Anda di halaman 1dari 30

Asuhan Keperawatan pada Penyakit

Paru Obstruksi Kronik (PPOK/COPD)


PENYAKIT PARU OBSTRUKSI MENAHUN (PPOM)

a. Defenisi
Penyakit paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama
dan di tandai oleh peningkatan resistensi terhadap
aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
Penyakit paru obtruktif klinik (COPD) merupakan suatu
istilah yang sering digunakan untuk kelompok penyakit
paru yang berlansung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran fatofisiologi utamanya.
b. Etiology
Ada 2 (dua) penyebab penyumbatan aliran udara pada
penyakit emfisema, asma dan bronkitis kronis (PPOM).
Penyebabnya yaitu:
a. Adanya bahan-bahan iritan menyebabkan peradangan
pada alveoli. Jika suatu peradangan berlangsung lama,
bisa terjadi kerusakan yang menetap. 
b. Defisiensi protein alfa-1-antitripsin
Tubuh menghasilkan, yang memegang peranan penting
dalam mencegah kerusakan alveoli oleh neutrofil
estalase. Ada suatu penyakit keturunan yang sangat
jarang terjadi, dimana seseorang tidak memiliki atau
hanya memiliki sedikit alfa-1-antitripsin, sehingga
emfisema terjadi pada awal usia pertengahan (terutama
pada perokok).
 Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko
munculnya COPD (Mansjoer, 1999) adalah :
a.Kebiasaan merokok
b.Polusi udara
c.Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat
kerja.
d.Riwayat infeksi saluran nafas.
e.Umur
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko
terhadap terjadinya PPOK adalah saling
memperkuat dan faktor merokok dianggap yang
paling dominan.
 Penyempitan saluran pernafasan terjadi pada
bronkitis kronik maupun pada emfisema paru.
Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah
dapat dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi.
Pada bronkitis kronik sesak nafas terutama
disebabkan karena perubahan pada saluran
pernafaasan kecil, yang diameternya kurang dari
2 mm, menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan
kadang terjadi obliterasai.
 Penyempitan lumen terjadi juga oleh metaplasia
sel goblet. Saluran pernafasan besar juga
berubah. Timbul terutama karena hipertrofi dan
hiperplasia kelenjar mukus, sehingga saluran
pernafasan lebih menyempit.
 Pada penderita emfisema paru dan bronchitis
kronik, saluran-saluran pernafasan tersebut
akan lebih cepat dan lebih banyak tertutup.
Akibat cepatnya saluran pernafasan menutup
serta dinding alveoli yang rusak, akan
menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak
seimbang. Tergantung dari kerusakannya,
dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/
tidak ada, akan tetapi perfusi baik. sehingga
penyebaran udara pernafasan maupun aliran
darah alveoli, tidak sama dan merata. Timbul
hipoksia dan sesak nafas.
D. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda umum PPOM, yaitu :
a. Batuk produktif 
Batuk produktif ini disebabkan oleh inflamasi dan
produksi mukusyang berlebihan di saluran nafas.
b. Dispnea
Terjadi secara bertahap dan biasanya disadari saat
beraktivitas fisik. Berhubungan dengan menurunnya
fungsi paru-paru dan tidak selalu berhubungan
dengan rendahnya kadar oksigen di udara.
c. Batuk kronik 
Batuk kronis umumnya diawali dengan batuk yang
hanya terjadi pada pagi hari saja kemudian
berkembang menjadi batuk yang terjadi
sepanjanghari.
d. Mengi
Terjadi karena obstruksi saluran nafas
e. Berkurangnya berat badan
Pasien dengan PPOM yang parah membutuhkan kalori
yang lebih besar hanya untuk bernapas saja. Selain itu pasien
juga mengalamikesulitan bernafas pada saat makan sehingga
nafsu makan berkurangdan pasien tidak mendapat asupan
kalori yang cukup untuk mengganti kalori yang terpakai. Hal
tersebut mengakibatkan berkurangnya berat badan pasien.
f. Edema pada tubuh bagian bawah
Pada kasus CPOD yang parah, tekanan arteri pulmonary
meningkatdan ventrikel kanan tidak berkontraksi dengan
baik. Ketika jantung tidak mampu memompa cukup darah ke
ginjal dan hati akan timbul edema padakaki, kaki bagian
bawah, dan telapak kaki. Kondisi ini juga dapatmenyebabkan
edema pada hati atau terjadinya penimbunan cairan
pada abdomen (acites)
Adapun manifestasi klinis yang terdapat
pada tiga jenis penyakit yang tergolong PPOM,
yaitu:
 Asma
 Bronkitis kronis
 Emfisema Paru-Paru
E. Penatalaksanaan
Ada beberapa macam penatalaksanaan pada
pasien dengan PPOM, yaitu:
1. Therapy Pengobatan
a. Infus NaCl 0,9% 500/24jam parallel dengan
aminopilin 1amp + bricasma 1 amp dalam 29cc NaCl
0,9%?24 jam
b.Inpepsa 10cc 3x/hari
c.Medixion iv 6,5 mg 2x/hari
d.Carvit 500 mg/oral 1x/hari
e.Nebuliser (ventolin 1 amp: pulmicort, 1 amp:
flixolixed)
f.Pantozol 40 mg iv 1x/hari
2. Teknik terapi fisik untuk memelihara dan
meningkatkan ventilasi pulmonary
3. Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai
untuk memudahkan pernapasan
4. Bronkodilator
Bronkodilator diresepkan untuk mendilatasi
jalan nafas karena preperat ini melawan baik
edeama mukosa maupun spasme muscular dan
membantu baik dalam mengurai.
Bronkodilator mungkin meyebabkan efek
samping yang tidak diinginkan, yang termasuk
takikardi, disritmia jantung, sdan perangsangan
sistem saraf pusat.
5. Terapi Aerosol
6. Terapi ekserbasi akut. Antibiotik, karena
eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi :
 Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H.

Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan


ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau
aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
 Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat)

dapat diberikan jika kuman penyebab


infeksinya adalah H. Influenza dan B.
Catarhalis yang memproduksi B. Laktamase.
7. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan
pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya
sensitivitas CO2.
8. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan
sputum dengan baik.
9. Terapi jangka panjang
10. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang
mengalami gagal nafas Tip II dengan PaO2
11. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui
kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi,
untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar
dari depresi. 
Rehabilitasi untuk pasien PPOK: 
1.      Fisioterapi 
2.      Rehabilitasi psikis 
3.      Rehabilitasi pekerjaan
12. Dukungan psikologi
G. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya PPOK dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu:
• Merubah pola hidup : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan
polusi udara.
• Pencegahan Penyakit Paru Pada Usia Lanjut.
• Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan
dengan cara yang lazim, diantaranya:
a. Usaha pencegahan infeksi paru / saluran nafas
Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat,
mengurangi atau meniadakan faktor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya infeksi.
b. Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru
Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap
timbulnya kelainan paru (PPOM dan karsinoma paru), perlu dilakukan
pemantauan secara berkala.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PPOK  
A. Pengkajian

a. Pengkajian

1. Biodata

2. Riwayat kesehatan

 Keluhan utama

 Riwayat kesehatan dahulu

 Riwayat kesehatan keluarga

1. Pengkajian diagnostic PPOK

 Chest X- Ray : dapat menunjukkan hyperinflation paru, flattened diafragma,


peningkatan ruangan udara retrosternal, penurunan tanda vascular / bullae
( emfisema ), peningkatan suara bronkovaskular ( bronchitis ), normal ditemukan
saat periode remisi ( asma ).
 Pemeriksaan fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea,
menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,
memperkirakan tingkat disfungsi, dan mengevaluasi efek dari terapi, misalnya
bronkodilator.

 Total lung capacity (TLC ) : meningkat pada bronkitis berat dan biasanya pada
asma, namun menurun pada emfisema.

 Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema.

 FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi ( FEV ) terhadap tekanan kapasitas


vital ( FVC ) menurun pada bronkitis dan asma.

 Arterial blood gasses (ABGs) : menunjukan prose penyakit kronis, sering kali PaO2

menurun dan PaCO2 normal atau meningkatkan ( bronkitis kronis dan emfisema ),
terapi sering kali menurun pada asma, Ph normal atau asidosis, alkalosis respiratori
ringan sekunder terhadap hiperventilasi ( emfisema sedang atau asma).
 Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolabs bronkial
pada tekanan ekspirasi( emfisema ), pembesaran kelenjar mucus( brokitis).

 Darah lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin ( emfisema berat) dan eosinophil


(asma).

 Kimia darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema perimer.

 Skutum kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi pathogen,


sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan untuk menentukan penyakit keganasan/
elergi.

 Electrokardiogram (ECG) : diviasi aksis kanan, glombang P tinggi ( asma berat), atrial
disritmia ( bronkitis), gelombang P pada leadsII, III, dan AVF panjang, tinggi( pada
bronkitis dan efisema) , dan aksis QRS vertical (emfisema).
 Exercise ECG , stress test :membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi pernafasan,
mengevaluasi keektifan obat bronkodilator, dan merencanakan/ evaluasi program.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
b. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan Darah
2) Heart Rate
3) Respirasi
4) Suhu
a. Pemeriksaan Sistem Tubuh

1) Sistem Perepsi sensori


2) Sistem Pernapasan
3) Sistem Kardiovaskuler
4) Sistem Pencernaan
5) Sistem Perkemihan
6) Sistem Neurologis
7) Sistem Endokrin
8) Sistem Muskuloskeletal
9) Sistem Integumen
1. Data Objektif yang Mungkin Muncul

a) Batuk produktif/nonproduktif

b) Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua fase
respirasi semakin menonjol.

c) Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit di keluarkan.

d) Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.

e) Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.

f) Fase ekspirasi memanjang diseratai wheezing( di apeks dan hilus )

g) Penurunan berat badan secara bermakna.


1. Data Subjektif yang Mungkin Muncul

 Klien merasa sukar bernapas,sesak dan anoreksia

1. Data Psikososial yang Mungkin Muncul

a) Cemas, takut, dan mudah tersinggung.

b) Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnnya

c) Data tambahan (Somantri, 2019)


Kriteria Hasil , Intervensi Keperawatan Kritis yang Mungkin Muncul
Hasil Intervensi

Oksigenasi/Ventilasi  Kaji frekuensi pernafasan, upaya pernafasan dan suara nafas setiap 2-4 jam

Pasien memiliki gas darah  Dapatkan gas darah arteri per intruksi atau sungkup wajah dengan

arteri dalam batas normal menggunakan fio2 dan kecepatan aliran serendah mungkin

dan nilai oksimeter nadi  Beri humudifikasi bersama oksigen

>90%  Beri intubasi dan ventilasi mekanis sesuai kebutuhan (rujuk ke panduan

  perawatan kolaboratif untuk pasien yang terpasang ventilasi mekanis)

   

   Pantau frekuensi , pola,dan upaya pernafasan

Pasien mempertahankan  Kaji pernafasan selama tidur , catat apnea atau chynestrokes.

frekuensi dan kedalaman  

pernafasan yang normal  Dapatkan hasil senar-x dada setiap hari

   Pantau suara nafas untuk mengetahui adanya crackle,mengi,atau ronki

Pasien dengan foto dada setiap 2-4 jam

bersih (normal)  Beri diuretic per intruksi

Pasien memiliki suara nafas  Beri bronkodilator dan mukolitik sesuai indikasi

yang bersih  

   Dorong pasien non intubasi untuk menggunakan spirometer insentif,


Oksigenasi/Ventilasi  Kaji frekuensi pernafasan, upaya pernafasan dan suara nafas setiap 2-4 jam

Pasien memiliki gas darah arteri dalam  Dapatkan gas darah arteri per intruksi atau sungkup wajah dengan menggunakan fio2 dan kecepatan

batas normal dan nilai oksimeter nadi aliran serendah mungkin

>90%  Beri humudifikasi bersama oksigen

   Beri intubasi dan ventilasi mekanis sesuai kebutuhan (rujuk ke panduan perawatan kolaboratif untuk

  pasien yang terpasang ventilasi mekanis)

   

Pasien mempertahankan frekuensi dan  Pantau frekuensi , pola,dan upaya pernafasan

kedalaman pernafasan yang normal  Kaji pernafasan selama tidur , catat apnea atau chynestrokes.

   

Pasien dengan foto dada bersih  Dapatkan hasil senar-x dada setiap hari

(normal)  Pantau suara nafas untuk mengetahui adanya crackle,mengi,atau ronki setiap 2-4 jam

Pasien memiliki suara nafas yang bersih  Beri diuretic per intruksi

   Beri bronkodilator dan mukolitik sesuai indikasi

   

Tidak ada tanda-tanda atelectasis atau  Dorong pasien non intubasi untuk menggunakan spirometer insentif, batuk,dan nafas dalam setiap 2-4

pneumonia jam dan PRN

   Kaji kuantitas ,warna, dan konistensi secret

   Ubah posisi miring setiap 2 jam

 Mobilisasi dari tempat tidur ke kursi

Sirkulasi/Perfusi  Oantau tanda-tanda vital setiap 1-2jam

Tekanan darah , frekuensi jantung, dan  Pantau tekanan arteri pulmonal dan tekanan atrium kanan setiap 1 jam dan curah jantung , thanan vena

parameter hemodinamik dalam batas sistemik,dan tahanan vena perifer setiap 6-12 jam kateter arteri pulmonal terpasang.

normal  Kaji adanya tanda disfungsi ventrikel kanan (misalnya peningkatan vena sentral,distensi vena leher,edena

  perifer)
Cairan/Elektrolit  Pantau asupan dan haluaran setiap 1-2 jam

Fungsi ginjal dipertahankan  Pantau nitrogen urea darah , keratin, elektrolit Mg,PO

yang ditujukan dengan  Ganti kalium , magnesium,dan fosfor sesuai protocol

haluaran urin >30 ml?  Timbang berat badan setiap hari

jam,nilai labolatorium  Berikan volume cairan dan diuretic berdasarkan tanda-tanda vital , pengkajian

normal fisik, viskositas secret,sesuai instruksi

Pasien Euvoemik
Mobilitas/Keamanan  Dorong pasien untuk berdiri di samping tempat tidur, duduk tegak di

Tidak ada tanda-tanda kursi,, ambulasi dengan bantuan sesegera mungkin

penurunan tonus atau  Buat program aktivitas

kekuatan otot  Pantau renpons terhadap aktivitas

   

   Konsultasi dengan fisioterapi

   Lakukan rentang gerak aktif dan pasif setiap 4 jam ketika terjaga

pasien mempertahankan  

fleksibilitas sendi  Pantau kriteria sindrom respon inflamasi sistemik : peningkatan hitung

  SDP, peningkatan suhu, takipnea , takikardi

Tidak ada tanda-tanda  Gunakan Teknik aseptic yang ketat selama prosedur dan pantau yang

infeksi, SDP dalam batas lainnya.

normal  Pertahankan sterilitas selang kateter invasive

   Sesuai protocol rumah sakit, ganti kateter invasive , darah kultur , ujung

  selang atau cairan.

   

   Mulai pemberian profilaksis thrombosis vena profunda dalam 24 jam sejak

Tidak ada tanda-tanda masuk


Integritas Kulit  Ubah posisi miring setiap 2 jam

Tidak ada tanda-tanda  Lepaskan alat protektif diri dari pergelangan tangan dan pantau kulit

kerusakan kulit sesuai kebijakan rumah sakit

 Kaji risiko kerusakan kulit dengan menggunakaan alat objektif (mis. Skala

Braden), pertimbangkan penurunan tekanan / maturitas medulasi.

Nutrisi  Beri nutrisi parenteral, enteral atau oral dalam 48 jam

Asupan kalori dan zat gizi  Konsultasi dengan ahli diet atau layanan bantuan nutrisi

memenuhi perhitungan  Hindari kandungan karbohidrat tinggi jika pasien mempertahankan CO 2

kebutuhan metabolic (mis.  Pantau albumin , prealbumin , transferrin, kolesterol, trigliserida dan

Pengeluaran energi basal) glukosa

Kenyamanan/Kontrol nyeri  Kaji nyeri/kenyamanan setiap 4 jam

Pasien merasa nyaman dan  Beri analgesic dan sedative dengan hati-hati ,dengan memantau secara

mengevaluasi nyeri dengan ketat frekuensi, kedalaman dan pola pernafasan

nilai <4 pada skala nyeri  Bedakan antara agitasi yang disebabkan oleh ketidaknyamanan atau yang

disebabkan hipoksia sebelum pemberian obat

 Tinggikan kepala tempat tidur untuk memperbaiki kenyamanan

pernapasan
Psikososial  Kaji tanda-tanda vital selama terapi , diskusi dan sebagainya

Pasien menunjukkan penurunan  Beri sedative dengan hati-hati

ansietas  Konsultasikan dengan layanan social , rohaniawan jika sesuai

 Dorong istirahat dan tidur yang adekuat

 Beri bantuan selama periode dipsnea

Penyuluhan/Perencanaan Pulang  

Pasien/orang terdekat memahami  

prosedur dan pemeriksaan yang  Siapkan pasien / orang terdekat untuk prosedur seperti fisioterapi dada, bronkoskopi ,

diperlukan untuk terapi pemasangan kateter arteri pulmonalis atau pemeriksaan laboratorium

   

Orang terdekat memahami  

keparahan penyakit , mengajukan  Jelaskan penyebab dari efek PPOK serta potensi komplikasi seperti pneumonia atau disfungsi

pertanyaan yang sesuai , jantung

mengantisipasi potensi komplikasi  Dorong orang terdekat untuk mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan ventilator ,

  patofisiologi , pemantauan terapi dan sebagainya.

Dalam persiapan pulang kerumah,  

pasien memahami tingkat aktivitas  Buat rujukan sesuai dan konsultasi diet selama hospitalisasi

, Batasan diet, program  Mulai penyluhan keluarga mengenai penggunaan yang benar inhaler terukur , tanda dan gejala

pengobatan , inhaler dosis terukur. pada gagal napas dan tindakan yang sesuai.

 
Manajemen Keperawatan pada klien medis
 Pengkajian, harus mencakup eksplorasi yang teliti dari manifestasi klinis klien.
Tentukan kemampuan klien dalam mengenali gejala yang membutuhkan perawatan lebih
lanjut. Contohnya, bila pasien mengatakan, “saya tahu bahwa saya terkena infeksi,
sehingga saya pergi ke dokter”, pernyataan tersebut menunjukkan bahwa ia mengerti
penyakitnya. Sebaliknya, bila klien tidak memiliki alas an untuk dirawat di rumah sakit,
maka ajarkan klien tentang PPOK. Pengkajian Riwayat medis terdahulu membantu
menentukan apakah klien memiliki kelainin lain seperti penyakit jantung yang dapat
mempengaruhi.
 Evaluasi, dispnea akan membaik dengan ;lambat. Perkiraan beberapa hari untuk
klien dapat Kembali ke kondisi awal. Klien dengan PPOK sering mengalami penurunan
kondisi meski penangan medis telah diberikan. Sulit membatasi aktivitas dan pekerjaan.
Sebanyak mungkin, ajak klien untuk menjalani hidup aktif dengan olahraga rutin.
Dukungan dari orang terdekat sangat penting.
 Diagnosis, Hasil yang diharapkan, dan intervensi. Diagnpsis keperawatan dan
intervensi untuk klien PPOK yang biasa digunakan tertera pada kotak rencana asuhan
keperawatan untuk klien dengan PPOK. Oleh karena PPOK banyak terjadi, banyak
institusi menggunakan alur klinis atau peta perawatan sebagai panduan keperawatan
Perawatan paliatif pasien dengan
PPOK
Penyakit paru paru termasuk PPOK merupakan penyakit yang membatasi hidup
dan tidak dapat disembuhkan. Penderita penyakit paru kronis memiliki beban gejala
tinggi lebih tinggi daripada pasien dengan kanker dan penyakit kronis lainnya. Batuk
adalah gejala yang sering dan mengganggu pada PPOK dan diperlukan protocol
khusus untuk meredakan batuk. Akibatnya, perawatan untuk kondisi ini harus
mencakup perawatan paliatif dengan perbaikan gejala dan kualitas hidup, serta
memperlambat atau menghentikan perkembangan penyakit. Sementara, perawatan
paliatif telah dipelajari dan diterapkan di antara pasien dengan kanker, itu juga telah
terbukti bermanfaat bagi pasien yang menderita penyakit paru-paru, terutama penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK) (Aslakson et al., 2017).

Anda mungkin juga menyukai