Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No.

1 Januari 2020, Halaman 27 – 34 pISSN : 2356-3079


UP2M AKPER Widya Husada Semarang eISSN : 2685-1946

RELAKSASI OTOT PROGRESIF


UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN PADA PASIEN ASMA BRONCHIAL

Patri Ambarwati1 Endang Supriyanti2


1
Mahasiswa DIII Keperawatan AKPER Widya Husada Semarang
2
Staff Pengajar Prodi DIII Keperawatan AKPER Widya Husada Semarang
Email: patriambarwati@gmail.com

ABSTRAK

Keadaan seseorang yang mengalami asma bronchial dapat menimbulkan rasa berdebar-debar, tangan kaki
sering berkeringat, kesemutan, dan merasa tremor. Keluhan tersebut termasuk kedalam tanda dan gejala dari
kecemasan. Kecemasan dapat diatasi menggunakan relaksasi otot progresif karena dapat mempengaruhi
hipotalamus yang menurunkan kerja sistem saraf simpatis melalui peningkatan kerja saraf parasimpatis,
sehingga dapat menurunkan tingkat kecemasan pada pasien asma brochial. Tujuan studi kasus ini adalah
menyusun resume asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi) dengan penerapan relaksasi otot progresif untuk menurunkan kecemasan pada pasien asma bronchial.
Subyek dari penelitian ini adalah dua pasien dengan kriteria inklusi pasien dewasa yang mengalami asma
serangan berulang dengan tingkat kecemasan sedang dan bersedia menjadi responden. Hasil studi menunjukan
bahwa pasien I dan II yang telah dilakukan terapi relaksasi otot progresif mengalami penurunan kecemasan dari
tingkat kecemasan sedang menjadi normal atau tidak cemas. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa relaksasi otot progresif dapat menurunkan kecemasan pada pasien asma bronchial. Sehingga pasien
dianjurkan untuk melakukan relaksasi otot progresif bila tanda dan kecemasan muncul lagi.

Kata Kunci : kecemasan, relaksasi otot progresif, asma bronchial

ABSTRACT

The condition of someone who has bronchial asthma can cause a feeling of pounding, the hands of the feet often
sweat, tingling, and feel tremors. Of these complaints included in the signs and symptoms of anxiety. This
anxiety can be overcome using progressive muscle relaxation because it can affect the hypothalamus which
decreases the work of the sympathetic nervous system through increasing the work of the parasympathetic
nerves, thereby reducing the level of anxiety in bronchial asthma patients. The purpose of this case study is to
compile nursing care resumes (assessment, nursing diagnosis, planning, implementation and evaluation) in the
provision of progressive muscle relaxation to reduce anxiety in bronchial asthma patients. The subjects of this
study were two patients with inclusion criteria for adult patients who experienced recurrent attack asthma with
moderate levels of anxiety and willing to become respondents. The results of the study showed that patients 1
and 2 who had progressive muscle relaxation therapy had decreased anxiety from the level of anxiety being
normal or not anxious. Based on these results it can be concluded that progressive muscle relaxation can
reduce anxiety in bronchial asthma patients. So that patients are encouraged to carry out progressive muscle
relaxation if signs and symptoms of anxiety appear again.

Keywords: anxiety, progressive muscle relaxation, bronchial asthma

27
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 1 Januari 2020, Halaman 27 – 34 UP2M AKPER Widya Husada Semarang

PENDAHULUAN meningkatkan kekebalan terhadap stres,


Asma bronchial merupakan salah satu terapi psikofarmaka, terapi somatik, terapi
penyakit peradangan napas kronis akibat psikoreligius, psikoterapi, terapi imajinasi
terjadinya peningkatan kepekaan saluran terbimbing sederhana dan dan terapi
napas terhadap berbagai rangsangan. relaksasi sederhana. Dan salah satu
Diperkirakan 300 juta orang di dunia intervensi tehnik relaksasi sederhana yaitu
menderita asma, sedangkan di indonesia tehnik relaksasi otot progresif. Tehnik
diperkirakan sampai 10% penduduk relaksasi otot progresif adalah memusatkan
mengidap asma dalam bebagai bentukmya, perhatian pada suatu aktivitas otot dengan
banyak kasus-kasus penyakit asma di mengidentifikasi otot yang tegang
masyarakat yang tidak terdiagnosa kemudian menurunkan ketegangan dengan
(Sunaryati, 2011). Sedangkan menurut melakukan tehnik relaksasi untuk
WHO menunujukan prevalensi asma terus mendapatkan rileks (Herodes, 2010 dalam
meningkat dalam tiga puluh tahun terakhir Setyoadi & Khusharyadi, 2011 dan Green,
terutama di negara maju, WHO 2012).
memperkirkan 100-150 juta penduduk Relaksasi otot progresif mempengaruhi
dunia saat ini terkena penyakit asma. Dan hipotalamus dan menurunkan kerja sistem
diperkirakan mengalami penambahan saraf simpatis melalui peningkatan kerja
180.000 setiap tahunnya, dari data WHO saraf parasimpatis, relaksasi otot progresif
tahun 2014 angka kematian akibat dapat dilakukan dengan cara menggerakan
penyakit asma mencapai 24,773 orang atau otot-otot yang terletak dibeberapa bagian
1,77% total jumlah kematian penduduk tubuh. Respon yang muncul berupa
(Arina, 2013). Prevalensi penyakit asma penurunan tekanan darah, metabolisme,
di Jawa Tengah sebanyak 4,3%, kelompok respirasi sehingga dapat mengurangi
umur > 45 tahun dan tertinggi pada umur > pemakaian oksigen, ketegangan otot,
75 tahun 5% (RISKEDAS 2013). denyut nadi, cemas dan mengatasi stresor.
Asma dapat terjadi pada semua usia, Beberapa perubahan fisiologis tubuh akan
sekitar 50% pasien asma berusia kurang terjadi setelah melakukan relaksasi yaitu
dari 10 tahun, dua kali lipat pada anak menurunya tekanan darah, frekuensi
laki-laki dan perempuan. Sepertiga pasien jantung dan pernapasan serta megurangi
berumur antara usia 10 dan 30 tahun, dan ketengan otot, selain itu relaksasi juga
dari sepertiga usia tersebut pasien akan memusatkan pikiran, membuat fokus,
mengalami penyakit asma dikarenakan meningkatkan konsentrasi, dan
faktor keturunan atau genetik (Kimberly & memperbaiki kemampuan untuk mengatasi
Bilotta, 2011). sumber kecemasan. Pengaruh relaksasi
Penatalaksanaan penderita asma dengan otot progresif pada GABA (gamma amino
masalah keperawatan kecemasan dapat butyric acid) yang menyebabkan
diberikan penangan secara non terhambatnya neurotrasmmitter di otak
farmakologis yang bertujuan untuk penyebab terjadinya kecemasan, saat
mengurangi kecemasan, kecemasan dapat adanya stimulus dari luar akan terjadi
berakibat pada munculnya emosi negatif persilangan sinaps yang kemudian akan
baik terhadap permasalah tertentu maupun berkaitan dengan pengaruh relaksasi otot
kegiatan sehari-hari. Adapun intervensi progresif terhadap tingkat kecemasan
yang dapat digunakan meliputi uapaya dengan reseptor GABA, sehingga relaksasi

28
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 1 Januari 2020, Halaman 27 – 34 UP2M AKPER Widya Husada Semarang

tersebut mempengaruhi membran Penelitian dilakukan di RSUD Dr.


postsinap dan membuat reseptor terbuka Adhyatma, MPH Semarang tanggal 29
diikuti oleh pertukaran ion-ion, sehingga November - 13 Desember 2018. Subjek
aktivitas sel berjalan dengan lancar/normal penelitian ini adalah dua orang pasien
karena tidak terjadinya hambatan pada dengan diagnose medis asma bronchial
neurotrasmmitter akibat GABA yang dapat serangan berulang, tingkat kecemasan
menimbulkan kecemasan (Manurung, sedang, pasien dewasa, dan bersedia
2016). menjadi responden.
Hasil penelitian Resti Tahun 2014 Pengumpulan data dilakukan dengan
menjelaskan bahwa tehnik relaksasi otot metode wawancara dan observasi,
progresif yang diberikan dapat membantu menggunakan lembar observasi
mengurangi tingkat stres, gejala stres dan pengukuran nilai kecemasan. Instrumen
rasa cemas yang di rasakan oleh kedua yang digunakan adalah lembar observasi
subyek yang mempunyai penyakit asma. pengukuran tingkat kecemasan, sedangkan
Sedangkan hasil penelitian Sari Tahun tingkat kecemasan pasien diukur
2015 menyatakan bahwa pelatihan tehnik menggunakan kuesioner Zung-Self-Rating
relaksasi terbukti dapat menurunkan Anxiety Scale (SAR/SRAS). Skor rentang
tingkat kecemasan pada masing-masing penilaian tingkat kecemasan bedasarkan
partisipan. Hasil penelitian Rahmawati Zung-Self-Rating Anxiety Scale
Tahun 2017 menunjukkan bahwa relaksasi (SAR/SRAS) yaitu skor 20-44
otot akan menurunkan ketegangan (normal/tidak cemas), skor 45-59 (cemas
fisiologis yang pada akhirnya akan ringan), skor 60-74 (cemas sedang), dan
menurunkan kecemasan, khususnya pada skor 75-80 (cemas berat). Peneliti juga
ibu preoperasi SC (Sectio Caesaria). Hasil menggunakan SOP (Standar Operasional
penelitian Julianti Tahun 2017 menyatakan Prosedure) yang sebagai pedoman
bahwa latihan relaksasi otot progresif intervensi. Pengambilan data dimulai
dapat memperbaiki gejala klinis dengan pengukuran tingkat kecemasan,
kecemasan, hasil wawancara mendalam kemudian pasien dilakukan latihan
menunjukan adanya perbaikan ketengan relaksasi otot progresif sekitar 6,5 menit
otot, kecemasan sehingga lebih tenang. dengsn frekuensi 1 kali sehari selama tiga
Hasil penelitian Lestari Tahun 2015 hari. Kemudian pada hari ke tigs dilakukan
memperlihatkan bahwa relaksasi otot pengukuran tingkat kecemasan kembali.
progresif dapat menurunkan tingkat
kecemasan pada pasien preoperasi diruang HASIL DAN PEMBAHASAN
Wijaya Kusuma RSUD Dr.Soeprapto Gambar 1.1 Grafik perbedaan penurunan
Cepu. Berdasarkan uraian diatas peneliti tingkat kecemasan responden sebelum dan
teratarik untuk meneliti “Penerapan sesudah Relaksasi Otot Progresif.
Relaksasi Otot Progresif Untuk
Menurunkan Kecemasan Pada Pasien
Asma Bronchial”

METODE
Desain penelitian ini adalah deskriptif
dengan pendekatan studi kasus.

29
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 1 Januari 2020, Halaman 27 – 34 UP2M AKPER Widya Husada Semarang

semasa remaja, sewaktu dalam pemulihan /


SKOR KECEMASAN
pengobatan dari suatu penyakit (Green &
Wilkinson, 2012, Ramalah, 2003 dalam
60 60
Manurung, 2016). Faktor pencentus pada
Tn. N dan Ny. R didapatkan data, kedua
33 31 pasien menyatakan bahwa pengobatan
yang dijalaninya selama ini tidak membuat
Tn. N Ny. R sepenuhnya sembuh dari penyakit yang
selama ini diderita, dan kedua pasien
Sebelum dilakukan tindakan mengatakan takut mengapa penyakitnya
Setelah dilakukan tindakan
seringkali kambuh dan keadaannya tidak
cepat membaik walaupun saat ini telah
Berdasarkan gambar 1.1 Skor tingkat mendapatkan perawatan di rumah sakit
kecemasan pasien 1 mengalami penurunan saat rawat inap. Dari data tersebut faktor
dari 60 (tingkat kecemasan sedang) pencentus kecemasan pada kedua pasien
menjadi 33 (normal / tidak cemas). tersebut termasuk kedalam faktor sebab-
Sedangkan skor tingkat kecemasan pasien sebab fisik, yaitu disebabkan oleh keadaan
2 mengalami penurunan dari 60 (tingkat sewaktu dalam pemulihan / pengobatan
kecemasan sedang) menjadi 33 (normal / dari suatu penyakit.
tidak cemas).. Hasil tersebut menunjukkan Relaksasi otot progresif adalah suatu
bahwa bahwa relaksasi otot progresif dapat metode yang terdiri atas peregengan dan
menurunkan kecemasan pada pasien asma relaksasi sekelompok otot, serta
bronchial. memfokuskan pada perasaan rileks
Faktor-faktor yang memepengaruhi (Ignativiticious, 1995 dalam Solehati &
kecemasan dapat disebabkan oleh Kosasih, 2015). Sedangkan menurut
lingkungan, lingkungan dapat Seorang ahli fisiologi dan psikologi
mempengaruhi cara berfikir individu Edmund jacobson (1930) dalam Solehati
tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal dan Kosasih (2015) relaksasi progresif
ini disebabkan karena adanya pengalaman adalah cara yang efektif untuk relaksasi
yang tidak menyenangkan pada individu dan mengurangi kecemasan. Tehnik yang
dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan di gunakan jacobson terdiri atas
rekan kerja sehingga individu tersebut penegangan dan pengeduran bebagai
merasa tidak nyaman. Yang kedua kelompok otot di seluruh tubuh dalam
disebabkan karena emosi yang ditekan, sekuen yang teratur untuk mengatasi
yaitu kecemsan dapat terjadi ketika keluhan yang berhubungan dengan stres
seseorang tidak menemukan jalan keluar seperti kecemasan, asma, tukak lambung,
sendiri dalam persoalan ini, terutama jika hipertensi, dan insomnia / gangguan tidur.
dirinya menekan rasa marah / frutasi dalam Dalam pemberian relaksasi otot progresif
waktu yang lama. Dan yang dipengaruhi kepada 2 responden tersebut dilakukan
oleh sebab-sebab fisik, yaitu pikiran dan dengan cara yang sama yaitu dengan cara
tubuh senantiasa saling berinteraksi dan menegangkan otot tersebut selama 5-7
dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. detik. Kemudian, bimbing pasien untuk
Biasa terlihat dalam kondisi kehamilan, merelaksasikan otot selama 20-30 detik
dengan tujuan untuk mendapatkan

30
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 1 Januari 2020, Halaman 27 – 34 UP2M AKPER Widya Husada Semarang

perasaan relaks (Setyoadi & Kushariyadi, tekanan darah, frekuensi jantung dan
2011). pernapasan serta megurangi ketengan otot,
Tujuan terapi ralaksasi otot progresif selain itu relaksasi juga akan memusatkan
menurut Alim (2009) & Herodes (2010) pikiran, membuat fokus, meningkatkan
dalam Setyoadi & Kushariyadi (2011) konsentrasi, dan memperbaiki kemampuan
menyebutkan bahwa tujuan relaksasi otot untuk mengatasi sumber kecemasan. Dan
progresif meliputi : Menurunkan pengaruh relaksasi otot progresif pada
ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher GABA (gamma amino butyric acid) yang
dan punggung, tekanan darah tinggi, menyebabkan terhambatnya
frekuensi jantung, laju metabolik, neurotrasmmitter di otak yang
mengurangi disritmia jantung, mengurangi menyebabkan terjadinya kecemasan, saat
kebutuhan oksigen, meningkatkan adanya stimulus dari luar akan terjadi
gelombang alfa otak yang terjadi ketika persilangan sinaps yang kemudian akan
pasien sadar dan tidak memfokuskan berkaitan dengan pengaruh relaksasi otot
perhatian secara rileks. Sedangkan progresif terhadap tingkat kecemasan
menurut Potter & Perry (2005) dalam dengan reseptor GABA, sehingga relaksasi
Solehati & Kosasih (2015) tujuan dari tersebut mempengaruhi membran
relaksasi ROP yaitu : meningkatkan rasa pastsinap dan membuat reseptor terbuka
kebugaran dan konsentrasi, memeperbaiki dan diikuti oleh pertukaran ion-ion,
kemampuan untuk mengatasi stres, sehingga aktivitas sel berjalan dengan
mengatasi insomnia, depresi, kelelhan, lancar / normal karena tidak terjadinya
iritabilitas, spasme otot, fobia ringan, hambatan pada neurotrasmmitter akibat
gagap ringan dan membangun emosi GABA yang dapat menimbulkan
pasitif dan emosi negatif. Sehingga kecemasan (Manurung, 2016).
penatalaksaan perlu dilakukan tindakan Hal tersebut juga didukung oleh penelitian
tehnik relaksasi otot progresif untuk yang dilakukan oleh Resti Tahun 2014
menurunkan kecemasan. menjelaskan bahwa tehnik relaksasi otot
Proses penurunan kecemasan dengan progresif yang di berikan dapat membantu
menggunakan relaksasi otot progresif yaitu mengurangi tingkat stres, gejala stres dan
dapat dilakukan dengan cara menegangkan rasa cemas yang di rasakan oleh kedua
dan merilekskan otot-otot yang terletak subyek yang mempunyai penyakit asma.
dibeberapa bagian tubuh, sehingga Sedangkan hasil penelitian Sari Tahun
relaksasi tersebut dapat mempengaruhi 2015 menyatakan bahwa pelatihan tehnik
hipotalamus dan menurunkan kerja sistem relaksasi terbukti dapat menurunkan
saraf simpatis melalui peningkatan kerja tingkat kecemasan pada masing-masing
saraf parasimpatis. Dari penurunan sistem partisipan. Dan hasil penelitian Rahmawati
kerja saraf simpatis tersebut menimbulkan Tahun 2017 relaksasi otot akan
respon terhadap penurunkan tekanan menurunkan ketegangan fisiologis yang
darah, metabolisme, respirasi sehingga pada akhirnya akan menurunkan
dapat mengurangi pemakaian oksigen, kecemasan, khususnya pada ibu preoperasi
ketegangan otot, denyut nadi, cemas dan SC (sectio Caesaria). Adapun manfaat dari
mengatasi stresor. Beberapa perubahan relaksasi otot progresif menurut Purwanto
fisiologis tubuh akan terjadi setelah (2013), Solehati dan Kosasih (2015)
melakukan relaksasi yaitu menurunya diantaranya adalah meningkatkan

31
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 1 Januari 2020, Halaman 27 – 34 UP2M AKPER Widya Husada Semarang

ketrampilan dasar relaksasi, mengurangi Kristati, H. (2011). Ramuan Herbal


ketegangan otot syaraf, mengurangi Pusaka Penyembuh 101 Penyakit.
tingkat kecemasan klien, bermanfaat untuk Jakarta: Citra Pustaka
penderita gangguan tidur (insomnia) serta Lestari. (2015). Pengaruh Relaksasi Otot
meningkatkan kualitas tidur, mengurangi Progresif Terhadap Penurunan
stres dan depresi, menghilangkan Tingkat Kecemasan Pada Pasien
kelelahan, mengurangi keluhan spasme Pre Operasi Diruangan Wijaya
Kusuma RSUD DR. R Soeprapto
otot, nyeri leher dan punggung,bermanfaat
Cepu. Jurnal Maternitas. Vol. 3.
bagi penderita tekanan darah tinggi, ppnijateng.org//wp-wp-content,
mengurangi sakit kepala, mengurangi diakse tanggal 05 September 2014,
insomnia, dan menangani hipertensi. jam 11.15
Manurung, N. (2016). Terapi
SIMPULAN Reminiscence. Jakarta: TIM
Latihan relaksasi otot progresif terbukti
bermanfaat untuk menurunkan kecemasan Moyet, C. &. (2012). Diagnosis
Keperawatan. Jakarta: EGC
pada pasien asma bronchial, manfaat
tersebut tergambar dengan tidak adanya Mumpuni, Y. &. (2013). Cara Jitu
tanda-tanda kecemasan yang muncul Mengatasi Asma pada Anak dan
kembali dan tidak terjadinya peningkatan Dewasa. Yogyakarta: Rapha
Publishing
skor kecemasan selama tindakan relaksasi
otot progresif. Murwani, A. (2012). Perawatan Pasien
Penyakit Dalam. Jakarta: Renika
DAFTAR PUSTAKA Notoatmojo, S. (2012). Metodologi
Bilotta, K. &. (2011). Kapita Salekta Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Penyakit. Jakarta: EGC Renika
Chandra, N. D. (2008). Bagaimana Nursalam. (2014). Manajemen
Mekanisme Pernapasan Pada Keperawatan Aplikasi Dalam
Manusia? Klaten: PT Mancanan Bentuk Praktik Keperawatan
Jaya Cemerlang Profesional. Jakarta: Salemba
Green, C. J. (2012). Rencana Asuhan Medika
Keperawatan. Jakarta: EGC Nursalam. (2015). Konsep Dan Penerapan
Hawari, D. (2013). Manajemen Stres Metodologi Penelitian Ilmu
Cemas Dan Depresi. Jakarta : Keperawatan . Jakarta: Salemba
FKUI Medika

Julianti. (2017). Efek Latihan Relaksasi Padila. (2013). Asuhan Keperawatan


Otot Progresif Terhadap Penyakit Dalam . Yogyakarta:
Kecemasan Pada Pasien Nuha Medika
Spamofilia. Vol. 2. Rahmawati. (2017). Pengaruh Relaksasi
https://ejournal2.undip.ac.id/index. Otot Progresif terhadap
php/mmm/article/view/26191, Kecemasan Ibu Pre Operasi SC.
diakses tanggal 04 Mei 2018, jam Vol. 2.
13.00 https://media.neliti.com/media/publ
ications/197138-ID-progressive

32
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 1 Januari 2020, Halaman 27 – 34 UP2M AKPER Widya Husada Semarang

muscle-rela.pdf, diakse tanggal 05 Notoatmojo, S. (2012). Metodologi


Juni 2018, jam 11.00 Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Renika
Bilotta, K. &. (2011). Kapita Salekta
Penyakit. Jakarta: EGC Nursalam. (2014). Manajemen
Keperawatan Aplikasi Dalam
Chandra, N. D. (2008). Bagaimana Bentuk Praktik Keperawatan
Mekanisme Pernapasan Pada Profesional. Jakarta: Salemba
Manusia? Klaten: PT Mancanan Medika
Jaya Cemerlang
Nursalam. (2015). Konsep Dan Penerapan
Green, C. J. (2012). Rencana Asuhan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: EGC Keperawatan . Jakarta: Salemba
Hawari, D. (2013). Manajemen Stres Medika
Cemas Dan Depresi. Jakarta : Padila. (2013). Asuhan Keperawatan
FKUI Penyakit Dalam . Yogyakarta:
Julianti. (2017). Efek Latihan Relaksasi Nuha Medika
Otot Progresif Terhadap Rahmawati. (2017). Pengaruh Relaksasi
Kecemasan Pada Pasien Otot Progresif terhadap
Spamofilia. Vol. 2. Kecemasan Ibu Pre Operasi SC.
https://ejournal2.undip.ac.id/index. Vol. 2.
php/mmm/article/view/26191, https://media.neliti.com/media/publ
diakses tanggal 04 Mei 2018, jam ications/197138-ID-progressive
13.00 muscle-rela.pdf, diakse tanggal 05
kristati, H. (2011). Ramuan Herbal Pusaka Juni 2018, jam 11.00
Penyembuh 101 Penyakit. Jakarta: Resti. (2014). Tehnik Relaksasi Otot
Citra Pustaka Progresif Untuk Menurunkan Stres
Lestari. (2015). Pengaruh Relaksasi Otot Pada penderita Asma. Jurnal
Progresif Terhadap Penurunan Ilmiah Psikologi terapan. Vol. 2.
Tingkat Kecemasan Pada Pasien Ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt/
Pre Operasi Diruangan Wijaya article/view/1766, diakses tanggal
Kusuma RSUD DR. R Soeprapto 17 Juni 2006, jam 14.35
Cepu. Jurnal Maternitas. Vol. 3. Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar
ppnijateng.org//wp-wp-content,
diakse tanggal 05 September 2014, Sari. (2015). Pelatihan Tehnik Relaksasi
jam 11.15 Untutk Menurunksn Kecemasan
Pada Primary Caregiver Penderita
Manurung, N. (2016). Terapi Kanker Payudara. Journal Of
Reminiscence. Jakarta: TIM Professional Psychology. Vol. 2.
Moyet, C. &. (2012). Diagnosis https://jurnal.ugm.ac.id//gamajpp/a
Keperawatan. Jakarta: EGC rticle/view/9393, diakses tangga 20
Agustus 2014, jam 10.05
Mumpuni, Y. &. (2013). Cara Jitu
Mengatasi Asma pada Anak dan Setiadi. (2007). Konsep & Penulisan Riset
Dewasa. Yogyakarta: Rapha Keperawatan . Yogyakarta: Graha
Publishing Ilmu

Murwani, A. (2012). Perawatan Pasien Setyoadi, T. &. (2015). Terapi Modalitas


Penyakit Dalam. Jakarta: Renika Keperawatan dan Klien

33
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 1 Januari 2020, Halaman 27 – 34 UP2M AKPER Widya Husada Semarang

Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba


Medika
Sholeh. (2014). Buku Panduan Lengkap
Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta:
Diva Press
Solehati, T. &. (2015). Konsep Dan
Aplikasi Relaksasi Dalam
Keperawatan Maternitas.
Bandung: PT Refika Aditama
Somatri, I. (2007). Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Dengan Gangguan
Pernapasan. Jakarta: Salemba
Medika
Suddart, B. &. (2013). Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Sunaryati, S. S. (2011). Penyakit Paling
Sering Menyerang & Sangat
Mematika . Yogyakarta: Flas
Books
Triyanto, E. (2014). Pelayanan
Keperawatan Bagi Penderita
Hipertensi Secara Terpadu.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Wibisono, J. M. (2010). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Paru. Surabaya:
Depertemen Ilmu Penyakit Paru
FK Unain
Widjadja, R. (2009). Penyakit Kronis .
Jakarta: Bee Media
Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosa
Keperawatan : Diagnosa NANDA-
I-INtervensi NIC, Hasil NOC.
Jakarta: EGC

34

Anda mungkin juga menyukai