Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN RASA NYAMAN

(NYERI) PADA TN. S DI RUANG

DAHLIA RSUD dr. DORIS SYLVANUS

Disusun Oleh :

Syahida Nafisah

NIM: PO.62.20.1.22.047

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

INDONESIA POLTEKKES KEMENKES

PALANGKA RAYA PRODI D III KEPERAWATAN

REGULER XXVA

TAHUN 2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN

Yang membuat Laporan Pendahuluan


Nama Mahasiswa : Syahida Nafisah

NIM : PO.62.20.1.22.047

Tingkat/Semester : Semester III

Program Studi : DIII Keperawatan

Tahun Akademik : 2023/2024

Yang menyetujui Laporan Pendahuluan,

Pembimbing Klinik : Riko., Amd. Kep

Pembimbing Institusi : Ns. Maria Magdalena,S.Kep.,MmedEd

Ns. Sucipto Dwitantan M.Kep.Sp.KMB

Pembimbing Klinik Palangka Raya, November 2023


Pembimbing Institusi

(..............................................)
(..............................................)
Konsep Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri)

A. Pengertian Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori yang tidak menyenangkan, unsur utama yang harus
ada untuk disebut sebagai nyeri adalah rasa tidak menyenangkan. Nyeri terjadi akibat
adanya kerusakan jaringan yang nyata (pain associate with actual tissue damage), nyeri
yang demikian dinamakan nyeri akut yang dapat menghilang seiring dengan penyembuhan
jaringan.

B. Etiologi Nyeri

Menurut Sutanto & Fitriana (2017), penyebab rasa nyeri dapat digolongkan menjadi dua
bagian, yaitu berhubungan dengan fisik dan nyeri psikologis.
a. Nyeri fisik
Nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut saraf
reseptor nyeri. Serabut saraf ini terletak dan tersebar pada lapisan kulit dan pada
jaringan tertentu yang terletak lebih 7 dalam. Penyebab nyeri secara fisik adalah
akibat trauma misalnya, (trauma mekanik, truama kimiawi, trauma termis, dan trauma
elektrik), neoplasma. Peradangan, gangguan sirkulasi darah, dan lain lain:
1) Trauma mekanik.
Trauma mekanik menimbulkan rasa nyeri karna ujung-ujung saraf bebas,
mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, dan luka.
2) Trauma kimiawi.
Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat.
3) Trauma termis.
Trauma termis menimbulkan rasa nyeri karena ujung reseptor mendapat
rangsangan akibat panas atau hangat.
4) Trauma elektrik.
Trauma elektrik dapat menimbulkan rasa nyeri karena pengaruh aliran listik yang
kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
5) Neoplasma.
Neoplasma menyebabkan rasa nyeri karena terjadinya tekanan serta kerusakan
jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan atau jepitan.
6) Nyeri pada peradangan.
Nyeri ini terjadi karna kerusakan ujung-ujung syaraf reseptor akibat adanya
peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.

b. Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan
karena penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruh terhadap
fisik. Kasus ini dapat dijumpai pada kasus yang termasuk katagori psikosmatik. Nyeri
karena faktor ini disebut psychogenic pain.

C. Tanda Dan Gelaja Nyeri

Gejala dan tanda menurut PPNI (2016) adalah sebagai berikut:


1. Gejala dan Tanda Mayor
a. Subjektif : mengeluh nyeri
b. Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis. Waspada, posisi
menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, dan sulit tidur.
2. Gejala dan Tanda Minor
a. Subjektif : tidak tersedia
b. Objektif : tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan
berubah, proses berfikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri
sendiri, dan diaphoresis.

D. Patofisiologi Nyeri

Definisi nyeri berdasarkan International Association for the Study of Pain adalah
pengalaman sensoris dan emosi yang tidak menyenangkan dimana berhubungan dengan
kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan jaringan. Sebagai mana diketahui
bahwa nyeri tidaklah selalu berhubungan dengan derajat kerusakan jaringan yang
dijumpai. Namun nyeri yang dipengaruhi oleh genetik, latar belakang kultural, umur dan
jenis kelamin. Kegagalan dalam menilai faktor kompleks nyeri dan hanya bergantung
pada pemeriksaan fisik sepenuhnya serta tes laboratorium mengarahkan kita pada
kesalahpahaman dan terapi yang tidak adekuat terhadap nyeri, terutama pada pasien-
pasien dengan resiko tinggi seperti orang tua, anak-anak dan pasien dengan gangguan
komunikasi.
Setiap pasien yang mengalami trauma berat (tekanan, suhu, kimia) atau pasca
pembedahan harus dilakukan penanganan nyeri yang sempurna, karena dampak dari
nyeri
itu sendiri akan menimbulkan respon stres metabolik (MSR) yang akan mempengaruhi
semua sistem tubuh dan memperberat kondisi pasiennya. Hal ini akan merugikan pasien
akibat timbulnya perubahan fisiologi dan psikologi pasien itu sendiri, seperti
 Perubahan kognitif (sentral) : kecemasan, ketakutan, gangguan tidur dan putus asa
 Perubahan neurohumoral : hiperalgesia perifer, peningkatan kepekaan luka
 Plastisitas neural (kornudorsalis) : transmisi nosiseptif yang difasilitasi sehingga
meningkatkan kepekaan nyeri.
 Aktivasi simpatoadrenal : pelepasan renin, angiotensin, hipertensi, takikard
 Perubahan neuroendokrin : peningkatan kortisol, hiperglikemi, katabolisme
Nyeri pembedahan sedikitnya mengalami dua perubahan, pertama akibat
pembedahan itu sendiri yang menyebabkan rangsangan ujung saraf bebas dan yang
kedua setelah proses pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah sekitar operasi,
dimana terjadi pelepasan zat-zat kimia (prostaglandin, histamin, serotonin, bradikinin,
substansi P dan lekotrein) oleh jaringan yang rusak dan selsel inflamasi. Zat-zat kimia
yang dilepaskan inilah yang berperan pada proses transduksi dari nyeri.

E. Pathway

F. Penatalaksanaan medis
Tatalaksana nyeri berguna untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri,
meningkatkan fungsi tubuh, dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebelum
melakukan manajemen nyeri ada beberapa prosedur yang dapat dilakukan meliputi:
a. Tahap evaluasi
b. Tes diagnostik untuk menentukan penyebab nyeri
c. Rujukan untuk operasi (Dilakukan apabila hasil evaluasi dan tes memungkinkan)
d. Pemberian suntik atau stimulasi saraf tulang belakang
e. Adanya terapi fisik untuk meningkatkan kekuatan tubuh.
f. Terapi komplementer

G. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan:


1. Hemoglobin (Hb)
2. Hematokrit (HCT)
3. Sel darah putih (WBC)

H. Penatalaksanaan Medis
1. Tata Laksana Nyeri Secara Non Farmakologik
Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologik, yaitu (Anggraini and Saputri,
2021):
a. Self healing
Self healing adalah metode penyembuhan penyakit bukan dengan obat,
melainkan dengan menyembuhkan dan mengeluarkan perasaan dan emosi
yangterpendam di dalam tubuh.
b. Teknik relaksasi dan distraksi
Relaksasi merupakan perasaan bebas secara mental dan fisik dari
keteganganatau stres yang membuat individu mempunyai rasa kontrol
terhadap dirinya.
c. Guided Imagery
Guided imagery merupakan teknik yang menggunakan imajinasi
seseoranguntuk mencapai efek positif tertentu. Teknik ini dimulai dengan
proses relaksasi pada umumnya yaitu meminta kepada pasien perlahanlahan
menutup matanya danfokus pada nafas mereka, pasien didorong untuk
relaksasi mengosongkan pikirandan memenuhi pikiran dengan bayangan
untuk membuat damai dan tenang.
d. Pijatan
Pijat meningkatkan jangkauan gerak pasien, mengurangi ambang nyeri,
melemaskan otot-otot, dan meningkatkan sirkulasi dan drainase limfatik.
Pijat juga memiliki efek biokimia, yaitu meningkatkan kadar dopamin dan
limfosit serta memproduksi sel pembunuh. Pijat adalah tindakan kenyamanan
yang dapat membantu relaksasi, menurunkan ketegangan otot dan dapat
meringankan ansietas karena kontak kontak fisik yang menyampaikan
perhatian. Pijat juga dapat menurunkan intensitas nyeri dengan meningkatkan
sirkulasi superfisial ke area nyeri, serta menghilangkan stress
e. Kompres dingin
Kompres dingin merupakan salah satu tindakan keperawatan dan banyak
digunakan untuk menurunkan nyeri. Sensasi dingin yang dirasakan
memberikan efekfisiologis yang dapat menurunkan respon inflamasi,
menurunkan alirah darah, mampu menurunkan edema serta mengurangi rasa
nyeri local.
f. TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) adalah sebuah
metode pemberian stimulasi elektrik bervoltase rendah secara langsung ke
area nyeri yang telah teridentifikasi, ke titik akupresur, di sepanjang kolumna
spinalis. Stimulasi kutaneus dari unit TENS diperkirakan mengkativasi
serabut saraf berdiameter besaryang mengatur impuls nosiseptif di sistem
saraf tepi dan sistem saraf pusat sehinggamenghasilkan penurunan nyeri.
g. Akupuntur dan akupresur
Akupresur adalah teknik penyembuhan bangsa Cina kuno yang
didasarkan pada prinsip pengobatan tradisonal Asia. Rangsangan pada titik
akupoindipercaya akan membuka sumbatan di meridian dan memperbaiki
aliran energi, menghilangkan nyeri, dan penyakit.
h. Biofeedback
Biofeedback adalah suatu proses dimana individu belajar untuk
memahami sertamemberi pengaruh respon fisiologis atas diri mereka
terhadap nyeri. Biofeedback adalah penatalaksanaan yang memberikan
informasi
tentang bagaimana proses fisiologis dalam tubuh dapat terpengaruh secara
negatifoleh rasa sakit kronis.

2. Tata Laksana Nyeri Secara Farmakologik


Praktik dalam tatalaksana nyeri, secara garis besar stategi farmakologi
mengikuti “WHO Three Step Analgesic Ladder” yaitu (Anggraini and Saputri,
2021):
a. Tahap pertama dengan menggunakan abat analgetik nonopiat seperti NSAID
atau COX2 spesific inhibitors.
b. Tahap kedua, dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri. Maka diberikan
obat-obat seperti pada tahap 1 ditambah opiat secara intermiten.
c. Tahap ketiga, dengan memberikan obat pada tahap 2 ditambah opiat yang
lebih kuat.
Penanganan nyeri berdasarkan patofisiologi nyeri pada proses transduksi
dapat diberikan anestesik lokal dan atau obat anti radang non steroid, pada
transmisi impuls saraf dapat diberikan obat-obatan anestetik lokal, pada proses
modulasi diberikan kombinasi anestetik lokal, narkotik, dan atau klonidin, dan
pada persepsi diberikan anestetik umum, narkotik, atau parasetamol.
Konsep Hepatoma
Karsinoma hepatoseluler (HCC) atau hepatoma adalah kanker primer pada hati yang
berkembang dari hepatosit, sel utama dalam hati. Proses fibrotik dan kondisi kronis hati,
seperti sirosis, memicu pertumbuhan massa tumor ganas dalam hati. Kanker ini dapat
tumbuh di dalam hati, di permukaannya, atau menyebar melalui metastasis. Sebagai
kanker primer yang paling umum pada hati, HCC menyumbang sekitar 75% dari semua
keganasan hati.

Faktor risiko utama untuk HCC termasuk infeksi virus hepatitis B (HBV) dan
hepatitis C (HCV), paparan aflatoksin dalam makanan, konsumsi alkohol berlebihan,
obesitas, merokok, dan diabetes tipe 2. Risiko terjadinya HCC dapat bervariasi
berdasarkan faktor- faktor tersebut dari satu daerah ke daerah lain.
Infeksi kronis seperti HBV dan HCV berperan besar sebagai penyebab HCC.
Replikasi aktif virus hepatitis, terutama pada pasien dengan sirosis, meningkatkan risiko
kanker hati. Integrasi DNA virus ke genom sel inang menyebabkan kerusakan genetik,
menjadi faktor penting dalam perkembangan tumor.
Pencegahan kanker hati melalui vaksinasi HBV, pengobatan antiviral terhadap
infeksi HBV, serta terapi antivirus berbasis interferon (IFN) pada infeksi HCV telah
terbukti mengurangi kejadian HCC secara signifikan.
Gejala karsinoma hepatoseluler bervariasi tergantung pada stadium penyakitnya.
Gejala umum termasuk nyeri di kuadran kanan atas, hepatomegali atau pembesaran hati,
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, kelelahan, menguningnya kulit dan
mata, sakit perut atau ketidaknyamanan, pembengkakan perut, mual, muntah, kehilangan
nafsu makan, serta perdarahan tidak normal.
Konsep Asuhan Keperawatan

1. DATA DEMOGRAFI
a. Biodata
1) Nama
2) Usia/Tanggal Lahir
3) Jenis Kelamin
4) Alamat
5) Suku/Bangsa
6) Status Perkawinan
7) Agama/Keyakinan
8) Pekerjaan/Sumber pendapatan
9) Diagnostik Medik
10) No. Medikal Record
11) Tanggal Masuk
12) Tanggal Pengkajian
b. Penanggung Jawab
1) Nama
2) Usia
3) Jenis Kelamin
4) Pekerjaan/Sumber Penghasilan
5) Hubungan dengan klien
2. KELUHAN UTAMA
3. PENGKAJIAN STATUS NYERI
 P: Penyebab nyeri

 Q: Kualitas nyeri

 R: Lokasi nyeri

 S: Skala nyeri

 T: Waktu nyeri (waktu nyeri timbul, durasi nyeri, waktu terakhir nyeri muncul)
4. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
b. Riwayat Kesehatan Lalu
c. Riwayat Kesehatan Keluarga

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nyeri akut (SDKI: D.0077)


Berhubungan dengan:
1. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan

Nyeri Kronis (SDKI: D.0078)


Berhubungan dengan:
1. Kondisi muskuloskeletal kronis
2. Kerusakan sistem saraf
3. Penekanan saraf
4. Infiltrasi tumor
5. Ketidakseimbangan neurotransmiter, neuromodulator, dan reseptor
6. Gangguan imunitas (mis. Neuropati terkait HIV, virus varicella-zoster)
7. Gangguan fungsi metabolik
8. Riwayat posisi kerja statis
9. Peningkatan indeks masa tubuh
10. Kondisi pasca trauma
11. Tekanan emosional
12. Riwayat penganiayaan (mis. Fisik, psikologis, seksual)
13. Riwayat penyalahgunaan obat/zat
6. INTERVENSI

Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil Itervensi Keperawatan


Keperawatan
Nyeri Akut ( D. Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
0077 ) berhubungan Setelah dilakukan tindakan Definisi :
dengan proses keperawatan diharapkan nyeri Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman
penyakit (penekanan menurun dengan Kriteria hasil sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan : akan jaringan atau fungsional dengan onset
syaraf, infiltrasi 1. Kemampuan menuntaskan mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
system suplai aktivitas (meningkat) hingga berat dan konstan
syaraf, obtruksi jalur 2. Keluhan nyeri (menurun) Tindakan :
syaraf, inflamasi). 3. Meringis (menurun) Observasi
4. sikap protektif (menurun) 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
5. Gelisah (menurun) frekuensi, kualitas, Intensitas nyeri
6. Kesulitan tidur (menurun) 2. Identifikasi skala nyeri
7. Menarik diri (menurun) 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
8. Berfokus pada diri sendiri 4. Identifikasi faktor yang memperberat
(menurun) dan memperingan nyeri
9. Diaforesis (menurun) 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
10. Perasaan depresi (tertekan) tentang nyeri
(menurun) 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
11. Perasaan takut mengalami respon nyeri
cedera berulang 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
(menurun) kualitas hidup Monitor keberhasilan
12. Anoreksia (menurun) terapi komplementer yang sudah
13. Perineum terasa tertekan diberikan
(menurun) 8. Monitor efek samping penggunaan
14. Uterus teraba membulat analgetik
(menurun) Terapeutik
15. Ketegangan otot 9. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
(menurun) mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
16. Pupil dilatasi (menurun) hipnosis, akupresur, terapi musik,
17. Muntah (menurun) biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
18. Mual (menurun) teknik imajinasi terbimbing. kompres
19. Frekuensi nadi (membaik) hangat dingin, terapi bermain)
20. Pola napas (membaik) 10. Kontrol lingkungan yang memperberat
21. Tekanan darah (membaik) rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
22. Proses berpikir pencahayaan, kebisingan)
(membaik) 11. Fasilitasi istirahat dan tidur
23. Fokus (membaik) 12. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
24. Fungsi berkemih dalam pemilihan strategi meredakan
(membaik) nyeri
25. Perilaku (membaik) Edukasi
26. Nafsu makan (membaik) 13. Jelaskan penyebab, periode, dan
27. Pola tidur (membaik) pemicu nyeri
14. Jelaskan strategi meredakan nyeri
15. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
16. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
17. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
18. Kolaborasi Pemberian analgetik, jika
perlu
Nyeri Kronis Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
(D.0078) Setelah dilakukan tindakan Definisi :
berhubungan keperawatan diharapkan nyeri Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman
dengan infiltrasi menurun dengan Kriteria hasil sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
tumor : akan jaringan atau fungsional dengan onset
1. Kemampuan menuntaskan mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
aktivitas (meningkat) hingga berat dan konstan
2. Keluhan nyeri (menurun) Tindakan :
3. Meringis (menurun) Observasi
4. sikap protektif (menurun) 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
5. Gelisah (menurun) frekuensi, kualitas, Intensitas nyeri
6. Kesulitan tidur (menurun) 2. Identifikasi skala nyeri
7. Menarik diri (menurun) 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
8. Berfokus pada diri sendiri 4. Identifikasi faktor yang memperberat
(menurun) dan memperingan nyeri
9. Diaforesis (menurun) 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
10. Perasaan depresi (tertekan) tentang nyeri
(menurun) 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
11. Perasaan takut mengalami respon nyeri
cedera berulang 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
(menurun) kualitas hidup Monitor keberhasilan
12. Anoreksia (menurun) terapi komplementer yang sudah
13. Perineum terasa tertekan diberikan
(menurun) 8. Monitor efek samping penggunaan
14. Uterus teraba membulat analgetik
(menurun) Terapeutik
15. Ketegangan otot 9. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
(menurun) mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
16. Pupil dilatasi (menurun) hipnosis, akupresur, terapi musik,
17. Muntah (menurun) biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
18. Mual (menurun) teknik imajinasi terbimbing. kompres
19. Frekuensi nadi (membaik) hangat dingin, terapi bermain)
20. Pola napas (membaik)
21. Tekanan darah (membaik) 10. Kontrol lingkungan yang memperberat
22. Proses berpikir rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
(membaik) pencahayaan, kebisingan)
23. Fokus (membaik) 11. Fasilitasi istirahat dan tidur
24. Fungsi berkemih 12. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
(membaik) dalam pemilihan strategi meredakan
25. Perilaku (membaik) nyeri
26. Nafsu makan (membaik) Edukasi
27. Pola tidur (membaik) 13. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
14. Jelaskan strategi meredakan nyeri
15. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
16. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
17. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
18. Kolaborasi Pemberian analgetik, jika
perlu

7. EVALUASI

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang
disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Harahap, 2019).
Evaluasi dapat dilakukan menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau muncul masalah baru.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, N. and Saputri, S. (2021) ‘Mata Kuliah : Asuhan Keperawatan Anestesi Kasus
Umum “PENATALAKSANAAN NYERI”’.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Samant., K. O. A.-A. H. (2023). Hepatocellular Carcinoma. National Library of medicine.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559177/

Terapi, T., & Chemoembolization, T. (2019). Hasil penelitian faktor - faktor yang
mempengaruhi respon tumor terhadap terapi.

Anda mungkin juga menyukai