Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN TUTORIAL

BLOK RESPIRASI

Oleh :
KELOMPOK
VII
1. R. Akhmad Difa Azizi Marzuki (K1A1 17 083)
2. Indi Netanya Abdi (K1A1 20 009)
3. Wa Ode Aprillia Ditasaswati (K1A1 20 027)
4. Wa Ode Vidya Anisa Rahma (K1A1 20 028)
5. Alif Rama Sakti (K1A1 20 037)
6. Fatma Kurniasih (K1A1 20 049)
7. Fawwaz Rizqullah Rivai (K1A1 20 050)
8. Alfian Nur (K1A1 20 079)
9. Alif (K1A1 20 080)
10. Faradila Nur Azahra (K1A1 20 092)
11. Fathul Khaira Agus (K1A1 20 093)
12. Nur An’nisa (K1A1 20 114)
13. Nurul Fitri Rohma (K1A1 20 117)

TUTOR :
dr. Arbi Ardiani Hamzah

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Laporan : Laporan Tutorial

Disusun Oleh :

1. R. Akhmad Difa Azizi Marzuki (K1A1 17 083)


2. Indi Netanya Abdi (K1A1 20 009)
3. Wa Ode Aprillia Ditasaswati (K1A1 20 027)
4. Wa Ode Vidya Anisa Rahma (K1A1 20 028)
5. Alif Rama Sakti (K1A1 20 037)
6. Fatma Kurniasih (K1A1 20 049)
7. Fawwaz Rizqullah Rivai (K1A1 20 050)
8. Alfian Nur (K1A1 20 079)
9. Alif (K1A1 20 080)
10. Faradila Nur Azahra (K1A1 20 092)
11. Fathul Khaira Agus (K1A1 20 093)
12. Nur An’nisa (K1A1 20 114)
13. Nurul Fitri Rohma (K1A1 20 117)

Mata Kuliah : Respirasi


Program Studi : Pendidikan Dokter

Kendari, Maret 2022

Menyetujui,
Tutor,

dr. Arbi Ardiani Hamzah


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan taufiq dan hidayah-Nya sehingga laporan ini dapat
terselesaikan tepat waktu.
Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak terutama kepada
Dokter Pembimbing Tutorial Modul 2 Batuk dan Sesak Pada Dewasa . Tak
lupa pula kami sampaikan rasa terimakasih kami kepada teman-teman yang
telah mendukung, memotivasi, serta membantu kami dalam menyelesaikan
laporan hasil tutorial Batuk dan Sesak Pada Dewasa.
Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kami
juga menyadari bahwa laporan yang kami buat ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran, masukan maupun kritikkan dari
semua kalangan demi kesempurnaan laporan yang kamisusun ini.

Kendari, Maret 2022

Kelompok VII
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
I. SKENARIO............................................................................................... 4
II. KATA SULIT ........................................................................................... 4
III. KATA KUNCI ......................................................................................... 4
IV. PERTANYAAN ....................................................................................... 4
V. PEMBAHASAN ....................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 77
MODUL II BATUK DAN SESAK PADA DEWASA

I. SKENARIO I
Seorang laki-laki 25 thn, mahasiswa kedokteran, datang ke dokter pembimbingnya untuk
menyampaikan kalau ia tidak dapat mengikuti kegiatan di RS karena sakit sekaligus untuk
konsultasi tentang penyakitnya. Ia mengeluh batuk berdahak yang hebat warna mukoid,kadang
kuning dan disertai demam yang hilang timbul. yang dialaminya sejak 2 minggu lalu. Selain itu
ia juga mengeluh sakit kepala, myalgia, anoreksia dan kadang-kadang diare. Suhunya mencapai
38,50C, denyut nadi 100 x/mnt, Tensi 115/70 mmHg, dan pernapasannya 20x/mnt. Sebelumnya
ia juga pernah menderita batuk dan beringus tapi sudah agak baikan setelah minum obat
antitusif dan antibiotik. Ini dialaminya 1 bulan sebelum sakit yang sekarang dideritanya.

II. KATA SULIT


1. Myalgia adalah nyeri otot
2. Antitusif adalah golongan obat yang diberikan untuk meringankan gejala batuk
3. Warna mukoid : menyerupai mucus
4. Anoreksia adalah menurunnya atau hilang nafsu makan

III. KATA/KALIMAT KUNCI


1. Laki laki 25 tahun
2. Gejala batuk berdahak yang hebat warna mucoid, kadang kuning sejak 2 minggu yang lalu
3. Demam yang hilang timbul
4. Gejala sakit kepala, myalgia, anoreksia, dan kadang kadang diare
5. Suhunya mencapai 38,50C, denyut nadi 100 x/menit, Tensi 115/70 mmHg, dan
pernapasannya 20x/menit
6. Riwayat batuk dan beringus sebulan sebelum gejala muncul dan membaik dengan obat
antitusif dan antibiotik

IV. PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi, histologi, dan fisiologi dari organ terkait
2. Sebut dan jelaskan penyakit penyakit dengan gejala batuk dan sesak!
3. Jelaskan etiologi dari penyakit penyakit yang menyebabkan gejala batuk atau sesak!
4. Jelaskan gambaran klinik dari penyakit penyakit yang memiliki gejala batuk dan sesak!
5. Jelaskan patomekanisme dari setiap gejala!
6. Apa hubungan riwayat penyakit sebelumnya dengan keluhan yang dialami pasien saat ini?
7. Bagaimana mekanisme kerja obat antitusif dan antibiotik?
8. Jelaskan langkah langkah diagnosis terkait skenario!
9. Jelaskan dd dan ds terkait skenario!
10. Jelaskan tata laksana baik farmakologi dan nonfarmakologi yang dapat dilakukan!
11. Jelaskan epidemiologi dan pencegahan dari ds!
12. Jelaskan komplikasi dari ds!

5
V. PEMBAHASAN
1. Jelaskan anatomi, histologi, fisiologi organ terkait!
A) Anatomi Sistem Pernafasan
Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu Cavum nasi, faring,
laring, trakea, karina, bronchus principalis, bronchus lobaris, bronchus
segmentalis, bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratoryus, saccus
alveolus, ductus alveolus dan alveoli. Pembungkus paru (pleura) terbagi
menjadi 2 yaitu parietalis (luar) dan Visceralis (dalam), diantara 2
lapisan tersebut terdapat rongga pleura (cavum pleura). (Fernandez,
2018)

Gambar 1. Anatomi Sistem Pernafasan. Fernandez, Gregory


James. 2018. Sistem Pernafasan. Bali : FK Udayana.

1) Hidung
Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris
anterior yang dindingnya tersusun atas jaringan ikat fibrosa dan
tulang rawan. Permukaan luarnya dilapisi kulit dengan kelenjar
sebasea besar dan rambut. Terdapat epitel respirasi: epitel berlapis
silindris bersilia bersel goblet dan mengandung sel basal.
Didalamnya ada konka nasalis superior, medius dan inferior.
Lamina propria pada mukosa hidung umumnya mengandung
banyak pleksus pembuluh darah.

6
Vascularisasi: septum nasi mendapat suplai darah dari : a. ramus
sphenopalatinus yang dipercabangkan oleh a.maxillaris
b. ramus ethmoidalis anterior dan ramus ethmoidalis posterior yang
dipercabangkan oleh a.ophthalmica. c. ramus labialis superior yang
dipercabangkan oleh a.facialis. d. ramus ascendens a.palatina
major.1
Inervasi: Permukaan luar hidung dipersarafi oleh n.nasociliaris
dan n.infraorbitalis. Septum nasi mendapat persarafan dari cabang
n.ethmoidalis anterior di bagian antero- superior, dan dari
n.sphenopalatinus yang dipercabangkan oleh ganglion
pterygopalatinum di bagian postero-inferior. (Fernandez, 2018)

2) Faring
Lanjutan posterior dari rongga mulut. Faring, atau tenggorokan,
adalah saluran berbentuk corong dengan panjang 13 cm. Dinding
faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane mukosa.
Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap
sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses
menelan. Saluran napas dan makanan menyatu dan menyilang.
Pada saat makan makanan dihantarkan ke oesophagus. Pada saat
bernapas udara dihantarkan ke laring. Ada 3 rongga : nasofaring,
orofaring, dan laringofaring. Mukosa pada nasofaring sama dengan
organ respirasi, sedangkan orofaring dan laringofaring sama
dengan saluran cerna. Mukosa faring tidak memilki muskularis
mukosa. Lamina propria tebal, mengandung serat elastin. Lapisan
fibroelastis menyatu dengan jaringan ikat interstisiel. Orofaring dan
laringofaring dilapisi epitel berlapis gepeng, mengandung kelenjar
mukosa murni.
Vaskularisasi :
1. Arteri palatina asenden
2. cabang tonsil arteri facialis
3. arteri faringel asenden
4. cabang arteri maksilaris interna
Inervasi : Motorik yaitu N. Assesorius melalui fleksus faringeal. Sensorik
yaitu fleksus faringeal dari N.Glosso Faringeal. (Fernandez, 2018)
3) Laring
Organ berongga dengan panjang 42 mm dan diameter 40 mm.
Terletak antara faring dan trakea. Dinding dibentuk oleh tulang
rawan tiroid dan krikoid. Muskulus ekstrinsik mengikat laring pada
tulang hyoid. Muskulus intrinsik mengikat laring pada tulang tiroid
dan krikoid berhubungan dengan fonasi. Lapisan laring merupakan
epitel bertingkat silia. Epiglotis memiliki epitel selapis gepeng,
tidak ada kelenjar. Fungsi laring untuk membentuk suara, dan
menutup trakea pada saat menelan (epiglotis). Ada 2 lipatan
mukosa yaitu pita suara palsu (lipat vestibular) dan pita suara (lipat
suara). Celah diantara pita suara disebut rima glotis. Pita suara palsu
7
terdapat mukosa dan lamina propria. Pita suara terdapat jaringan
elastis padat, otot suara ( otot rangka).
Vaskularisasi: A.V Laringeal media dan Inferior. Inervasi: N
Laringealis superior. 1
Inervasi : Laring dipersarafi oleh cabang N.Vagus yaitu Nn.
Laringeus Superior dan Nn.Laringeus Inferior (Nn. Laringeus
Rekuren) kiri dan kanan. (Fernandez, 2018)

4) Trakea

Tersusun atas 16 – 20 cincin tulang rawan. Celah diantaranya


dilapisi oleh jaringan ikat fibro elastik. Struktur trakea terdiri
dari: tulang rawan, mukosa, epitel bersilia, jaringan limfoid dan
kelenjar.
Vascularisasi. Mendapat suplai darah dari a.layngea superior et
inferior. A,laryngea superior merupakan cabang dari a.thyreoidea
superior dan berjalan bersama-sama dengan n.laryngeus internus
menembusi membrana thyreoidea (arteri berada di caudal dari
nervus).
Innervasi. Bersumber pada N.vagus dengan melalui n.laryngeus
superior dan n.recurrens laryngeus. Kedua cabang ini merupakan
saraf gabungan (sensibel dan motoris). (Fernandez, 2018)

5) Paru-paru
Paru (kanan dan kiri) terletak di samping kanan dan kiri
mediastinum. Di antaranya, di dalam mediastinum, terletak jantung
dan pembuluh darah besar. Paru berbentuk kerucut dan diliputi oleh
pleura visceralis. Paru tergantung bebas dan dilekatkan pada
mediastinum oleh radiksnya. Masing-masing paru mempunyai
apex yang tumpul, yang menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5
cm di atas clavicula; basis yang konkaf yang terletak di atas
diaphragma; facies costalis yang konveks yang disebabkan oleh
dinding thorax yang konkaf; facies mediastinalis yang konkaf yang
merupakan cetakan pericardium dan alat-alat mediastinum lainnya.
Sekitar pertengahan facies mediastinalis terdapat hilus pulmonis,
yaitu suatu cekungan di mana bronchus, pembuluh darah, dan saraf
yang membentuk radix pulmonis masuk dan keluar dari paru.
Pinggir anterior tipis dan tumpang tindih dengan jantung; pada
pinggir anterior ini pada paru kiri terdapat incisura cardiaca.
Pinggir posterior tebal dan terletak di samping columna vertebralis.
Lobus dan Fissura
• Paru Kanan sedikit lebih besar dari paru kiri, dan dibagi oleh
fissura obliqua dan fissura horizontalis menjadi tiga lobus; lobus
superior, lobus medius, dan lobus inferior. Fissura obliqua
berjalan dari pinggir inferior ke atas dan belakang menyilang
permukaan medial dan costalis sampai memotong pinggir
posterior. Fissura horizontalis berjalan horizontal menyilang
permukaan costalis dan bertemu dengan fissura obliqua. Lobus
medius merupakan lobus kecil berbentuk segitiga yang dibatasi
oleh fissura horizontalis dan fissura obliqua.
• Paru Kiri dibagi oleh satu fissura (fissura obliqua) menjadi dua
8
lobus: lobus superior dan lobus inferior.

6) Bronchus
Cabang utama trakea disebut bronki primer atau bronki utama.
Bronki primer bercabang menjadi bronki lobar bronki segmental
bronki subsegmental. Struktur bronkus primer mirip dengan trakea
hanya cincin berupa lempeng tulang rawan tidak teratur. Makin ke
distal makin berkurang, dan pada bronkus subsegmental hilang
sama sekali. Otot polos tersusun atas anyaman dan spiral. Mukosa
tersusun atas lipatan memanjang. Epitel bronkus : kolumnar bersilia
dengan banyak sel goblet dan kelenjar submukosa. Lamina propria
: serat retikular, elastin, limfosit, sel mast, eosinofil.
Vascularisasi diperoleh dari arteria thyroidea inferior.
Sedangkan, inervasi diperankan oleh n.vagus, n.recurrens, dan
n.truncus symphaticus. (Fernandez, 2018)

7) Bronchiolus
Cabang ke 12 – 15 bronkus. Tidak mengandung lempeng tulang
rawan, tidak mengandung kelenjar submukosa. Otot polos
bercampur dengan jaringan ikat longgar. Epitel kuboid bersilia dan
sel bronkiolar tanpa silia (sel Clara). Lamina propria tidak
mengandung sel goblet.
Vascularisasi pulmo diperankan oleh ramus dexter dan ramus
sinister arteria pulmonalis, yang merupakan percabangan dari
arteria pulmonalis yang membawa darah untuk pulmo dextra dan
pulmo sinister, yang selanjutnya bercabang-cabang mengikuti
percabangan bronkus dan kapiler-kapilernya mencapai alveolus.
Biasanya pulmo dextra menerima sebuah cabang dari arteria
bronchialis, dan pulmo sinister menerima dua buah cabang dari
arteria bronchialis. Arteri ini dipercabangkan dari dinding ventral
aorta thoracalis bagian proximal.
Inervasi pulmo berasal dari serabut-serabut saraf simpatis dan
nervus vagus membentuk plexus pulmonalis posterior. (Fernandez,
2018)

8) Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis.
Tempat terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara
darah dan udara yang dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta. Bentuknya
bulat poligonal, septa antar alveoli disokong oleh serat kolagen, dan
elastis halus. Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng ( sel alveolar tipe
I ), sel alveolar besar ( sel alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng ( tipe
I) jumlahnya hanya 10% , menempati 95 % alveolar paru.
Sel alveolar besar (tipe II) jumlahnya 12 %, menempati 5 %
alveolar. Sel alveolar gepeng terletak di dekat septa alveolar,
bentuknya lebih tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili pendek,
permukaan licin, memilki badan berlamel. Sel alveolar besar
menghasilkan surfaktan pulmonar.
9
Surfaktan ini fungsinya untuk mengurangi kolaps alveoli pada
akhir ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis epitel disebut interstisial.
Mengandung serat, sel septa (fibroblas), sel mast, sedikit limfosit.
Septa tipis diantara alveoli disebut pori Kohn. Sel fagosit utama
dari alveolar disebut makrofag alveolar. Pada perokok sitoplasma
sel ini terisi badan besar bermembran. Jumlah sel makrofag
melebihi jumlah sel lainnya. (Fernandez, 2018)

9) Pleura
Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini
mengandung serat elastin, fibroblas, kolagen. Yang melekat pada
paru disebut pleura viseral, yang melekat pada dinding toraks
disebut pleura parietal. Ciri khas mengandung banyak kapiler dan
pembuluh limfe. Saraf adalah cabang n. frenikus dan
n. Interkostal.
Vaskularisasi : Paru mendapat darah dari dua sistem arteri, yaitu
arteri pulmonalis dan arteri bronkialis. Arteri pulmonalis bercabang
dua mengikuti bronkus utama kanan dan kiri untuk kemudian
bercabang-cabang membentuk ramifikasi yang memasok darah ke
interstisial paru. Perlu diketahui bahwa pembuluh darah
percabangan dari arteri pulmonalis mempunyai ujung akhir.
Tekanan darah pada arteri pulmonalis sangat rendah sehingga
memungkinkan pertukaran gas dengan baik sekali. Tekanan darah
pada pembuluh yang berasal dari arteri bronkialis lebih tinggi
dibandingkan tekanan pada arteri pulmonalis.
Berbeda dengan percabangan pembuluh darah arteri pulmonalis,
percabangan pembuluh arteri bronkialis tidak mempunyai ujung
akhir. Darah yang dipasok oleh arteri bronkialis sampai ke saluran
pernafasan, septa interlobular, dan pleura. Sepertiga darah yang
meninggalkan paru melalui vena azigos menuju vena cava
sedangkan yang dua pertiga lagi melalui vena pulmonalis ke atrium
kiri. (Fernandez, 2018)

Innervasi : Paru diinervasi oleh saraf parasimpatis nervus vagus


dan saraf simpatis. Otot polos saluran napas diinervasi oleh nervus
vagus aferen, nervus vagus eferen (kolinergik posganglionik).
Pleura parietalis diinervasi oleh nervus interkostalis dan nervus
frenikus, sedangkan pada pleura viseralis tidak terdapat inervasi.
(Fernandez, 2018)

B) Fisiologi Sistem Pernafasan


Fungsi utama respirasi adalah memperoleh o2 untuk digunakan
oleh sel tubuh dan mengeluarkan co2 yang diproduksi oleh sel.
Respirasi mencakup dua proses yang terpisah tetapi berkaitan: respirasi
selular dan respirasi eksternal.
Respirasi selular istilah respirasi selular merujuk pada proses-
proses metabolik intrasel yang dilaksanakan di dalam mitokondria,
yang menggunakan o2 dan menghasilkan co2 selagi mengambil energi
dari molekul nutrient. Kuosien resipirasi (respiratory quotient, rq), rasio
10
co2 yang dihasilkan terhadap o2 yang dikonsumsi, bervariasi
bergantung pada jenis makanan yang dikonsumsi. (Lauralee, 2014)
Respirasi eksternal istilah respirasi eksternal merujuk ke seluruh
rangkaian kejadian dalam pertukaran o2 dan co2 antara lingkungan
eksternal dan sel tubuh. Adapun langkah-langkahnya:
1) Udara secara bergantian dimasukkan ke dalam dan dikeluarkan dari
paru sehingga udara dapat dipertukarkan antara atmosfer (lingkungan
eksternal) dan kantong udara (alveolus) paru. Pertukaran ini
dilaksanakan oleh tindakan mekanis bernapas, atau ventilasi. Kecepatan
ventilasi diatur untuk menyesuaikan aliran udara antara atmosfer dan
alveolus sesuai dengan kebutuhan metabolik tubuh terhadap ambilan o2 dan
pengeluaran co2.
2) O2 dan co2, dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah di dalam
kapiler pulmonal (pulmonal berarti "paru") melalui proses difusi.
3) Darah mengangkut o2 dan co2 antara paru dan jaringan.
4) Langkah o2 dan co2 dipertukarkan antara sel jaringan dan darah melalui
proses difusi menembus kapiler sistemik (jaringan).

Mekanisme respirasi teridiri dari 2 proses yaitu inspirasi dan ekspirasi:


Otot-otot inspirasi yang berkontraksi untuk melaku- kan
inspirasi sewaktu bernapas tenang—mencakup diafragma dan otot
interkostalis eksternal. Sebelum permulaan inspirasi, semua otot- otot
respirasi berada dalam keadaan relaksasi. Pada saat awitan inspirasi,
kontraksi otot-otot inspirasi membuat rongga toraks membesar. Otot
inspirasi utama adalah diafragma, yang disarafi oleh saraf frenikus.
Diafragma dalam keadaan relaksasi berbentuk kubah yang
menonjol ke atas ke dalam rongga toraks. Ketika berkontraksi (pada
stimulasi oleh saraf frenikus), diafragma turun dan memperbesar
volume rongga toraks dengan meningkatkan ukuran vertikal (atas-ke-
bawah. Selama pernapasan tenang diafragma menurun sekitar 1 cm
selama inspirasi, tetapi selama pernapasan berat, diafragma dapat
menurun sebesar 10 cm.
Dinding abdomen, jika melemas, menonjol keluar sewaktu
inspirasi karena diafragma yang turun menekan isi abdomen ke bawah
dan ke depan. Tujuh puluh lima persen pembesaran rongga toraks
sewaktu bernapas tenang dilakukan oleh kontraksi diafragma. Dua set
otot interkostalis terletak di antara iga (inter arti- nya "di antara"; kosta
artinya "iga"). Otot interkostalis eksternal terletak di atas otot
interkostalis internal. Kontraksi otot interkostalis eksternal, yang serat-
seratnya berjalan ke bawah dan depan antara dua iga yang berdekatan,
memperbesar rongga toraks dalam dimensi lateral (sisi-ke-sisi) dan
antero-posterior (depan-ke- belakang).
Ketika berkontraksi, otot interkostalis eksternal mengangkat iga
dan selanjutnya sternum ke atas dan depan. Saraf interkostalis
mengaktifkan otot-otot interkostalis ini selama isnpirasi. Sebelum
inspirasi, pada akhir ekspirasi sebelumnya, tekanan intra-alveolus sama
dengan tekanan atmosfer, sehingga tidak ada udara mengalir masuk atau
keluar paru.
Sewaktu rongga toraks membesar selama inspirasi akibat kontraksi
diafragma, paru juga dipaksa mengembang untuk mengisi rongga toraks

11
yang lebih besar. Sewaktu paru membesar, tekanan intraalveolus turun
karena jumlah molekul udara yang sama kini menempati volume paru
yang lebih besar. Pada gerakan inspirasi biasa, tekanan intra-alveolus turun
1 mm hg menjadi 759 mm hg. Karena tekanan intra-alveolus sekarang
lebih rendah daripada tekanan atmosfer, udara mengalir ke dalam paru
mengikuti gradien tekanan ini.
Udara terus masuk ke paru hingga tidak ada lagi gradient yaitu,
hingga tekanan intraalveolus setara dengan tekanan atmosfer. Karena itu,
ekspansi paru tidak disebabkan oleh udara masuk ke dalam paru udara
mengalir ke dalam paru karena turunnya tekanan intra-alveolus yang
ditimbulkan oleh ekspansi paru. Karena itu, ekspansi paru tidak
disebabkan oleh pergerakan udara ke dalam paru tetapi udara mengalir ke
dalam paru karena penurunan tekanan intra-alveolus yang disebabkan oleh
ekspansi paru. Sewaktu inspirasi, tekanan intrapleura turun menjadi 754
mm hg karena paru yang sangat teregang cenderung menarik paru lebih
jauh lagi dari dinding dada.

Proses ekspirasi adalah ketika relaksasi otot-otot inspirasi pada


akhir inspirasi, otot inspirasi melemas. Diafragma mengambil posisi
aslinya yang seperti kubah ketika melemas. Ketika otot interkos-talis
eksternal melemas, sangkar iga yang sebelumnya terang- katnturun karena
gravitasi.
Tanpa gaya-gaya yang menyebabkan ekspansi dinding dada (dan
karenanya, ekspansi paru), dinding dada dan paru yang semula teregang
mengalami rekoil ke ukuran prainspirasinya karena sifat- sifat elastik
mereka, seperti balon teregang yang dikempiskan. Sewaktu paru
mengalami rekoil dan kembali mengecil, tekanan intra-alveolus meningkat
karena jumlah molekul udara yang lebih banyak yang semula terkandung
di dalam volume paru yang besar pada akhir inspirasi kini termampatkan
ke dalam volume yang lebih kecil.
Pada ekspirasi biasa, tekanan intra-alveolus meningkat sekitar
1 mm hg di atas tekanan atmosfer menjadi 761 mm hg dan meninggalkan
paru menuruni gradien tekanannya. Aliran keluar udara berhenti ketika
tekanan intraalveolus menjadi sama dengan tekanan atmosfer dan gradien
tekanan tidak lagi ada.
1) Selama inspirasi, tekanan intra-alveolus lebih kecil daripada tekanan
almosfer.
2) Selama ekspirasi, tekanan infra-alveolus lebih besar daripada tekanan
almosfer.
3) Pada akhir inspirasi dan ekspirasi, tekanan intra-alveolus same dengan
tekanan atmosfer karena alveolus berkomunikasi langsung dengan
atmosfer, dan udara terus mengalir menuruni gradien tekanan sampai
kedua tekanan seimbang.
4) Sepanjang siklus pernapasan, tekanan intrapleura lebih kecil daripada
tekanan intra-alveolus.

12
5) Karena itu, selalu terdapat gradien tekanan transmural, dan paru
sedikit banyak selalu teregang, bahkan ketika ekspirasi. (Lauralee,
2014)
Gambar 2. Tekanan saat Inspirasi dan Ekspirasi.

Sherwood, l. 2014. Fisiologi manusia dari sel ke


sistem..edisi 8. Jakarta: EGC

C. Histologi Sistem Pernafasan


1. Rongga Hidung

Gambar 3. Histologi Rongga Hidung. Eroschenko,


V P, Atlas Histologi di Fiore, edisi 11. EGC,
Jakarta, 2010

Udara masuk dan keluar melalui rongga hidung. Dengan udara


luar dihubungkan oleh lubang hidung luar (nares eksternal), dengan
faring dihubungkan oleh lubang hidung dalam (nares
internal/khoane). Rongga hidung dipisahkan oleh suatu sekat yang
disebut septum basal, menjadi bagian kiri dan kanan sedangkan dari
rongga mulut dibatasi oleh maksila dan tulang langit-langit mulut.
Rongga hidung dilapisi dengan epitel silindris bersilia yang
51
mengandung banyak sel goblet penghasil lendir. Rongga hidung
dilengkapi dengan rambut hidung yang berfungsi sebagai penghalau
benda-benda asing atau debu yang ikut masuk saat menghirup udara.
Saat udara masuk ke hidung, bulu-bulu hidung berperan
menyaring partikel-partikel debu yang kasar dan zat-zat lain. Mukus
ini, dalam hubungannya dengan sekresi serosa, juga berperan untuk
membasahi udara yang masuk dan melindungi pembatas alveolar
halus dari pengeringan. Selain itu udara juga dihangatkan oleh
jaringan vaskuler superfisial.

2. Laring

Gambar 4 . Histologi Laring. Eroschenko,


V P, Atlas Histologi di Fiore, edisi 11.
EGC, Jakarta, 2010

a) Laring merupakan tabung ireguler yang menghubungkan faring


dengan trakea. Dalam lamina propia terdapat sejumlah rawan
laring, struktur yang paling rumit pada jalan pernapasan.
Rawan-rawan yang lebih besar (tiroid, krikoid, dan sebagian
besar aritenoid) adalah rawan hialin, dan pada orang tua
sebagian dapat mengalami kalsifikasi. Rawan yang lebih kecil
(epiglottis, cuneiformis, kornikulatum, dan ujung aritenoid)
adalah rawan elastin. Ligamentum-ligamentum
menghubungkan rawan-rawan tersebut satu sama lain, dan
sebagian besar bersambung dengan otot-otot intrinsic larynx, di
mana mereka sendiri tidak bersambungan karena mereka adalah
otot lurik. Selain berperanan sebagai penyokong
(mempertahankan agar jalan udara tetap terbuka) rawan-rawan
ini berperanan sebagai katup untuk mencegah makanan atau
cairan yang ditelan masuk trakea. Mereka juga berperanan dalam
pembentukan irama fonasi.
b) Epiglotis, yang menonjol dari pinggir laring, meluas ke faring
dan karena itu mempunyai permukaan yang menghadap ke lidah
dan laring. Seluruh permukaan yang menghadap ke lidah dan
bagian permukaan apikal yang menghadap ke laring diliputi
oleh epitel berlapis gepeng. Ke arah basis epiglottis pada
permukaan yang menghadap laring, epitel mengalami
52
perubahan menjadi epitel bertingkat toraks bersilia.
c) Kelenjar campur mukosa dan serosa terutama terdapat di bawah
epitel toraks, bebas menyebar ke dalam, yang menimbulkan
bercak pada rawan elastin yang berdekatan. Di bawah epiglottis,
mukosa membentuk dua pasang lipatan yang meluas ke dalam
lumen larynx. Pasangan yang di atas merupakan pita suara palsu
(atau lipatan vestibular), dan mereka mempunyai epitel respirasi
yang di bawahnya terletak sejumlah kelenjar seromukosa dalam
lamina proprianya. Pasangan yang bawah merupakan lipatan
yang merupakan pita suara asli. Di dalam pita suara, yang
diliputi oleh epitel berlapis gepeng, terdapat berkas-berkas besar
sejajar dari selaput elastin yang merupakan ligamentum vocale.
Sejajar dengan ligamentum terdpat berkas-berkas otot lurik,
m.vocalis, yang mengatur regangan pita dan ligamentum dan
akibatnya, waktu udara didorong melalui pita-pita menimbulkan
suatu suara dengan tonus yang tidak sama.

3. Trakea

Gambar 5. Histologi Trakea. Eroschenko,


V P, Atlas Histologi di Fiore, edisi 11.
EGC, Jakarta, 2010

Trakea merupakan tabung berdinding tipis yang terletak dari


basis larynx (rawan krikoid)ke tempat di mana trakea bercabang
menjadi 2 bronkus primer. Trakea dibatasi oleh mukosa respirasi.
Di dalam lamina propria terdapat 16-20 rawan hialin berbentuk
seperti huruf C yang berperanan mempertahankan lumen trake agar
tetap terbuka. Ligamentum fibroelastindan berkas-berkas otot polos
(m. trachealis) melekat pada perikondrium dan menghubungkan
ujung-ujung bebas rawan yang berbentuk huruf C tersebut.
Ligamentum mencegah peregangan lumen yang berlebihan,
sementara itu otot memungkinkan rawan saling berdekatan.
Kontraksi otot disertai dengan penyempitan lumen trakea dan
digunakan untuk respon batuk.
Setelah kontraksi, akibat penyempitan lumen trakea akan
53
menambah kecepatan udara ekspirasi, yang membantu
membersihkan jalan udara.

4. Bronkus

Gambar 6. Histologi Bronkus. Eroschenko,


V P, Atlas Histologi di Fiore, edisi 11.
EGC, Jakarta, 2010

a) Trakea membelah menjadi 2 bronkus utama yang masuk ke dalam


paru-paru pada tiap hilus. Selain itu, pada tiap-tiap hilus arteòh
dan vena seòõ` pembuluh limfe masuk dan meninggalkan paru-
paru. Struktur ini dikelilingi oleh jaringan penyambung padat dan
membentuk akar paru- paru. Setelah masuk ke dalam paru-paru,
bronkus primer menuju ke arah bawah dan luar untuk membentuk
3 bronkus pada paru-paru kanan 2 bronkus pada paru-paru kiri.
Bronkus lobaris bercabang-cabang membentuk bronkus yang
lebih kecil yang di sebut Bronkiolus. Masing- masing bronkiolus
masuk ke lobus paru-paru yang membentuk 5-7 bronkiolus
terminalis.
b) Lobulus paru-paru berbentuk piramid dengan apeks yang
mengarah ke arah permukaan paru-paru. Tiap lobulus dibatasi
oleh septum jaringan penyambung tipis yang terlihat pada fetus.
Bronkiolus tidak mempunyai kelenjar pada mukosanya tetapi
hanya ditunjukkan oleh adanya sel- sel goblet yang tersebar
dalam epitel permulaan(bagian luar). Pada bronkiolus yang lebih
besar, epitelnya bersilia dan kekomplekannya berkurang sehingga
menjadi epitel kubis bersilia pada bronkiolus terminalis.
c) Selain sel-sel bersilia, bronkiolus terminal juga mempunyai sel-sel
clara yang permukaan apikalnya berbentuk seperti kubah yang
menonjol ke arah lumen. Sel-sel clara pada manusia merupakan
sel-sel sekretori. Bronkiolus respiratorius dibatasi oleh epitel
kubis bersilia, tetapi pada tepi lubang alveolaris, epitel bronkiolus
menuju epitel pembatas alveolus. Epitel bronkiolus terdiri atas
epitel kubis bersilia tetapi pada bagian yang lebih distal, silia
mungkin tidak ada. Bronkiolus respiratorius digunakan untuk
54
menggambarkan fungsi pada segmen jalannya pernapasan.

d) Duktus alveolaris dan alveoli dibatasi oleh sel-sel epitel selapis


gepeng yang sangat tipis. Dalam lamina propria, di sekitar tepi
alveoli merupakan jala sel otot polos yang saling berhubungan.
Duktus alveolaris bermuara ke dalam atria, ruang yang
menghubungkan antara multilokularis alveoli dengan dua atau
lebih alveolaris pada setiap atrium. Serabut-aerabut elastin
memungkinkan alveoli mengembang pada waktu inspirasi dan
secara pasif berkontraksi pada saat ekspirasi. Kolagen berperan
sebagai penyokong yang mencegah peregangan yang berlebihan
dan sebagai pencegah kerusakan-kerusakan kapiler halus dan
septa alveoli yang tipis.

5. Alveolus

Gambar 7 . Histologi Alveolus. Eroschenko,


V P, Atlas Histologi di Fiore, edisi 11.
EGC, Jakarta, 2010

a) Alveoli merupakan evaginasi kecil seperti kantung dari


bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris , dan sakus alveolaris.
Alveoli merupakan bagian terminal cabang- cabang bronkus dan
bertanggungjawab akan struktur paru- paru yang menyerupai
busa. Secara struktural alveoli menyerupai kantung kecil yang
terbuka pada salah satu sisinya, mirip sarang tawon. Dalam
struktur yang menyerupai mangkok ini, oksigen dan CO2
mengadakan pertukaran antara udara dan darah. Dinding alveoli
dikhususkan untuk menyelenggarakan difusi antar lingkungan
eksterna dan interna. Umumnya, tiap-tiap dinding dari 2 alveoli
yang berdekatan bersatu dan dinamakan septum atau dinding
interalveolaris. Septum Alveolaris terdiri atas dua lapisan epitel
pipih tipis yang diantaranya terdapat kapiler-kapiler, jaringan
penyambung merupakan intertisial. Di dalam interstisial septa
alveolaris paling kaya akan jaringan kapiler dalam tubuh.
b) Untuk mengurang jarak penghalang udara- darah, ke dua lamina
55
basalis umumnya bersatu menjadi satu lamina basalis yang tipis.
Tebal keempat lapisan ini berkisar dari 0,2 m. Dalam septa
imsampai 5 nteralveolaris, kapiler- kapiler pulmonalis yang
beranastomosis disokong oleh jalian serabut kolagen dan elastin.
Serabut-serabut ini, yang dirancang agar memungkinkan
pengembangan dan kontraksi dinding alveoli, merupakan struktur
primer penyokong alveoli. Dalam Interstitial septa juga
ditemukan leukosit, makrofag, dan fibroblast. Oksigen udara
Alveoli masuk ke dalam kapiler darah melalui membran yang
membatasi udara dan alveoli, CO2 berdifusi dengan arah yang
berlawanan. Pelepasan CO2 dari H2CO3 dikatalisis oleh enzim
anhidrase karbonat yang terdapat dalam sel-sel darah merah. Oleh
karena itu, tidaklah mengherankan bila eritrosit mengandung
enzim tersebut lebih banyak dibandingkan sel-sel lain di tubuh.
Paru-paru kira-kira mengandung 300 juta alveoli, jadi sangat
menambah permukaan pertukaran interna, yang telah dihitung
kira-kira 70-80 m2.
c) Sel endotel kapiler sangat tipis sekali dan mempunyai inti yang
lebih kecil, tampak lebih panjang daripada inti sel-sel pembatas,
seringkali mereka bersatu. Endotel yang membatasi kapiler darah
adalah kontinyu dan tidak fenestrata. Secara sitologis, ini dan
organel-organel sel yang lain berkelompok sehingga daerah-
daerah lain sel menjadi sangat tipis sekali dalam rangka
menambah efisiensi pertukaran gas. Gambaran yang paling nyata
dalam sitoplasma pada bagian sel yang tipis adalah banyak
mengandung vesikel-vesikel pinositik. Sel pipih Alveoler, disebut
juga sel tipe I merupakan sel yang sangat tipis yang membatasi
permukaan sel alveoli. Sel ini sangat tipis, kadang-kadang hanya
bergaris tengah 25 nm, sehingga dibutuhkan analisis mikroskop
elektron untuk membuktikan bahwa semua kapiler diliputi oleh
epitel pembatas . Untuk mengurangi tebal penghalang udara-
darah, inti dan organel-organel sel pipih berkelompok sedangkan
sekitar inti sitoplasmanya menyebar, membentuk lapisan
pembatas yang tipis. Sitoplasma pada bagian tipis terutama
mengandung vesikel pinositotik, yang memegang peranan
penting dalam turnover surfaktan (di jelaskan di bawah) dan
pembuangan partikel-partikel kecil yang merupakan kontaminan
dari permukaan luar. Secara sitologis, sel epitel pipih dan sel
endotel kapiler satu sama lain merupakan bayangan cermin.
(Eroschenko, 2010)

6. Pleura
Pleura adalah membran serosa yang meliputi paru-paru. Ia
terdiri atas dua lapisan, yaitu parietal dan viseral, yang
bersambungan pada daerah hilus.
Kedua membran diliputi oleh sel-sel mesotel yang terletak pada
lapisan jaringan penyambung halus yang mengandung serabut
kolagen dan elastin. Serabut-serabut elastin pleura viseralis
bersambungan dengan serabut-serabut yang terdapat pada parenkim
paru-paru.
56
Oleh karena itu, kedua lapisan tersebut membatasai rongga yang
semata-mata dibatasai oleh sel gepeng mesotel.
Dalam keadaan normal, rongga pleura ini hanya mengandung
selaput cairan yang bekerja sebagai agen pelumas, memungkinkan
pergeseran halus permukaan satu dengan yang lainnya selama
pergerakan respirasi.

Pada keadaan patologis tertentu, rongga pleura dapat berubah


menjadi rongga sebenarnya, mengandung cairan atau udara pada
bagian dalamnya. Dinding rongga pleura, seperti semua rongga
serosa (periotenum dan perikardium), sangat permeabel terhadap air
dan zat lain.
Jadi, penimbunan cairan pada rongga ini sering terjadi pada
keadaan-keadaan patologis. Cairan ini berasal dari plasma darah
dengan cara eksudasi. Sebaliknya, pada keadaan tertentu, cairan atau
gas yang terdapat dalam rongga pleura dengan cepat dapat
direabsorbsi. (Gartner L, 2017)

2. Sebut dan jelaskan penyakit penyakit dengan gejala batuk dan sesak!
1. PNEUMONIA
Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan mikroorganisme
(bakteri, virus, jamur, dan parasit). Proses peradangan akan menyebabkan
jaringan paru berupa alveoli dapat dipenuhi cariran atau nanah. Akibatnya
keampuan paru sebagai tempat pertukaran gas (terutama oksigen akan
terganggu). Kekurangan oksigen dalam sel-sel tubuh akan mengganggu
proses metabolisme tubuh. Bila pneumonia tidak ditangani dengan baik,
maka proses peradangan akan terus berlanjut dan menimbulkan berbagai
komplikasi. (Sylvia A. 2006)
2. BRONKITIS
Bronkitis adalah suatu infeksi saluran pernapasan yang menyebabkan
inflamasi yang mengenai trakea, bronkus utama dan menengah yang
bermanifestasi sebagai batuk, dan biasanya akan membaik tanpa terapi
dalam 2 minggu Bronkitis juga merupakan peradangan (inflamasi) pada
selaput lendir (mukosa) bronkus. Peradangan ini mengakibatkan permukaan
bronkus membengkak (menebal) sehingga saluran pernapasan relatif
menyempit. Secara klinis para ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu
penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang
utama dan dominan Bronkitis dapat bersifat akut atau kronis. Bronkitis akut
disebabkan oleh infeksi yang sama yang menyebabkan flu biasa atau
influenza dan berlangsung sekitar beberapa minggu. (Meliyani dan Marni,
2020)

3. TUBERKULOSIS
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditularkan
melalui percikan dahak (droplet) dari penderita tuberkulosis kepada
individu yang rentan. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis
menyerang paru, namun dapat juga menyerang organ lain seperti pleura,
selaput otak, kulit, kelenjar limfe, tulang, sendi, usus, sistem urogenital, dan
lain-lain. (Manurung, 2016)

57
4. SINUSITIS
Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal. Definisi lain
menyebutkan, sinusitis adalah inflamasi dan pembengkakan membrana
mukosa sinus disertai nyeri lokal. Sesuai anatomi sinus yang terkena dapat
dibagi menjadi sinusitis maxilla, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal, dan
sinusitis sphenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis
sedangkan bila mengenai semua sinus disebut paranasal sinusitis. (Munir D.
2006)
5. SILIKOSIS
Silikosis adalah fibrosis paru yang disebabkan oleh menghirup debu yang
mengandung silika bebas, ini adalah yang paling umum dan parah dari
semua pneumoconiosis. Silikosis pada dasarnya adalah fibrosis nodular
paru-paru: ketika nodul menyatu dalam massa yang berserat besar.
(Budiono 2007)

3. Jelaskan etiologi dari penyakit-penyakit yang menyebabkan batuk atau


sesak napas!
1. PNEUMONIA

2. BRONKITIS
Penyebab penyakit bronkitis sering disebabkan oleh virus seperti
Rhinovirus, Respiratory Syncitial virus (RSV), virus influenza, virus para
influenza, dan coxsackie virus serta bakteri seperti chlamydia psittaci,
Chlamydia pneumoniae, mycoplasma pneumonia dan bordetella pertussis.
58
Bronkitis dapat juga disebabkan oleh parasit seperti askariasis dan jamur.
Selain penyakit infeksi, bronkitis dapat pula disebabkan oleh penyebab non
infeksi seperti bahan fisik atau kimia serta faktor risiko lainnya yang
mempermudah seseorang menderita bronkitis misalnya perubahan cuaca,
alergi, polusi udara dan infeksi saluran nafas atas kronik. (Meliyani dan
Marni, 2020)

3. TUBERKULOSIS
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosa. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan
sinar ultraviolet. Ada dua macam Mycobacteria Tuberculosis yaitu tipe
Human dan tipe Bovin. Basil tipe Human bisa berada dibercak ludah
(droplet) dan di udara yang berasal dari penderita TBC, dan orang yang
terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya. (Wim de Jong dalam Amin &
Hardhi, 2015)

4. SINUSITIS
Terdapat banyak faktor menjadi penyebab sesuatu penyakit timbul,
antaranya faktor internal seperti daya tahan tubuh yang menurun akibat
defisiensi gizi yang menyebabkan tubuh rentan dijangkiti penyakit dan
faktor eksternal seperti perubahan musim yang ekstrim, terpapar lingkungan
yang tinggi zat kimiawi, debu, asap tembakau dan lain-lain.
Faktor-faktor lokal tertentu juga dapat menjadi predisposisi penyakit
sinusitis, berupa deformitas rangka, alergi, gangguan geligi, benda asing dan
neoplasma. Adapun agen etiologinya dapat berupa virus, bakteri atau
jamur.(Munir D. 2006)

5. SILIKOSIS
Paparan terhadap crystalline silica merupakan penyebab utama penyakit ini.
Debu silika berasal dari memotong, mengebor atau menggiling tanah, pasir,
granit atau mineral lainnya.(Thomas CR, Timothy RK. A Brief 2010)

4. Jelaskan gambaran klinik dari penyakit penyakit yang memiliki gejala


batuk dan sesak!
A. BRONCHITIS
Keluhan yang di alami pasien dengan bronkitis akut yaitu batuk produktif,
malaise, kesulitan bernapas, dan mengi. Biasanya, batuk mereka adalah
keluhan utama dan dahaknya bening atau kekuningan, meski terkadang
bisa bernanah. Sputum purulen tidak berhubungan dengan infeksi bakteri
atau penggunaan antibiotik. Batuk setelah bronkitis akut biasanya
berlangsung selama 10 sampai 20 hari tetapi kadang-kadang dapat
berlangsung selama 4 minggu atau lebih. Durasi rata-rata batuk setelah
bronkitis akut adalah 18 hari.[Paroxysms batuk disertai dengan inspirasi
whoop atau emesis post-tussive harus meningkatkan kekhawatiran untuk
pertusis. Gejala prodromal infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) seperti
pilek, sakit tenggorokan, demam, dan malaise sering terjadi. Demam
ringan juga dapat terjadi. Demam tingkat tinggi dalam pengaturan
bronkitis akut tidak biasa dan pemeriksaan diagnostik lebih lanjut
diperlukan.

59
Pada pemeriksaan fisik, auskultasi paru dilakukan untuk mendengarkan
bunyi mengi pada paru . Takikardia juga ada dan dapat menyebabkan
terjadinya demam dehidrasi sekunder penyakit virus. (Singh,dkk, 2022)

B. PNEUMONIA
Keluhan yang dialami pasien pneumonia, yaitu sesak napas, demam,
menggigil, batuk ( dapat kering jika disebabkan oleh virus, atau produktif;
mukoid atau purulen atau bercampur darah ), gejala gastrointestinal,
seperti mual, muntah, diare, kelelahan, sakit kepala, myalgia, arthalgia (
jika disebabkan oleh virus ), pada lansia gejala mungkin tidak tampak
jelas, dapat bermanifestasi sebagai disorientasi di awal perjalanan
pernyakit. Tanda yang didapatkan berupa takikardia, takipnea, febris
(>38’C) atau hipotermia, limfadenopati, tampak penggunaan ototo bantu
napas. ( Ardining, dkk, 2020)

C. TBC
Gejala Lokal
• Batuk selama 2 minggu atau lebih, di awal perjalanan penyakit
mungkin tidak produktif, namun seiring dengan nekrosis jaringan
akan timbul sputum.
• Jika inflamasi terjadi pada parenkim paru dekat dengan permukaan
pleura, muncul nyeri pleuritik
• Dispnea jika penyakit luas
• Hemoptisis akibat bronkiektasis dari bekas TB, ruptur pembuluh
darah yang berdilatasi di dinding kavitas lama (aneurisma
Rassmussen), dari erosi lesi terkalsifikasi ke lumen.
Gejala sistemik
• Demam low grade
• Malaise, anoreksia
• Penurunan berat badan
• Keringat malam tanpa aktivitas fisik (Ardining, dkk 2020)
D. SILIKOSIS
a. Sililikosis akut
Manifestasi klinis yang terjadi berupa progresifitas gagal nafas yang
cepat sebagai akibat kehilangan fungsi paru yang normal dan gangguan
pertukaran gas.2 Gejala tambahan yang ditemukan demam, batuk,
penurunan berat badan dan gangguan pernafasan yang berat.
b. Silokosis akselerata
Silikosis akselerata bisa menyebabkan batuk berdahak dan sesak nafas.
Mula-mula sesak nafas hanya terjadi pada saat melakukan aktivitas,
tetapi akhirnya sesak timbul bahkan pada saat beristirahat. Keluhan
pernafasan bisa memburuk dalam waktu 2-5 tahun setelah penderita
berhenti bekerja. Kerusakan di paru-paru bisa mengenai jantung dan
menyebabkan gagal jantung yang bisa berakibat fatal. Jika terpapar oleh
organisme penyebab tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis),
penderita silikosis mempunyai risiko 3 kali lebih besar untuk menderita
tuberculosis.

60
c. Silikosis kronik
Silikosis kronik biasanya tidak berhubungan dengan infeksi
mikobakterial dan cenderung bersifat ringan. Silikosis kronik dapat
berkembang menjadi progressive massive fibrosis (PMF), dimana
merupakan keadaan yang serius dan membahayakan. Pasien dengan
PMF dapat mengalami hipoksik saat istirahat dan memiliki
kecenderangan mengalami infeksi mikobakterial dan pneumotoraks
spontan yang akhirnya dapat menyebabkan gagal nafas.( Salwati,
2017)

E. SINSUSITIS
Gambaran klinis sinusitis meliputi demam,batuk,umumnya batuk kronis
berulang,halitosis( bau mulut), nyeri kepala atau rasa tertekan pada wajah
yang makin berat jika menunduk kedepan (jarang pada anak), pada remaja
dewasa, dapat ditemukan nyeri tekan sinus paranasal, kongesti nasal,
rinore, sekret nasal purulen (unilateral/bilateral) , eritema dan
pembengkakan mukosa hidung, sekret hidung purulen.(Ardining, dkk,
2020)

5. Jelaskan patomekanisme dari setiap gejala!


A. Patomekanisme batuk berdahak disertai warna mukoid yang kuning
Batuk secara umum bukan merupakan gejala patologis dalam penyakit, akan
tetapi sebagai respon fisiologis tubuh. Adapun mekanisme batuk yaitu:
- Fase Iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus d laring, trakea,
bronkus besar, atau serat aferen cabang faring dari nervus
glosofaringeus dapat menimbulkan batuk.Batuk juga timbul bila
reseptor batuk dilapisan faring dan esophagus, rongga pleura dan
saluran telinga luar dirangsang.
- Fase Inspirasi
Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga dengan cepat dan
dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru-paru.
- Fase Kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis dan batuk dapat terjadi
tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu
meningkatkan tekanan intrathoraks walaupun glotis tetap terbuka.
- Fase Ekspirasi
Pada fase ini glottis terbuka secara tiba-tiba akibat konst\raksi aktif
otot-otot ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluarana udara dalam
jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan
pengeluaran benda – benda asing dan bahan –bahan lain. Gerakan
glotis, otot – otot pernafasan, dan bronkus sangat penting dalam
mekanisme batuk karena merupakan fase batuk yang sesungguhnya.
Suara batuk bervariasi akibat getaran secret yang ada dalam saluran
nafas atau getaran pita suara (Guyton, 2008)

Infeksi ataupun iritan pada saluran nafas akan menyebabkan


hipersekresi mukus pada saluran napas besar, hipertrofi kelenjar submukosa
pada trakea dan bronki. Ditandai juga dengan peningkatan sekresi sel goblet
di saluran napas kecil, bronki dan bronkiolus, menyebabkan sekresi mukus
61
berlebihan, sehingga akan memproduksi sputum yang berlebihan. Kondisi
ini kemudian mengaktifkan rangsang batuk dengan tujuan untuk
mengeluarkan benda asing yang telah mengiritasi saluran napas. Jadi batuk
berdahak terjadi akibat dari reaksi pertahanan tubuh.

B. Patomekanisme sakit kepala terutama pagi hari


Pasien pada kasus tersebut mengalami sakit kepala pada pagi hari
karena vasodilatasi pembuluh darah otak. Vasodilatasi ini sendiri terjadi
akibat adanya obstruksi saluran napas oleh dahak yang terakumulasi selama
malam hari. Obtruksi ini mengakibatkan tubuh kekurangan O2 karena tubuh
terutama otak sangat membutuhkan O2, sebagai kompensasinya pembuluh
darah otak mengalami vasodilatasi untuk meningkatkan distribusi O2.
Namun hal ini berakibat pada penekanan reseptor nyeri sehingga timbul
sakit kepala. (White et al., 2012)

C. Patomekanisme Demam
Mekanisme terjadinya demam merupakan mekanisme fisiologis.
Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag,
dan sel - sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai
pirogen endogen IL - 1(interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis Factor α), IL
- 6 (interleukin 6), dan INF (interferon) yang bekerja pada pusat
termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat.
Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di
suhu normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan
menjadi 38,9°C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar
37°C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanismemekanisme respon
dingin untuk meningkatkan suhu tubuh. (Price S.wilson, 2005)
Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan
suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang
diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Rangsangan endogen
seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk
mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL- 1
dan TNF α, selain IL- 6 dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada
sistem saraf pusat tingkat OVLT (Organum Vasculosum Laminae
Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nukleus
preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respon
terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin,
terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur
COX- 2 (cyclooxygenase 2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh
terutama demam. (Price S.wilson, 2005)
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non
prostaglandin melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh
produk lokal MIP-1 (machrophage inflammatory protein- 1) ini tidak dapat
dihambat oleh antipiretik. (Price S.wilson, 2005)
Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi
panas, sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat
mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong
suhu naik. Dengan demikian, pembentukan demam sebagai respon terhadap
rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan
oleh kerusakan mekanisme termoregulasi. (Price S.wilson, 2005)

62
D. Patomekanisme Myalgia
Nyeri otot atau myalgia disebabkan oleh eksitasi ujung saraf bebas
intramuskuler, yang disebut nosiseptor. Pada otot rangka, nosiseptor
tampaknya secara istimewa terlokalisasi di sebelah pembuluh darah kecil.
Proses nosisepsi dimediasi oleh zat endogen seperti bradikinin, serotonin,
dan histamin yang dilepaskan dari sel-sel inflamasi dan berikatan dengan
reseptor spesifik dalam membran nosiseptor. Lebih jauh, neuropeptida
seperti zat P, peptida terkait gen kalsitonin, atau faktor pertumbuhan saraf
yang diubah dalam miopati inflamasi mungkin terlibat dalam proses ini.
(Bahrudin, 2017)

E. Patomekanisme Anoreksia dan diare


Pada sejumlah kasus tertentu, tertelannya bakteri yang menginfeksi
saluran napas dapat ikut mempengaruhi organ gastrointestinal, sehingga
gejala diare dan penurunan berat badan biasanya menjadi salah satu
manifestasi klinis penyakit saluran napas. (Maharani. 2014)
Pada infeksi saluran napas, sekresi mukus meningkat dengan tujuan
untuk mengeluarkan agen penginfeksi. Terkadang dahak yang harusnya
dikeluarkan ternyata masuk di saluran pencernaan. Bakteri yang masuk ini
kemudian mengeluarkan sejumlah enzim yang merusak mukosa vili-vili
usus yang berakibat pada menurunnya absorpsi sari makanan. Proses ini
memicu timbulnya diare sebagai salah satu mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan agen penginfeksi. (Desimoll. 2019)

6. Apa hubungan riwayat penyakit sebelumnya dengan keluhan yang dialami


pasien saat ini?
Kemungkinan pertama, penyakit yang sekarang merupakan perjalanan dari
penyakit terdahulu yang semakin memburuk akibat tidak mendapatkan terapi
yang adekuat. Kemungkinan kedua, penyakit yang sekarang tidak ada
hubungannya dengan penyakit terdahulu. Namun, penyakit terdahulu
merupakan faktor predisposisi timbulnya penyakit yang sekarang. (Rubenstein,
D., et al. 2017)

7. Bagaimana mekanisme kerja obat antitusif dan antibiotik!


A. Antibiotik
Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri, antibiotik
dikelompokkan sebagai berikut. (Pratiwi, 2017) :

1. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri yang memiliki efek


bakterisidal dengan cara memecah enzim dinding sel dan
menghambat enzim dalam sintesis dinding sel. Contohnya antara
lain golongan ß-laktam seperti penisilin, sefalosporin, karbapenem,
monobaktam, serta inhibitor sintesis dinding sel lainnya seperti
vancomysin, basitrasin, fosfomysin, dan daptomysin.
2. Inhibitor sintesis protein bakteri memiliki efek bakterisidal atau
bakteriostatik dengan cara menganggu sintesis protein tanpa
mengganggu sel sel normal dan menghambat tahap-tahap sintesis
protein. Obat- obat yang aktivitasnya menginhibitor sintesis
protein bakteri diantaranya aminoglikosida, makrolida, tetrasiklin,
streptogamin, klindamisin, oksazolidinon, dan kloramfenikol.
63
3. Mengubah permeabilitas membran sel dan memiliki efek
bakteriostatik dengan cara menghilangkan permeabilitas membran
oleh karena hilangnya substansi seluler sehingga menyebabkan sel
menjadi lisis. Obat-obat yang memiliki aktivitas ini antara lain
polimiksin, amfoterisin B, gramisidin, nistatin, dan kolistin.
4. Menghambat sintesa folat. Mekanisme kerja ini terdapat pada obat-
obatan seperti sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri tidak dapat
mengabsorbsi asam folat, tetapi harus membuat asam folat dari
PABA (asam para amino benzoat) dan glutamat. Asam folat
merupakan vitamin namun pada manusia tidak dapat mensintesis
asam folat. Hal ini menjadi suatu target yang baik dan selektif
untuk senyawa-senyawa antimikroba.
5. Mengganggu sintesis DNA. Mekanisme kerja tersebut terdapat
pada obat-obatan seperti metronidasol, kinolon, dan novobiosin.
Obat-obatan ini dapat menghambat asam deoksiribonukleat (DNA)
girase sehingga menghambat sintesis DNA. DNA girase adalah
enzim yang terdapat pada bakteri dengan cara menyebabkan
terbuka dan terbentuknya superheliks pada DNA sehingga
menghambat replikasi DNA.

B. Antitusif
JENIS OBAT ANTITUSIF
Antitusif narkotik
• Kodein
• Diamorfin
• Metadon

Antitusif nonnarkotik
• Dekstrometorfan
• Folkodin
• Difenhidramin
• Noskapin
• prometazin

Mekanisme kerja obat antitusif yaitu dengan menekan batuk dengan


mengubah ambang respon pusat batuk di medula spinalis atau perifer
yaitu menghambat peregangan paru, sehingga menurunkan implus ke pusat
batuk.

Menekan SSP → Menghambat pusat batuk di medulla otak →


meningkatkan ambang refleks batuk.

1. EKSPEKTORAN
a. Sekretolika
Meningkatkan sekresi bronkus à lendir encer. Kerja sekretolirika :
secara refleks menstimulasi serabut aferen parasimpatis/ bekerja
langsung pada sel pembentuk lender. Contoh obat: guaiakol dan
ammonium klorida
b. Mukolitika
Golongan obat yang bekerja dengan cara memecah ikatan kimia
64
mukoprotein dan mukopolisakarida pada dahak serta memecah
ikatan disulfida pada dahak → penurunan viskositas/ kekentalan
dahak → dahak menjadi encer dan tidak lengket → memudahkan
pengeluaran dahak dari saluran napas
Contohnya : Ambroxol HCl (mucopect, Erdosteine, Bromheksin
HCl (bisolvon, mucosulvan), Acetylsistein (fluimucil),
Karboksisistein
c. Sekretomotorika
Menyebabkan Gerakan sekret dan batuk → mengeluarkan sekret
(lendir) tersebut. Kerja sekretomotorika : merangsang kerja silia
dimana menggunakan beta simpatomimetikaà meningkatkan
motilitas silia.

2. Zat pelunak batuk, mekanisme kerjanya memperlunak rangsangan


batuk, melumas tenggorok agar tidak bisa kering dan melunakkan
mukosa yang teriritasi. Untuk tujuan ini banyak digunakan sirup
(Thymi dan Altheae). (Linnisaa et al. 2014)

3. Zat pereda : kodein, noskapin, dekstrometorfan dan pentoksiverin


(Tuclase). Obat-obat dengan kerja sentral ini ampuh sekali pada batuk
kering yang menggelitik. Obat noskapin jenis golongan narkotika dan
dapat menimbulkan adiksi. (Linnisaa et al. 2014)

8. Jelaskan langkah langkah diagnosis terkait skenario!


A. Anamnesis
1) Anamnesis dimulai dengan menanyakan data diri umum yaitu : Nama,
Umur, Alamat, Status perkawinan, Pekerjaan.
2) Menanyakan keluhan utama (batuk) dan menggali riwayat penyakit
sekarang (RPS) menanyakan :
• Onset dan lamanya keluhan batuk
• Sifat dari batuk (kering atau produktif)
• Jika batuk produktif, apakah warna lendir dan apakah disertai darah
• Faktor-faktor yang memperingan atau memperberat keluhan batuk
• Keluhan lain yang menyertai batuk.
3) Riwayat penyakit dahulu (RPD) :
• Apakah pernah menderita penyakit dengan keluhan yang sama
sebelumnya?
• Tanyakan penyakit lain yang pernah diderita
4) Riwayat Pengobatan :
• Apakah sudah pernah berobat atau mengkonsumsi obat ? Apakah nama
obat yang digunakan sebelumnya? Adakah riwayat pengobatan spesifik
6 bulan?
5) Mengenal riwayat psikosial :
• Tanyakan kebiasaan-kebiasaan yang berkaitan/berpengaruh dengan
keluhan sekarang. Misalnya riwayat merokok, riwayat pekerjaan, alergi
akan binatang peliharaan dll.
6) Riwayat penyakit dalam keluarga :
• Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit/keluhan yang
sama, bila ada ditanyakan kedekatannya dengan yang menderita.
Melakukan anamnesis sistem lain dengan menanyakan fungsi
65
fisiologis sistem, dan bila ada gangguan lanjutkan anamnesis
berdasarkan keluhan tersebut.

B. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda vital
Vital sign atau tanda-tanda vital adalah ukuran statistik berbagai fisiologis
yang digunakan untuk membantu menentukan status kesehatan seseorang,
Vital sign terdiri dari Tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh dan pernapasan.
a) Tekanan darah
Tekanan yang di alami darah pada pembuluh arteri ketika darah di
pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh. Pengukuran tekanan
darah dapat di ukurmelalui nilai sistolik dan diastolik. Tekanan darah
dapat diukur dengan alat sphygmomanometer dan stestoskop untuk
mendengar denyut nadi.
b) Denyut nadi
Frekuensi denyut nadi manusia bervariasi,tergantung dari banyak
faktor yang mempengaruhinya, pada saat aktivitas normal dimana
Normal: 60-100 x/mnt, Bradikardi: < 60x/mnt, Takikardi: > 100x/mnt.
c) Suhu tubuh
Suhu tubuh atau temperatur merupakan besaran pokok yang
mengukur derajat panas suatu benda/makhluk hidup. Tindakan dalam
pemeriksaan suhu tubuh alat yang digunakan adalah thermometer. 1
d) Pernapasan
Pernapasan adalah frekuensi proses inspirasi dan ekspirasi dalam
satuan waktu/menit.
2) Inspeksi
Dada dikaji tentang postur bentuk, kesimetrisan serta warna kulit,
perbandingan bentuk dada anterior, posterior, dan transversal pada bayi 1
: 1, dewasa 1 : 2 bentuk abnormal pada kondisi tertentu.
a) Pigeon chest: bentuk dada sepertiburung diameter transversal
sempit, anterior posterior, membesar atau lebar, tulang sternum
menonjol kedepan.
b) Funnel chest : bentuk dada diameter sternum menyempit, anterior
posterior menyempit, transversal melebar.
c) Barrel chest : bentuk dada seperti tong, diameter anterior posterior
transversal memiliki perbandingan 1:1, juga amati kelainan tulang
belakang seperti kifosis, lordosis, dan scoliosis.
Pada pengkajian dada dengan inspeksi juga perhatikan:
• Frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya bernapas.
• Sifat bernapas : pernapasan perut atau dada
• Adakah retraksi dada, jenis : retraksi ringan, sedang, dan berat
• Ekspansi paru simetris ataukah tidak
• Irama pernapasan : pernapasan cepat atau pernapasan dalam
(pernapasan kussmoul)
• Pernapasan biot : pernapasan yang ritme maupun amplitudenya tidak
teratur diselingi periode apnea.
• Cheyne stokes : pernapasan dengan amplitude mula-mula kecil makin
lama makin besar kemudian mengecil lagi diselingi peripde apnea.

66
3) Palpasi
Palpasi dada bertujuan mengkaji kulit pada dinding dada, adanya
nyeri tekan, masssa, kesimetrisan ekspansi paru dengan menggunakan
telapak tangan atau jari sehingga dapat merasakan getaran dinding dada
dengan meminta pasien mengucapkan tujuh puluh tujuh secara berulang –
ulang .getaran yang dirasakan disebut : vocal fremetus. Perabaan dilakukan
diseluruh permukaan dada (kiri,kanan depan, belakang) umumnya
pemeriksaan ini bersifat membandingkan bagian mana yang lebih bergetar
atau kurang bergetar,adanya kondisi pemadatan paru akan terasa lebih
bergetar, adanya kondisi pemadatan paru akan terasa lebih bergetar seperti
pnimonia, keganasan pada pleural effusion atau pneumathorakakan terasa
kurang bergetar.
4) Perkusi
Perkusi dinding thorak dengan cara mengetuk dengan jari tengah,
tangan kanan pada jari tengah tangan kiri yang ditempelkan erat pada
dinding dada celah interkostalis. Perkusi dinding thorak bertujuan untuk
mengetahui batas jantung, paru, serta suara jantung maupun paru. Suara
paru normal yang didapat dengan cara perkusi adalah resonan atau sonor,
redup atau kurang resonan suara perkusi. Pada kasus terjadnya konsolidasi
paru seperti pneumonia, pekak atau datar terdengar mengetuk paha sendiri
seperti kasus adanya cairan rongga pleura, perkusi hepar dan jantung
.hiperesonan/tympani suara perkusi pada daerah berongga terdapat banyak
udara seperti lambung, pneumothorax dan coverna paru.1
a) Batas paru hepar : di ICS 4 sampai ICS ke 6
b) Batas atas kiri jantung : ICS 2-3
c) Batas atas kanan jantung : ICS 2 linea sternalis kanan
d) Batas kiri bawah jantung line media clavicuralis ICS ke 5 kiri.
5) Auskultasi
Auskultasi paru adalah mendengarkan suara pada dinding thorax
menggunakan stetoskope karena sistematik dari atas ke bawah dan
membandngkan kiri maupun kanan suara yang didengar adalah : 1
a) Suara napas
• Vesikuler : suara napas vesikuler terdengar di semua lapang paru yang
normal, bersifat halus, nada rendah,inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.
• Brancho vesikuler: terdengar di daerah percabangan bronchus dan trachea
sekitar sternum dari regio inter scapula maupun ICS 1: 2. Inspirasi sama
panjang dengan ekspirasi.
• Brochial : terdengar di dzerah trachea dan suprasternal notch bersifat
kasar, nada tinggi, inspirasi lebih pendek, atau ekspirasi.
b) Suara tambahan
• Wheezing : terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter
suara nyaring, musikal,suara terus menerus yang berhubungan dengan
aliran udara dengan melalui jalan napas yang menyempit.
• Ronchi : terdngar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara
terdengan perlahan,nyaring, suara mengorok terus-menerus. Berhubungan
dengan sekresi kental dan peningkatan produksi sputum.
• Pleural friction rub : terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara
: kasar, berciut, suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah
pleura. Sering kali klien juga mengalami nyeri saat bernapas dalam.
• Crackles : setap fase lebih sering terdengar saat inspirasi. Karakter suara
meletup, terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang lembab di
67
alveoli atau bronchiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan.Coarse
crackles : lebih menonjol saat ekspirasi.

C. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi
Dada (toraks) merupakan bagian ideal untuk pemeriksaan radiologi.
Parenkim paru- paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil
terhadap jalannya sinar x, sehingga parenkim memberikan bayangan yang
sangat memancar. Bagian yang lebih padat udara akan sukar ditembus sinar
x, sehingga bayangannya lebih padat. Benda yang lebih padat akan
memberikan kesan berwarna lebih putih dari pada bagian yang berbentuk
udara jika dilihat pada lembar hasil radiologi dada.

• Foto toraks pasien TB, Sebagai berikut :


Konsolidasi bercak terutama pada lobus superior
atau daerah apikal, pada lobus inferior yang
sering disertai kavitasi. Efusi pleura, empiema,
atau penebalan pleura.
• Foto Toraks pasien Pneumonia, Sebagai berikut :
area lingkaran merah merupakan pulmonary yang
mengalami inflamasi akibat virus, sehingga
menyebabkan terjadinya pneumonia. Area
tersebut berwarna putih kelabu, karena pulmonary
dipenuhi cairan
• Foto Toraks pasien bronkitis, sebagai berikut :
Pada pemeriksaan foto rontgen dada yang
normal, umumnya corokan vaskuler paru halus
dan tampak hanya di area 1/3 tengah.
Peradangan yang terjadi pada saluran
pernapasan menyebabkan penebalan dinding
dan peningkatan produksi lendir oleh mukosa,
akibatnya pada saat di foto rontgen, saluran yang
seharusnya tampak hitam karena terisi udara, menjadi tampak lebih jelas
karena ada bagian cairan di dinding-dindingnya. Selain itu peradangan
pada saluran bronkus dapat menyebabkan diameter saluran napas
menjadi lebih sempit karena dindingnya menebal, akibatnya udara saat
kita ekspirasi (membuang napas) akan lebih sulit keluar sehingga ada
sebagian udara yang terperangkap di dalam paru yang tampak pada foto
rontgen sebagai bagian paru lebih hitam dan mengembang dibandingkan
gambaran normal paru.

2) Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum bersifat mikroskopis dan penting untuk
diagnosis etiologi berbagai penyakitpernapasan. Pemeriksaan mikroskopis
dapat menjelaskan organisme penyebab penyakit pada berbagai pneumonia
bacterial,tuberkulosa,serta berbagai infeksi jamur. Pemeriksaan etiologi
eksfoliatif pada sputum dapat membantu diagnosis karsinoma paru-
paru.Waktu terbaik pengumpulan sputum adalah setelah bangun tidur
karena sekresi abnormal bronkus cendrung berkumpul pada waktu tidur.
68
3) Bronkoskopi
Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trakea
dan cabang-cabang utamanya. Cara ini paling sering digunakan untuk
memastikan diagnostik, tetapi dapat juga dilakukan untuk membuang benda
asing.Setelah bronkoskopi,pasien tidak boleh makan atau minum- minuman
selama 2-3 jam sampai timbul refleks muntah.Jika tidak, pasien mungkin
akan mengalami aspirasi ke dalam trakeobronkhial.
Pemeriksaan bronkhoskopi dilakukan dengan memasukkan bronkhoskop ke
dalam trakhea dan bronkhi.Dengan menggunakan bronkoskop yang kaku
atau lentur, laring, trakhea, dan bronkhi dapat diamati.Pemeriksaan
diagnostik bronkoskopi termasuk pengamatan cabang trakheobronkhial,
terhadap abnormalitas, biopsi jaringan, dan aspirasi sputum untuk bahan
pemeriksaan.Bronkhoskopi digunakan untuk membantu dalam
mendiagnosis kanker paru. (Ekayanti fika, dkk.2017)

9. Jelaskan DD dan DS terkait skenario!


A. TUBERCULOSIS
a. Defenisi
Tuberkulosis paru yang sering dikenal dengan TBC paru
disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) dan
termasuk penyakit menular . TBC paru mudah menginfeksi pengidap
HIV AIDS orang dengan status gizi buruk dan dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh seseorang . Penularan TBC paru terjadi ketika penderita TBC
paru BTA positif bicara, bersin atau batuk dan secara tidak langsung
penderita mengeluarkan percikan dahak di udara dan terdapat ±3000
percikan dahak yang mengandung kuman (Kristini,2020).

b. Epidemiologi
TB sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan
besar di dunia. Berdasarkan laporan WHO 2018, sebagian besar kasus
TB terjadi di wilayah Asia Tenggara (44%), diikuti dengan Afrika (24%).
Insidensi TB per tahunnya bervariasi, mulai dari 10 dari 100.000 populasi
pada negara berpendapatan tinggi hingga 150-300 per 100.000 penduduk
pada negara 30 besar TB. Di Indonesia diperkirakan ada 845.000 kasus
TB, tetapi baru 543.874 kasus yang dilaporkan ke Kementrian Kesehatan
berdasarkan data Maret 2020. (Liwang, 2020)

c. Etiologi
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis yang memiliki sifat umum:
• Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron
• Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan Metode Ziehl-Neelsen
• Memerlukan media khusus untuk biakan antara lain Lowenstein-
Jensen dan Ogawa
• Pada pemeriksaan di bawah mikroskop, kuman tampak seperti
batang berwarna merah
• Tahan terhadap suhu rendah, dapat bertahan hidup lama pada suhu
antara 4 hingga -70 derajat Celcius . Sangat peka terhadap panas,
69
sinar matahari, dan sinar ultraviolet (paparan langsung terhadap
sinar UV akan membunuh kuman dalam beberapa menit) . Dalam
dahak pada suhu antara 30-37°C, kuman akan mati dalam 1 minggu
• Dapat bersifat dorman (tidur) ( Liwang, 2020).

d. Tanda dan Gejala Pneumonia


Gejala lokal:
• Batuk selama 2 minggu atau lebih, di awal perjalanan penyakit
mungkin tidak produktif, namun seiring dengan nekrosis jaringan
akan timbul sputum.
• Jika inflamasi terjadi pada parenkim paru dekat permukaan pleura,
muncul nyeri pleuritik.
• Dispnea jika penyakit luas.
• Hemoptisis akibat bronkiektasis dari bekas TB, ruptur pembuluh
darah yang berdilatasi di dinding kavitas lama (aneurisma
Rasmussen), dari erosi lesi terkalsifikasi ke lumen.

Gejala sistemik:
• Demam low grade (pada 20% pasien mungkin tidak terjadi demam)
Malaise, anoreksia
• Penurunan berat badan Keringat malam tanpa aktivitas fisik .

Auskultasi:
Dapat ditemukan ronki basah kasar, dengan suara napas bronkial jika
konsolidasi paru terjadi dekat dengan dinding dada. Terdengar suara
napas amforik jika terdapat kavitas( Liwang, 2020).

e. Komplikasi
• Insidensi pneumotoraks spontan adalah 1% pada pasien TB rawat
inap
• Hemoptisis (pada <10% pasien), sering terjadi pada TB aktif
maupun TB sesudah pengobatan tuntas.
• Keganasan
• Tromboembolisme vena, prevalensi pada pasien TB adalah sebesar
2%, 100x lebih tinggi dibandingkan insidensi tromboembolisme
vena pada pasien rawat inap pada umumnya.
• Bronkiektasis
• Paru-paru rusak( Liwang, 2020).

f. Prognosis
Jika tidak diobati, laju kematian akibat TB dapat melebihi 50%.
Dari penelitian di US, ditemukan bahwa case fatality rate nya adalah
4,6%. Faktor faktor yang memengaruhi kematian adalah usia lanjut,
keterlambatan dalam diagnosis TB, luas lesi pada pemeriksaan radiologi,
kebutuhan ventilasi mekanik, HIV, diabetes, dan imunosupresi. Pada
umumnya, pasien dengan TB yang diobati memiliki prognosis baik
70
dengan sekuele minimal atau tanpa sekuele( Liwang, 2020).

B. PNEUMONIA
a. Definisi
Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan bagian
bawah yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) yang secara spesifik
merupakan peradangan parenkim paru yang lebih sering terjadi pada bayi
dan awal masa kanak – kanak. Penyakit ini merupakan infeksi serius
yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada anak di bawah
usia 5 tahun. (Liwang, 2020)

b. Epidemiologi
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013,
insiden pneumonia paling tinggi menjangkiti balita yang berusia antara
12-23 bulan. Persentase mereka mencapai angka 21,7%. Meskipun
prevalesinya menurun dari hasil RISKESDAS tahun 2007, tetapi masih
saja tetap tinggi dibeberapa daerah.1Persentse pneumonia di Indonesia
tahun 2013 sebesar 24,46%, pada tahun 2014 mengalami peningkatan
menjadi 29,47%, dan kembali mengalami peningkatan hingga dua kali
lipat pada tahun 2015 dengan ditemukan pneumonia sebesar
63,45%.2Dari laporan UNICEF tahun 2015 Indonesia merupakan 10
negara dengan kematian balita terbesar akibat pneumonia. Dalam data
tersebut, disebutkan bahwa pada 2015, Indonesia memiliki angka
kematian 147 ribu balita. (Liwang, 2020)

c. Etiologi
Pneumonia disebabkan oleh bakteri: Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, Mycoplasma pneumonia dan Staphylococcus
aureus, virus : Respiratory syntical virus, Influenza A or B virus, Human
rhinovirus, Human merapneumovirus, Adenovirus, dan parainfluenza
virus. Pneumonia dapat disebabkan oleh infeksi dari bakteri, virus dan
jamur. Namun, penyakit pneumonia yang disebabkan karena jamur
sangatlah jarang. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 70%
penyakit pneumonia disebabkan oleh bakteri. Bakteri penyebab
pneumonia yang paling banyak disebabkan oleh bakteri Streptococcus
pneumoniae (50%) dan Haemophilus influenzae (20%) . (Liwang, 2020)

d. Patofisiologi
Pneumonia merupakan penyebabkan utama pneumonia. Pneumococcus
masuk ke dalam paru melalui jalan pernapasan secara percikan (droplet).
Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu : (1) stadium
kongesti : kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat
eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan
makrofag, (2) Stadium hepatisa merah, lobus dan lobulus yang terkena
menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan
pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit
neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini
berlangsung sangat pendek, (3) Stadium hepatisa kelabu, lobus masih
tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura
suram karena diliputi oleh fibrin, Alveolus terisi fibrin dan leukosit,
tempat terjadi fagositosis pneumococcus. Kapiler tidak lagi kongestif, (4)
71
Stadium resolusi eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag
bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak.
Fibrin di reabsorbsi dan menghilang. Secara patologi anatomis
bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi
sebagai bercak – bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan
pengobatan antibiotik urutan stadium khas ini tidak terlihat. (Liwang,
2020)

e. Tanda dan Gejala Pneumonia


1. Gejala Pneumonia Gejala penyakit pneumonia biasanya diketahui
dengan infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari. Selain
didapatkan demam kuning hingga hijau pada bagian penderita juga
ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit
kepala. (Liwang, 2020)
2. Tanda Pneumonia Menurut Misnadiarly (2008) tanda-tanda penyakit
pneumonia pada balita, antara lain: Batuk produktif , Ingus (nasal
discharge), Suara nafas lemah ,Penggunaan obat bantu nafas,
Demam, Cyanosis (kebiru-biruan), Thorax photo menunjukkan
infiltrasi melebar, Sakit kepala, Kekakuan dan nyeri otot, Sesak nafas
, Menggigil, Berkeringat. (Liwang, 2020)

f. Tata Laksana
1. Pneumonia ringan
• Rawat jalan
• Kotrimoksazol (4mgTMP/KgBB/kali-20 mg
sulfametoksazol/kgBB/kali), 2 kali sehari salaam 3 hari atau
amoksisilin 25 mg/kgBB/kali, 2 kali sehari selama 3 hari.
(Liwang, 2020)
2. Pneumonia berat
• Oksigen untuk mempertahankan saturasi > dari 92% di pantau
setiap 4 jam . pada anak yang stabil dapat di lakukan uji coba
tanpa menggunakan oksigen setiap hari. Bila saturasi tetap stabil
pemberian oksigen dapat di hentikan.
• Bila asupan per oral kurang dapat di berikan cairan intravena
dan di lakukan balans cairan ketat agar tidak terjadi hidrasi
berlebihan ( pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi
hormone antidiuretik. (Liwang, 2020)
• Pemberian antibiotic amoksisilin 50-100 mg/kgBB IV atau IM
setiap 8 jam di pantau ketat dalam 72 jam pertama. Bila respon
baik terapi diteruskan hingga 5 hari kemudian dilanjutkan
dengan amoksisilin oral 15 mg/kgBB/kali, 3 hari sekali selama
5 hari berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48
jam atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu,
makan atau minum , kejang, letargis, sianosis, distress
pernapasan berat) tambahakan kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali
IM atau IV setiap 8 jam. (Liwang, 2020)

g. Komplikasi
• Pneumonia staphylococcus
✓ Perburukan klinis yang cepat walaupun sudah di terapi
72
✓ Foto toraks : pneumatokel/ pneumotoraks dengan efusi pleura
✓ Apusan sputum : kokus gram positif
✓ Infeksi kulit yang di sertai pus/ pustule mndukung diagnosis
• Empiema torasis : komplikasi tersering pada pneumonia bakteri
• Perikarditis purulenta
• Infeksi ekstrapulmoner
• Miokarditis ( pada anak usia 2-24 bulan). (Liwang, 2020)

h. Prognosis
Data survey kesehatan nasional menunjukan bahwa 27,6% kematian bayi
dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
respiratory terutama pneumonia. (Liwang, 2020)

C. BRONKITIS AKUT
a. Definisi
Bronkitis akut adalah kondisi klinis umum yang di tandia dengan batuk
dengan atau tanpa produksi sputum, yang berlangsung sedikitnya selama
5 hari. Kondisi ini berasal dari inflamasi yang self limited, sembuh dalam
satu-tiga minggu. Inflamasi terbatas pada saluran pernapasan bagian
bawah yang melibatkan saluran udara besar (bronkus) tanpa di dapati
bukti pneumonia dan terjadi tanpa adanya penyakit paru obstruksi
kronik. Gejala yang dialami berasal dari radang saluran pernapasan
bagian bawah dan paling sering disebabkan oleh infeksi virus. (Liwang,
2020)

b. Epidemiologi
Bronchitis akut umum terjafi di seluruh dunia, merupakan salah satu dari
lima alas an teratas untuk mencari perawatan medis dan sering di temui
dalam praktek klinis. Kondisi ini mencakup sekitar 10% kunjungan
poliklinik di AS atau 100 juta kunjungan per tahun. Insiden bronchitis
akut paling tinggi pada musim gugur dan musim dingin saat transmisi
virus pernapasan memuncak. Bronchitis lebih banyak menyerang pria
daripada wanita dan tidak didapakan perbedaan dalam distribusi ras,
namun bronchitis lebih sering terjadi pada populasi dengan status social
ekonomi rendah dan pada orang-orang yang tinggal di daerah perkotaan
serta industry tinggi. Bronchitis akut di temukan pada semua kelompok
usia, namun paling sering didiagnossi pada anak di bawah usia 5 tahun.
(Liwang, 2020)

c. Etiologi
Penyebab bronkitis akut yang paling sering adalah virus seperti
rhinovirus, respiratory sincytial virus (RSV), virus influenza, virus pada
influenza, dan coxsakie virus. Bronkitis kronis Penyebab-penyebab
bronkitis kronis misalnya asma atau infeksi kronik saluran nafas dan
sebagainya. Faktorfaktor predisposisi dari bronkitis adalah alergi,
perubahan cuaca, populasi udara dan infeksi saluran nafas atas kronik.
(Liwang, 2020)

73
d. Patofisiologi
Bronkitis akut biasanya merupakan kondisi yang tidak berat dan dapat
membaik sendiri, didahului oleh suatu infeksi saluran nafas bagian atas
oleh virus dan infeksi bakteri sekunder oleh S. Pneumonia atau
hemophilus influenza. Adanya bahan-bahan pencemar udara juga
memperburuk keadaan penyakit begitu juga dengan menghisap rokok.
Anak menampilkan batuk-batuk yang sering, kering tidak produktif dan
dimulai berkembang berangsurangsur mulai hari 3 – 4 setelah terjadinya
rinitis. Penderita diganggu oleh suara-suara meniup selama bernafas
(ronki) rasa sakit pada dada dan kadang-kadang terdapat nafas pendek.
Batuk-batuk proksimal dan penyumbatan oleh sekreasi kadang-kadang
berkaitan dengan terjadinya muntah-muntah. Dalam beberapa hari, batuk
tersebut akan produktif dan dahak akan dikeluarkan penderita dari jernih
dan bernanah. Dalam 5–10 hari lendir lebih encer dan berangsur-angsur
menghilang. (Liwang, 2020)

e. Manifestasi Klinik
Gambaran klinik dari bronkitis biasanya dimulai dengan tanda-tanda
infeksi saluran nafas akut atas yang disebabkan oleh virus, batuk mula-
mula kering setelah 2 atau 3 hari batuk mulai berdahak dan menimbulkan
suara lendir. Pada anak, dahak yang mukoid (kental) sudah ditemukan
karena sering ditelan. Mungkin dahak berwarna kuning dan kental tetapi
tidak selalu berarti terjadi infeksi sekunder. Anak besa sering mengeluh
rasa sakit retrosternal dan pad anak kecil dapat terjadi sesak nafas. Pada
beberapa hari pertama tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan dada
tetapi kemunduran dapat timbul ronki basah kasar dan suaraf nafas kasar.
Batuk biasanya akan menghilang setelah 2 – 3 minggu. Bila setelah 2
minggu batuk masih tetap ada kemungkinan terjadi kolaps dan sgmental
atau terjadi infeksi paru sekunder. (Liwang, 2020)

f. Tata Laksana
Sebagian besar terapi bronkitis akut viral bersifat suportif. Pada
kenyataannya, kebanyakan rinitis dapat sembuh tanpa pengobatan sama
sekali. Istirahat yang cukup, kelembaban udara yang cukup, masukan
cairan yang adekuat, serta pemberian asetaminofen pada keadaan demam
bila perlu, sudah mencukupi untuk beberapa kasus. Antibiotik sebaiknya
hanya digunakan bila dicurigai adanya infeksi bakteri atau telah
dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang lainnya. (Liwang, 2020)

g. Komplikasi
Komplikasi terjadi pada sekitar 10% pasien dengan bronchitis akut yang
meliputi superinfeksi bakteri, pneumonia, bronchitis kronis karena
episode bronchitis akut yang berulang, Penyakit saluran udara reaktif dan
hemoptisis. (Liwang, 2020)

h. Prognosis
Prognosis penyakit ini bergantung pada tatalaksana yang tepat atau
mengatasi setiap penyakit yang mendasari. (Liwang, 2020)

74
10. Jelaskan tata laksana baik farmakologi dan non farmakologi yang dapat
dilakukan!
A. Farmakologi
Tujuan pengobatan TB adalah :
- Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas
pasien
- Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
- Mencegah kekambuhan TB
- Mengurangi penularan TB kepada orang lain
- Mencegah perkembangan dan penularan resisten obat.

World Health Organization merekomendasikan obat kombinasi dosis tetap


(KDT) untuk mengurangi risiko terjadinya TB resisten obat akibat
monoterapi. Dengan KDT pasien tidak dapat memilih obat yang diminum,
jumlah butir obat yang harus diminum lebih sedikit sehingga dapat
meningkatkan ketaatan pasien dan kesalahan resep oleh dokter juga
diperkecil karena berdasarkan berat badan.2,8 Dosis harian KDT di
Indonesia distandarisasi menjadi empat kelompok berat badan 30-37 kg BB,
38-54 kg BB, 55-70 kg BB dan lebih dari 70 kg BB.

1. Pengobatan Pasien Baru


Panduan obat yang dianjurkan 2HRZE/4HR dengan pemberian dosis
setiap hari. Bila menggunakan OAT program, maka pemberian dosis
setiap hari pada fase intensif dilanjutkan dengan pemberian dosis tiga kali
seminggu dengan DOT 2HRZE/4 H3R3.

75
2. Pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama seperti kasus
putus obat, kasus kambuh, kasus gagal
Lakukan pemeriksaan Gene-Xpert sebelum pengobatan. Bila hasil Xpert
menunjukkan M.Tb (+) dan sensitive terhadap Rifampisin maka
diberikan regiman 2RHZE/4RH atau bila memakai obat program
2RHZE/4R3H3. Bila hasil Xpert menunjukkan M.Tb (+) dan resisten
terhadap Rifampisin maka dirujuk untuk pengobatan MDR sambil
menunggu hasil biakan dan uji kepekaan.Pengobatan sebaiknya
berdasarkan hasil uji kepekaan secara individual.

3. Penanganan Efek Samping OAT

76
B. Non Farmakologi
• Pengendalian infeksi
• Makan makanan bergizi tinggi kalori dan protein, bila perlu diberikan
vitamin tambahan
• Pengawasan Menelan Obat (PMO) oleh petugas kesehatan

C. Edukasi
• Pengetahuan penyakit TB antara lain cara penularan, cara minum obat,
tidak boleh putus obat, lama pengobatan, memakai masker, dll
• Etika batuk
• Pola hidup bersih dan sehat
• Asupan gizi yang baik

11. Jelaskan epidemiologi dan pencegahan dari ds!


A. Epidemiologi
TB Merupakan salah satu dari 10 penyebab utama kematian dari satu agen
infeksius. 1,3 jutaan orang menderita penyakit ini setiap tahunnya. Penyakit
TB dapat diderita oleh semua kelompok usia, 90% kasus TB dewasa berusia
>15 tahun terdiri dari 64% laki laki, 9% HIV Positif (72% diantaranya dari
Afrika) dan dua pertiga berada di delapan Negara yaitu, : India
(27%),Cina(9%),Indonesia(8%),Filipina (6%), Pakistan (5%),Nigeria
(4%),Bangladesh (4%) dan Afrika Selatan (3%).
Pada tahun 2017, terdapat 1,3 juta kematian diantara orang dengan HIV
negative dan ada tambahan sebesar 300.000 kematian akibat TB di antara
orang dengan HIV-positif. Diperkirakan ada 10,0 juta kasus TB baru (9,0-
11,1 juta) setara dengan 133 kasus (120-148) per 100.000 penduduk.

B. Pencegahan TB
Yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
• Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat
• Membudayakan perilaku etika berbatuk
• Melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas lingkungan yang sesuai
dengan standar rumah sehat
77
• Peningkatan daya tahan tubuh;
• Penanganan penyakit penyerta TB
• Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB di fasilitas pelayanan
kesehatan dan diluar fasilitas pelayanan kesehatan

12. Jelaskan epidemiologi dan pencegahan dari ds!


Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi di bagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut
(Bahar, 2009).

a. Komplikasi dini:

1) Pleuritis

Adalah inflamasi atau perladangan pleura, pleuritis dapat disebabkan oleh


infeksi, cedera atau tumor, keadaan ini bisa terjadi sebagai komplikasi dari
penyakit paru khususnya pneumonia atau kadangkadang dari penyakit TB.
Abses paru atau influenza gejalanya berupa batuk, panas, menggigil, nyeri
yang tajam serta menusuk yang bertambah parah ketika pasien menarik
napas dan pernapasan yang cepat serta dangkal.

2) Efusi pleura

Tipe pleuritis yang ditandai oleh inflamasi dan eksudasi cairan serosa dalam
kavum pleura.

3) Empiema

Pengumpulan pus dalam sebuah rongga, istilah ini paling sering digunakan
pada rongga pleura.

4) Laringitis

Inflamasi selaput mukosa laring yang bisa akut atau kronis, laringitis dapat
menyertai demam, selesma, merokok, dan terkena asap yang mengiritasi
laring.

b. Komplikasi pada stadium lanjut:

1) Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat


mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok
hipovolemik
2) Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
3) Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
4) Pneumotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan
sebagainya.

78
DAFTAR PUSTAKA

Fernandez, Gregory James. 2018. Sistem Pernafasan. Bali : FK Udayana.

Sherwood, l. 2014. Fisiologi manusia dari sel ke sistem.edisi 8. Jakarta: EGC.


Eroschenko, V. P., 2010, Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional, EGC,
Jakarta.

Gartner, leslie P and james L. Hiatt. Color textbook of histology third edition. Philadelphia.
Elseivier Saunder. 2007.

Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Buku 1 dan 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Dorland, W.A. Newman, 2002, KamusKedokteran Dorland, alihbahasaHuriwatiHartanto,


dkk., edisi 29, ECG, Jakarta

Amin, dan Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc. Jilid 3. Yogyakarta: Mediaction Publishing

Thomas CR, Timothy RK. A Brief Review of Silicosis in the UnitedStates. Environmental
Health Insights;2010:4 21–26.

Munir D. 2006. Variasi Anatomis pada Penderita Rinosinusitis Kronis di RSUP H. Adam
Malik Medan. Majalah Kedokteran Nusantara. Vol. 39. No. 3. pp: 225-9.

Singh A, Avula A, Zahn E. Acute bronchitis. [Updated 2022 Feb 17]. At: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.

Ardining, H. Indawatti, W. 2020. Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Kapita Selekta. Edisi
V.

Salawati, L. 2017. Silikosis. Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran.


Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

Ardining, H. Indawatti, W. 2020. Pneumonia . Kapita Selekta. Edisi V.

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/18283/BAB%202.pdf?sequence
=2&isAllowed=y Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 11. Jakarta: EGC

Price S.wilson patofisiologi,ed 6th.jakarta:EGC,2005


https://id.scribd.com/document/415446244/LAPORAN-PENDAHULUAN-
ANOREKSIA-docx

Rubenstein, D., et al. 2017. Lecture Notes: Kedokteran Klinis, Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga

Pratiwi, Rina Hidayati. 2017. Mekanisme Pertahanan Bakteri Patogen Terhadap


Antibiotik. Jurnal Pro-Life Volume 4 Nomor 3, November 2017.
79
https://onlinelearning.uhamka.ac.id/pluginfile.php/525618/mod_resource/content/1/7.%2
0Konsep%20dasar%20penggolongan%20obat%20gangguan%20respirasi%20%28antitus
if%2C%20mukolitik%2C%20ekspektoran%2C%20dekogestan%2C%20bronkodilator%2
9%20dan%20interaksi%20obat-zat%20gizi%20%28DRD%29.pdf

Linnisaa, Uswatun Hasanah & Susi Endra Wati. 2014. Rasionalitas Peresepan
Obat Batuk Ekspektoran Dan Antitusif Di Apotek Jati Medika Periode Oktober-
Desember 2012. IJMS - Indonesian Journal on Medical Science – Volume 1 No 1 –
Januari 2014.

Ekayanti fika, dkk.2017.Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitasi kesehatan primer.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia

Kristianis.T.D., Hamidah.R., 2020., Potensi Penularan Tuberculosis Paru pada Anggota


Keluarga Penderita., Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia., Vol 15(1)

Ferry Liwang, editor; Edwin Wijaya, editor; Patria Wardana yuswar, editor; Nadira
Prajnasari Sanjaya, editor (Media Aesculapius, 2020)

Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana


Tuberkulosis. Jakarta 2013

Kemenkes Dirjen P2PL. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta , 2011.

World Health Organization. Global Tuberculosis Report.2018

Suprapto, S. (2018). PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT DALAM UPAYA


PENCEGAHAN TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATUA
KOTA MAKASSAR. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada , 7 (1), 118-129.

Indah, Marlina. 2018. INFODATIN TUBERKULOSIS. Jakarta :KementrianKesehatan


RI.

80
81

Anda mungkin juga menyukai