Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

Untuk Memenuhi Tugas


Pendidikan Profesi Ners Departemen Jiwa

Oleh :
ARI PRISTANTI (1901110539)

AFI LUTFIANA (1901110535)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG

PROGAM S1 KEPERAWATAN
2019
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP HALUSINASI
Rentang Respon Halusinasi

Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang
respon neurobiologist (Stuart & Laraia, 2001). Ini merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika individu yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterprestasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera
(pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), pasien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus
tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena
sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Pasien mengalami ilusi jika interpretasi yang
dilakukannya terhadap stimulus panca indera tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.
Rentang respon halusinasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Rentang Respon Neurobiologis


Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Pikiran logis - Pikiran kadang menyimpang - Kelainan pikiran


- Persepsi akurat - Ilusi - Halusinasi
- Emosi konsisten - Emosi berlebihan dengan - Tidak mampu mengatur
Pengalaman kurang emosi
- Perilaku sosial - Perilaku ganjil - Ketidak teraturan
- Hubungan sosial - Menarik diri - Isolasi sosial
(Stuart & Laraia 2005)

Keterangan Gambar :
1. Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
Respon adaptif berupa :
a. Pikiran logis adalah pikiran yang mengarah pada kenyataan
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari hati sesuai dengan
pengalaman.
d. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran.
Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan
2. Psikososial
Respon psikososial, antara lain :
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan kekacauan/mengalami
gangguan.
b. Ilusi adalah interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang sungguh
terjadi (objek nyata), karena rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.
e. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain atau
hubungan dengan orang lain.
3. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungannya. Respon maladaptif
yang sering ditemukan meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak
realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi ialah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan di terima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan yang negatif mengancam.
Gejala psikosis dikelompokkan menjadi 5 kategori utama fungsi otak : kognitif,
persepsi, emosi, perilaku dan sosialisai yang saling berhubung, perilaku yang berhubungan
dengan masalah proses informasi termasuk pada semua askpe memori, perhatian, bentuk
dan isi bicara, pengambilan keputusan dan isi pikir (waham dan pola pikir primitive).
Persepsi mengacu pola indetifikasi dan interprestasi awal dari situasi stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui pancaindra. Perilaku berhubungan dengan masalah-
masalah persepsi yaitu halusinasi, ilusi, dan deporsanalisasi (Stuart, 2002)
Perilaku yang berhubungan dengan emosi dapat diekspresikan secara berlebihan
(hiperekspresi) atau kurang (hipoekspresi) dengan sikap yang sesuai. Individu yang
mengalami skizofrenia mempunyai masalah yang berhubungan dengan hipoeksresi
diantaranya : tidak enak dipandang, membingungkan, sulit diatasi dan sulit di [ahami oleh
orang lain.
Perilaku yang berhubungan dengan gerakan diantaranya gerakan mata abnormal,
menyeringi, langkah yang tidak normal, apraksia dan ekoprasi. Perubahan perilaku
meliputi agresi/agitasi, perilaku streotip, impulsive dan afolisi. Perilaku yang
berhubungan dengan sosialisai dianaranya menarik diri, harga diri rendah, tidak tertarik
dengan aktivitas rekreasi dan perubahan kualitas hidup (Stuart, 2002).

B. DEFINISI
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2003). Halusinasi merupakan gangguan persepsi
dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan
panca indera tanpa ada rangsangan dari luar. Menurut Varcarolis, halusinasi dapat
didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat
stimulus (Yosep, Iyus, 2009).
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).Klien memberikan
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang
nyata.Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang
berbicara (Kusumawati, 2010).

C. ETIOLOGI
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Pada tahap perkembangan individu mempunyai tugas perkembangan yang
berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal, bila dalam pencapaian tugas
perkembangan tersebut mengalami gangguan akan menyebabkan seseorang
berperilaku menarik diri, serta lebih rentan terhadap stres.
b. Faktor biologik
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologist yang mal adaptif
yang baru di mulai di pahami,ini termasuk hal hal sebagai berikut : Penilaian
pencitraan otak sudah mulai menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia: lesi pada area frontal temporal dan limbic paling
berhubungan dengan perilaku psikotik,beberapa kimia otak dikaitkan dengan
gejala skizofrenia antara lain : dopain, neurotransmitter dan lain lain.
c. Faktor sosiokultural.
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (unwanted child)
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya kepada lingkungannya.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat untuk mass depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua yang
mengalami skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Yang berasal dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain, stressor juga
bisa menjadi salah satu penyebabnya.
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon nurobiologik yang mal adaptis
termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara efektif menanggapi rangsangan
b. Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
dengan stressor lingkungan untuk menetapkan terjadinya gangguan perilaku.
c. Perilaku
respon klien terhadap halusinasi dapat berupa kecurigaan, merasa tidak nyaman,
gelisah, bingung, dan tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata.
Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 menyebutkan bahwa hakikat keberadaan
seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-
sosio-spiritual seehingga dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :
 Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal
yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh
beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-
obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur
dalam waktu yang lama.
 Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang
perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
 Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi
akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan,
namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua
prilaku klien.
 Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi
sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu
cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan
intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi
yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
 Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan
manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut
cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar
dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu
tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol
kehidupan dirinya.
d. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat
mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan.
Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan
sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang
berhasil.
e. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian
masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi
diri

D. TAHAPAN HALUSINASI
1. Tahap 1 (non psikotik ) - Comforting
Pada Tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman, tingkat orientasi
sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan hal yang menyenangkan
bagi klien.
Karakteristik
 Mengalamai kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan
 Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan kecemasan
 Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam control kesadaran
Perilaku yang muncul
 Tersenyum atau tertawa sendiri
 Menggerakkan bibir tanpa suara
 Pergerakan mata yang cepat
 Respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi
2. Tahap II (non psikotik) - Conderming (Ansietas berat helusinasi memberatkan)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat
kecemasn berat. Secara umum halusinasi yang ada dapat menyebabkan antipasti
Karakteristik
 Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh pengalaman
tersebut
 Mulai merasa kehilangan control
 Menarik diri dari orang lain
Perilaku yang muncul
 Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
 Perhatian terhadap lingkungan menurun.
 Konsentrasi terhadap pengalaman sensoripun menurun
 Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan realita
3. Tahap III (psikotik) - Controlling (Ansietas berat pengalaman sensori menjadi
berkuasa)
Klien biasanya dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat, dan
halusinasi tidak dapat ditolak lagi
Karakteristik
 Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
 Isi halusinasi menjadi atraktif
 Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir
Perilaku yang muncul
 Klien menuruti perintah halusinasi
 Sulit berhubungan dengan orang lain
 Perhatian terhadap lingkungan sedikit dan sesaat
 Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata
 Klien tampak tremor dan berkeringant
4. Tahap IV (psikotik) – Conquering (umumnya menjadi lebur dalam halusinasi)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasinya dan biasanya klien terlihat panic
Perilaku yang sering mucul
 Risiko tinggi menciderai
 Agitasi/ Kataton
 Tidak mampu merespon rangsangan yang ada
 Timbul perubahan persepsi halusinasi biasanya diawali dengan seseorang
yang menarik diri dari lingkunganya karena orang tersebut menilai dirinya
rendah. Bila klien memiliki halusinasi dengar dan lihat atau salah satunya
menyuruh pada kejelekan, maka akan berisiko terhadap perilaku kekerasan

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Menurut Mary C. Townsend, 1998
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium dan merasa sesuatu
tidak nyata.
c. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
d. Tidak dapat membedakan hal nyata dan tidak nyata.
e. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.
f. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan, ketakutan.
j. Tidak mampu melakukan asuhan mandiri.
k. Mudah tersinggung dan menyalahkan diri sendiri dan orang lain.
l. Muka merah dan kadang pucat.
m. Ekspresi wajah tenang.
n. Tekanan Darah meningkat, Nadi cepat dan banyak keringat.
2. Karakteristik halusinasi menurut (Stuart and Laraia, 2003)
Jenis Karakteristik
Halusinasi
Pendengaran Mendengar suara-suara/kebisingan, paling sering suara kata yang
jelas, berbicara dengan klien bahkan sampai percakapan lengkap
antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar jelas dimana klien mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu kadang-kadang dapat
membahayakan.
Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar giometris,
gambar karton dan atau panaroma yang luas dan komplek.
Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan/ sesuatu
yang menakutkan seperti monster.
Penciuman Membau bau-bau seperti bau darah, urine, feses umumnya bau-
bau yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya
sering akibat stroke, tumor, kejang/dernentia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine, feses

Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas


rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau
orang lain
Kinestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah divera (arteri),
pencernaan makanan
Klinestetik Merasa pergerakan sementara bergerak tanpa berdiri

F. PENATALAKSANAAN
1. Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk
menghilangkan gejala gangguan jiwa, adapun yang tergolong dalam pengobatan
psikofarmaka adalah :
a. Clopromazine (CPZ)
 Indikasinya untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realita, kesadaran diri terganggu, daya ingat normal,
sosial dan titik terganggu berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari,
tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
 Mekanisme kerjanya adalah memblokade dopamine pada reseptor sinap
diotak khususnya system ekstra pyramida.
 Efek sampingnya adalah gangguan otonomi, mulut kering, kesulitan
dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler
meninggi, gangguan irama jantung.
 Kontra indikasinya penyakit hati, kelainan jantung, febris, ketergantungan
obat, penyakit sistem syaraf pusat, gangguan kesadaran.
b. Thrihexyfenidil (THP)
 Indikasinya adalah segala penyakit parkinson, termasuk pasca ensefalitis
dan idiopatik, sindrom parkinson akibat obat misalnya reserfina dan
senoliazyne.
 Mekanisme kerja : sinergis dan kinidine, obat anti depresan trisiclin dan anti
kolinergik lainnya.
 Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, pusing, mual, muntah,
bingung, konstipasi, takikardi dilatasi, ginjeksial letensi urin.
 Kontra indikasi : hipersensitif terhadap trihexyphenidil, glukoma sudut
sempit, psikosis berat, psikoneurosis, hipertropi prostase dan obstruksi
saluran cerna.
c. Halloperidol (HLP)
 Indikasinya : berbahaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam
fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
 Mekanisme kerja : obat anti psikosis dalam memblokade dopamine pada
reseptor pasca sinoptik neuron di otak, khususnya system limbic dan
system ekstra pyramidal
 Efek samping : sedasi dan inhabisi psimotor gangguan otonomik yaitu
mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata
kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung.
 Kontra indikasi : penyakit hati, epilepsy, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit system saraf pusat, gangguan kesadaran.

2. Therapy Somatik
Therapy Somatik merupakan suatu therapy yang dilakukan langsung
mengenai tubuh. Adapun yang termasuk therapy somatik adalah :
a. Elektro Convulsif Therapy
 Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik dengan
kekuatan 75-100 volt.
 Cara kerja ini belum diketahui secara jelas, namun dapat dikatakan bahwa
therapy ini dapat memperpendek lamanya serangan Skizofrenia dan dapat
mempermudah kontak dengan orang lain.
b. Pengekangan atau pengikatan
 Pengekangan fisik menggunakan pengekangan mekanik, seperti manset
untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki serta sprei pengekangan
dimana klien dapat di imobilisasi dengan membalutnya.
 Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang mulai menunjukkan perilaku
kekerasan diantaranya : marah-marah, mengamuk
c. Isolasi
 Isolasi dapat menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak
dapat keluar dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya.
 Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang telah melakukan perilaku
kekerasan seperti memukul orang lain/ teman, merusak lingkungan dan
memecahkan barang-barang yang ada didekatnya.

3. Therapy Okupasi
 Therapy Okupasi merupakan suatu ilmu dan seni untuk mencurahkan
partisipasi seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja
dipilih dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan
harga diri seseorang.
 Therapy Okupasi menggunakan pekerjaan atau kegiatan sebagai media
pelaksana.

4. Prinsip Tindakan
Adapun prinsip tindakan keperawatan pada halusinasi adalah sebagai berikut :
 Membina hubungan interpersonal saling percaya dengan cara
mengekspresikan perasaan secara terbuka dan jujur.
 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap observasi tingkah laku
klien yang terkait dengan halusinasi.
 Mengajarkan bagaimana cara mengontrol halusinasi dengan bantuan perawat.
 Fokuskan pada gejala dan minta individu untuk menguraikan apa yang
sedang terjadi, tujuannya adalah untuk memberikan kekuatan kepada individu
dengan membantunya memahami gejala yang dialaminya atau
ditunjukkannya. Hal ini akan menolong individu untuk mengendalikan
penyakitnya, meminta bantuan dan diharapkan dapat mencegah halusinasi yang
lebih kuat.
 Katakan bahwa perawat percaya klien mengalaminya (dengan nada
bersahabat, tanpa menuduh dan menghakimi) katakan bahwa ada klien lain yang
mengalami hal yang sama, katakan bahwa perawat akan membantu.
 Memberikan perhatian pada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar klien
seperti : makan dan minum, mandi dan berhias.
 Bantu individu untuk menguraikan dan membandingkan halusinasi yang
sekarang dengan terakhir yang dialaminya.
 Dorong individu untuk mengamati dan menguraikan pikiran, perasaan dan
tindakannya sekarang atau yang lalu berkaitan dengan halusinasi yang
dialaminya.
 Bantu individu untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan antara halusinasi
dengan kebutuhan yang mungkin tercermin.
 Sarankan dan perkuat penggunaan hubungan interpersonal dalam pemenuhan
kebutuhan.
 Identifikasi bagaimana gejala psikosis lain telah mempengaruhi kemampuan
individu untuk melaksanakan aktifitas hidup sehari-hari.

PSIKODINAMIKA HALUSINASI
Faktor predisposisi

biologis psikologis sosiocultural

Abnormalitas perkembangan Tipe kepribadian lemah dan tidak kemiskinan, konflik sosial
sistem saraf, lesi daerah frontal, bertanggung jawab berpengaruh budaya (perang,
dopamine neurotransmitter, terhadap kemampuan klien dalam kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang
factor biokimia. mengambil keputusan yang tepat
terisolasi disertai stress,
bagi masa depan sehingga klien tinggal di ibukota,
lebih memilih kesenangan sesaat penolakan dari lingkungan
dan lari dari alam nyata kea lam
hayal.

Stresor presipitasi

sifat Jumlah asal waktu

Bio: memikirkan sesuatu Kuantitas Bio:kelelahan,obat-obatan, Sejak kapan


yang tidak nyata halisinasi delirium, intoksikasi alcohol, terjadi
Psiko: tidak termotivasi muncul pada kesulitan tidur untuk waktu yang halusinasi,
dalam hidup klien lama kapan saja
Sosial: kurang sosialisasi Psiko: cemas yang berlebihan terjadi halusinasi
Spiritual: tidak percaya Sosial:gangguan interaksi sosial
Tuhan Spiritual: hilangnya aktivitas
ibadah, kehampaan hidup
Penilaian terhadap stressor
Penilaian terhadap stressor

kognitif afektif fisiologis perilaku sosial

penurunan fungsi ego Ansietas dari Gangguan curiga, ketakutan, Klien asyik dengan
ringan sampai dalam rasa tidak aman, halusinasinya,
berat, takut, komunikasi gelisah, bingung, seolah-olah ia
sedih dan putaran perilaku merusak merupakan tempat
balik otak, diri, kurang untuk memenuhi
Tekanan perhatian, tidak kebutuhan akan
darah mampu mengambil interaksi sosial,
meningkat, keputusan, bicara kontrol diri dan
Mual, Muntah inkoheren, bicara harga diri yang
sendiri, tidak tidak didapatkan
membedakan yang dalam dunia nyata
nyata dengan yang
tidak nyata..

Sumber koping

Kemampuan Dukungan Keyakinan


Aset material
personal sosial positif

ketrampilan yang dukungan emosional Fasilitas teknik


dimiliki klien dan bantuan yang Kesehatan Jiwa, pertahanan
didapatkan untuk Asuransi, dan motivasi
penyelesaian tugas,
pengetahuan dan
kemampuan keluarga
memberikan asuhan
Mekanisme Koping

Konstruktif Destruktif

Respon Logis Regresi


Respon Akurat Proyeksi
Bercerita dengan Menarik diri
Teman Halusinasi
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. INTERVENSI KEPERAWATAN
N DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
O. HASIL
1. Gangguan  Tujuan umum: setelah 1. Obsevasi pasien dari tanda-tanda 1. Intervensi awal akan mencegah
sensori diberikan asuhan halusinasi sikap seperti mendengarkan respons agresif yang diperintah
persepsi : keperawatan selama 5 x sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, dari halusinasinya
Halusinasi pertemuan klien dapat terdiam ditengah-tengah pembicaraan)
mendiskusikan isi 2. Hindari menyentuh pasien sebelum 2. Pasien dapat saja mengartikan
halusinasi dan dapat perawat mengisyaratkan kepada pasien sentuhan sebagai suatu ancaman
mendefinisikan dan bahwa perawat juga tidak apa-apa bila dan berespons dengan cara yang
mengurangi terjadinya doperlakukan seperti itu agresif
halusinasi. 3. Sikap menerima akan mendorong pasien 3. Hal ini penting untuk mencegah
 Kriteria Hasil: untuk menceritakan isi halusinasinya kemungkinan terjadinya cedera
 Klien dapat mengakui dengan perawat terhadap pasien atau orang lain
bahwa halusinasi karena adanya perintah dari
terjadi pada saat halusinasi
ansietas meningkat 4. Jangan dukung halusinasi. Gunakan 4. Perawat harus jujur kepada pasien
secara ekstrem kata-kata ” suara tersebut: dari pada sehingga pasien menyadari bahwa
 Klien dapat kata-kata “ mereka” yang secara tidak halusinasi tersebut adalah tidak
mengatakan tanda- langsung akan memvalidasi hal tersebut. nyata
tanda peningkatan Biarkan pasien tahu bahwa perawat tidak
ansietas dengan sedang membagikan persepsi perawat.
menggunakan teknik Katakan “ mesikpun saya menyadari
tertentu untuk bahwa suara-suara tersebut nyata untuk
memutus ansietas anda, saya sendiri tidak mendengarkan
tersebut suara-suara yang berbicara apapun:.
5. Coba untuk menghubungkan waktu 5. Jika pasien dapat belajar untuk
terjadinya halusinasi dengan waktu menghentikan peningkatan
meningkatnya ansietas. Bantu pasien ansietas, halusinasi dapat dicegah
untuk mengerti hubungan ini
6. Coba untuk mengalihkan pasien dari 6. Keterlibatan pasien dalam
halusinasinya kegiatan-kegiatan interpersonal
dan jelaskan tentang situasi
kegiatan tersebut, hal ini akan
menolong pasien untuk kembali
kepada realita.
2. Gangguan  Tujuan Umum : Tidak TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Persepsi terjadi perilaku kekerasan 1. Bina hubungan saling percaya 1. Hubungan saling percaya sebagai
Sensori : pada diri sendiri dan • Salam terapeutik dasar interaksi yang terapeutik
Halusinasi orang lain. • Perkenalkan diri antara perawat dan klien
 Kriteria Hasil: • Jelaskan tujuan interaksi 2. Ungkapan perasaan oleh klien
 Klien dapat membina • Buat kontrak yang jelas sebagai bukti bahwa klien
hubungan saling • Menerima klien apa adanya mempercayai perawat
percaya • Kontak mata positif 3. Empati perawat akan
 Klien dapat mengenal • Ciptakan lingkungan yang meningkatkan hubungan
halusinasi terapeutik perawat-klien
terapeutik
 Klien dapat 2. Dorong klien dan beri kesempatan untuk
mengontrol halusinasi mengungkapkan perasaannya
 Klien mendapat 3. Dengarkan ungkapan klien dengan rasa
dukungan dari empati.
keluarga dalam TUK 2 : Klien dapat mengenali halusinasinya
mengontrol halusinasi 1. Adakan kontak secara sering dan singkat 1. Mengurangi waktu kosong bagi
Klien memanfaatkan 2. Observasi tingkah laku verbal dan non klien untuk menyendiri.
obat dengan baik verbal klien yang terkait dengan 2. Mengumpulkan data intervensi
halusinasi (sikap seperti mendengarkan terkait dengan halusinasi.
sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, 3. Memperkenalkan hal yang
terdiam di tengah – tengah merupakan realita pada klien.
pembicaraan). 4. Melibatkan klien dalam
3. Terima halusinasi sebagai hal yang nyata memperkenalkan halusinasinya.
bagi klien dan tidak nyata bagi perawat. 5. Mengetahui koping klien sebagai
4. Identifikasi bersama klien tentang waktu data intervensi keperawatan
munculnya halusinasi, isi halusinasi dan selanjutnya.
frekuensi timbulnya halusinasi. 6. Membantu klien mengenali
5. Dorong klien untuk mengungkapkan tingkah lakunya saat halusinasi.
perasaannya ketika halusinasi muncul.
6. Diskusikan dengan klien mengenai
perasaannya saat terjadi halusinasi.
TUK 3 : Klien dapat mengendalikan halusinasinya
1. Identifikasi tindakan klien yang positif. 1. Mengetahui cara – cara klien
2. Beri pujian atas tindakan klien yang mengatasi halusinasi baik yang
positif. positif maupun yang negatif.
3. Bersama klien rencanakan kegiatan 2. Menghargai respon atau upaya
untuk mencegah terjadinya halusinasi. klien.
4. Diskusikan ajarkan cara mengatasi 3. Melibatkan klien dalam
halusinasi. menentukan rencana intervensi.
5. Dorong klien untuk memilih cara yang 4. Memberikan informasi dan
disukai untuk mengontrol halusinasi. alternatif cara mengatasi halusinasi
6. Beri pujian atas pilihan klien yang tepat. pada klien.
7. Dorong klien untuk melakukan tindakan 5. Memberi kesempatan pada klien
yang telah dipilih. untuk memilihkan cara sesuai
8. Diskusikan dengan klien hasil atau kehendak dan kemampuannya.
upaya yang telah dilakukan. 6. Meningkatkan rasa percaya diri
9. Beri penguatan atas upaya yang telah klien.
berhasil dilakukan dan beri solusi jika 7. Motivasi respon klien atas upaya
ada keluhan klien tentang cara yang yang telah dilakukan.
dipilih. 8. Melibatkan klien dalam
menghadapi masalah halusinasi
lanjutan
TUK 4 : Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya
1. Diskusikan dengan klien tentang obat 1. Memberikan informasi dan
untuk mengontrol halusinasinya. meningkatkan pengetahuan klien
2. Bantu klien untuk memutuskan bahwa tentang efek obat terhadap
klien minum obat sesuai program dokter. halusinasinya.
3. Observasi tanda dan gejala terkait efek 2. Memastikan klien meminum obat
dan efek samping. secara teratur.
3. Mengobservasi efektivitas
4. Diskusikan dengan dokter tentang efek program pengobatan.
dan efek samping obat 4. Memastikan efek obat – obatan
yang tidak diharapkan terhadap
klien.
TUK 5 : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengendalikan halusinasi.
1. Bina hubungan saling percaya dengan 1. Sebagai upaya membina hubungan
klien. terapeutik dengan keluarga.
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang 2. Mencari data awal untuk
halusinasi dan tindakan yang dilakukan menentukan intervensi selanjutnya.
keluarga dalam merawat klien. 3. Penguatan untuk menghargai
3. Beri penguatan positif atas upaya yang upaya keluarga.
baik dalam merawat klien. 4. Memberikan informasi dan
4. Diskusikan dan ajarkan dengan keluarga mengajarkan keluarga tentang
tentang : halusinasi, tanda – tanda dan halusinasi dan cara merawat klien.
cara merawat halusinasi. 5. Pujian untuk menghargai keluarga.
5. Beri pujian atas upaya keluarga yang
positif.
SP HALUSINASI PASIEN DAN KELUARGA
Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 1. Menjelaskan masalah yang dirasakan
pasien keluarga dalam merawat pasien
2. Mengidentifikasi isi halusinasi 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi gejala halusinasi, dan jenis halusinasi
pasien yang dialami pasien serta proses
4. Mengidentifikasi frekuensi terjadinya
halusinasi pasien 3. Menjelaskan cara merawat pasien
5. Mengidentifikasi situasi yang dengan halusinasi
menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi respon pasien
terhadap halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik
halusinasi
8. Menganjurkan pasien memasukkan
cara menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan
SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga mempraktekkan cara
pasien merawat pasien dengan halusinasi
2. Melatih pasien mengendalikan 2. Melatih keluarga melakukan cara
halusinasi dengan bercakap-cakap merawat langsung pasien halusinasi
dengan orang lain
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat jadwal
pasien aktivitas di rumah termasuk minum
2. Melatih pasien mengendalikan obat (dischange planning)
halusinasi dengan melakukan 2. Menjelaskan follow up pasien setelah
kegiatan (kegiatan yang biasa pulang
dilakukan pasien dirumah)
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
POHON MASALAH

Resiko tinggi perilaku kekerasan



Perubahan persepsi sensori halusinasi Defisit perawatan diri
 
Isolasi social  menurunnya motivasi perawatan diri

Harga diri rendah kronis

Tidak efektifnya koping individu (Iyus, 2009)
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. 2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung: PT.


Refika Aditama
Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. 2000. Keperawatan Jiwa. Teori dan Tindakan
Keperawatan Jiwa. Jakarta: Dep. Kes R.I.
Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC.
Kusumawati, F. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta: Salemba Medika.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.
Stuart & Sudden .1988. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Stuart GW Sundeen. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Stuart, G.W., dan Laraia, 2003.  Principles and practice of psychiatric Nursing.St. Louis: Mosby
year book.
Towsend, Mary C .1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri. Jakarta: EGC.
Videbeck, S. L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta: EGC.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa.Bandung: PT Refika Aditama
Yosep, Iyus. 2009. Keperwatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai