HIPERTENSI DI BLOK B
UPTD GRIYA WERDA JAMBANGAN SURABAYA
Oleh :
Vian Arindra Jaya Yoga Pratama
NIM 2021024
2. TEORI SOSIAL
a. TEORI AKTIFITAS
Lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut
banyak dalam kegiatan sosial.
b. TEORI PEMBEBASAN
Dengan bertambahnya usia, seorang secara berangsur
angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kwalitas maupun kwantitas. Sehingga
kehilangan ganda yakni :
1) Kehilangan peran
2) Hambatan kontrol sosial
3) Kekurangan komitmen.
c. TEORI KESINAMBUNGAN
Mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan lansia. Dengan demikian pengalaman hidup
seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak
pada saat ini menjadi lansia.
Pokok-pokok kesinambungan adalah :
1) Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran, pilih
peran dimasa lalunya yang dapat dipertahankan.
2) Peran lansia yang hilang tak perlu diganti
3) Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara
adaptasi.
3. TEORI PSIKOLOGI
1. PERUBAHAN FISIK
a. SEL
b. PERSARAFAN
c. SISTEM PENGLIHATAN
d. SISTEM KARDIVASKULER
e. SISTEM RESPIRASI
f. SISTEM GASTROINTESTINAL
g. SISTEM GENITOURINARIA
h. SISTEM ENDOKRIN
j. SISTEM MUSKULOSKELETAL
2. PERUBAHAN MENTAL
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan.
Intelegentia Question :
a. MINAT
c. PERANAN IMAN
d. PERUBAHAN SPRITUAL
1. PENDEKATAN FISIK
2. PENDEKATAN PSIKOLOGIS
3. PENDEKATAN SOSIAL
1. EMPATI
3. OTONOMI
4. KEADILAN
Yaitu prinsip pelayanan pada lansia harus memberikan
perlakuan yang sama bagi semua. Kewajiban untuk memperlakukan
seorang penderita secara wajar dan tidak mengadakan pembedaan
atas dasar karakteristik yang tidak relevan.
5. KESUNGGUHAN HATI
HIPERTENSI
1. PENGERTIAN
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal atau peningkatan abnormal
secara terus menerus lebih dari satu periode, dengan tekanan sistolik
diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. (Aspiani, 2014).
2. KLASIFIKASI
Klasifikasi hipertensi menurut WHO, yaitu :
a. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama
dengan 140 mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90
mmHg.
b. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila diastolik 141-
149 mmHg dan diastolik 91-94 mmHg.
c. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila diastolik lebih besar
atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama
dengan 95 mmHg.
3. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan
menurut (Aspiani, 2014) :
a. HIPERTENSI PRIMER ATAU HIPERTENSI ESENSIAL
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui
penyebabnya, faktor yang mempengaruhi yatu (Aspiani, 2014) :
1) GENETIK
Faktor genetik ini tidak dapat dikendalikan, jika memiliki
riwayat keluarga yang memiliki tekanan darah tinggi.
2) JENIS KELAMIN DAN USIA
Laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita menopause
beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi dan laki-laki lebih
tinggi dari pada perempuan.
3) OBESITAS
Meningkatnya berat badan pada masa anak-anak atau
usia pertengahan resiko hipertensi meningkat.
4) SERUM LIPID
Meningkatnya triglycerida atau kolesterol meninggi resiko
dari hipertensi.
5) DIET
Meningkatnya resiko dengan diet sodium tinggi, resiko
meninggi pada masyarakat industri dengan tinggi lemak, diet
tinggi kalori.
6) MEROKOK
Resiko terkena hipertensi dihubungkan dengan jumlah
rokok dan lamanya merokok.
7) STRES PEKERJAAN
Hampir semua orang di dalam kehidupan mereka
mengalami stress berhubungan dengan pekerjaan mereka.
Stres dapat meningkatkan tekanan darah dalam waktu yang
pendek, tetapi kemungkinan bukan penyebab meningkatnya
tekanan darah dalam waktu yang panjang.
8) ASUPAN GARAM
Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan
darah. Terdapat bukti bahwa mereka yang memiliki
kecenderungan menderita hipertensi secara keturunan memiliki
kemampuan yang lebih rendah untuk mengeluarkan garam dari
tubuhnya
9) AKTIVITAS FISIK (OLAHRAGA)
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan
hipertensi karena olahraga isotonik dan teratur dapat
menurunkan tekanan darah.
b. HIPERTENSI SEKUNDER
Hipertensi sekunder terjadi akibat penyebab yang jelas, apabila
dapat dilakukan perbaikan pada stenosis atau apabila ginjal yang
terkena diangkat tekanan darah akan kembali ke normal (Aspiani,
2014).
4. PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang
timbul akibat berbagai interaksi faktor-faktor resiko tertentu. Faktor-faktor
resiko yang mendorong timbulnya kenaikan.
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis
di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang
akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah
kapiler, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah kapiler.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat
bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.
Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah.
Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon
ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetus keadaan hipertensi. Perubahan struktural dan fungsional pada
sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
5. PATHWAY
6. TANDA GEJALA
Tanda dan gejala utama hipertensi adalah (Aspiani, 2014)
menyebutkan gejala umum yang ditimbulkan akibat hipertensi atau
tekanan darah tinggi tidak sama pada setiap orang, bahkan terkadang
tibul tanpa gejala. Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita
sebagai berikut :
a. Sakit kepala
b. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
c. Perasaan berputar
d. Berdebar
e. Telinga berdenging
Menurut teori (Brunner & Suddart, 2014) klien hipertensi mengalami
sakit kepala sampai tengkuk karena terjadi penyempitan pembuluh darah
akibat dari vasokonstriksi pembuluh darah akan menyebabkan
peningkatan vaskuler cerebral, keadaan tersebut akan menyebabkan sakit
kepala sampai tengkuk pada klien hipertensi.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosa hipertensi menurut Doenges (2000) antara lain :
a. EKG : Hipertensi ventrikel kiri pada keadaan kronis lanjut
b. Kalium dalam serum : meningkat dari ambang normal
c. Pemeriksaan gula darah : post pradial jika ada indikasi DM
d. Urine :
1) Ureum, Kreatinin : meningkat pada keadaan kronis dan
lanjut dari ambang normal
2) Protein Urine : positif
8. KOMPLIKASI
Komplikasi menurut tambayong (2000) yang mungkin terjadi pada
hipertensi adalah sebagai berikut :
a. Gagal jantung
b. Stroke (pendarahan otak)
c. Hipertensi maligna : kenaikan retina, ginjal dan cerabol
d. Hipertensi ensefalopi : komplikais hipertensi maligma dengan
gangguan otak
e. Infark miokardium : dapat terjadi apabila rteri koroner yang
anterokrotiktidak dapat menyuplai cukup oksigen kemiokardium
atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah
melalui pembuluh darah tersebut.
f. Gagal ginjal : karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler ginjal, gromerulus dengan rusaknya glomerulus
darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal nefron
terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian .
dengan rusaknya membran gromerulus , protein akan keluar
melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi
kronik.
9. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan Hipertensi Penatalaksanaan hipertensi meliputi
modifikasi gaya hidup namun terapi antihipertensi dapat langsung dimulai
untuk hipertensi derajat 1 dengan penyerta dan hipertensi derajat 2.
Penggunaan antihipertensi harus tetap disertai dengan modifikasi
gaya hidup.
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
a. Target tekanan darah <150/90 untuk individu dengan diabetes,
gagal ginjal dan individu dengan usia > 60 tahun <140/90
b. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.
c. Modifikasi gaya hidup berupa penurunan berat badan (target
indeks massa tubuh dalam batas normal untuk Asia-Pasifik
yaitu 18,5-22,9 kg/m2 ),
d. kontrol diet berdasarkan DASH mencakup konsumsi buah-
buahan, sayur-sayuran, serta produk susu rendah lemak
jenuh/lemak total, penurunan asupan garam dimana konsumsi
NaCl yang disarankan adalah < 6 g/hari.
e. disarankan target aktivitas fisik minimal 30 menit/hari dilakukan
paling tidak 3 hari dalam seminggu serta pembatasan konsumsi
alkohol.
Jenis obat antihipertensi:
a. DIURETIK
Obat-obatan jenis diuretic bekerja dengan mengeluarkan cairan
tubuh (lewat kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan dan
berefek pada turunnya tekanan darah. Contoh obat-obatan ini
adalah: Bendroflumethiazide, Chlorthizlidone, Hydrochlorothiazide,
dan Indapamide.
b. ACE-INHIBITOR
Kerja obat golongan ini menghambat pembentukan zat
angiotensin II (zat yang dapat meningkatkan tekanan darah). Efek
samping yang sering timbul adalah 10 batuk kering, pusing sakit
kepala dan lemas. Contoh obat yang tergolong jenis ini adalah
Catopril, Enalapril, dan Lisinopril.
c. CALSIUM
Channel Blocker Golongan obat ini berkerja menurunkan
menurunkan daya pompa jantung dengan menghambat kontraksi
otot jantung (kontraktilitas). Contoh obat yang tergolong jenis obat ini
adalah Amlodipine, Diltiazem dan Nitrendipine.
d. ARB
Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya
pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk golongan ini adalah
Eprosartan, Candesartan, dan Losartan.
e. BETA BLOCKER
Mekanisme obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan
daya pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita
yang telah diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma
bronchial. Contoh obat yang tergolong ke dalam beta blocker adalah
Atenolol, Bisoprolol, dan Beta Metoprolol.
3.1 KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
1.3.1 IDENTITAS KLIEN
Identitas klien meliputi nama, umur, agama, alamat asal,
tanggal datang ke panti dan lama tinggal lansia di panti.
10. SPIRITUAL
Mengkaji aktifitas ibadah lansia dan hambatan untuk beribadah.
11. LINGKUNGAN
Mengkaji kondisi kamar tidur, kamar mandi dan lingkungan
sekitar lansia.
2. INTOLERANSI AKTIFITAS
Berbanding dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0056). Tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan tidak terjadi intoleransi aktifitas dengan
kriteria hasil :
a. Meningkatkan energi untuk melakukan aktiftas sehari –
hari
b. Menunjukkan penurunan gejala -gejala intoleransi
aktifitas.
1. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny S
Umur : 66 Tahun
Agama : Islam
Alamat Asal : Bratang Wetan 4 / 25 – B RT.005 / RW.008 Kel.
Ngagelrejo, Kec. Wonokromo, Kab/Kota. Surabaya.
Tanggal datang : 20 Maret 2019
2. DATA KELUARGA
Nama : Arif
Hubungan : TKSK Wonokromo
Pekerjaan :-
: Ngagel Baru I / 58 Kec. Wonokromo, Kab/Kota.
Alamat
Surabaya.
V. Mata Ya Tidak
Perubahan pengelihatan
Pakai kacamata
Kekeringan mata
Nyeri
Gatal
Photopobia
Diplopia
Riwayat infeksi
Keterangan
Ny. S merasa pengelihatannya berkurang, tidak memakai
kacamata dan tidak punya riwayat penyakit mata yang parah.
VI. Telinga Ya Tidak
Penurunan pendengaran
Dischange
Tinitus
Vertigo
Alat bantu dengar
Riwayat infeksi
Kebiasaan membersihkan telinga
: Tidak berdampak pada
Dampak pada ADL
ADL
Keterangan
Ny. S mengatakan sering membersihkan telinga selama di panti,
kurang lebih seminggu 2 kali.
X. Pernafasan Ya Tidak
Batuk
Nafas pendek
Hemoptisis
Wheezing
Asma
Keterangan
Total Nilai 30 26
Interpretasi hasil :
24 – 30 : Tidak ada gangguan kognitif
18 – 23 : Gangguan kognitif sedang
0 – 17 : Gangguan kognitif berat
Kesimpulan : Ny. S tidak mengalami gangguan kognitif.
III. TES KESEIMBANGAN
Time Up Go Test
No Tanggal pemeriksaan Hasil TUG (detik)
1. Selasa, 21 Juni 2022 13
2. Selasa, 21 Juni 2022 15
Rata – rata waktu TUG 14 detik
Interpretasi hasil Resiko tinggi jatuh
Interpretasi hasil
Apabila hasil pemeriksaan TUG menunjukan hasil berikut :
>13,5 detik Resiko tinggi jatuh
>24 detik Diperkirakan jatuh dalam kurun waktu 6 bulan
Diperkirakan membutuhkan bantuan dalam
> 30 detik
mobilitas dan melakukan ADL
(Bohannon: 2006; Shumway-Cook, Brauer & Woolacott:2000; Kristensen, Foss
& Kehlet: 2007; Podsiadlo & Richardson: 1991).
Skala Morse : Penilaian untuk resiko jatuh pada lansia
V. STATUS NUTRISI
Pengkajian determinasi nutrisi pada lansia
No Indikators Score Pemeriksaan
Penderita sakit atau kondisi yang
1 mengakibatkan jumlah dan jenis makanan 2 0
yang dikonsumsi
2 Makan kurang dari dua kali dalam sehari 3 0
3 Makan sedikit buah sayur / oahan susu 2 0
Mempunyai 3 atau lebih kebiasaan minum
4 2 0
minuman beralkohol setiap harinya
Mempunyai masalah dengan mulut atau
5 giginya sehingga tidak dapat makan 2 0
makanan keras
Tidak selalu mempunyai cukup uang untuk
6 2 0
membeli mkanan
7 Lebih sering makan sendiri 4 0
8 Mempunyai keharusan menjalankan terapi 1 1
minum obat 3 kali sehari
Mengalami penurunan berat badan 5 kg
9 1 0
dalam 6 bulan terakhir
Tidak selalu mempunyai kemampuan fisik
10 yang cukup untuk belanja, memasak atau 2 0
makan sendiri.
Total Score 1
(American Dietetic Assosiation and National Council on the Aging. Dalam
Introductory Gerontological Nursing, 2001).
Interpretasi :
0–2 : Good
3–5 : Moderate Nutritional Risk
6> : High Nutritional RIsk
Kemungkinan
No Data Masalah
penyebab
1. DS: Gangguan Fungsi Nyeri Kronis
1. Ny. S mengatakan kadang Metabolik (D.0078)
merasa pusing
2. kadang pegal – pegal pada
bagian tengkuk
3. terasa nyeri terkadang tetapi
sudah lama.
DO :
1. TD : 150 / 90 mmHg
P : Proses Penyakit
Q : Cekot – cekot
R : Kepala belakang Pudak.
S : 4-6 (Nyeri Sedang)
T : Hilang timbul
2. DS :
1. Ny. S mengatakan kalau
merasa pusing / cekot-cekot
meminta obat dan
Intoleransi
beristirahat.berbaring di kasur. Kelemahan
aktifitas (D.0056)
2. Merasa pegal dan capek.
DO :
1. TD :150 / 90 mmHg
2. Nadi : 110x per menit
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Terapi :
Memberikan terapeutik
nonfarmakologis
Hasil :
Memberikan kompres air hangat
ke tengkuk Ny. S dan Ny. S
merasakan sedikit enak.
Edukasi
1. Menjelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
2. Ajarkan teknik nonfarmakologis
Hasil :
1. Setelah dijelaskan faktor yang
menyebabkan nyeri dan faktor
pemicunya Ny. S
memahaminya tapi beliau
berkata “disini makan dan
minuman sudah disediakan
perawat jadi tidak bisa memilih
makanan”.
2. Setelah diajarkan kompres air
hangat pasien mengatakan
beliau tidak bisa melakukannya
sendiri karena bahan2 untuk
kompres harus minta tolong ke
perawat.
Kolaborasi :
Pemberian Amlodiphine 5mg 1x1
Terapeutik :
1. Sediakan lingkungan nyaman
dan stimulus.
Hasil :
Setelah disediakan lingkungan yang
nyaman di teras panti dan diajak
ngobrol dan berjalan pasien lupa
dengan rasa nyeri dan merasa lebih
nyaman.
2. Berikan aktifitas latihan rentan
gerak aktif maupun pasif.
Hasil :
Setelah diberikan aktifitas senam
lansia untuk latihan suapaya
peredaran darah lancar dan
memicu perkuatan otot pasien
merasa gembira dan merasa lebih
fit.
3. Berikan aktifitas distraksi yang
menenangkan.
Hasil :
Setelah dilakukan aktifitas distraksi
dengan bercerita saling menasehati
pasien lebih merasa bersemangat
dan bertenaga.
Edukasi :
1. Anjurkan melakukan aktifitas
secara bertahap
Hasil :
Setelah dilakukan edukasi untuk
melakukan aktifitas secara perlahan
pasien memahami tetapi belum
terlaksana.
Kolaborasi :
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
asupan makanan.
Hasil :
Belum terlaksana karena panti tidak
memiliki ahli gizi.
EVALUASI
NIP. 03021