Disusun oleh:
NAINUL FITRIAH
LEMBAR PENGESAHAN
NAMA : NAINUL FITRIAH
Mengetahui,
Proses menua merupakan suatu yang fisiologis, yang akan dialami oleh
1998 adalah 60 tahun. Proses menua (aging process) merupakan suatu proses
biologis yang tidak dapat dihindarkan, yang akan dialami oleh setiap orang.
syaraf dan jaraingan lain sehingga tubuh ‘mati’ sedikit demi sedikit.
Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan
seseotang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya
sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak maupun saat menurunnya.
Namun umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada umur 20–
30 tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam
kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit
sesuai bertambahnya umur.
a. Teori Biologik
a. Autoimun
2. Teori Sosial
a. Teori aktifitas
Lanjut usuia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak
dalam kegiatan sosial
b. Teori Pembebasan
1) Kehilangan peran
3) Berkurangnya komitmen
a. Teori Kesinambungan
1. Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam
proses penuaan, akan tetapi didasarkan pada pengalamannya di masa
lalu, dipilih peran apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan
3. Teori Psikologi
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri,
kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow
11111954). Kebutuhan ini memiliki urutan prioritas yang berbeda.
Ketika kebutuhan dasar manusia sidah terpenuhi, mereka berusaha
menemukannya pada tingkat selanjutnya sampai urutan yang paling
tinggi dari kebutuhan tersebut tercapai.
1. Perubahan fisik
a. Perubahan Mental
bersifat entrovert.
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan
e. Lingkungan Kenangan
(memori) ada 2 :
c. Peranan Iman
4. Perubahan Spritual.
A. DEFENISI
Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan penumpukan asam
urat yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian
atas,pergelangan dan kaki bagian tengah. (Zahara 2015) Gout merupakan
penyakit metabolic yang ditandai oleh penumpukanasam urat yang
menyebabkan nyeri pada sendi. (Zahara 2016) Jadi, Gout atau sering disebut
asam urat adalah suatu penyakit metabolik dimana tubuh tidak dapat mengontrol
asam urat sehingga terjadipenumpukan asam urat yang menyebabkan rasa nyeri
pada tulang dan sendi.
B. KLASIFIKASI
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Didapatkan kadar asam urat yang tinggi dalam darah yaitu = > 6 mg %
normalnya pada pria 8 mg% dan pada wanita 7 mg%.
b. Pemeriksaan cairan tofi sangat penting untuk pemeriksaan diagnosa yaitu
cairan berwarna putih seperti susu dan sangat kental sekali.
c. Pemeriksaan darah lengkap
d. Pemeriksaan ureua dan kratinin
G. PENATALAKSANAAN
a. Medikasi
Pengobatan serangan akut dengan Colchine 0,6 mg PO, Colchine 1,0
-3,0 mg ( dalam Nacl/IV), phenilbutazon, Indomethacin.
Terapi farmakologi ( analgetik dan antipiretik )
Colchines ( oral/iv) tiap 8 jam sekali untuk mencegah fagositosis dari
Kristal asam urat oleh netrofil sampai nyeri berkurang.
Nostreoid, obat -obatan antiinflamasi ( NSAID ) untuk nyeri dan
inflamasi.
Allopurinol untuk menekan atau mengontrol tingkat asam urat dan
untuk mencegah serangan.
Uricosuric untuk meningkatkan eksresi asam urat dan menghambat
akumulasi asam urat.
Terapi pencegahan dengan meningkatkan eksresi asam urat
menggunakan probenezid 0,5 g/hrai atau sulfinpyrazone ( Anturane )
pada pasien yang tidak tahan terhadap benemid atau menurunkan
pembentukan asam urat dengan Allopurinol 100 mg 2x/hari.
b. Perawatan
Anjurkan pembatasan asupan purin : Hindari makanan yang
mengandung purin yaitu jeroan ( jantung, hati, lidah, ginjal, usus ),
sarden, kerang, ikan herring, kacang -kacangan, bayam, udang, dan
daun melinjo.
Anjurkan asupan kalori sesuai kebutuhan : Jumlah asupan kalori haras
benar disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi
dan berat badan.
Anjurkan asupa tinggi karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti
dan ubi sangat baik di konsumsi oleh penderita gangguan asam urat
karena akan meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urin.
Anjurkan asupan rendah protein, rendah lemak.
Anjurkan pasien untuk banyak minum.
Hindari penggunaan alkohol.
H. KOMPLIKASI
Asam urat dapat menyebabkan hipertensi dan penyakit ginjal. Tiga komplikasi
hiperurisemia pada ginjal berupa batu ginjal, gangguan ginjal akut dan kronis
akibat asam urat. Batu ginjal terjadi sekitar 10-25% pasien dengan gout primer.
Kelarutan kristal asam urat meningkat pada suasana pH urin yang basa.
Sebaliknya, pada suasana urin yang asam, kristal asam urat akan mengendap
dan terbentuk batu.(Talarima 2017) Gout dapat merusak ginjal sehingga
pembuangan asam urat akan bertambah buruk. Gangguan ginjal akut gout
biasanya sebagai hasil dari penghancuran yang berlebihan dari sel ganas saat
kemoterapi tumor. Penghambatan aliran urin yang terjadi akibat pengendapan
asam urat pada duktus koledokus dan ureter dapat menyebabkan gagal ginjal
akut. Penumpukan jangka panjang dari kristal pada ginjal dapat menyebabkan
gangguan ginjal kronik.
Konsep Keperawatan
Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-
organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya
eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis
lainnya.
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada
sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/
kelaianan pada sendi.
b. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
c. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut / kronis:mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan
(situasi ketidakmampuan) Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi
(misalnya ketergantungan pada orang lain).
d. Makanan/ cairan
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan
adekuat: mual, anoreksia, kesulitan untuk mengunyah Tanda : Penurunan berat
badan, kekeringan pada membran mukosa.
e. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi.
Ketergantungan
f. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan.Gejala : Pembengkakan sendi simetris
g. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan
lunak pada sendi).
h. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan
dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam
ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
i. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan
peran; isolasi.
Diagnose keperawatan
a. Nyeri akut b/d agen cidera biologis, pembengkakan sendi, melaporkan nyeri
secara verbal pada area sendi.
b. Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri persendian (kaku sendi)
c. Hipertermi b/d proses penyakit (peradangan sendi).
d. Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit (nyeri pada sendi).
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri (misal. pencetus,
pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesic (misal.
narkotika, non-narkotik, atau NSAIO) dengan
tingkat keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
sesuadah pemberian analgesic
5. Monitor efektifitas analgesic
Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk
mencapai analgesia optimal, jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk mempertahankan
kadar dala serum
3. Tetapkan target efektifitas analgesik untuk
mengotimalkan respon pasien
4. Dokumentasikan respons pasien terhadap
efek analgesik dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, jika perlu
Regulasi temperatur
Observasi
1. Monitor suhu bayi sampai stabil (36,5° C-
37,5°C)
2. Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam, jika
perlu
3. Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan
dan nadi
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia
atau hipertermia
Terapeutik
1. Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
2. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang
kuat
3. Bodong bayi segera setelah lahir untuk
mencegah kehilangan panas
4. Masukkan bayiBBLR kedalam plastic segera
setelah lahir (misal. bahan polyethylene,
polyurethane)
5. Gunakan topi bayi untuk mencegah kehilangan
panas pada bayi baru lahir
6. Tempatkan bayi baru lahir di bawah radiant
warmer
7. Pertahankan kelembaban inkubator 50% atau
lebih untuk mengurangi kehilangan panas
karena proses evaporasi
8. Atur suhu inkubator sesuai kebutuhan
9. Hangatkan terlebih dahulu bahan-bahan yang
akan kontak dengan bayi (misal. selimut, kain
bedongan, stetoskop)
10. Hindari meletakkan bayi di dekat jendela
terbuka atau di area aliran pendingin ruangan
atau kipas angina
11. Gunakan matras penghangat, selimut hangat
dan penghangat ruangan untuk menaikan
suhu tubuh, jika perlu
12. Gunakan kasur pendingin, water circulating
blankets, ice pack atau gel pad dan
intravascular cooling cathetedzation untuk
menurunkan suhu tubuh
13. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan
pasien
Edukasi
1. Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion
dan heat stroke
2. Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena
terpapar udara dingin
3. Demonstrasikan teknik perawatan metode
kanguru (PMK) untuk bayi BBLR
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
KEMENKES RI. 2017, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Talarima et al. 2017, Faktor Risiko Gouty Athritis di KotaMasohi Kabupaten Maluku
Tengah Tahun 2015,Makara-Kesehatan, Vol. 16, No. 2 pp. 90 Rotschild,
BM 2017, Gout and Pseudogout, EmedicineMedscape, diakses 2 August
2015,http://www.emedicine. medscape. com/article/329958-author
A. DEFENISI
Menurut Joint National Commite on Prevention Detection, Evaluation,
and Treatment of High pressure VII, 2003; hipertensi adalah suatu keadaan
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal, yaitu
tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥90
mmHg. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur
paling tidak pada 3 kesempatan yang berbeda. Tekanan darah normal
bervariasi sesuai usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat
spesifik usia. Pada umumnya, tekanan yang dianggap optimal adalah kurang
dari 120 mmHg untuk tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastolik,
sementara tekanan yang dianggap hipertensif adalah lebih dari 140 mmHg
untuk sistolik dan lebih dari 90 mmHg untuk diastolik. Istilah “prahipertensi”
adalah tekanan darah antara 120 dan 139 mmHg untuk sistolik dan 80 dan 89
mmHg untuk diastolik (Corwin, 2009: Price, 2005).
Hipertensi merupakan penyakit kronis yang dapat menjadi salah satu
faktor risiko langsung terhadap kejadian infark miokard atau serangan jantung
dan CVA (cerebrovascular accidents) atau yang dikenal dengan stroke.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistole, yang tingginya tergantung
umur individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas
tertentu, tergantung posisi tubuh, umur, dan tingkat stres yang dialami.
Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistole tanpa disertai peningkatan
tekanan diastole lebih sering pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan
tekanan diastole tanpa disertai peningkatan tekanan sistole lebih sering pada
dewasa muda.
B. KLASIFIKASI HIPERTENSI
Beberapa klasifikasi tentang hipertensi dari berbagai sudut pandang ahli
dikelompokkan menjadi bermacam-macam.
1. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Penyebabnya:
b. Hipertensi primer (esensial)
Pada suatu ketika hipertensi timbul mendadak dan parah serta
terjadi proses “malignan” yang menyebabkan penyimpangan kondisi
dengan cepat. Gangguan emosional, obesitas, konsumsi alkohol
berlebih, dan stimulasi berlebihan dengan kopi, tembakau, dan obat-
obat stimulator memegang peranan dalam munculnya hipertensi
(Baughman, 2000).
c. Hipertensi sekunder
Hipertensi dapat terjadi akibat penyakit yang tidak diketahui. Bila
faktor penyebab dapat diatasi, tekanan darah dapat kembali normal.
Pada bentuk sekunder dari hipertensi, penyakit parenkim dan penyakit
renovaskular adalah faktor penyebab paling umum. Kontrasepsi oral
telah dihubungkan dengan hipertensi ringan yang berhubungan
dengan peningkatan substrat renin dan peningkatan kadar angiotensin
II dan aldosteron.
1. ISH (Isolated Systolic Hypertension), IDH (Isolated Diastolic
Hypertension), SDH (Systolic Diastolic Hypertension)
Dewasa dan dewasa muda (<30 tahun) dengan peningkatan
tekanan darah dapat mengalami gangguan hemodinamik yaitu
peningkatan stroke volume, dimana PVR relatif normal. Dengan
menjaga kondisi fisiologis, ISH umumnya terbentuk dari hipertensi
yang diamati pada kaum muda. Sebaliknya, pada pertengahan usia
(30-50 tahun), cardiac output normal atau mengalami penurunan,
tetapi gangguan hemodinamik terlihat menonjol yang ditandai dengan
peningkatan PVR (Peripheral Vascular Resistance). Isolated diastolic
hypertension (IDH) or mixed (systolic/ diastolic) hypertension (SDH)
adalah bentuk utama dari hipertensi yang diamati pada individu. SDH
umumnya dilihat sebagai hipertensi esensial yang menetap. Pada
dewasa tua (>50 tahun), ISH adalah bentuk utama dari hipertensi.
2. Isolated office (“white-coat”) hypertension
Isolated office (“white-coat”) hypertension adalah kondisi dimana
pasien dengan tekanan darah yang secara konsisten meningkat tetapi
normal pada lain waktu. Isolated office hypertension kira-kira diderita
oleh 10-15% pasien hipertensi. Tenaga kesehatan harus menentukan
tujuan untuk mengidentifikasi peningkatan tekanan darah yang terjadi
dengan menggunakan pengukuran di rumah. Ada juga dampak
potensial dari fenomena ini pada biaya pengobatan anti-hipertensi. Hal
ini masih diperdebatkan apakah Isolated office (“white-coat”)
hypertension adalah fenomena yang murni atau apakah itu membawa
peningkatan risiko kardiovaskular. Keputusan untuk memulai
pengobatan harus berdasarkan faktor risiko keseluruhan pasien
individu dan adanya kerusakan organ target (Rahman., et. al, 2008).
Sistolik/Diastolik (mmHg)
C. PENYEBAB HIPERTENSI
Etiologinya mungkin multifaktorial. Yang termasuk faktor predisposisi
diantaranya bertambahnya usia, obesitas, asupan alkohol berlebihan.
Sedangkan hipertensi sekunder bisa timbul akibat penyakit ginjal, penyakit
endokrin (sindrom Cushing, sindrom Conn, feokromoditoma, akromegali), pil
kontrasepsi oral, eklampsia, dan koaktasio aorta (Rubenstein, 2007).
A. Stenosis arteri ginjal
Stenosis arteri ginjal adalah suatu keadaan yang harus mendapat
perhatian khusus. Penyempitan arteri yang memasok darah ke ginjal
(stenosis arteri ginjal) menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi.
Keadaan ini dapat diperbaiki dengan pembedahan atau dilatasi
(melebarkan arteri).
B. Gagal ginjal
Penderita gagal ginjal biasanya juga membutuhkan perawatan tekanan
darah tinggi. Tekanan darah yang tinggi pada penderita ini terutama
disebabkan oleh kegagalan ginjal dalam mengatur jumlah garam dan air
dalam tubuh. Apabila penderita menjalankan dialisis, penderita masih tetap
harus minum obat untuk menjaga tetap normal.
C. Kelebihan noradrenalin
Penyebab tekanan darah tinggi lainnya adalah gangguan kelenjar
adrenal. Penyebab ini jarang dijumpai. Namun, bila ada kasus, termasuk
gangguan yang dapat disembuhkan. Kelenjar adrenal terdapat tepat di atas
tiap-tiap ginjal. Kelenjar adrenal mempunyai lapisan dalam dan luar yang
dapat mengeluarkan berbagai hormon ke dalam aliran darah. Bagian
dalam kelenjar disebut medula yang mengeluarkan adrenalin atau hormon
yang dihasilkan sebagai rasa takut, marah, dan latihan. Adrenalin dapat
meningkatkan denyut jantung. Selain itu, medula juga menghasilkan
hormon noradrenalin yang juga menyebabkan kontraksi otot arteri dan
meningkatkan tekanan darah. Hipertensi akibat terlalu banyak noradrenalin
dapat dikendalikan dengan obat, tetapi untuk kesembuhannya diperlukan
tindakan bedah.
D. Sindroma cushing dan aldosteronisme
Sindrom ini merupakan keadaan yang sangat jarang terjadi. Keadaan ini
sebagai akibat adanya tumor atau pertumbuhan yang berlebihan dari
lapisan luar kelenjar adrenal. Pada keadaan ini, dihasilkan hormon stres
lain yaitu kortisol atau hormon lain yang disebut aldosteron hormon yang
mengakibatkan ginjal menahan garam (atau sodium) dan melepaskan
kalium.
E. Alkohol
Hipertensi dikaitkan dengan konsumsi alkohol berlebihan dan hipertensi
cenderung turun bila konsumsi alkohol dihentikan atau dibatasi.
F. Stres
Mungkin hanya sedikit orang yang tidak segera menghubungkan
hipertensi dengan stres. Namun, peranan stres sebagai faktor penyebab
hipertensi tidak diragukan lagi. Stres dapat meningkatkan tekanan darah
E. PATOFISIOLOGI HIPERTENSI
Usia Lanjut Rokok Kopi
Kafein
Elastisitas dinding aorta menurun Tembakau Nikotin
Katup jantung menebal dan kaku
Kemampuan memompa darah
menurun Penyempitan Meningkatkan
Hilangnya elastisistas pembuluh pembuluh darah adrenalin
darah
Meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer
Tekanan darah Meningkatkan tekanan darah,
meningkat Nadi, dan tekanan kontraksi
jantung
Hipertensi Primer
Iskemik ginjal
Intoleransi aktivitas
Renin
Angiotensin
Angiotensin II
(vasokontriksi)
A. Pengkajian
a. Biodata Pasien : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pekerjaan, Agama, Status,
Alamat
b. Biodata Penaggung Jawab : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pekerjaan, Agama,
Status, Alamat
c. Riwayat Kesehatan
d. Aktivitas / istirahat.
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
e. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit,
suhu dingin
f. Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, factor
stress multipel
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian,
tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela,
peningkatan pola bicara
g. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
h. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
i. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,
berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan
retinal optik
j. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat,
nyeri abdomen
k. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,
dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat
merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi
napas tambahan, sianosis
l. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi psotural
m. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,
DM , penyakit ginjal.
Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone
B. Diagnosa
Observasi
2 Resiko perfusi serebral tidak efekti Setelah dilakukan intervensi Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
f keperawatan selama ….x24 jam,
perfusi serebral meningkat dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis.
1. Tingkat kesadran meningkat Lesi, gangguan metabolisme, edema serebral)
2. Kongnitif meningkat 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis.
3. Tekanan intracranial menurun Tekanan darah meningkat, tekanan nadi
4. Nilai rata-rtata r=tekanan dara melebar, bradikardia, pola nafas irregular,
h membaik kesadaran menurun )
3. Monitor MAP (mean arterial pressure)
4. Monitor CVP (Central venous pressure) jika
perlu
5. Monitor PAWP, jika perlu
6. Monitor PAP, jika perlu
7. Monitor ICP (intra cranial pressure ),jika perlu
8. Monitor CPP ( cerebral perfusion pressure)
9. Monitor gelombang ICP
10. Monitor status pernafasan
11. Monitor intake dan output cairan
12. Monitor cairan cerebrospinal (mis. Warna dan
konsistensi)
Terapeutik
Observasi
Observasi
Terapeutik
1. Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
2. Pasang akses intravena
3. Puasakan hingga bebas nyeri
4. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
ansietas dan stress
5. Sediakan lingkungan yang kondusif untuk
beristirahat dan pemulihan
6. Siapkan menjalani intervensi coroner perkutan,
jika perlu
7. Berikan dukungan emosional dan spiritual
Edukasi
1. Anjurkan segera melaporkan nyeri dada
2. Anjurkan menghindari maneuver valsava (mis,
mengedan saat baba tau batuk)
3. Jelaskan tindakan yang dijalani pasien
4. Anjarkan tehnik menurunkan kecemasan dan
ketakutan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiplatelet, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian antianginal (mis.
Nitrogliserin, beta bloker, calcium channel
bloker)
3. Kolaborasi pemberian morfin, jika perlu
4. Kolaborasi pemberian inotropic, jika perlu
5. Kolaborasi pemberian obat untuk mencegah
maneuver valsava (mis. Pelunak tinja,
antiemetic)
6. Kolaborasi pencegahan thrombus dengan
antikoagulan, jika perlu
7. Kolaborasi pemeriksaan x-ray dada, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, C. Diane &Heackley JoAnn. 2000. Keperawatan Medical Bedah Buku Saku
untuk Brunner dan Suddarth. Edisi 1. Jakarta: EGC
Elizabet J. Corwin. 2009. Buku saku patofisiologi. Jakarta: Aditya Media
Gunawan, Lany. 2001. HipertensiTekananDarahTinggi. Jogjakarta: Kansius
Hardywinoto. 2002. Menjaga keseimbangan kualitas hidup para lanjut usia. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Muttaqin, Arief dan Nursalam. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta. Salemba Medika.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi :Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Terjemahan Brahm U. Pendit. Edisi 6. Jakarta : EGC
Rubenstein, David. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Jakarta: PT Gelora Aksara
Pratama
Santoso, Hanna dan Ismail, Andar. 2009. Memahami Krisis Lanjut Usia: Uraian Medis dan
Pedagosis-Pastoral. Jakarta: Gunung Mulia