BLOK RESPIRASI
Oleh :
KELOMPOK
VII
1. R. Akhmad Difa Azizi Marzuki (K1A1 17 083)
2. Indi Netanya Abdi (K1A1 20 009)
3. Wa Ode Aprillia Ditasaswati (K1A1 20 027)
4. Wa Ode Vidya Anisa Rahma (K1A1 20 028)
5. Alif Rama Sakti (K1A1 20 037)
6. Fatma Kurniasih (K1A1 20 049)
7. Fawwaz Rizqullah Rivai (K1A1 20 050)
8. Alfian Nur (K1A1 20 079)
9. Alif (K1A1 20 080)
10. Faradila Nur Azahra (K1A1 20 092)
11. Fathul Khaira Agus (K1A1 20 093)
12. Nur An’nisa (K1A1 20 114)
13. Nurul Fitri Rohma (K1A1 20 117)
TUTOR :
dr. Arbi Ardiani Hamzah
Disusun Oleh :
Menyetujui,
Tutor,
Kelompok VII
DAFTAR ISI
I. SKENARIO I
Seorang laki-laki 25 thn, mahasiswa kedokteran, datang ke dokter pembimbingnya untuk
menyampaikan kalau ia tidak dapat mengikuti kegiatan di RS karena sakit sekaligus untuk
konsultasi tentang penyakitnya. Ia mengeluh batuk berdahak yang hebat warna mukoid,kadang
kuning dan disertai demam yang hilang timbul. yang dialaminya sejak 2 minggu lalu. Selain itu
ia juga mengeluh sakit kepala, myalgia, anoreksia dan kadang-kadang diare. Suhunya mencapai
38,50C, denyut nadi 100 x/mnt, Tensi 115/70 mmHg, dan pernapasannya 20x/mnt. Sebelumnya
ia juga pernah menderita batuk dan beringus tapi sudah agak baikan setelah minum obat
antitusif dan antibiotik. Ini dialaminya 1 bulan sebelum sakit yang sekarang dideritanya.
IV. PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi, histologi, dan fisiologi dari organ terkait
2. Sebut dan jelaskan penyakit penyakit dengan gejala batuk dan sesak!
3. Jelaskan etiologi dari penyakit penyakit yang menyebabkan gejala batuk atau sesak!
4. Jelaskan gambaran klinik dari penyakit penyakit yang memiliki gejala batuk dan sesak!
5. Jelaskan patomekanisme dari setiap gejala!
6. Apa hubungan riwayat penyakit sebelumnya dengan keluhan yang dialami pasien saat ini?
7. Bagaimana mekanisme kerja obat antitusif dan antibiotik?
8. Jelaskan langkah langkah diagnosis terkait skenario!
9. Jelaskan dd dan ds terkait skenario!
10. Jelaskan tata laksana baik farmakologi dan nonfarmakologi yang dapat dilakukan!
11. Jelaskan epidemiologi dan pencegahan dari ds!
12. Jelaskan komplikasi dari ds!
5
V. PEMBAHASAN
1. Jelaskan anatomi, histologi, fisiologi organ terkait!
A) Anatomi Sistem Pernafasan
Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu Cavum nasi, faring,
laring, trakea, karina, bronchus principalis, bronchus lobaris, bronchus
segmentalis, bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratoryus, saccus
alveolus, ductus alveolus dan alveoli. Pembungkus paru (pleura) terbagi
menjadi 2 yaitu parietalis (luar) dan Visceralis (dalam), diantara 2
lapisan tersebut terdapat rongga pleura (cavum pleura). (Fernandez,
2018)
1) Hidung
Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris
anterior yang dindingnya tersusun atas jaringan ikat fibrosa dan
tulang rawan. Permukaan luarnya dilapisi kulit dengan kelenjar
sebasea besar dan rambut. Terdapat epitel respirasi: epitel berlapis
silindris bersilia bersel goblet dan mengandung sel basal.
Didalamnya ada konka nasalis superior, medius dan inferior.
Lamina propria pada mukosa hidung umumnya mengandung
banyak pleksus pembuluh darah.
6
Vascularisasi: septum nasi mendapat suplai darah dari : a. ramus
sphenopalatinus yang dipercabangkan oleh a.maxillaris
b. ramus ethmoidalis anterior dan ramus ethmoidalis posterior yang
dipercabangkan oleh a.ophthalmica. c. ramus labialis superior yang
dipercabangkan oleh a.facialis. d. ramus ascendens a.palatina
major.1
Inervasi: Permukaan luar hidung dipersarafi oleh n.nasociliaris
dan n.infraorbitalis. Septum nasi mendapat persarafan dari cabang
n.ethmoidalis anterior di bagian antero- superior, dan dari
n.sphenopalatinus yang dipercabangkan oleh ganglion
pterygopalatinum di bagian postero-inferior. (Fernandez, 2018)
2) Faring
Lanjutan posterior dari rongga mulut. Faring, atau tenggorokan,
adalah saluran berbentuk corong dengan panjang 13 cm. Dinding
faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane mukosa.
Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap
sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses
menelan. Saluran napas dan makanan menyatu dan menyilang.
Pada saat makan makanan dihantarkan ke oesophagus. Pada saat
bernapas udara dihantarkan ke laring. Ada 3 rongga : nasofaring,
orofaring, dan laringofaring. Mukosa pada nasofaring sama dengan
organ respirasi, sedangkan orofaring dan laringofaring sama
dengan saluran cerna. Mukosa faring tidak memilki muskularis
mukosa. Lamina propria tebal, mengandung serat elastin. Lapisan
fibroelastis menyatu dengan jaringan ikat interstisiel. Orofaring dan
laringofaring dilapisi epitel berlapis gepeng, mengandung kelenjar
mukosa murni.
Vaskularisasi :
1. Arteri palatina asenden
2. cabang tonsil arteri facialis
3. arteri faringel asenden
4. cabang arteri maksilaris interna
Inervasi : Motorik yaitu N. Assesorius melalui fleksus faringeal. Sensorik
yaitu fleksus faringeal dari N.Glosso Faringeal. (Fernandez, 2018)
3) Laring
Organ berongga dengan panjang 42 mm dan diameter 40 mm.
Terletak antara faring dan trakea. Dinding dibentuk oleh tulang
rawan tiroid dan krikoid. Muskulus ekstrinsik mengikat laring pada
tulang hyoid. Muskulus intrinsik mengikat laring pada tulang tiroid
dan krikoid berhubungan dengan fonasi. Lapisan laring merupakan
epitel bertingkat silia. Epiglotis memiliki epitel selapis gepeng,
tidak ada kelenjar. Fungsi laring untuk membentuk suara, dan
menutup trakea pada saat menelan (epiglotis). Ada 2 lipatan
mukosa yaitu pita suara palsu (lipat vestibular) dan pita suara (lipat
suara). Celah diantara pita suara disebut rima glotis. Pita suara palsu
7
terdapat mukosa dan lamina propria. Pita suara terdapat jaringan
elastis padat, otot suara ( otot rangka).
Vaskularisasi: A.V Laringeal media dan Inferior. Inervasi: N
Laringealis superior. 1
Inervasi : Laring dipersarafi oleh cabang N.Vagus yaitu Nn.
Laringeus Superior dan Nn.Laringeus Inferior (Nn. Laringeus
Rekuren) kiri dan kanan. (Fernandez, 2018)
4) Trakea
5) Paru-paru
Paru (kanan dan kiri) terletak di samping kanan dan kiri
mediastinum. Di antaranya, di dalam mediastinum, terletak jantung
dan pembuluh darah besar. Paru berbentuk kerucut dan diliputi oleh
pleura visceralis. Paru tergantung bebas dan dilekatkan pada
mediastinum oleh radiksnya. Masing-masing paru mempunyai
apex yang tumpul, yang menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5
cm di atas clavicula; basis yang konkaf yang terletak di atas
diaphragma; facies costalis yang konveks yang disebabkan oleh
dinding thorax yang konkaf; facies mediastinalis yang konkaf yang
merupakan cetakan pericardium dan alat-alat mediastinum lainnya.
Sekitar pertengahan facies mediastinalis terdapat hilus pulmonis,
yaitu suatu cekungan di mana bronchus, pembuluh darah, dan saraf
yang membentuk radix pulmonis masuk dan keluar dari paru.
Pinggir anterior tipis dan tumpang tindih dengan jantung; pada
pinggir anterior ini pada paru kiri terdapat incisura cardiaca.
Pinggir posterior tebal dan terletak di samping columna vertebralis.
Lobus dan Fissura
• Paru Kanan sedikit lebih besar dari paru kiri, dan dibagi oleh
fissura obliqua dan fissura horizontalis menjadi tiga lobus; lobus
superior, lobus medius, dan lobus inferior. Fissura obliqua
berjalan dari pinggir inferior ke atas dan belakang menyilang
permukaan medial dan costalis sampai memotong pinggir
posterior. Fissura horizontalis berjalan horizontal menyilang
permukaan costalis dan bertemu dengan fissura obliqua. Lobus
medius merupakan lobus kecil berbentuk segitiga yang dibatasi
oleh fissura horizontalis dan fissura obliqua.
• Paru Kiri dibagi oleh satu fissura (fissura obliqua) menjadi dua
8
lobus: lobus superior dan lobus inferior.
6) Bronchus
Cabang utama trakea disebut bronki primer atau bronki utama.
Bronki primer bercabang menjadi bronki lobar bronki segmental
bronki subsegmental. Struktur bronkus primer mirip dengan trakea
hanya cincin berupa lempeng tulang rawan tidak teratur. Makin ke
distal makin berkurang, dan pada bronkus subsegmental hilang
sama sekali. Otot polos tersusun atas anyaman dan spiral. Mukosa
tersusun atas lipatan memanjang. Epitel bronkus : kolumnar bersilia
dengan banyak sel goblet dan kelenjar submukosa. Lamina propria
: serat retikular, elastin, limfosit, sel mast, eosinofil.
Vascularisasi diperoleh dari arteria thyroidea inferior.
Sedangkan, inervasi diperankan oleh n.vagus, n.recurrens, dan
n.truncus symphaticus. (Fernandez, 2018)
7) Bronchiolus
Cabang ke 12 – 15 bronkus. Tidak mengandung lempeng tulang
rawan, tidak mengandung kelenjar submukosa. Otot polos
bercampur dengan jaringan ikat longgar. Epitel kuboid bersilia dan
sel bronkiolar tanpa silia (sel Clara). Lamina propria tidak
mengandung sel goblet.
Vascularisasi pulmo diperankan oleh ramus dexter dan ramus
sinister arteria pulmonalis, yang merupakan percabangan dari
arteria pulmonalis yang membawa darah untuk pulmo dextra dan
pulmo sinister, yang selanjutnya bercabang-cabang mengikuti
percabangan bronkus dan kapiler-kapilernya mencapai alveolus.
Biasanya pulmo dextra menerima sebuah cabang dari arteria
bronchialis, dan pulmo sinister menerima dua buah cabang dari
arteria bronchialis. Arteri ini dipercabangkan dari dinding ventral
aorta thoracalis bagian proximal.
Inervasi pulmo berasal dari serabut-serabut saraf simpatis dan
nervus vagus membentuk plexus pulmonalis posterior. (Fernandez,
2018)
8) Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis.
Tempat terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara
darah dan udara yang dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta. Bentuknya
bulat poligonal, septa antar alveoli disokong oleh serat kolagen, dan
elastis halus. Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng ( sel alveolar tipe
I ), sel alveolar besar ( sel alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng ( tipe
I) jumlahnya hanya 10% , menempati 95 % alveolar paru.
Sel alveolar besar (tipe II) jumlahnya 12 %, menempati 5 %
alveolar. Sel alveolar gepeng terletak di dekat septa alveolar,
bentuknya lebih tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili pendek,
permukaan licin, memilki badan berlamel. Sel alveolar besar
menghasilkan surfaktan pulmonar.
9
Surfaktan ini fungsinya untuk mengurangi kolaps alveoli pada
akhir ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis epitel disebut interstisial.
Mengandung serat, sel septa (fibroblas), sel mast, sedikit limfosit.
Septa tipis diantara alveoli disebut pori Kohn. Sel fagosit utama
dari alveolar disebut makrofag alveolar. Pada perokok sitoplasma
sel ini terisi badan besar bermembran. Jumlah sel makrofag
melebihi jumlah sel lainnya. (Fernandez, 2018)
9) Pleura
Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini
mengandung serat elastin, fibroblas, kolagen. Yang melekat pada
paru disebut pleura viseral, yang melekat pada dinding toraks
disebut pleura parietal. Ciri khas mengandung banyak kapiler dan
pembuluh limfe. Saraf adalah cabang n. frenikus dan
n. Interkostal.
Vaskularisasi : Paru mendapat darah dari dua sistem arteri, yaitu
arteri pulmonalis dan arteri bronkialis. Arteri pulmonalis bercabang
dua mengikuti bronkus utama kanan dan kiri untuk kemudian
bercabang-cabang membentuk ramifikasi yang memasok darah ke
interstisial paru. Perlu diketahui bahwa pembuluh darah
percabangan dari arteri pulmonalis mempunyai ujung akhir.
Tekanan darah pada arteri pulmonalis sangat rendah sehingga
memungkinkan pertukaran gas dengan baik sekali. Tekanan darah
pada pembuluh yang berasal dari arteri bronkialis lebih tinggi
dibandingkan tekanan pada arteri pulmonalis.
Berbeda dengan percabangan pembuluh darah arteri pulmonalis,
percabangan pembuluh arteri bronkialis tidak mempunyai ujung
akhir. Darah yang dipasok oleh arteri bronkialis sampai ke saluran
pernafasan, septa interlobular, dan pleura. Sepertiga darah yang
meninggalkan paru melalui vena azigos menuju vena cava
sedangkan yang dua pertiga lagi melalui vena pulmonalis ke atrium
kiri. (Fernandez, 2018)
11
yang lebih besar. Sewaktu paru membesar, tekanan intraalveolus turun
karena jumlah molekul udara yang sama kini menempati volume paru
yang lebih besar. Pada gerakan inspirasi biasa, tekanan intra-alveolus turun
1 mm hg menjadi 759 mm hg. Karena tekanan intra-alveolus sekarang
lebih rendah daripada tekanan atmosfer, udara mengalir ke dalam paru
mengikuti gradien tekanan ini.
Udara terus masuk ke paru hingga tidak ada lagi gradient yaitu,
hingga tekanan intraalveolus setara dengan tekanan atmosfer. Karena itu,
ekspansi paru tidak disebabkan oleh udara masuk ke dalam paru udara
mengalir ke dalam paru karena turunnya tekanan intra-alveolus yang
ditimbulkan oleh ekspansi paru. Karena itu, ekspansi paru tidak
disebabkan oleh pergerakan udara ke dalam paru tetapi udara mengalir ke
dalam paru karena penurunan tekanan intra-alveolus yang disebabkan oleh
ekspansi paru. Sewaktu inspirasi, tekanan intrapleura turun menjadi 754
mm hg karena paru yang sangat teregang cenderung menarik paru lebih
jauh lagi dari dinding dada.
12
5) Karena itu, selalu terdapat gradien tekanan transmural, dan paru
sedikit banyak selalu teregang, bahkan ketika ekspirasi. (Lauralee,
2014)
Gambar 2. Tekanan saat Inspirasi dan Ekspirasi.
2. Laring
3. Trakea
4. Bronkus
5. Alveolus
6. Pleura
Pleura adalah membran serosa yang meliputi paru-paru. Ia
terdiri atas dua lapisan, yaitu parietal dan viseral, yang
bersambungan pada daerah hilus.
Kedua membran diliputi oleh sel-sel mesotel yang terletak pada
lapisan jaringan penyambung halus yang mengandung serabut
kolagen dan elastin. Serabut-serabut elastin pleura viseralis
bersambungan dengan serabut-serabut yang terdapat pada parenkim
paru-paru.
56
Oleh karena itu, kedua lapisan tersebut membatasai rongga yang
semata-mata dibatasai oleh sel gepeng mesotel.
Dalam keadaan normal, rongga pleura ini hanya mengandung
selaput cairan yang bekerja sebagai agen pelumas, memungkinkan
pergeseran halus permukaan satu dengan yang lainnya selama
pergerakan respirasi.
2. Sebut dan jelaskan penyakit penyakit dengan gejala batuk dan sesak!
1. PNEUMONIA
Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan mikroorganisme
(bakteri, virus, jamur, dan parasit). Proses peradangan akan menyebabkan
jaringan paru berupa alveoli dapat dipenuhi cariran atau nanah. Akibatnya
keampuan paru sebagai tempat pertukaran gas (terutama oksigen akan
terganggu). Kekurangan oksigen dalam sel-sel tubuh akan mengganggu
proses metabolisme tubuh. Bila pneumonia tidak ditangani dengan baik,
maka proses peradangan akan terus berlanjut dan menimbulkan berbagai
komplikasi. (Sylvia A. 2006)
2. BRONKITIS
Bronkitis adalah suatu infeksi saluran pernapasan yang menyebabkan
inflamasi yang mengenai trakea, bronkus utama dan menengah yang
bermanifestasi sebagai batuk, dan biasanya akan membaik tanpa terapi
dalam 2 minggu Bronkitis juga merupakan peradangan (inflamasi) pada
selaput lendir (mukosa) bronkus. Peradangan ini mengakibatkan permukaan
bronkus membengkak (menebal) sehingga saluran pernapasan relatif
menyempit. Secara klinis para ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu
penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang
utama dan dominan Bronkitis dapat bersifat akut atau kronis. Bronkitis akut
disebabkan oleh infeksi yang sama yang menyebabkan flu biasa atau
influenza dan berlangsung sekitar beberapa minggu. (Meliyani dan Marni,
2020)
3. TUBERKULOSIS
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditularkan
melalui percikan dahak (droplet) dari penderita tuberkulosis kepada
individu yang rentan. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis
menyerang paru, namun dapat juga menyerang organ lain seperti pleura,
selaput otak, kulit, kelenjar limfe, tulang, sendi, usus, sistem urogenital, dan
lain-lain. (Manurung, 2016)
57
4. SINUSITIS
Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal. Definisi lain
menyebutkan, sinusitis adalah inflamasi dan pembengkakan membrana
mukosa sinus disertai nyeri lokal. Sesuai anatomi sinus yang terkena dapat
dibagi menjadi sinusitis maxilla, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal, dan
sinusitis sphenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis
sedangkan bila mengenai semua sinus disebut paranasal sinusitis. (Munir D.
2006)
5. SILIKOSIS
Silikosis adalah fibrosis paru yang disebabkan oleh menghirup debu yang
mengandung silika bebas, ini adalah yang paling umum dan parah dari
semua pneumoconiosis. Silikosis pada dasarnya adalah fibrosis nodular
paru-paru: ketika nodul menyatu dalam massa yang berserat besar.
(Budiono 2007)
2. BRONKITIS
Penyebab penyakit bronkitis sering disebabkan oleh virus seperti
Rhinovirus, Respiratory Syncitial virus (RSV), virus influenza, virus para
influenza, dan coxsackie virus serta bakteri seperti chlamydia psittaci,
Chlamydia pneumoniae, mycoplasma pneumonia dan bordetella pertussis.
58
Bronkitis dapat juga disebabkan oleh parasit seperti askariasis dan jamur.
Selain penyakit infeksi, bronkitis dapat pula disebabkan oleh penyebab non
infeksi seperti bahan fisik atau kimia serta faktor risiko lainnya yang
mempermudah seseorang menderita bronkitis misalnya perubahan cuaca,
alergi, polusi udara dan infeksi saluran nafas atas kronik. (Meliyani dan
Marni, 2020)
3. TUBERKULOSIS
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosa. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan
sinar ultraviolet. Ada dua macam Mycobacteria Tuberculosis yaitu tipe
Human dan tipe Bovin. Basil tipe Human bisa berada dibercak ludah
(droplet) dan di udara yang berasal dari penderita TBC, dan orang yang
terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya. (Wim de Jong dalam Amin &
Hardhi, 2015)
4. SINUSITIS
Terdapat banyak faktor menjadi penyebab sesuatu penyakit timbul,
antaranya faktor internal seperti daya tahan tubuh yang menurun akibat
defisiensi gizi yang menyebabkan tubuh rentan dijangkiti penyakit dan
faktor eksternal seperti perubahan musim yang ekstrim, terpapar lingkungan
yang tinggi zat kimiawi, debu, asap tembakau dan lain-lain.
Faktor-faktor lokal tertentu juga dapat menjadi predisposisi penyakit
sinusitis, berupa deformitas rangka, alergi, gangguan geligi, benda asing dan
neoplasma. Adapun agen etiologinya dapat berupa virus, bakteri atau
jamur.(Munir D. 2006)
5. SILIKOSIS
Paparan terhadap crystalline silica merupakan penyebab utama penyakit ini.
Debu silika berasal dari memotong, mengebor atau menggiling tanah, pasir,
granit atau mineral lainnya.(Thomas CR, Timothy RK. A Brief 2010)
59
Pada pemeriksaan fisik, auskultasi paru dilakukan untuk mendengarkan
bunyi mengi pada paru . Takikardia juga ada dan dapat menyebabkan
terjadinya demam dehidrasi sekunder penyakit virus. (Singh,dkk, 2022)
B. PNEUMONIA
Keluhan yang dialami pasien pneumonia, yaitu sesak napas, demam,
menggigil, batuk ( dapat kering jika disebabkan oleh virus, atau produktif;
mukoid atau purulen atau bercampur darah ), gejala gastrointestinal,
seperti mual, muntah, diare, kelelahan, sakit kepala, myalgia, arthalgia (
jika disebabkan oleh virus ), pada lansia gejala mungkin tidak tampak
jelas, dapat bermanifestasi sebagai disorientasi di awal perjalanan
pernyakit. Tanda yang didapatkan berupa takikardia, takipnea, febris
(>38’C) atau hipotermia, limfadenopati, tampak penggunaan ototo bantu
napas. ( Ardining, dkk, 2020)
C. TBC
Gejala Lokal
• Batuk selama 2 minggu atau lebih, di awal perjalanan penyakit
mungkin tidak produktif, namun seiring dengan nekrosis jaringan
akan timbul sputum.
• Jika inflamasi terjadi pada parenkim paru dekat dengan permukaan
pleura, muncul nyeri pleuritik
• Dispnea jika penyakit luas
• Hemoptisis akibat bronkiektasis dari bekas TB, ruptur pembuluh
darah yang berdilatasi di dinding kavitas lama (aneurisma
Rassmussen), dari erosi lesi terkalsifikasi ke lumen.
Gejala sistemik
• Demam low grade
• Malaise, anoreksia
• Penurunan berat badan
• Keringat malam tanpa aktivitas fisik (Ardining, dkk 2020)
D. SILIKOSIS
a. Sililikosis akut
Manifestasi klinis yang terjadi berupa progresifitas gagal nafas yang
cepat sebagai akibat kehilangan fungsi paru yang normal dan gangguan
pertukaran gas.2 Gejala tambahan yang ditemukan demam, batuk,
penurunan berat badan dan gangguan pernafasan yang berat.
b. Silokosis akselerata
Silikosis akselerata bisa menyebabkan batuk berdahak dan sesak nafas.
Mula-mula sesak nafas hanya terjadi pada saat melakukan aktivitas,
tetapi akhirnya sesak timbul bahkan pada saat beristirahat. Keluhan
pernafasan bisa memburuk dalam waktu 2-5 tahun setelah penderita
berhenti bekerja. Kerusakan di paru-paru bisa mengenai jantung dan
menyebabkan gagal jantung yang bisa berakibat fatal. Jika terpapar oleh
organisme penyebab tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis),
penderita silikosis mempunyai risiko 3 kali lebih besar untuk menderita
tuberculosis.
60
c. Silikosis kronik
Silikosis kronik biasanya tidak berhubungan dengan infeksi
mikobakterial dan cenderung bersifat ringan. Silikosis kronik dapat
berkembang menjadi progressive massive fibrosis (PMF), dimana
merupakan keadaan yang serius dan membahayakan. Pasien dengan
PMF dapat mengalami hipoksik saat istirahat dan memiliki
kecenderangan mengalami infeksi mikobakterial dan pneumotoraks
spontan yang akhirnya dapat menyebabkan gagal nafas.( Salwati,
2017)
E. SINSUSITIS
Gambaran klinis sinusitis meliputi demam,batuk,umumnya batuk kronis
berulang,halitosis( bau mulut), nyeri kepala atau rasa tertekan pada wajah
yang makin berat jika menunduk kedepan (jarang pada anak), pada remaja
dewasa, dapat ditemukan nyeri tekan sinus paranasal, kongesti nasal,
rinore, sekret nasal purulen (unilateral/bilateral) , eritema dan
pembengkakan mukosa hidung, sekret hidung purulen.(Ardining, dkk,
2020)
C. Patomekanisme Demam
Mekanisme terjadinya demam merupakan mekanisme fisiologis.
Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag,
dan sel - sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai
pirogen endogen IL - 1(interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis Factor α), IL
- 6 (interleukin 6), dan INF (interferon) yang bekerja pada pusat
termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat.
Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di
suhu normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan
menjadi 38,9°C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar
37°C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanismemekanisme respon
dingin untuk meningkatkan suhu tubuh. (Price S.wilson, 2005)
Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan
suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang
diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Rangsangan endogen
seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk
mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL- 1
dan TNF α, selain IL- 6 dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada
sistem saraf pusat tingkat OVLT (Organum Vasculosum Laminae
Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nukleus
preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respon
terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin,
terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur
COX- 2 (cyclooxygenase 2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh
terutama demam. (Price S.wilson, 2005)
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non
prostaglandin melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh
produk lokal MIP-1 (machrophage inflammatory protein- 1) ini tidak dapat
dihambat oleh antipiretik. (Price S.wilson, 2005)
Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi
panas, sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat
mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong
suhu naik. Dengan demikian, pembentukan demam sebagai respon terhadap
rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan
oleh kerusakan mekanisme termoregulasi. (Price S.wilson, 2005)
62
D. Patomekanisme Myalgia
Nyeri otot atau myalgia disebabkan oleh eksitasi ujung saraf bebas
intramuskuler, yang disebut nosiseptor. Pada otot rangka, nosiseptor
tampaknya secara istimewa terlokalisasi di sebelah pembuluh darah kecil.
Proses nosisepsi dimediasi oleh zat endogen seperti bradikinin, serotonin,
dan histamin yang dilepaskan dari sel-sel inflamasi dan berikatan dengan
reseptor spesifik dalam membran nosiseptor. Lebih jauh, neuropeptida
seperti zat P, peptida terkait gen kalsitonin, atau faktor pertumbuhan saraf
yang diubah dalam miopati inflamasi mungkin terlibat dalam proses ini.
(Bahrudin, 2017)
B. Antitusif
JENIS OBAT ANTITUSIF
Antitusif narkotik
• Kodein
• Diamorfin
• Metadon
Antitusif nonnarkotik
• Dekstrometorfan
• Folkodin
• Difenhidramin
• Noskapin
• prometazin
1. EKSPEKTORAN
a. Sekretolika
Meningkatkan sekresi bronkus à lendir encer. Kerja sekretolirika :
secara refleks menstimulasi serabut aferen parasimpatis/ bekerja
langsung pada sel pembentuk lender. Contoh obat: guaiakol dan
ammonium klorida
b. Mukolitika
Golongan obat yang bekerja dengan cara memecah ikatan kimia
64
mukoprotein dan mukopolisakarida pada dahak serta memecah
ikatan disulfida pada dahak → penurunan viskositas/ kekentalan
dahak → dahak menjadi encer dan tidak lengket → memudahkan
pengeluaran dahak dari saluran napas
Contohnya : Ambroxol HCl (mucopect, Erdosteine, Bromheksin
HCl (bisolvon, mucosulvan), Acetylsistein (fluimucil),
Karboksisistein
c. Sekretomotorika
Menyebabkan Gerakan sekret dan batuk → mengeluarkan sekret
(lendir) tersebut. Kerja sekretomotorika : merangsang kerja silia
dimana menggunakan beta simpatomimetikaà meningkatkan
motilitas silia.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda vital
Vital sign atau tanda-tanda vital adalah ukuran statistik berbagai fisiologis
yang digunakan untuk membantu menentukan status kesehatan seseorang,
Vital sign terdiri dari Tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh dan pernapasan.
a) Tekanan darah
Tekanan yang di alami darah pada pembuluh arteri ketika darah di
pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh. Pengukuran tekanan
darah dapat di ukurmelalui nilai sistolik dan diastolik. Tekanan darah
dapat diukur dengan alat sphygmomanometer dan stestoskop untuk
mendengar denyut nadi.
b) Denyut nadi
Frekuensi denyut nadi manusia bervariasi,tergantung dari banyak
faktor yang mempengaruhinya, pada saat aktivitas normal dimana
Normal: 60-100 x/mnt, Bradikardi: < 60x/mnt, Takikardi: > 100x/mnt.
c) Suhu tubuh
Suhu tubuh atau temperatur merupakan besaran pokok yang
mengukur derajat panas suatu benda/makhluk hidup. Tindakan dalam
pemeriksaan suhu tubuh alat yang digunakan adalah thermometer. 1
d) Pernapasan
Pernapasan adalah frekuensi proses inspirasi dan ekspirasi dalam
satuan waktu/menit.
2) Inspeksi
Dada dikaji tentang postur bentuk, kesimetrisan serta warna kulit,
perbandingan bentuk dada anterior, posterior, dan transversal pada bayi 1
: 1, dewasa 1 : 2 bentuk abnormal pada kondisi tertentu.
a) Pigeon chest: bentuk dada sepertiburung diameter transversal
sempit, anterior posterior, membesar atau lebar, tulang sternum
menonjol kedepan.
b) Funnel chest : bentuk dada diameter sternum menyempit, anterior
posterior menyempit, transversal melebar.
c) Barrel chest : bentuk dada seperti tong, diameter anterior posterior
transversal memiliki perbandingan 1:1, juga amati kelainan tulang
belakang seperti kifosis, lordosis, dan scoliosis.
Pada pengkajian dada dengan inspeksi juga perhatikan:
• Frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya bernapas.
• Sifat bernapas : pernapasan perut atau dada
• Adakah retraksi dada, jenis : retraksi ringan, sedang, dan berat
• Ekspansi paru simetris ataukah tidak
• Irama pernapasan : pernapasan cepat atau pernapasan dalam
(pernapasan kussmoul)
• Pernapasan biot : pernapasan yang ritme maupun amplitudenya tidak
teratur diselingi periode apnea.
• Cheyne stokes : pernapasan dengan amplitude mula-mula kecil makin
lama makin besar kemudian mengecil lagi diselingi peripde apnea.
66
3) Palpasi
Palpasi dada bertujuan mengkaji kulit pada dinding dada, adanya
nyeri tekan, masssa, kesimetrisan ekspansi paru dengan menggunakan
telapak tangan atau jari sehingga dapat merasakan getaran dinding dada
dengan meminta pasien mengucapkan tujuh puluh tujuh secara berulang –
ulang .getaran yang dirasakan disebut : vocal fremetus. Perabaan dilakukan
diseluruh permukaan dada (kiri,kanan depan, belakang) umumnya
pemeriksaan ini bersifat membandingkan bagian mana yang lebih bergetar
atau kurang bergetar,adanya kondisi pemadatan paru akan terasa lebih
bergetar, adanya kondisi pemadatan paru akan terasa lebih bergetar seperti
pnimonia, keganasan pada pleural effusion atau pneumathorakakan terasa
kurang bergetar.
4) Perkusi
Perkusi dinding thorak dengan cara mengetuk dengan jari tengah,
tangan kanan pada jari tengah tangan kiri yang ditempelkan erat pada
dinding dada celah interkostalis. Perkusi dinding thorak bertujuan untuk
mengetahui batas jantung, paru, serta suara jantung maupun paru. Suara
paru normal yang didapat dengan cara perkusi adalah resonan atau sonor,
redup atau kurang resonan suara perkusi. Pada kasus terjadnya konsolidasi
paru seperti pneumonia, pekak atau datar terdengar mengetuk paha sendiri
seperti kasus adanya cairan rongga pleura, perkusi hepar dan jantung
.hiperesonan/tympani suara perkusi pada daerah berongga terdapat banyak
udara seperti lambung, pneumothorax dan coverna paru.1
a) Batas paru hepar : di ICS 4 sampai ICS ke 6
b) Batas atas kiri jantung : ICS 2-3
c) Batas atas kanan jantung : ICS 2 linea sternalis kanan
d) Batas kiri bawah jantung line media clavicuralis ICS ke 5 kiri.
5) Auskultasi
Auskultasi paru adalah mendengarkan suara pada dinding thorax
menggunakan stetoskope karena sistematik dari atas ke bawah dan
membandngkan kiri maupun kanan suara yang didengar adalah : 1
a) Suara napas
• Vesikuler : suara napas vesikuler terdengar di semua lapang paru yang
normal, bersifat halus, nada rendah,inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.
• Brancho vesikuler: terdengar di daerah percabangan bronchus dan trachea
sekitar sternum dari regio inter scapula maupun ICS 1: 2. Inspirasi sama
panjang dengan ekspirasi.
• Brochial : terdengar di dzerah trachea dan suprasternal notch bersifat
kasar, nada tinggi, inspirasi lebih pendek, atau ekspirasi.
b) Suara tambahan
• Wheezing : terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter
suara nyaring, musikal,suara terus menerus yang berhubungan dengan
aliran udara dengan melalui jalan napas yang menyempit.
• Ronchi : terdngar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara
terdengan perlahan,nyaring, suara mengorok terus-menerus. Berhubungan
dengan sekresi kental dan peningkatan produksi sputum.
• Pleural friction rub : terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara
: kasar, berciut, suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah
pleura. Sering kali klien juga mengalami nyeri saat bernapas dalam.
• Crackles : setap fase lebih sering terdengar saat inspirasi. Karakter suara
meletup, terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang lembab di
67
alveoli atau bronchiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan.Coarse
crackles : lebih menonjol saat ekspirasi.
C. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi
Dada (toraks) merupakan bagian ideal untuk pemeriksaan radiologi.
Parenkim paru- paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil
terhadap jalannya sinar x, sehingga parenkim memberikan bayangan yang
sangat memancar. Bagian yang lebih padat udara akan sukar ditembus sinar
x, sehingga bayangannya lebih padat. Benda yang lebih padat akan
memberikan kesan berwarna lebih putih dari pada bagian yang berbentuk
udara jika dilihat pada lembar hasil radiologi dada.
2) Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum bersifat mikroskopis dan penting untuk
diagnosis etiologi berbagai penyakitpernapasan. Pemeriksaan mikroskopis
dapat menjelaskan organisme penyebab penyakit pada berbagai pneumonia
bacterial,tuberkulosa,serta berbagai infeksi jamur. Pemeriksaan etiologi
eksfoliatif pada sputum dapat membantu diagnosis karsinoma paru-
paru.Waktu terbaik pengumpulan sputum adalah setelah bangun tidur
karena sekresi abnormal bronkus cendrung berkumpul pada waktu tidur.
68
3) Bronkoskopi
Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trakea
dan cabang-cabang utamanya. Cara ini paling sering digunakan untuk
memastikan diagnostik, tetapi dapat juga dilakukan untuk membuang benda
asing.Setelah bronkoskopi,pasien tidak boleh makan atau minum- minuman
selama 2-3 jam sampai timbul refleks muntah.Jika tidak, pasien mungkin
akan mengalami aspirasi ke dalam trakeobronkhial.
Pemeriksaan bronkhoskopi dilakukan dengan memasukkan bronkhoskop ke
dalam trakhea dan bronkhi.Dengan menggunakan bronkoskop yang kaku
atau lentur, laring, trakhea, dan bronkhi dapat diamati.Pemeriksaan
diagnostik bronkoskopi termasuk pengamatan cabang trakheobronkhial,
terhadap abnormalitas, biopsi jaringan, dan aspirasi sputum untuk bahan
pemeriksaan.Bronkhoskopi digunakan untuk membantu dalam
mendiagnosis kanker paru. (Ekayanti fika, dkk.2017)
b. Epidemiologi
TB sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan
besar di dunia. Berdasarkan laporan WHO 2018, sebagian besar kasus
TB terjadi di wilayah Asia Tenggara (44%), diikuti dengan Afrika (24%).
Insidensi TB per tahunnya bervariasi, mulai dari 10 dari 100.000 populasi
pada negara berpendapatan tinggi hingga 150-300 per 100.000 penduduk
pada negara 30 besar TB. Di Indonesia diperkirakan ada 845.000 kasus
TB, tetapi baru 543.874 kasus yang dilaporkan ke Kementrian Kesehatan
berdasarkan data Maret 2020. (Liwang, 2020)
c. Etiologi
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis yang memiliki sifat umum:
• Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron
• Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan Metode Ziehl-Neelsen
• Memerlukan media khusus untuk biakan antara lain Lowenstein-
Jensen dan Ogawa
• Pada pemeriksaan di bawah mikroskop, kuman tampak seperti
batang berwarna merah
• Tahan terhadap suhu rendah, dapat bertahan hidup lama pada suhu
antara 4 hingga -70 derajat Celcius . Sangat peka terhadap panas,
69
sinar matahari, dan sinar ultraviolet (paparan langsung terhadap
sinar UV akan membunuh kuman dalam beberapa menit) . Dalam
dahak pada suhu antara 30-37°C, kuman akan mati dalam 1 minggu
• Dapat bersifat dorman (tidur) ( Liwang, 2020).
Gejala sistemik:
• Demam low grade (pada 20% pasien mungkin tidak terjadi demam)
Malaise, anoreksia
• Penurunan berat badan Keringat malam tanpa aktivitas fisik .
Auskultasi:
Dapat ditemukan ronki basah kasar, dengan suara napas bronkial jika
konsolidasi paru terjadi dekat dengan dinding dada. Terdengar suara
napas amforik jika terdapat kavitas( Liwang, 2020).
e. Komplikasi
• Insidensi pneumotoraks spontan adalah 1% pada pasien TB rawat
inap
• Hemoptisis (pada <10% pasien), sering terjadi pada TB aktif
maupun TB sesudah pengobatan tuntas.
• Keganasan
• Tromboembolisme vena, prevalensi pada pasien TB adalah sebesar
2%, 100x lebih tinggi dibandingkan insidensi tromboembolisme
vena pada pasien rawat inap pada umumnya.
• Bronkiektasis
• Paru-paru rusak( Liwang, 2020).
f. Prognosis
Jika tidak diobati, laju kematian akibat TB dapat melebihi 50%.
Dari penelitian di US, ditemukan bahwa case fatality rate nya adalah
4,6%. Faktor faktor yang memengaruhi kematian adalah usia lanjut,
keterlambatan dalam diagnosis TB, luas lesi pada pemeriksaan radiologi,
kebutuhan ventilasi mekanik, HIV, diabetes, dan imunosupresi. Pada
umumnya, pasien dengan TB yang diobati memiliki prognosis baik
70
dengan sekuele minimal atau tanpa sekuele( Liwang, 2020).
B. PNEUMONIA
a. Definisi
Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan bagian
bawah yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) yang secara spesifik
merupakan peradangan parenkim paru yang lebih sering terjadi pada bayi
dan awal masa kanak – kanak. Penyakit ini merupakan infeksi serius
yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada anak di bawah
usia 5 tahun. (Liwang, 2020)
b. Epidemiologi
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013,
insiden pneumonia paling tinggi menjangkiti balita yang berusia antara
12-23 bulan. Persentase mereka mencapai angka 21,7%. Meskipun
prevalesinya menurun dari hasil RISKESDAS tahun 2007, tetapi masih
saja tetap tinggi dibeberapa daerah.1Persentse pneumonia di Indonesia
tahun 2013 sebesar 24,46%, pada tahun 2014 mengalami peningkatan
menjadi 29,47%, dan kembali mengalami peningkatan hingga dua kali
lipat pada tahun 2015 dengan ditemukan pneumonia sebesar
63,45%.2Dari laporan UNICEF tahun 2015 Indonesia merupakan 10
negara dengan kematian balita terbesar akibat pneumonia. Dalam data
tersebut, disebutkan bahwa pada 2015, Indonesia memiliki angka
kematian 147 ribu balita. (Liwang, 2020)
c. Etiologi
Pneumonia disebabkan oleh bakteri: Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, Mycoplasma pneumonia dan Staphylococcus
aureus, virus : Respiratory syntical virus, Influenza A or B virus, Human
rhinovirus, Human merapneumovirus, Adenovirus, dan parainfluenza
virus. Pneumonia dapat disebabkan oleh infeksi dari bakteri, virus dan
jamur. Namun, penyakit pneumonia yang disebabkan karena jamur
sangatlah jarang. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 70%
penyakit pneumonia disebabkan oleh bakteri. Bakteri penyebab
pneumonia yang paling banyak disebabkan oleh bakteri Streptococcus
pneumoniae (50%) dan Haemophilus influenzae (20%) . (Liwang, 2020)
d. Patofisiologi
Pneumonia merupakan penyebabkan utama pneumonia. Pneumococcus
masuk ke dalam paru melalui jalan pernapasan secara percikan (droplet).
Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu : (1) stadium
kongesti : kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat
eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan
makrofag, (2) Stadium hepatisa merah, lobus dan lobulus yang terkena
menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan
pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit
neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini
berlangsung sangat pendek, (3) Stadium hepatisa kelabu, lobus masih
tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura
suram karena diliputi oleh fibrin, Alveolus terisi fibrin dan leukosit,
tempat terjadi fagositosis pneumococcus. Kapiler tidak lagi kongestif, (4)
71
Stadium resolusi eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag
bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak.
Fibrin di reabsorbsi dan menghilang. Secara patologi anatomis
bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi
sebagai bercak – bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan
pengobatan antibiotik urutan stadium khas ini tidak terlihat. (Liwang,
2020)
f. Tata Laksana
1. Pneumonia ringan
• Rawat jalan
• Kotrimoksazol (4mgTMP/KgBB/kali-20 mg
sulfametoksazol/kgBB/kali), 2 kali sehari salaam 3 hari atau
amoksisilin 25 mg/kgBB/kali, 2 kali sehari selama 3 hari.
(Liwang, 2020)
2. Pneumonia berat
• Oksigen untuk mempertahankan saturasi > dari 92% di pantau
setiap 4 jam . pada anak yang stabil dapat di lakukan uji coba
tanpa menggunakan oksigen setiap hari. Bila saturasi tetap stabil
pemberian oksigen dapat di hentikan.
• Bila asupan per oral kurang dapat di berikan cairan intravena
dan di lakukan balans cairan ketat agar tidak terjadi hidrasi
berlebihan ( pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi
hormone antidiuretik. (Liwang, 2020)
• Pemberian antibiotic amoksisilin 50-100 mg/kgBB IV atau IM
setiap 8 jam di pantau ketat dalam 72 jam pertama. Bila respon
baik terapi diteruskan hingga 5 hari kemudian dilanjutkan
dengan amoksisilin oral 15 mg/kgBB/kali, 3 hari sekali selama
5 hari berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48
jam atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu,
makan atau minum , kejang, letargis, sianosis, distress
pernapasan berat) tambahakan kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali
IM atau IV setiap 8 jam. (Liwang, 2020)
g. Komplikasi
• Pneumonia staphylococcus
✓ Perburukan klinis yang cepat walaupun sudah di terapi
72
✓ Foto toraks : pneumatokel/ pneumotoraks dengan efusi pleura
✓ Apusan sputum : kokus gram positif
✓ Infeksi kulit yang di sertai pus/ pustule mndukung diagnosis
• Empiema torasis : komplikasi tersering pada pneumonia bakteri
• Perikarditis purulenta
• Infeksi ekstrapulmoner
• Miokarditis ( pada anak usia 2-24 bulan). (Liwang, 2020)
h. Prognosis
Data survey kesehatan nasional menunjukan bahwa 27,6% kematian bayi
dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
respiratory terutama pneumonia. (Liwang, 2020)
C. BRONKITIS AKUT
a. Definisi
Bronkitis akut adalah kondisi klinis umum yang di tandia dengan batuk
dengan atau tanpa produksi sputum, yang berlangsung sedikitnya selama
5 hari. Kondisi ini berasal dari inflamasi yang self limited, sembuh dalam
satu-tiga minggu. Inflamasi terbatas pada saluran pernapasan bagian
bawah yang melibatkan saluran udara besar (bronkus) tanpa di dapati
bukti pneumonia dan terjadi tanpa adanya penyakit paru obstruksi
kronik. Gejala yang dialami berasal dari radang saluran pernapasan
bagian bawah dan paling sering disebabkan oleh infeksi virus. (Liwang,
2020)
b. Epidemiologi
Bronchitis akut umum terjafi di seluruh dunia, merupakan salah satu dari
lima alas an teratas untuk mencari perawatan medis dan sering di temui
dalam praktek klinis. Kondisi ini mencakup sekitar 10% kunjungan
poliklinik di AS atau 100 juta kunjungan per tahun. Insiden bronchitis
akut paling tinggi pada musim gugur dan musim dingin saat transmisi
virus pernapasan memuncak. Bronchitis lebih banyak menyerang pria
daripada wanita dan tidak didapakan perbedaan dalam distribusi ras,
namun bronchitis lebih sering terjadi pada populasi dengan status social
ekonomi rendah dan pada orang-orang yang tinggal di daerah perkotaan
serta industry tinggi. Bronchitis akut di temukan pada semua kelompok
usia, namun paling sering didiagnossi pada anak di bawah usia 5 tahun.
(Liwang, 2020)
c. Etiologi
Penyebab bronkitis akut yang paling sering adalah virus seperti
rhinovirus, respiratory sincytial virus (RSV), virus influenza, virus pada
influenza, dan coxsakie virus. Bronkitis kronis Penyebab-penyebab
bronkitis kronis misalnya asma atau infeksi kronik saluran nafas dan
sebagainya. Faktorfaktor predisposisi dari bronkitis adalah alergi,
perubahan cuaca, populasi udara dan infeksi saluran nafas atas kronik.
(Liwang, 2020)
73
d. Patofisiologi
Bronkitis akut biasanya merupakan kondisi yang tidak berat dan dapat
membaik sendiri, didahului oleh suatu infeksi saluran nafas bagian atas
oleh virus dan infeksi bakteri sekunder oleh S. Pneumonia atau
hemophilus influenza. Adanya bahan-bahan pencemar udara juga
memperburuk keadaan penyakit begitu juga dengan menghisap rokok.
Anak menampilkan batuk-batuk yang sering, kering tidak produktif dan
dimulai berkembang berangsurangsur mulai hari 3 – 4 setelah terjadinya
rinitis. Penderita diganggu oleh suara-suara meniup selama bernafas
(ronki) rasa sakit pada dada dan kadang-kadang terdapat nafas pendek.
Batuk-batuk proksimal dan penyumbatan oleh sekreasi kadang-kadang
berkaitan dengan terjadinya muntah-muntah. Dalam beberapa hari, batuk
tersebut akan produktif dan dahak akan dikeluarkan penderita dari jernih
dan bernanah. Dalam 5–10 hari lendir lebih encer dan berangsur-angsur
menghilang. (Liwang, 2020)
e. Manifestasi Klinik
Gambaran klinik dari bronkitis biasanya dimulai dengan tanda-tanda
infeksi saluran nafas akut atas yang disebabkan oleh virus, batuk mula-
mula kering setelah 2 atau 3 hari batuk mulai berdahak dan menimbulkan
suara lendir. Pada anak, dahak yang mukoid (kental) sudah ditemukan
karena sering ditelan. Mungkin dahak berwarna kuning dan kental tetapi
tidak selalu berarti terjadi infeksi sekunder. Anak besa sering mengeluh
rasa sakit retrosternal dan pad anak kecil dapat terjadi sesak nafas. Pada
beberapa hari pertama tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan dada
tetapi kemunduran dapat timbul ronki basah kasar dan suaraf nafas kasar.
Batuk biasanya akan menghilang setelah 2 – 3 minggu. Bila setelah 2
minggu batuk masih tetap ada kemungkinan terjadi kolaps dan sgmental
atau terjadi infeksi paru sekunder. (Liwang, 2020)
f. Tata Laksana
Sebagian besar terapi bronkitis akut viral bersifat suportif. Pada
kenyataannya, kebanyakan rinitis dapat sembuh tanpa pengobatan sama
sekali. Istirahat yang cukup, kelembaban udara yang cukup, masukan
cairan yang adekuat, serta pemberian asetaminofen pada keadaan demam
bila perlu, sudah mencukupi untuk beberapa kasus. Antibiotik sebaiknya
hanya digunakan bila dicurigai adanya infeksi bakteri atau telah
dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang lainnya. (Liwang, 2020)
g. Komplikasi
Komplikasi terjadi pada sekitar 10% pasien dengan bronchitis akut yang
meliputi superinfeksi bakteri, pneumonia, bronchitis kronis karena
episode bronchitis akut yang berulang, Penyakit saluran udara reaktif dan
hemoptisis. (Liwang, 2020)
h. Prognosis
Prognosis penyakit ini bergantung pada tatalaksana yang tepat atau
mengatasi setiap penyakit yang mendasari. (Liwang, 2020)
74
10. Jelaskan tata laksana baik farmakologi dan non farmakologi yang dapat
dilakukan!
A. Farmakologi
Tujuan pengobatan TB adalah :
- Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas
pasien
- Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
- Mencegah kekambuhan TB
- Mengurangi penularan TB kepada orang lain
- Mencegah perkembangan dan penularan resisten obat.
75
2. Pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama seperti kasus
putus obat, kasus kambuh, kasus gagal
Lakukan pemeriksaan Gene-Xpert sebelum pengobatan. Bila hasil Xpert
menunjukkan M.Tb (+) dan sensitive terhadap Rifampisin maka
diberikan regiman 2RHZE/4RH atau bila memakai obat program
2RHZE/4R3H3. Bila hasil Xpert menunjukkan M.Tb (+) dan resisten
terhadap Rifampisin maka dirujuk untuk pengobatan MDR sambil
menunggu hasil biakan dan uji kepekaan.Pengobatan sebaiknya
berdasarkan hasil uji kepekaan secara individual.
76
B. Non Farmakologi
• Pengendalian infeksi
• Makan makanan bergizi tinggi kalori dan protein, bila perlu diberikan
vitamin tambahan
• Pengawasan Menelan Obat (PMO) oleh petugas kesehatan
C. Edukasi
• Pengetahuan penyakit TB antara lain cara penularan, cara minum obat,
tidak boleh putus obat, lama pengobatan, memakai masker, dll
• Etika batuk
• Pola hidup bersih dan sehat
• Asupan gizi yang baik
B. Pencegahan TB
Yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
• Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat
• Membudayakan perilaku etika berbatuk
• Melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas lingkungan yang sesuai
dengan standar rumah sehat
77
• Peningkatan daya tahan tubuh;
• Penanganan penyakit penyerta TB
• Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB di fasilitas pelayanan
kesehatan dan diluar fasilitas pelayanan kesehatan
a. Komplikasi dini:
1) Pleuritis
2) Efusi pleura
Tipe pleuritis yang ditandai oleh inflamasi dan eksudasi cairan serosa dalam
kavum pleura.
3) Empiema
Pengumpulan pus dalam sebuah rongga, istilah ini paling sering digunakan
pada rongga pleura.
4) Laringitis
Inflamasi selaput mukosa laring yang bisa akut atau kronis, laringitis dapat
menyertai demam, selesma, merokok, dan terkena asap yang mengiritasi
laring.
78
DAFTAR PUSTAKA
Gartner, leslie P and james L. Hiatt. Color textbook of histology third edition. Philadelphia.
Elseivier Saunder. 2007.
Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Buku 1 dan 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Amin, dan Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc. Jilid 3. Yogyakarta: Mediaction Publishing
Thomas CR, Timothy RK. A Brief Review of Silicosis in the UnitedStates. Environmental
Health Insights;2010:4 21–26.
Munir D. 2006. Variasi Anatomis pada Penderita Rinosinusitis Kronis di RSUP H. Adam
Malik Medan. Majalah Kedokteran Nusantara. Vol. 39. No. 3. pp: 225-9.
Singh A, Avula A, Zahn E. Acute bronchitis. [Updated 2022 Feb 17]. At: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
Ardining, H. Indawatti, W. 2020. Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Kapita Selekta. Edisi
V.
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/18283/BAB%202.pdf?sequence
=2&isAllowed=y Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 11. Jakarta: EGC
Rubenstein, D., et al. 2017. Lecture Notes: Kedokteran Klinis, Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga
Linnisaa, Uswatun Hasanah & Susi Endra Wati. 2014. Rasionalitas Peresepan
Obat Batuk Ekspektoran Dan Antitusif Di Apotek Jati Medika Periode Oktober-
Desember 2012. IJMS - Indonesian Journal on Medical Science – Volume 1 No 1 –
Januari 2014.
Ekayanti fika, dkk.2017.Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitasi kesehatan primer.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
Ferry Liwang, editor; Edwin Wijaya, editor; Patria Wardana yuswar, editor; Nadira
Prajnasari Sanjaya, editor (Media Aesculapius, 2020)
80
81