Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH BREATHING EXERCISE TERHADAP LEVEL FATIGUE PASIEN

GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMOLISIS


DI RS SEMBIRING DELI TUA
TAHUN 2022

SKRIPSI

OLEH
ELIZA KUSWANTI
Npm: 18.11.035

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS KEPERAWATAN
INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA DELITUA
T.A 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis yang di tandai dengan
penurunan fungs ginjal yang irreversible, penyakit ginjal kronis merupakan persoalan
kesehatan dunia dengan beban biaya kesehatan yang tinggi (UTAMI, 2019). Penyakit ini
digolongkan penyakit terminal yang mana penyakit terminal adalah penyakit yang sulit
disembuhkan dan berisiko meninggal dunia (Setiati dkk, 2014).
Gagal ginjal kronik dapat mengakibatkan perubahan fisiologis yang tidak dapat diatasi lagi
dengan cara konservatif sehingga membutuhkan terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal
terdiri dari hemodialisis (HD), peritoneal dialisis dan transplantasi ginjal. Menurut Badan
kesehatan dunia, data pertumbuhan penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50%
dari tahun sebelumnya. Berdasarkan Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2016, sebanyak
98% penderita gagal ginjal menjalani terapi Hemodialisis dan 2% menjalani terapi Peritoneal
Dialisis (PD) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).
Sedangkan menurut Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, jumlah yang mengalami
penyakit gagal ginjal kronik sekitar 50 orang per satu juta penduduk (PERNEFRI, 2011). Di
wilayah Tangerang pasien hemodialisis adalah 20%-30% bahkan biasanya mencapai 47%.
Angka prevalensi ini didapatkan cukup tinggi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis (Septiamar & Nurmalahayati,2019). Jumla pasien hemodialisis baik pasien baru
maupun pasien aktif sejak tahun 2007 sampai 2016 mengalami peningkatan, terutama pada
tahun 2015 hingga 2016. Berdasarkan usia pasien hemodialisis terbanyak adalah kelompok
usia 45-64 tahun, baik pasien baru maupun pasien aktif (Kompasiana, 2018).
Jumlah pasien yang mengalami gagal ginjal aktif menjalani terapi hemodialisa terus
menerus meningkat , dari tahun 2009 sebanyak 4.707 kasus, sementara pasien baru sebanyak
8.193 kasus, tahun 2010 sebanyak 5.184 kasus dengan pasien baru 9.649 kasus dan pada tahun
2011 sebanyak 6.951 kasus dengan pasien baru sebanyak 15.353 kasus. Jumlah klien laki-laki,
tiap tahun selalu melebihi jumlah pasien Perempuan (PERNEFRI, 2011).
kondisi malnutrisi dan anemia yang terjadi pada pasien dialisis (cuci darah)
mengakibatkan terjadinya fatigue yang mempengaruhi fungsi kehidupan sehari-hari.
penatalaksanaan fatigue yang tepat dapat mencegah penurunan kualitas hidup pasien,
diantaranya dengan pemberian breathing exercise yang dapat membantu menurunkan level
fatigue pada pasien hemodialisis (Black & Hawks. 2014). Ketergantungan pasien terhadap
mesin hemodialisis seumur hidup, perubahan peran, kehilangan pekerjaan dan pendapatan
merupakan stressor yang dapat menimbulkan depresi pada pasien hemodialisis dengan
prevalensi 15%-69%. Kondisi depresi dapat mempengaruhi fisik pasien sehingga timbul
fatigue, gangguan tidur, dan penurunan minat untuk melakukan aktivitas.
Fatigue (kelelahan) merupakan masalah prevalensi yang cukup tinggi diantara efek
tindakan hemodialisis yang diterima pasien dengan penyakit gagal ginjal tahap akhir, fatigue
tidak hanya mempengaruhi kehidupan sehari-hari pasien melainkan juga dapat menyebabkan
gangguan perawatan diri sehari-hari, status psikologis, dan kualitas hidup. Sekitar 94% pasien
dengan hemodialisis cenderung menjalani lebih banyak sesi dialisis yang mana dapat
meningkatkan tingkat energi mereka. Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para
ahli menunjukan bahwa 71,0%sampai 92,2% pengalaman pasien dengan kelelahan yang mana
kelelahan merupakan kondisi yang paling penting untuk diobservasi pada pasien dengan gagal
ginjal kronik (Rabiye, et al., 2013).
Penanganan terhadap kelelahan atau fatigue dapat dilakukan kedalam dua cara yaitu
farmakologi dan nonfarmakologi. Metode penambahan L-carnitine, vitamin C dan eritropoetin
dan pengobatan untuk mengontrol anemia. Metode terakhir yang dikembangkan adalah
exercise, yoga, relaksasi, akupresur, akupunktur, dan stimulasi elektrik. Namun beberapa studi
menyarankan bahwa teknik relaksasi dianggap berhasil dalam meningkatkan kondisi pasien
hemodialisis (Zeynab, et al., 2013 dalam Hilma (PADANG, 2015).
Breathing Exercise merupakan salah satu teknik latihan relaksasi yang mudah dilakukan,
mudah dipelajari, mudah di terapkan, dan tidak membahayakan pasien serta tidak membutuhkan
dana yang besar sehingga dapat di terapkan kepada seluruh pasien yang menjalani hemodialisis.
maka dari itu perawat dapat mengajarkan pada pasien tentang breathing exercise yang
bermanfaat menurunkan level fatigue dan keluhan lain yang dapat dialami oleh pasien
hemodialisis. Breathing exercise ini dilakukan dalam waktu yang tidak lama dan dapat
dilakukan sebelum, selama, sesudah proses hemodialisis, dan selama pasien di rumah
(Stanley,2011).
Breathing exercise akan memaksimalkan jumlah oksigen yang masuk dan disuplay ke
seluruh jaringan sehingga tubuh dapat memproduksi energi dan menurunkan level fatigue.
Terapi breathing exercise yang dapat dilakukan untuk menurunkan level fatique, seperti
yang dilakukan oleh Jham et al (2008) juga mengemukakan bahwa 94% pasien hemodialisis
mengalami peningkatan level fatigue dan peningkatan skor kualitas hidup.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan
masalah apakah ada “pengaruh breathing exercise terhadap level fatigue pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisis di RSU Sembing Deli Tua Tahun 2022.”

1.3 Tujuan penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh breathing exercise terhadap level fatigue pasien gagal
ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSU Sembing Deli Tua Tahun 2022
1.3.2 Tujuan khusus
A. Untuk mengetahui pengaruh breathing exercise pada pasien yang menjalani
hemodialisis di RSU Sembiring
B. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari pengaruh breathing exercise pada
pasien hemodialisis RSU Sembiring.
C. ingin mengetahui perbedaan signifikan antara tingkat fatique sebelum dan
setelah intervensi dan pengaruh Breathing Exercise terhadap tingkat fatique
pada pasien hemodialisa di RSU Sembiring Deli Tua Tahnun 2022

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh breathing
exercise terhada p level fatigue pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSU
Sembing Deli Tua, serta perawat dapat menerapkan dan mengajarkan pada pasien tentang
breathing exercise yang bermanfaat menurunkan level fatigue dan keluhan lain yang dapat
dialami oleh pasien hemodialisis.

1.4.2 Bagi Peneliti


Penelitian ini memberikan pengalaman dalam melakukan riset keperawatan dan
menambah pengetahuan tentang pengaruh breathing exercise terhada p level fatigue pasien gagal
ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat memacu institusi pendidikan keperawatan memunculkan
penelitian baru yang dapat mendukung dan menguatkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya.
Dan institusi dapat mengajarkan teknik breathing exercise kepada calon perawat masa depan
agar mereka bias merepakan breathing exercise kepada pasien yang menjalani hemodialisis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gagal ginjal kronik
2.1.1 Pengertian

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir End Stage Renal Disease
(ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan reversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Brunner & suddarth 2001) dalam (Nuari & Widiyanti 2017)

Gagal ginjal kronik adalah suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginja
yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik
dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada gagal
ginjal kronik (Suwitra, 2014).

2.1.2 Kriteria Gagal Ginjal Kronik


1. Kerusakan ginjal (Renal Damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan structural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), dengan manifestasi :
a. kelainan patologis
b. Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin, atau kelamin dalam tes pencitraan (imaging test)

2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan,


dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal
lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau lebih dari 60,l/menit/1,73 m2, tidak
termasuk kriteria gagal ginjal kronik (Suwirta, 2014).
2.1.3 Etiologi
Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality (K/DOQI)

Anda mungkin juga menyukai