Menurut Paris Constantinides, 1994 Menua adalah suatu proses menghilangnya

secara perlahan-lahan (graduil) kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/

mengganti dan mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan

terhadap injury (termasuk infeksi) tidak seperti pada saat kelahirannya,

Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai


dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan

syaraf dan jaraingan lain sehingga tubuh ‘mati’ sedikit demi sedikit.

Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan
seseotang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya
sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak maupun saat menurunnya.
Namun umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada umur 20–
30 tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam
kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit
sesuai bertambahnya umur.

2). Batasaan umur lanjut usia

Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:

1. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.

2. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun


3. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun

4. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun


Depkes, membagi lansia sebagai berikut :

1. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 th) sebagai masa vibrilitas

2. Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai presenium

3. Kelompok usia lanjut (65 th>) sebagai senium

C. Teori tentang Proses menua

a. Teori Biologik

a. Teori Genetik dan Mutasi

Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram


oleh molekul /DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi

a. Pemakaian dan Rusak

Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah

a. Autoimun

Pada proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat


khusus. Saat jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan mati.
a. Teori stres

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan.


Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
dipakai.

a. Teori radikal bebas

Tidak stabilnya redikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan


bahan organik seperti karbohidrat dan protein . radikal ini

menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

2. Teori Sosial

a. Teori aktifitas

Lanjut usuia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak
dalam kegiatan sosial

b. Teori Pembebasan

Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur angsur mulai

melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini

mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara


kwalitas maupun kwantitas. Sehingga terjadi kehilangan ganda yakni :

1) Kehilangan peran

2) Hambatan kontrol sosial

3) Berkurangnya komitmen
a. Teori Kesinambungan

Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan


lansia. Dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada usatu saat
merupakan gambarannya kelak pada saat ini menjadi lansia.

Pokok-pokok dari teori kesinambungan adalah :

1. Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam
proses penuaan, akan tetapi didasarkan pada pengalamannya di masa
lalu, dipilih peran apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan

2. Peran lansia yang hilang tak perlu diganti

3. Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi

3. Teori Psikologi

a. Teori Kebutuhan manusia mneurut Hirarki Maslow

Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri,
kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow
11111954). Kebutuhan ini memiliki urutan prioritas yang berbeda.
Ketika kebutuhan dasar manusia sidah terpenuhi, mereka berusaha
menemukannya pada tingkat selanjutnya sampai urutan yang paling
tinggi dari kebutuhan tersebut tercapai.

b. Teori individual jung

Carl Jung (1960) Menyusun sebuah terori perkembangan kepribadian


dari seluruh fase kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak , masa
muda dan masa dewasa muda, usia pertengahan sampai lansia.
Kepribadian individu terdiri dari Ego, ketidaksadaran sesorang dan
ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini kepribadian digambarkan
terhadap dunia luar atau ke arah subyektif. Pengalaman-pengalaman
dari dalam diri (introvert). Keseimbangan antara kekuatan ini dapat
dilihat pada setiap individu, dan merupakan hal yang paling penting
bagi kesehatan mental

D. Perubahan Perubahan yang Terjadi Pada Lansia

1. Perubahan fisik

a. Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar,


berkurangnya cairan intra dan extra seluler

b. Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam


respon waktu untuk meraksi, mengecilnya saraf panca indra sistem

pendengaran, presbiakusis, atrofi membran timpani, terjadinya


pengumpulan serum karena meningkatnya keratin
c. Sistem penglihatan : spnkter pupil timbul sklerosis dan hlangnya
respon terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh,
meningkatny ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang.

d. Sistem Kardivaskuler. : katup jantung menebal dan menjadi kaku ,


kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun
setelah berumur 20 tahun sehingga menyebabkanmenurunnya
kontraksi dan volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan
darah meningg.

e. Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga


menyebabkan menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan
elastisitasnya sehingga kapasitas residu meingkat, nafas berat.
Kedalaman pernafasan menurun.

f. Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi,sehingga menyebkan gizi


buruk, indera pengecap menurun krena adanya iritasi selaput lendir
dan atropi indera pengecap sampai 80 %, kemudian hilangnya
sensitifitas saraf pengecap untuk rasa manis dan asin

g. Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi


sehingga aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, GFR menurun
sampai 50 %. Nilai ambang ginjal terhadap glukosa menjadi
meningkat. Vesika urinaria, otot-ototnya menjadi melemah,
kapasitasnya menurun sampai 200 cc sehingga vesika urinaria sulit
diturunkan pada pria lansia yang akan berakibat retensia urine.
Pembesaran prostat, 75 % doalami oleh pria diatas 55 tahun. Pada
vulva terjadi atropi sedang vagina terjadi selaput lendir kering,
elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang dan menjadi alkali.
h. Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi
hormon menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak
berubah, aktifitas tiroid menurun sehingga menurunkan basal
metabolisme rate (BMR). Porduksi sel kelamin menurun seperti :

progesteron, estrogen dan testosteron.

i. Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan


jaringan lemak, kulit kepala dan rambut menuipis menjadi kelabu,
sedangkan rambut dalam telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi
keras dan rapuh.

j. Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan makin


rapuh menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang disebut
discusine vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut
erabit otot , sehingga lansia menjadi lamban bergerak. otot kam dan
tremor.

a. Perubahan Mental

Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif


dan psikomotor. Perubahan-perubahan mental ini erat sekali kaitannya
dengan perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau
pengetahuan serta situasi lingkungan. Intelegensi diduga secara umum
makin mundur terutama faktor penolakan abstrak mulai lupa terhadap
kejadian baru, masih terekam baik kejadian masa lalu.

Dari segi mental emosional sering muncul perasaan pesimis,

timbulnya perasaan tidak aman dan cemas, merasa terancam akan

timbulnya suatu penyakit atau takut ditelantarkan karena tidak berguna


lagi. Munculnya perasaan kurang mampu untuk mandiri serta cenderung

bersifat entrovert.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :

a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa

b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan

d. Keturunan

e. Lingkungan Kenangan
(memori) ada 2 :

a. kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu

b. kenangan jang pendek : 0-10 menit, kenangan buruk

a. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal

b. Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor


terjadi perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-tekanan
dari faktor waktu.

3. Perubahan Perubahan Psikososial

Masalah-masalah ini serta reaksi individu terhadapnya akan sangat


beragam, tergantung pada kepribadian individu yang bersangkutan. Pada
saat ini orang yang telah menjalani kehidupan nya dengan bekerja
mendadak diharapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun.
Bila ia cukup beruntung dan bijaksana, mempersiapkan diri untuk masa
pensiun dengan menciptakan bagi dirinya sendiri berbagai bidang minat
untuk memanfaatkan waktunya, masa pensiunnya akan memberikan
kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya. Tetapi bagi banyak pekerja
pensiun berarti terputus dari lingkungan dan teman-teman yang akrab dan
disingkirkan untuk duduk-duduk dirumah atau bermain domino di klub
pria lanjut usia.

Perubahan mendadak dalam kehidupan rutin barang tentu membuat


mereka merasa kurang melakukan kegiatan yang berguna.
a. Minat

Pada umumnya diakui bahwa minat seseorang berubah dalam


kuantitas maupun kualitas pada masa lanjut usia. Lazimnya minat
dalam aktifitas fisik cendrung menurun dengan bertambahnya usia.
Kendati perubahan minat pada usia lanjut jelas berhubungan dengan
menurunnya kemampuan fisik, tidak dapat diragukan bahwa hal hal
tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial.

b. Isolasi dan Kesepian

Banyak faktor bergabung sehingga membuat orang lanjut usia


terisolasi dari yang lain. Secara fisik, mereka kurang mampu
mengikuti aktivitas yang melibatkan usaha. Makin menurunnya
kualitas organ indera yang mengakibatkan ketulian, penglihatan yang
makin kabur, dan sebagainya. Selanjutnya membuat orang lanjut usia
merasa terputus dari hubungan dengan orang-orang lain.

Faktor lain yang membuat isolasi makin menjadi lebih parah


lagi adalah perubahan sosial, terutama mengendornya ikatan
kekeluargaan. Bila orang usia lanjut tinggal bersama sanak
saudaranya, mereka mungkin bersikap toleran terhadapnya, tetapi
jarang menghormatinya. Lebih sering terjadi orang lanjut usia menjadi
terisolasi dalam arti kata yang sebenarnya, karena ia hidup sendiri.

Dengan makin lanjutnya usia, kemampuan mengendalikan


perasaan dengan akal melemah dan orang cendrung kurang dapat
mengekang dari dalam prilakunya. Frustasi kecil yang pada tahap usia
yang lebih muda tidak menimbulkan masalah, pada tahap ini
membangkitkan luapan emosi dan mereka mungkin bereaksi dengan
ledakan amarah atau sangat tersinggung terhadap peristiwa-peristiwa
yang menurut kita tampaknya sepele.

c. Peranan Iman

Menurut proses fisik dan mental pada usia lanjut memungkinkan


orang yang sudah tua tidak begitu membenci dan merasa kuatir dalam
memandang akhir kehidupan dibanding orang yang lebih muda.
Namun demikian, hampir tidak dapat disangkal lagi bahwa iman yang
teguh adalah senjata yang paling ampuh untuk melawan rasa takut
terhadap kematian. Usia lanjut memang merupakan masa dimana
kesadaran religius dibangkitkan dan diperkuat. Keyakinan iman
bahwa kematian bukanlah akhir tetapi merupakan permulaan yang
baru memungkinkan individu menyongsong akhir kehidupan dengan
tenang dan tentram.

4. Perubahan Spritual.

a. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan


(Maslow,1970)

b. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat


dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan
Zentner,1970).

c. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978),

Universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah


berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai
keadilan.
GOUT ARTRITIS

A. DEFENISI
Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan penumpukan asam
urat yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian
atas,pergelangan dan kaki bagian tengah. (Zahara 2015) Gout merupakan
penyakit metabolic yang ditandai oleh penumpukanasam urat yang
menyebabkan nyeri pada sendi. (Zahara 2016) Jadi, Gout atau sering disebut
asam urat adalah suatu penyakit metabolik dimana tubuh tidak dapat mengontrol
asam urat sehingga terjadipenumpukan asam urat yang menyebabkan rasa nyeri
pada tulang dan sendi.

B. KLASIFIKASI

b. Gout primer, dimana menyerang laki-laki usia degenerative, dimana


meningkatnya produksi asam urat akibat pecahan purin yang disintesis
dalam jumlah yang berlebihan didalam hati.Merupakan akibat langsung dari
pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan ekresi
asam uratyaitu hiperurisemia karena gangguan metabolisme purin atau
gangguan ekresi asam urat urin karena sebab genetik. Salah satu sebabnya
karena kelainan genetik yang dapat diidentifikasi, adanya kekurangan enzim
HGPRT (hypoxantin guanine phosphoribosyle tranferase) atau kenaikan
aktifitas enzimPRPP (phosphoribosyle pyrophosphate ), kasus ini yang dapat
diidentifikasi hanya 1 % saja
c. Gout sekunder, terjadi pada penyakit yang mengalami kelebihan pemecahan
purin menyebabkan meningkatnya sintesis asam urat. Contohnya pada
pasien leukemia Disebabkan karena pembentukan asam urat yang
berlebihan atau ekresi asam urat yang berkurang akibar proses penyakit lain
atau pemakaian obat tertentu. merupakan hasil berbagai penyakit yang
penyebabnya jelas diketahui akan menyebabkan hiperurisemia karena
produksi yang berlebihan atau penurunan ekskresi asam urat di urin.
C. ETIOLOGI
Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit /penimbunan
kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadipada
penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal dan Kelainan metabolikdalam
pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal(Nursalam
2016). Beberapa factor lain yang mendukung, seperti :
b. Faktor genetik seperti gangguan metabolisme purin yang menyebabkan
asam urat berlebihan (hiperuricemia), retensi asam urat, atau keduanya.
c. Penyebab sekunder yaitu akibat obesitas, diabetes mellitus,
hipertensi,gangguan ginjal yang akan menyebabkan :
d. Pemecahan asam yang dapat menyebabkan hiperuricemia.
e. Karena penggunaan obat-obatan yang menurunkan ekskresi asamurat
seperti:aspirin, diuretic, levodopa, diazoksid, asamnikotinat, aseta zolamid
dan etambutol.
f. Pembentukan asam urat yang berlebih
g. Gout primer metabolik disebabkan sistensi langsung yangbertambah.
h. Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam uratberlebih
karana penyakit lain, seperti leukimia.
i. Kurang asam urat melalui ginjal
j. Gout primer renal terjadi karena ekresi asam urat di tubulus distalginjal yang
sehat. Penyabab tidak diketahui.Gout sekunder renal disebabkan oleh
karena kerusakan ginjal,misalnya glumeronefritis kronik atau gagal ginjal
kronik.
D. PATOFISIOLOGI
E. MANIFESTASI KLINIS
Manisfestasi sindrom gout mencakup artiritis gout yang akut (serangan
rekuren inflamasi artikuler dan periartikuler yang berat), tofus (endapan kristal
yang menumpuk dalam jaringan aritukuler,jaringan oseus,jaringan lunak,serta
kartilago),nefropati gout (gangguan ginjal) dan pembentukan assam urat dalam
traktus urunarus. Ada empat stadium penyakit gout yang di kenali (Rotachild
BM 2017):
a. Hiperutisemia asimtomatik
b. Artiritis gout yang kronis
c. Gout interkritikal
d. Gout tofaseus yang kronik
Gout akut biasanya terjadi pada pria sesudah lewat masa pubertas dan
sesudah menopause pada wanita, sedangkan kasus yang paling banyak
diternui pada usia 50-60.Gout lebih banyak dijumpai pada pria, sekitar 95
persen penderita gout a'alah _ pria. .Urat serum wanita normal jumahnya
sekitar 1 mg per 100 ml, lebih seaikit jika dibandingkn dengan pria. Tetapi
sesudah menopause perubahan tersebut kurang nyata.Pada pria
hiperurisemia biasanya tidak timbul sebelurn mereka mencapai usia remaja.
Gout Akut biasanya monoartikular dan timbulnya tiba-tiba. Tanda-tanda
awitan serangan goutadalah rasa sakit yang hebatdan peradangan lokal.
Pasien mungkin juga menderitademamdanjumlah sel darah putihmeningkat.
Serangan akut mungkin didahului oleh tindakan pembedahan, trauma lokal,
obat, alkohol dan stres emosional. Meskipun yang paling sering terserang
mula-mula adalah ibu jari kaki, tetapi sendi lainnya dapat juga terserang.
Dengan semakin lanjutnya penyakit maka sendi jari, lutut, pergelangan
tangan, pergelangan kaki dan siku dapat terserang gout. Serangan gout akut
biasanya dapat sembuh sendiri. Kebanyakan gejala-gejala serangan Akut
akan berkurang setelah 10-14 hari walaupun tanpa pengobatan
Perkembangan serangan Akut gout biasanya merupakan kelanjutan dari
suatu rangkaian kejadian. Pertama-tama biasanya terdapat supersaturasi urat
dalam plasma dan cairan tubuh. Ini diikuti dengan pengendapan kristal-kristal
urat di luar cairan tubuh dan endapan dalarn dan seldtar sendi. Tetapi
serangan gout sering merupakan kelanjutan trauma lokal atau ruptura tofi
(endapan natrium urat) yang merupakan penyebab peningkatan konsentrasi
asam urat yang cepat. Tubuh mungkin tidak dapat menanggulangi
peningkatan ini dengan memadai, sehingga mempercepat proses
pengeluaran asam urat dari serum.
Kristalisasi dan endapan asam urat merangsang serangan gout. Kristal-
kristal asam urat ini merangsang respon fagositosis oleh leukosit dan waktu
leukosit memakan kristal-kristal urat tersebut maka respon mekanisme
peradangan lain terangsang. Respon peradangan mungkin dipengaruhi oleh
letak dan besar endapan kristal asam urat. Reaksi peradangan mungkin
merupakan proses yang berkembang dan memperbesar diri sendiri akibat
endapan tambahan kristal-kristal dari serum. Periode antara serangan gout
akut dikenal dengan nama gout inter kritikal. Pada masa ini pasien bebas dari
gejala-gejala klinik.Gout kronik timbul dalarn jangka waktu beberapa tahun
dan ditandai dengan rasa nyeri, kaku dan pegal. Akibat adanya kristal-kristal
urat maka terjadi peradangan kronik,sendi yang bengkakakibat gout kronik
sering besar dan berbentuknodular. Serangan gout dapat terjadi secara
simultan diserta gejala-gejala gout kronik. Tofi timbul pada gout kronik karena
urat tersebut relatif tidak larut. Awitan dan ukuran tofi sebanding dengan kadar
urat serum. Yang sering terjadi tempat pembentukan tofi adalah: bursa
olekranon, tendon Achilles, permukaan ekstensor dari lengan bawah, bursa
infrapatella dan helix telinga Tofi-tofi ini mungkin sulit dibedakan secara klinis
dari rheumatoid nodul. Kadang-kadang tofi dapat membentuk tukak dan
kemudian mengering dan dapat membatasi pergerakan sendi. Penyakit ginjal
dapat terjadi akibat hiperurisemia kronik, tetapi dapat dicegah apabila gout
ditangani secara memadai.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Didapatkan kadar asam urat yang tinggi dalam darah yaitu = > 6 mg %
normalnya pada pria 8 mg% dan pada wanita 7 mg%.
b. Pemeriksaan cairan tofi sangat penting untuk pemeriksaan diagnosa yaitu
cairan berwarna putih seperti susu dan sangat kental sekali.
c. Pemeriksaan darah lengkap
d. Pemeriksaan ureua dan kratinin

G. PENATALAKSANAAN
a. Medikasi
 Pengobatan serangan akut dengan Colchine 0,6 mg PO, Colchine 1,0
-3,0 mg ( dalam Nacl/IV), phenilbutazon, Indomethacin.
 Terapi farmakologi ( analgetik dan antipiretik )
 Colchines ( oral/iv) tiap 8 jam sekali untuk mencegah fagositosis dari
Kristal asam urat oleh netrofil sampai nyeri berkurang.
 Nostreoid, obat -obatan antiinflamasi ( NSAID ) untuk nyeri dan
inflamasi.
 Allopurinol untuk menekan atau mengontrol tingkat asam urat dan
untuk mencegah serangan.
 Uricosuric untuk meningkatkan eksresi asam urat dan menghambat
akumulasi asam urat.
 Terapi pencegahan dengan meningkatkan eksresi asam urat
menggunakan probenezid 0,5 g/hrai atau sulfinpyrazone ( Anturane )
pada pasien yang tidak tahan terhadap benemid atau menurunkan
pembentukan asam urat dengan Allopurinol 100 mg 2x/hari.
b. Perawatan
 Anjurkan pembatasan asupan purin : Hindari makanan yang
mengandung purin yaitu jeroan ( jantung, hati, lidah, ginjal, usus ),
sarden, kerang, ikan herring, kacang -kacangan, bayam, udang, dan
daun melinjo.
 Anjurkan asupan kalori sesuai kebutuhan : Jumlah asupan kalori haras
benar disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi
dan berat badan.
 Anjurkan asupa tinggi karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti
dan ubi sangat baik di konsumsi oleh penderita gangguan asam urat
karena akan meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urin.
 Anjurkan asupan rendah protein, rendah lemak.
 Anjurkan pasien untuk banyak minum.
 Hindari penggunaan alkohol.

H. KOMPLIKASI
Asam urat dapat menyebabkan hipertensi dan penyakit ginjal. Tiga komplikasi
hiperurisemia pada ginjal berupa batu ginjal, gangguan ginjal akut dan kronis
akibat asam urat. Batu ginjal terjadi sekitar 10-25% pasien dengan gout primer.
Kelarutan kristal asam urat meningkat pada suasana pH urin yang basa.
Sebaliknya, pada suasana urin yang asam, kristal asam urat akan mengendap
dan terbentuk batu.(Talarima 2017) Gout dapat merusak ginjal sehingga
pembuangan asam urat akan bertambah buruk. Gangguan ginjal akut gout
biasanya sebagai hasil dari penghancuran yang berlebihan dari sel ganas saat
kemoterapi tumor. Penghambatan aliran urin yang terjadi akibat pengendapan
asam urat pada duktus koledokus dan ureter dapat menyebabkan gagal ginjal
akut. Penumpukan jangka panjang dari kristal pada ginjal dapat menyebabkan
gangguan ginjal kronik.
Konsep Keperawatan

Pengkajian

Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-
organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya
eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis
lainnya.

a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada
sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/
kelaianan pada sendi.
b. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
c. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut / kronis:mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan
(situasi ketidakmampuan) Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi
(misalnya ketergantungan pada orang lain).
d. Makanan/ cairan
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan
adekuat: mual, anoreksia, kesulitan untuk mengunyah Tanda : Penurunan berat
badan, kekeringan pada membran mukosa.
e. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi.
Ketergantungan
f. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan.Gejala : Pembengkakan sendi simetris
g. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan
lunak pada sendi).
h. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan
dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam
ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
i. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan
peran; isolasi.

Diagnose keperawatan
a. Nyeri akut b/d agen cidera biologis, pembengkakan sendi, melaporkan nyeri
secara verbal pada area sendi.
b. Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri persendian (kaku sendi)
c. Hipertermi b/d proses penyakit (peradangan sendi).
d. Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit (nyeri pada sendi).
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan

1 Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri


keperawatan selama …..x24 jam, Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
maka tingkat nyeri menurun dengan k
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
riteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
a. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
4. Identivikasi faktor yang memperberat dan
b. Meringis menurun
memperingan nyeri
c. Gelisah menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyaninan
d. Kesulitan tidur menurun tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
e. Tanda-tanda vital normal
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (misal. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terai pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/ dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (misal. suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri (misal. pencetus,
pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesic (misal.
narkotika, non-narkotik, atau NSAIO) dengan
tingkat keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
sesuadah pemberian analgesic
5. Monitor efektifitas analgesic
Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk
mencapai analgesia optimal, jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk mempertahankan
kadar dala serum
3. Tetapkan target efektifitas analgesik untuk
mengotimalkan respon pasien
4. Dokumentasikan respons pasien terhadap
efek analgesik dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, jika perlu

2 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan intervensi keperawa Dukungan Ambulasi


tan selama .....x24 jam, maka mobilita Observasi
s fisik meningkat dengan kriteria hasil 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lain
: nya
a. Pergerakan ektremitas menin 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
gkat 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah s
ebelum memulai ambulasi
b. Kekuatan otot meningkat
4. Monitor kondisi umum selama melakukan amb
c. Rentang gerak meningkat ulasi
d. Nyeri menurun Terapeutik
1. Fasilitasi aktivits ambulasi dengan alat bantu
(mis.tongkat/kruk)
2. Fasilitasi melakukan mobilitas fisik, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dal
am menigkatkan ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
3. Anjurkan ambulasi sederhana yang harus dilak
ukan (mis. Berjalan dari tempat tidur kekursi ro
da, dari tempat tidur ke kamar mandi, dan berj
alan seuai toleransi)
Dukungan Mobilisasi
Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lain
nya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergeraka
n
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah s
ebelum memulai mobilisasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobi
lisasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
(mis. Pagar tempat tidur)
2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu paasien da
lam meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Ajurkan melakukan mobilisasi dini
3. Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus dila
kukan (mis, duduk di tempat tidur, dududk di si
si tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kurs
i)

3 Hipertermia b.d proses Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipertermia


penyakit keperawatan selama 1x24 jam, maka Observasi
termoregulasi membaik dengan 1. Identifikasi penyebab hipertermia (misal.
kriteria hasil : dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
penggunaan inkubator)
a. mengigil menurun
2. Monitor suhu tubuh
b. suhu tubuh membaik
3. Monitor kadar elektralit
c. suhu kulit membaik
4. Monitor haluran urine
5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan dingin
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
mengalami hyperhidrosis (keringat berlebih)
6. Lakukan pendinginan eksternal (misal. selimut
hipotermia atau kompres digin pada dahi,
leher, dada, abdomen, aksila)
7. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

Regulasi temperatur
Observasi
1. Monitor suhu bayi sampai stabil (36,5° C-
37,5°C)
2. Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam, jika
perlu
3. Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan
dan nadi
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia
atau hipertermia
Terapeutik
1. Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
2. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang
kuat
3. Bodong bayi segera setelah lahir untuk
mencegah kehilangan panas
4. Masukkan bayiBBLR kedalam plastic segera
setelah lahir (misal. bahan polyethylene,
polyurethane)
5. Gunakan topi bayi untuk mencegah kehilangan
panas pada bayi baru lahir
6. Tempatkan bayi baru lahir di bawah radiant
warmer
7. Pertahankan kelembaban inkubator 50% atau
lebih untuk mengurangi kehilangan panas
karena proses evaporasi
8. Atur suhu inkubator sesuai kebutuhan
9. Hangatkan terlebih dahulu bahan-bahan yang
akan kontak dengan bayi (misal. selimut, kain
bedongan, stetoskop)
10. Hindari meletakkan bayi di dekat jendela
terbuka atau di area aliran pendingin ruangan
atau kipas angina
11. Gunakan matras penghangat, selimut hangat
dan penghangat ruangan untuk menaikan
suhu tubuh, jika perlu
12. Gunakan kasur pendingin, water circulating
blankets, ice pack atau gel pad dan
intravascular cooling cathetedzation untuk
menurunkan suhu tubuh
13. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan
pasien
Edukasi
1. Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion
dan heat stroke
2. Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena
terpapar udara dingin
3. Demonstrasikan teknik perawatan metode
kanguru (PMK) untuk bayi BBLR
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu

4 Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan intervensi keperawa Manajemen nyeri


tan selama 3x24 jam, maka status ke Observasi
nyamanan meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
hasil : frekuensi,kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
a. Keluhan tidak nyaman menuru
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
n 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
b. Gelisah menurun memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (misal. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (misal. suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitas istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Pengaturan posisi
Observasi
1. Monitor status oksigenasi sebelum dan
sesudah mengubah posisi
2. Monitor alat traksi agar selalu tepat
Terapeutik
1. Tempatkan pada matras/ tempat tidur
terapeutik yang tepat
2. Tempatkan pada posisi terapeutik
3. Tempat objek yang sering digunakan dalam
jangkauan
4. Tempatkan bel atau lampu panggilan dalam
jangkauan
5. Sediakan matras yang kokoh/padat
6. Atur posisi tidur yang disukai, jika tidak
kontraindikasi
7. Atur posisi untuk mengurangi sesak (misal.
semi-Fowler)
8. Atur posisi yang meningkatkan drainage
9. Posisikan pada kesejajaran tubuh yang tepat
10. Tinggikan bagian tubuh yang sakit dengan
tepat
11. Tinggikan anggota gerak 20° atau lebih di atas
level jantung
12. Berikan bantal yang tepat pada leher
13. Berikan topangan pada area ederma (misal.
bantal di bawal lengan dan skrotum)
14. Posisikan untuk mempermudah ventilasi/
perfusi (misal. tengkurap/good lung down)
15. Motivasi melakukan ROM aktif atau pasif
16. Motivasi terlibat dalam perubahan posisi,
sesuai kebutuhan
17. Hindari menempatkan pada posisi yang dapat
meningkatkan nyeri
18. Hindari menempatkan stump amputasi pada
posisi fleksi
19. Hindari posisi yang menimbulkan ketegangan
pada luka
20. Minimalkan gesekan dan tarikan saat
mengubah posisi
21. Ubah posisi setiap 2 jam
22. Ubah posisi dengan teknik log roll
23. Pertahankan posisi dan integritas traksi
24. Jadwalkan secara tertulis untuk perubahan
posisi
Edukasi
1. Informasikan saat akan dilakukan perubahan
posisi
2. Ajarkan cara menggunakan postur yang baik
dan mekanika tubuh yang baik dan mekanika
tubuh yang baik selama melakukan perubahan
posisi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian premedikasi sebelum
mengubah posisi, jika perlu
Terapi relaksasi
Observasi
1. Identifikasi penurunan tingkat energy,
ketidakmampuan berkonsentrasi atau gejala
lain yang mengganggu kemampuan kognitif
2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif
digunakan
3. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
penggunaan teknik sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
5. Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis tentang persiapan
dan prosedur teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dengan irama
lambat dan berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang
dengan analgetik atau tindakan medis lain, jika
sesuai
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia (misal. musik,
meditasi, nafas dalam, relaksasi otot progresif)
2. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang
dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
6. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
(misal. nafas dalam, peregangan, atau
imajinasi terbimbing)
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. 2016. Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktik professional edisi 4.


Jakarta: salemba medika.

Mansjoer, A. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan System


Muskuloskeleta, Jakarta:EGC

WHO. World health statistics 2016: World Health Organization;2015.

KEMENKES RI. 2017, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.

Herdman. (2017). Nursing Diagnoses Definitions and Clasification 2014-2016. In M.


Sumarwati & N. B Subekti. Nanda Internasional Diagnosa Keperawatan
Definisi dan Klasifikasi 2014-2016. Jakarta: EGC.

Talarima et al. 2017, Faktor Risiko Gouty Athritis di KotaMasohi Kabupaten Maluku
Tengah Tahun 2015,Makara-Kesehatan, Vol. 16, No. 2 pp. 90 Rotschild,
BM 2017, Gout and Pseudogout, EmedicineMedscape, diakses 2 August
2015,http://www.emedicine. medscape. com/article/329958-author

Baker JF, Schumacher R 2016. Update on Gout andHyperuricemia, International


Journal Clinical Practice,Vol. 64, No. 3, pp.371-3/7
HIPERTENSI

A. DEFENISI
Menurut Joint National Commite on Prevention Detection, Evaluation,
and Treatment of High pressure VII, 2003; hipertensi adalah suatu keadaan
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal, yaitu
tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥90
mmHg. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur
paling tidak pada 3 kesempatan yang berbeda. Tekanan darah normal
bervariasi sesuai usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat
spesifik usia. Pada umumnya, tekanan yang dianggap optimal adalah kurang
dari 120 mmHg untuk tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastolik,
sementara tekanan yang dianggap hipertensif adalah lebih dari 140 mmHg
untuk sistolik dan lebih dari 90 mmHg untuk diastolik. Istilah “prahipertensi”
adalah tekanan darah antara 120 dan 139 mmHg untuk sistolik dan 80 dan 89
mmHg untuk diastolik (Corwin, 2009: Price, 2005).
Hipertensi merupakan penyakit kronis yang dapat menjadi salah satu
faktor risiko langsung terhadap kejadian infark miokard atau serangan jantung
dan CVA (cerebrovascular accidents) atau yang dikenal dengan stroke.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistole, yang tingginya tergantung
umur individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas
tertentu, tergantung posisi tubuh, umur, dan tingkat stres yang dialami.
Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistole tanpa disertai peningkatan
tekanan diastole lebih sering pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan
tekanan diastole tanpa disertai peningkatan tekanan sistole lebih sering pada
dewasa muda.

B. KLASIFIKASI HIPERTENSI
Beberapa klasifikasi tentang hipertensi dari berbagai sudut pandang ahli
dikelompokkan menjadi bermacam-macam.
1. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Penyebabnya:
b. Hipertensi primer (esensial)
Pada suatu ketika hipertensi timbul mendadak dan parah serta
terjadi proses “malignan” yang menyebabkan penyimpangan kondisi
dengan cepat. Gangguan emosional, obesitas, konsumsi alkohol
berlebih, dan stimulasi berlebihan dengan kopi, tembakau, dan obat-
obat stimulator memegang peranan dalam munculnya hipertensi
(Baughman, 2000).
c. Hipertensi sekunder
Hipertensi dapat terjadi akibat penyakit yang tidak diketahui. Bila
faktor penyebab dapat diatasi, tekanan darah dapat kembali normal.
Pada bentuk sekunder dari hipertensi, penyakit parenkim dan penyakit
renovaskular adalah faktor penyebab paling umum. Kontrasepsi oral
telah dihubungkan dengan hipertensi ringan yang berhubungan
dengan peningkatan substrat renin dan peningkatan kadar angiotensin
II dan aldosteron.
1. ISH (Isolated Systolic Hypertension), IDH (Isolated Diastolic
Hypertension), SDH (Systolic Diastolic Hypertension)
Dewasa dan dewasa muda (<30 tahun) dengan peningkatan
tekanan darah dapat mengalami gangguan hemodinamik yaitu
peningkatan stroke volume, dimana PVR relatif normal. Dengan
menjaga kondisi fisiologis, ISH umumnya terbentuk dari hipertensi
yang diamati pada kaum muda. Sebaliknya, pada pertengahan usia
(30-50 tahun), cardiac output normal atau mengalami penurunan,
tetapi gangguan hemodinamik terlihat menonjol yang ditandai dengan
peningkatan PVR (Peripheral Vascular Resistance). Isolated diastolic
hypertension (IDH) or mixed (systolic/ diastolic) hypertension (SDH)
adalah bentuk utama dari hipertensi yang diamati pada individu. SDH
umumnya dilihat sebagai hipertensi esensial yang menetap. Pada
dewasa tua (>50 tahun), ISH adalah bentuk utama dari hipertensi.
2. Isolated office (“white-coat”) hypertension
Isolated office (“white-coat”) hypertension adalah kondisi dimana
pasien dengan tekanan darah yang secara konsisten meningkat tetapi
normal pada lain waktu. Isolated office hypertension kira-kira diderita
oleh 10-15% pasien hipertensi. Tenaga kesehatan harus menentukan
tujuan untuk mengidentifikasi peningkatan tekanan darah yang terjadi
dengan menggunakan pengukuran di rumah. Ada juga dampak
potensial dari fenomena ini pada biaya pengobatan anti-hipertensi. Hal
ini masih diperdebatkan apakah Isolated office (“white-coat”)
hypertension adalah fenomena yang murni atau apakah itu membawa
peningkatan risiko kardiovaskular. Keputusan untuk memulai
pengobatan harus berdasarkan faktor risiko keseluruhan pasien
individu dan adanya kerusakan organ target (Rahman., et. al, 2008).

2. Klasifikasi Hipertensi Menurut Tingginya Tekanan Darah:


Tabel 2.1Perbedaan Klasifikasi Hipertensi versi JNC VII dan JNC VI
JNC 6 Nilai Tekanan Darah JNC 7

Sistolik/Diastolik (mmHg)

Optimal <120/80 Normal


Normal 120-129/80-84
Prehipertensi
Borderline 130-139/85-89
Hipertensi ≥ 140/90 Hipertensi
Stage 1: hipertensi 140-159/90-99 Stage 1: hipertensi
Stage 2: hipertensi 160-179/100-109
Stage 2: hipertensi
Stage 3: hipertensi ≥180/110

3. Klasifikasi Hipertensi Menurut Kelompok Umur:


Tabel 2.2 Hipertensi Menurut Kelompok Umur
Kelompok Usia Normal (mmHg) Hipertensi (mmHg)
Bayi 80/40 Normal
Anak usia 7-11 tahun 100/60 120/80
Remaja 12-17 tahun 115/70 130/80
Dewasa (20-45 tahun) 120-125/75-80 135/90
(45-65 tahun) 135-140/85 140/90-160/95
(>65 tahun) 150/85 160/95

4. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Kegawatan :


1. Hipertensi Emergensi, jika TD diastolik >120 mmHg, disertai dengan
kerusakan organ target dan apabila ada keterlambatan dalam
penanganan dapat berakibat pada kematian,
2. Hipertensi Urgensi, jika TD Diastolik >120 mmHg dan tidak disertai
dengan tanpa kerusakan organ namun dalam penanganannya
tekanan darah harus diturunkan dalam 24 jam sejak onset.
5. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Bentuknya :
1. Hipertensi Diastolik
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan
diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya jenis
hipertensi ini ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
2. Hipertensi Sistolik
Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan
tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik, umumnya
ditemukan pada usia lanjut.
3. Hipertensi campuran
Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi) yaitu
kombinasi dari peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol.
(Gunawan, 2001)

C. PENYEBAB HIPERTENSI
Etiologinya mungkin multifaktorial. Yang termasuk faktor predisposisi
diantaranya bertambahnya usia, obesitas, asupan alkohol berlebihan.
Sedangkan hipertensi sekunder bisa timbul akibat penyakit ginjal, penyakit
endokrin (sindrom Cushing, sindrom Conn, feokromoditoma, akromegali), pil
kontrasepsi oral, eklampsia, dan koaktasio aorta (Rubenstein, 2007).
A. Stenosis arteri ginjal
Stenosis arteri ginjal adalah suatu keadaan yang harus mendapat
perhatian khusus. Penyempitan arteri yang memasok darah ke ginjal
(stenosis arteri ginjal) menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi.
Keadaan ini dapat diperbaiki dengan pembedahan atau dilatasi
(melebarkan arteri).
B. Gagal ginjal
Penderita gagal ginjal biasanya juga membutuhkan perawatan tekanan
darah tinggi. Tekanan darah yang tinggi pada penderita ini terutama
disebabkan oleh kegagalan ginjal dalam mengatur jumlah garam dan air
dalam tubuh. Apabila penderita menjalankan dialisis, penderita masih tetap
harus minum obat untuk menjaga tetap normal.
C. Kelebihan noradrenalin
Penyebab tekanan darah tinggi lainnya adalah gangguan kelenjar
adrenal. Penyebab ini jarang dijumpai. Namun, bila ada kasus, termasuk
gangguan yang dapat disembuhkan. Kelenjar adrenal terdapat tepat di atas
tiap-tiap ginjal. Kelenjar adrenal mempunyai lapisan dalam dan luar yang
dapat mengeluarkan berbagai hormon ke dalam aliran darah. Bagian
dalam kelenjar disebut medula yang mengeluarkan adrenalin atau hormon
yang dihasilkan sebagai rasa takut, marah, dan latihan. Adrenalin dapat
meningkatkan denyut jantung. Selain itu, medula juga menghasilkan
hormon noradrenalin yang juga menyebabkan kontraksi otot arteri dan
meningkatkan tekanan darah. Hipertensi akibat terlalu banyak noradrenalin
dapat dikendalikan dengan obat, tetapi untuk kesembuhannya diperlukan
tindakan bedah.
D. Sindroma cushing dan aldosteronisme
Sindrom ini merupakan keadaan yang sangat jarang terjadi. Keadaan ini
sebagai akibat adanya tumor atau pertumbuhan yang berlebihan dari
lapisan luar kelenjar adrenal. Pada keadaan ini, dihasilkan hormon stres
lain yaitu kortisol atau hormon lain yang disebut aldosteron hormon yang
mengakibatkan ginjal menahan garam (atau sodium) dan melepaskan
kalium.
E. Alkohol
Hipertensi dikaitkan dengan konsumsi alkohol berlebihan dan hipertensi
cenderung turun bila konsumsi alkohol dihentikan atau dibatasi.
F. Stres
Mungkin hanya sedikit orang yang tidak segera menghubungkan
hipertensi dengan stres. Namun, peranan stres sebagai faktor penyebab
hipertensi tidak diragukan lagi. Stres dapat meningkatkan tekanan darah

D. FAKTOR RESIKO HIPERTENSI


Beberapa faktor risiko untuk terjadinya hipertensi diantaranya:
A. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat keluarga ini berkaitan dengan genetik. Penelitian menyebutkan
jika seorang dari orang tua kita memiliki riwayat hipertensi, kita memiliki
kemungkinan 25% terkena hipertensi ( Astawan,2002 )
B. Jenis kelamin
Jenis kelamin juga sangat erat kaitannya terhadap terjadinya hipertensi
dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi
pada laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika
seorang wanita mengalami menopause. Perbandingan antara pria dan
wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi. Di daerah
perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita.
Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta didapatkan 14,6 pada pria dan
13,7% pada wanita (Gunawan, 2001).
C. Ras
Berdasarkan penelitian, rata-rata orang dari ras Afrika Amerika (Black
American) memiliki level tekanan darah yang cukup tinggi dibandingkan
dengan ras kulit putih (Caucasian). Penelitian genetika menunjukkan
bahwa ras Afrika-Amerika cenderung sensitif terhadap natrium. Pada orang
yang peka terhadap kadar dalam tubuhnya, setengah sendok teh garam
dapat meningkatkan tekanan darah hingga 5 mmHg.
D. Kelebihan berat badan (overweight)
Diperkirakan faktor utama hubungan antara obesitas dan hipertensi
adalah diet, aktivitas sistem saraf simpatik, resistensi insulin, atau
hiperinsulinemia. Selain itu, dapat diterangkan pula bahwa pada individu
yang mengidap obesitas jumlah darah yang beredar akan meningkat
sehingga curah jantung akan naik, dan pada akhirnya mengakibatkan
naiknya tekanan darah. Praktisi kesehatan dan dietisian harus
berkonsultasi membantu pasien mengembangkan perencanaan penurunan
berat badan (William, Hopper, 2007).
E. Usia
Bagi kebanyakan orang, tekanan darah meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Bagi kaum pria, risiko ini cepat terjadi, yaitu saat usia
45-50 tahun. Karena adanya hormon penyebab menstruasi, risiko
hipertensi pada wanita dapat ditekan dan baru muncul 7-10 tahun setelah
menopause. Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena
dengan bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko
hipertensi. Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia.
Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden
penyakit arteri koroner dan kematian prematur (Julianti, 2005).
F. Merokok
Kebiasaan merokok dapat menambah berat kerja jantung sehingga
mendorong naiknya tekanan darah. Merokok merupakan salah satu faktor
yang dapat diubah, adapun hubungan merokok dengan hipertensi adalah
nikotin akan menyebabkan peningkatan tekanan darah karena nikotin akan
diserap pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh
pembuluh darah hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin
dengan member sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin
(Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah
dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih
tinggi. Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokok menggantikan
oksigen dalam darah. Hal ini akan mengakibatkan tekanan darah karena
jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup
kedalam organ dan jaringan tubuh ( Astawan, 2002 ).
G. Alkohol
Konsumsi lebih dari 250 ml alkohol sehari dapat meningkatkan tekanan
darah, melemahkan otot jantung, serta menyebabkan kegemukan dan
aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah). Akibatnya, mempercepat
timbulnya penyakit jantung yang lebih parah. Menurut AHA (American
Heart Association) mengklaim batasan jumlah alkohol yang dikonsumsi
untuk satu hari tidak lebih dari dua gelas sehari untuk pria dan satu gelas
per hari bagi wanita.
H. Diabetes dan kolesterol
Kedua penyakit ini dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis dan
meningkatkan tekanan darah akibat dari gangguan regulasi hormon dan
metabolik.

I. Sensitivitas terhadap natrium


Natrium (Na) atau yang biasa disebut juga sodium tidak hanya terdapat
pada garam dapur. Terdapat juga pada minuman bersoda, penyedap rasa
(vetsin), dan bahan pengawet pada produk makanan kaleng. Dianjurkan
bagi orang dewasa untuk membatasi konsumsi sodium, yaitu tidak lebih
2.400 mg sehari atau setara dengan 5 gram (1 sendok teh) garam dapur.
Orang yang ginjalnya sudah tidak berfungsi normal lebih peka terhadap
hipertensi karena tidak dapat mengatur kadar Na dalam tubuh. Dengan
kata lain, Na tidak dapat diekskresikan dalam jumlah normal oleh ginjal.
Akibatnya, Na di dalam tubuh dan volume intravaskuler meningkat
sehingga terjadi hipertensi. Hal ini biasanya umumnya terjadi pada manula
(Julianti, 2007).
Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan hipertensi
yang rendah jika asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi
hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap
timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan volume plasma, curah
jantung dan tekanan darah (Basha, 2004).
J. Aktivitas kurang gerak
Aktivitas sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi, dimana pada
orang yang kurang aktvitas atau kurang gerak akan cenderung mempunyai
frekuensi denyut jantung yang lebih tingi sehingga otot jantung akan harus
bekerja lebih keras pada tiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung
memompa maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri ( Amir,
2002 ).
K. Stress
Stress juga sangat erat merupakan masalah yang memicu terjadinya
hipertensi dimana hubungan antara stress dengan hipertensi diduga
melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan
darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan
dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini
belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih
tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan
dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di
kota (Dunitz, 2001).

E. PATOFISIOLOGI HIPERTENSI
Usia Lanjut Rokok Kopi

Kafein
 Elastisitas dinding aorta menurun Tembakau Nikotin
 Katup jantung menebal dan kaku
 Kemampuan memompa darah
menurun Penyempitan Meningkatkan
 Hilangnya elastisistas pembuluh pembuluh darah adrenalin
darah
 Meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer
Tekanan darah Meningkatkan tekanan darah,
meningkat Nadi, dan tekanan kontraksi
jantung

Hipertensi Primer

Hilangnya elastisitas ateroskeloris Menurunnya relaksasi Mual, muntah Kurang informasi


jaringan ikat otot polos pembuluh
darah
Intake inadekuat

Vasokontriksi pembuluh darah Kurang pengetahuan

Penurunan cardiac output Tahanan perifer meningkat Kelemahan

Penurunan volume extrasel dan Suplai O2 dan nutrien


perfusi renal tidak maksimal

Iskemik ginjal
Intoleransi aktivitas
Renin

Angiotensin

Angiotensin I Tekanan pembuluh darah Gangguan rasa


otak meningkat nyaman
ACE

Angiotensin II
(vasokontriksi)

Tekanan intravascular Tekanan intraocular Gangguan


Sekresi aldosteron meningkat meningkat penglihatan
F. MANIFESTASI KLINIS HIPERTENSI
Ion exchange di
tubulus ginjal Deficit lapang
Tekanan darah meningkat
pandang
Reabsorbsi Na
dan airSekresi K Peningkatan volume
dan H cairan ekstrasel Resiko cedera
Hipertensi primer sedang atau berat sebagian besar tanpa gejala
selama bertahun-tahun sehingga sering disebut dengan silent killer. Gejala
yang paling sering, sakit kepala, juga sangat spesifik. Sakit kepala
suboccipital, terjadi di awal pagi dan mereda pada siang hari, dikatakan
karakteristik, tetapi setiap jenis sakit kepala dapat terjadi. Hipertensi
dipercepat dikaitkan dengan mengantuk, kebingungan, gangguan penglihatan,
mual dan muntah (hipertensi ensefalopati). Selain gejala tersebut gejala
lainnya seperti pusing, kelelalahan atau jika hipertensi sudah berlangsung
hipertensi menahun akan muncul gejala mual, muntah, sesak nafas, gelisah,
pandangan kabur. Tidak jarang pula, pasien sering mengalami penurunan
kesadaran/pingsan bahkan koma.
Serangan khas berlangsung dari menit sampai jam dan berhubungan
dengan sakit kepala, kecemasan, palpitasi, keringat banyak, pucat, tremor,
dan mual dan muntah. Tekanan darah meningkat, dan angina atau edema
paru akut dapat terjadi. Dalam aldosteronisme primer, pasien mungkin
memiliki kelemahan otot, poliuria, dan nokturia karena hipokalemia, hipertensi
maligna jarang terjadi. Hipertensi kronis sering menyebabkan hipertrofi
ventrikel kiri, yang mungkin berhubungan dengan diastolik atau, dalam tahap
akhir, disfungsi sistolik.
Penyebab keterlibatan serebral (1) stroke akibat trombosis atau (2)
perdarahan kecil atau besar dari microaneurysms menembus arteri
intrakranial. Hipertensi ensefalopati mungkin disebabkan oleh kongesti kapiler
akut dan eksudasi dengan edema serebral. Temuan biasanya reversibel jika
perawatan yang memadai diberikan segera. Tidak ada hubungan yang ketat
tekanan darah diastolik dengan hipertensi ensefalopati, tetapi biasanya
melebihi 130 mm Hg.

G. PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN HIPERTENSI


a. Pencegahan dan Penatalaksanaan
Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC 7:
1. Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
2. Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
3. Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg
b. Penyuluhan Pasien dan Pemeliharaan Kesehatan: Perawatan di
Rumah dan Komunitas
Turunkan Tekanan Darah ke Tingkat Normal
1. Tingkatkan kepatuhan terhadap terapi dengan cara biaya efektif yaitu
obat antihipertensi, pembatasan diet natrium dan lemak, kontrol berat
badan, perubahan gaya hidup, program latihan, dan perawatan
kesehatan tindak lanjut pada interval teratur
2. Berikan dorongan konseling, penyuluhan dan kelompok swa bantu
untuk keluarga dan pasien

Tingkatkan Kepatuhan dengan Program Perawatan Diri


1. Berikan dorongan partisipasi aktif pasien dalam program, termasuk
pemantauan mandiri tekanan darah dan diet untuk meningkatkan
kepatuhan.
2. Berikan dorongan pada pasien untuk tidak menggunakan alkohol
karena alkohol dapat memberikan efek sinergis dengan obat.
3. Jangan anjurkan penggunaan tembakau dan produk nikotin.
4. Berikan pasien informasi tertulis mengenai efek yang diperkirakan
serta efek samping obat.
5. Ajarkan pasien cara untuk mengukur tekanan darah mandiri.
(Baughman, 2000)

c. Manajemen Non Farmakologi


Managemen non farmakologi (modifikasi gaya hidup terapeutik)
memainkan peranan penting dalam managemen hipertensi. Ini mungkin
satu-satunya pengobatan yang diperlukan dalam tahap satu hipertensi.
Sayangnya data dari studi cross-sectional menunjukkan bahwa
pengobatan non-farmakologis untuk pasien dengan hipertensi masih belum
memadai. Beberapa manajemen non farmakologi dalam mengontrol
tekanan darah antara lain :
1. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan adalah yang paling menguntungkan bagi
pasien yang mempunyai lebih dari 10% kelebihan berat badan. BMI
yang ideal untuk orang Asia sekitar 18,5-23,5 kg/m2. Target praktis
untuk pasien kelebihan berat badan adalah pengurangan minimum 5%
berat badan. Namun penurunan berat badan sebesar 4,5 kg secara
signifikan mengurangi TD.
2. Mengurangi Konsumsi Sodium
Pengaruh pembatasan natrium dalam hipertensi dapat
bervariasi. Subyek lansia lebih sensitif terhadap asupan natrium. Rata-
rata, pengurangan 4 mmHg sistolik dan diastolik 2 mmHg dicapai
dengan pembatasan natrium. Konsumsi <100 mmol natrium atau 6g
natrium klorida sehari dianjurkan (setara dengan <1/4 sendok teh
garam atau 3 sendok teh monosodium glutamat).
3. Menghindari konsumsi alkohol berlebihan
Alkohol memiliki efek akut dalam meningkatkan TD. Pasien
hipertensi yang menjadi peminum berat lebih cenderung memiliki
hipertensi resisten terhadap obat. Satu-satunya cara untuk mengurangi
TD pasien efektifnya adalah dengan mengurangi atau menghentikan
konsumsi alkohol. Mengurangi alkohol dapat menurunkan tekanan
sistolik 10 mmhg dan diastolik 7 mmhg.
4. Olahraga secara teratur
Jenis latihan aerobik lebih efektif daripada latihan yang
melibatkan pelatihan resistensi, (misalnya angkat besi). Saran umum
kesehatan jantung olahraga ringan, seperti jalan cepat selama 30-60
menit setidaknya 3 kali seminggu.
5. Pengaturan diet
Diet yang kaya buah-buahan, sayuran dan produk susu dengan
penurunan lemak jenuh dan jumlah lemak dapat menurunkan TD (11/6
mmHg pada penderita hipertensi dan 4/2 mmHg pada pasien dengan
TD normal). Jenis diet ini juga memiliki efek menguntungkan pada
keseluruhan kesehatan jantung. Modifikasi diet atau pengaturan diet
sangat penting pada klien hipertensi, tujuan utama dari pengaturan diet
hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat yang dapat
mengontrol tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakiit
kardiovaskuler. Secara garis besar, ada empat macam diet untuk
menanggulangi atau minimal mempertahankan keadaan tekana darah,
yakni : diet rendah garam, diet rendah kolestrol, lemak terbatas serta
tinggi serat, dan rendah kalori bila kelebihan berat baadan (Astawan,
2002).
Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau
asites serta hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk
menurunkan tekanan darah dan untuk mencegah edema dan penyakit
jantung (lemah jantung). Adapun yang disebut rendah garam bukan
hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi
makanan rendah sodium atau natrium (Na). Oleh karena itu yang
sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diet rendah garam
adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat – zat
gizi, baik kalori, protein, mineral maupun vitamin dan rendah sodium
dan natrium (Gunawan, 2001).
Sumber sodium antara lain makanan yang mengandung soda
kue, baking powder, MSG (Mono Sodium Glutamat), pengawet
makanan atau natrium benzoat (Biasanya terdapat didalam saos,
kecap, selai, jelly), makanan yang dibuat dari mentega serta obat yang
mengandung natrium (obat sakit kepala). Bagi penderita hipertensi,
biasakan penggunaan obat dikonsultasikan dengan dokter terlebih
dahulu. ( Hayens, 2003 ).
Diet rendah kolestrol dan lemak terbatas. Di dalam tubuh
terdapat tiga bagian lemak yaitu: kolestrol, trigeserida, dan fospolipid.
Tubuh memperoleh kolestrol dari makanan sehari – hari dan dari hasil
sintesis dalam hati. Kolestrol dapat berbahaya jika dikonsumsi lebih
banyak dari pada yang dibutuhkan oleh tubuh, peningkatan kolestrol
dapat terjadi karena terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang
mengandung kolestrol tinggi dan tubuh akan mengkonsumsi sekitar 25
– 50 % dari setiap makanan (Amir, 2002 ).
Diet tinggi serat sangat penting pada penderita hipertensi, serat
terdiri dari dua jenis yaitu serat kasar (Crude fiber) dan serat kasar
banyak terdapat pada sayuran dan buah–buahan, sedangkan serat
makanan terdapat pada makanan karbohidrat yaitu : kentang, beras,
singkong dan kacang hijau. ( Mayo, 2005 ).
6. Berhenti merokok
Hal ini penting dalam manajemen keseluruhan dari pasien
dengan hipertensi dalam mengurangi risiko kardiovaskular. Dengan
berhenti merokok tekanan darah akan turun secara perlahan ,
disamping itu jika masih merokok maka obat yang dikonsumsi tidak
akan bekerja secar optimal dan dengan berhenti merokok efektifitas
obat akan meningkat ( Santoso, 2001 ).

Tabel 2.4 Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan managemen


hipertensi (JNC VII, 2003)
Modifikasi Rekomendasi Penurunan TD
Sistolik
Penurunan berat Mempertahankan berat 5-20 mmHg/10 kg
badan badan normal (BMI 18.5-
24.9 kg/m2
Diet DASH Mengkonsumsi banyak 8-14 mmHg
buah, sayur, dan produk
rendah lemak dengan
penurunan lemak jenuh dan
lemak total
Penurunan konsumsi Penurunan konsumsi sodium 2-8 mmHg
sodium/natrium tidak lebih dari 100 mmol per
hari (2.4 g sodium atau 6 g
sodium chloride)
Olahraga Aktivitas aerobik biasa 4-9 mmHg
seperti jalan cepat (kurang
lebih 30 menit per hari)
Alkohol Batasi konsumsi tidak lebih
dari 2 minuman (24 oz beer,
10 oz wine, atau 3 oz 80
whiskey) per hari pada laki-
laki, dan tidak lebih dari 1
minuman per hari pada
wanita dan seseorang yang
mempunyai berat badan
lebih ringan
d. Manajemen Farmakologi
Menurut Muttaqin (2009), pengobatan farmakologi hipertensi terdiri dari:
1. Diuretik
Hidroklorotiazid adalah diuretik yang paling sering diresepkan
untuk mengobati hipertensi ringan. Dapat diberikan sendiri pada klien
dengan hipertensi ringan atau klien yang baru. Banyak obat
antihipertensi dapat menyebabkan retensi cairan; karena itu, sering kali
diuretik diberi bersama antihipertensi.
2. Simpatolitik (menekan simpatetik)
Penghambat (adrenergik bekerja di sentral simpatolitik),
penghambat adrenergik alfa, dan penghambat adrenergik beta, juga
dianggap sebagai simpatolitik dan menghambat reseptor beta.
3. Vasodilator arteriol yang berkerja langsung
Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat tahap III yang
bekerja merelaksasikan otot-otot polos pembuluh darah, terutama arteri,
sehingga menyebabkan vasodilatasi. Dengan terjadinya vasodilatasi,
tekanan darah akan turun dan natrium serta air tertahan sehingga
terjadi edema perifer.
4. Antagonis angiotensin (ACE inhibitor)
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) menghambat
secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin
I yang inaktif, yang terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal,
jantung, kelenjar adrenal dan otak. Angiotensin II merupakan vaso‐
konstriktor kuat yang memacu penglepasan aldosteron dan aktivitas
simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan angiotensin II
ini akan menurunkan tekanan darah. Jika sistem angiotensin‐renin‐
aldosteron teraktivasi (misalnya pada keadaan penurunan sodium, atau
pada terapi diuretik) efek antihipertensi ACEi akan lebih besar.
5. Penghambat saluran kalsium (blocker calcium antagonis)
Blokir jalur kalsium akan memperlambat gerakan kalsium ke
dalam sel-sel pembuluh darah jantung dan darah, karena kalsium
menyebabkan kontraksi jantung kuat, maka obat ini mudah membuat
kontraksi jantung dan mengendurkan pembuluh darah.
H. KOMPLIKASI HIPERTENSI
1. CVA (Cerebrovascular Attack)
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-
arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal,
sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.
Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah
sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin,
2000). Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti,
orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah
satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah,
mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta
tidak sadarkan diri secara mendadak (Santoso, 2006).
2. IMA (Infark Miokard Akut)
Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang
arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau
apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui
pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi
ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-
perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi
disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan
(Corwin, 2000).
3. Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat
tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya
glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan
terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan
rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga
tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang
sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2000).
4. Gagal Jantung
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa
darah yang kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan
terkumpul di paru,kaki dan jaringan lain sering disebut edma.Cairan
didalam paru – paru menyebabkan sesak napas,timbunan cairan
ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema (Amir,
2002)
5. Ensefalopati
Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke
dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neron-neron
disekitarnya kolap dan terjadi koma serta kematian (Corwin, 2000).
Asuhan keperawatan

A. Pengkajian
a. Biodata Pasien : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pekerjaan, Agama, Status,
Alamat
b. Biodata Penaggung Jawab : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pekerjaan, Agama,
Status, Alamat
c. Riwayat Kesehatan
d. Aktivitas / istirahat.
 Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
 Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
e. Sirkulasi
 Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskuler
 Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit,
suhu dingin
f. Integritas Ego
 Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, factor
stress multipel
 Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian,
tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela,
peningkatan pola bicara
g. Eliminasi
 Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
h. Makanan / Cairan
 Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol
 Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
i. Neurosensori
 Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,
berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
 Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan
retinal optik
j. Nyeri/ketidaknyamanan
 Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat,
nyeri abdomen
k. Pernapasan
 Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,
dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat
merokok
 Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi
napas tambahan, sianosis
l. Keamanan
 Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
 Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi psotural
m. Pembelajaran/Penyuluhan
 Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,
DM , penyakit ginjal.
 Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone
B. Diagnosa

a. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral


b. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan
dengan adanya tahanan pembuluh darah
c. Gangguan nutrisi : lebih dari kebutuhan b.d intake makanan yang
berlebihan/kebiasaan makan yang salah.
d. Penurunan curah jantung b.d vasokonstriksi pembuluh darah
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan

1 Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen nyeri


selama …..x24 jam, maka tingkat nyeri m
Observasi
enurun dengan kriteria hasil :
a. Keluhan nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
b. Meringis menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
c. Gelisah menurun
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
d. Kesulitan tidur menurun 4. Identivikasi faktor yang memperberat dan
e. Tanda-tanda vital normal memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyaninan
tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik

1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk


mengurangi rasa nyeri (misal. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terai pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/ dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (misal. suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri


2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Observasi

1. Identifikasi karakteristik nyeri (misal. pencetus,


pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesic (misal.
narkotika, non-narkotik, atau NSAIO) dengan
tingkat keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
sesuadah pemberian analgesic
5. Monitor efektifitas analgesic
Terapeutik

1. Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk


mencapai analgesia optimal, jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk mempertahankan
kadar dala serum
3. Tetapkan target efektifitas analgesik untuk
mengotimalkan respon pasien
4. Dokumentasikan respons pasien terhadap
efek analgesik dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi

1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat


Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis


analgesik, jika perlu

2 Resiko perfusi serebral tidak efekti Setelah dilakukan intervensi Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
f keperawatan selama ….x24 jam,
perfusi serebral meningkat dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis.
1. Tingkat kesadran meningkat Lesi, gangguan metabolisme, edema serebral)
2. Kongnitif meningkat 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis.
3. Tekanan intracranial menurun Tekanan darah meningkat, tekanan nadi
4. Nilai rata-rtata r=tekanan dara melebar, bradikardia, pola nafas irregular,
h membaik kesadaran menurun )
3. Monitor MAP (mean arterial pressure)
4. Monitor CVP (Central venous pressure) jika
perlu
5. Monitor PAWP, jika perlu
6. Monitor PAP, jika perlu
7. Monitor ICP (intra cranial pressure ),jika perlu
8. Monitor CPP ( cerebral perfusion pressure)
9. Monitor gelombang ICP
10. Monitor status pernafasan
11. Monitor intake dan output cairan
12. Monitor cairan cerebrospinal (mis. Warna dan
konsistensi)
Terapeutik

1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan


lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semifowler
3. Hindari maneuver Valsalva
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari pengunaan PEEP
6. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
7. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
8. Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian sedasi antikonvulsan,


jika perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretic osmotic, jika
perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja jika perlu
.
Pemantauan tekanan intrakranial

Observasi

1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis.


Lesi menempati ruang, gangguan
metabolisme, edema serebral, peningkatan
tekanan vena, obstruksi aliran cairan
serebrospinal, hipertensi intracranial idiopatik)
2. Monitor peningkatan TD
3. Monitor pelebaran tekanan nadi (aselisih TDS
dan TDD)
4. Monitor penurunan frekuensi jantung
5. Monitor irregularitas irama nafas
6. Monitor penurunan tingkat kesadraan
7. Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan
respon pupil
8. Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam
rentang yag diidikasikan
9. Monitor tekanan perfusi serebral
10. Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik
drainase cairan serebrospinal
11. Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
Terapeutik

1. Ambil sampel drainase cairan serebrospinal


2. Kalibrasi transduser
3. Pertahankan sterilitas system peantauan
4. Pertahankan posisi kepala dan leher netral
5. Bilas system pemantuan, jika perlu
6. Atur interval pemantauan sesuai kondisi
pasien
7. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen nutrisi
selama ……x24 jam, maka proses defeka
si normal disertai dengan status nutris me Observasi
mbaik dengan kriteria hasil :
a. Porsi makan yang dihabiskan 1. Identifikasi status nutrisi
meningkat 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
b. BB membaik 3. Identifikasi makanan disukai
c. IMT membaik 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
nasogastric
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik

1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika


perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (misal.
piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makanan melalui selang
nasogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi

1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu


2. Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum


makan (misal. pereda nyeri, antlemetik), jika
perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibuthkan,
jika perl

Promosi berat badan

Observasi

1. Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang


2. Monitor adanya mual dan muntah
3. Monitor jumlah kalori yang di konsumsi sehari-
hari
4. Monitor berat badan
5. Monitor albumin, limfosit dan elektrolit serum
Terapeutik

1. Berikan perawatan mulut sebelum pemberian


makan, jika perlu
2. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi
pasien (misal. makanan dengan tekstur halus,
makanan yang di blender, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau gastrostoml, total
perenteral nutrition sesuai indikasi)
3. Hidangkan makanan secara menarik
4. Berikan suplemen, jika perlu
5. Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi

1. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi,


namun tetap terjangkau
2. Jelaskan peningkatan asupan kalori yang
dibutuhkan

4 Penurunan curah jantung Setelah dilakukan intervensi keperaw Perawatan jantung


atan selama …..x24 jam, curah jantu
ng meningkat dengan kriteria hasil : Observasi

a. Kekuatan nadi perifer meningk 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan


at jantung (meliputi dipnea, kelahan, edema,
b. EF meningkat ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea,
c. LVSWI meningkat peningkatan CVP)
d. SVI meningkat 2. Identifikasi tanda/gejala skunder penuruan
e. Palpitasi menurun curah jantung (meliputi peningkatan berat
f. Edema menurun badan, hepatomegaly, distensi vena jungularis,
palpitasi, rongki, oliguria, batuk, dan kulit
pucat)
3. Monitor tekanan darah (termasuk tekanan
ortostatisk, jika perlu)
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor berat badan setiap hari pada waktu
yang smaa
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor keluhan nyeri dada ( mis.intensitas,
lokasi, radiasi, durasi, presipitasi yang
mengurangi nyeri)
8. Monitor EKG 12 sadapan
9. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
10. Monitor nilai lab jantung (mis elektrolit, enzim
jantung, BNP, NTpro-BNP)
11. Monitor fungsi alat pacu jantung
12. Periksa tekanan darah dan frekuansi nadi
sebelum dan sesudah aktivitas
13. Periksa tekanan darah dan frekuaensi nadi
sebelum pemberian obat (mis.beta
bloker ,ACE inhibitor, calelum channel bloker,
digoksin)
Terapeutik

1. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler


dengan kaki ke bawah atau posisi yang
nyaman
2. Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi
asupan kafein, natrium, kolesterol, dan
makanan yang tinggi lemak)
3. Gukana stoking elastis atau pneumatic
interminten, sesuai indikasi
4. Fasiltasi pasien dan keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
5. Berikan terapi relaksasi untuk mengurngi
stress, jika perlu
6. Berikan dukungan emosional dan spiritual
7. Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi

1. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi


2. Anjurkan beraktifitas fisik secara bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat
badan harian
5. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake
dan output cairan harian
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu


2. Rujuk ke program rehabilitasi jantung

Perawatan jantung akut


Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri dada (meliputi
factor pemicu, Pereda, kualitas, lokasi, radiasi,
skala, durasi, dan frekuensi
2. Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST
dan T
3. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
4. Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan
resiko aritmia (mis. Kalium, magnesium,
serum)
5. Monitor enzim jantung (mis. CK,CK-
MB<troponin T, Troponin I)
6. Monitor saturasi oksigen
7. Identifikasi stratifikasi pada sindrom coroner
akut (mis. Skor TIMI,Kilip, Crusade)

Terapeutik
1. Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
2. Pasang akses intravena
3. Puasakan hingga bebas nyeri
4. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
ansietas dan stress
5. Sediakan lingkungan yang kondusif untuk
beristirahat dan pemulihan
6. Siapkan menjalani intervensi coroner perkutan,
jika perlu
7. Berikan dukungan emosional dan spiritual

Edukasi
1. Anjurkan segera melaporkan nyeri dada
2. Anjurkan menghindari maneuver valsava (mis,
mengedan saat baba tau batuk)
3. Jelaskan tindakan yang dijalani pasien
4. Anjarkan tehnik menurunkan kecemasan dan
ketakutan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiplatelet, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian antianginal (mis.
Nitrogliserin, beta bloker, calcium channel
bloker)
3. Kolaborasi pemberian morfin, jika perlu
4. Kolaborasi pemberian inotropic, jika perlu
5. Kolaborasi pemberian obat untuk mencegah
maneuver valsava (mis. Pelunak tinja,
antiemetic)
6. Kolaborasi pencegahan thrombus dengan
antikoagulan, jika perlu
7. Kolaborasi pemeriksaan x-ray dada, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, C. Diane &Heackley JoAnn. 2000. Keperawatan Medical Bedah Buku Saku
untuk Brunner dan Suddarth. Edisi 1. Jakarta: EGC
Elizabet J. Corwin. 2009. Buku saku patofisiologi. Jakarta: Aditya Media
Gunawan, Lany. 2001. HipertensiTekananDarahTinggi. Jogjakarta: Kansius
Hardywinoto. 2002. Menjaga keseimbangan kualitas hidup para lanjut usia. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Muttaqin, Arief dan Nursalam. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta. Salemba Medika.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi :Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Terjemahan Brahm U. Pendit. Edisi 6. Jakarta : EGC
Rubenstein, David. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Jakarta: PT Gelora Aksara
Pratama
Santoso, Hanna dan Ismail, Andar. 2009. Memahami Krisis Lanjut Usia: Uraian Medis dan
Pedagosis-Pastoral. Jakarta: Gunung Mulia

Anda mungkin juga menyukai