Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS ASUHAN

KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. Y DENGAN ANEMIA DI RUANG


RAWAT INAP GARUDA RSUD S.K LERIK KOTA KUPANG

OLEH:

MARIA PRICILIA GRACE TAOLIN


NIM : 213111105

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia adalah keadaan dimana terjadi penurunan jumlah masa eritrosit yang
ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan hitung eritrosit.
Sintesis hemoglobin memerlukan ketersediaan besi dan protein yang cukup dalam
tubuh. Protein berperan dalam pengangkutan besi ke sumsum tulang untuk
membentuk molekul hemoglobin yang baru (Kulsum, 2020).

Prevalensi anemia diperkirakan 9% di Negara-negara maju, sedangkan di Negara


berkembang prevalensinya 43%. Prevalensi anemia di Indonesia berdasarkan
RISKESDAS yaitu 21,7% (Reskesdas, 2018). Kemenkes RI pada tahun 2013
menemukan prevalensi penyakit tidak menular pada usia lanjut di Indonesia antara
lain anemia (46,3%), penyakit hipertensi (42,9%), penyakit sendi (39,6%), serta
penyakit jantung dan pembuluh darah (10,7%). Lansia usia 65–74 tahun di
Indonesia yang mengalami anemia sebesar 34,2% dan lansia usia >75 tahun sebesar
46% (Kemenkes RI, 2015).

Anemia pada lansia disebabkan karena kurangnya tingkat konsumsi zat gizi seperti
protein, zat besi, vitamin B12, asam folat, dan vitamin C. Kekurangan zat gizi dapat
dipengaruhi oleh perubahan karakteristik lansia antara lain fisiologi, ekonomi, sosial
dan penyakit penyerta pada lansia seperti penyakit degeneratif, kronik, dan infeksi
yang akan berpengaruh terhadap pola makannya. Selanjutnya berpengaruh pula
terhadap rendahnya konsumsi zat gizi yang menyebabkan lansia mengalami anemia
(Ping, 2017).

Upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan anemia adalah


pemberian suplementasi tablet Fe dan menanggulangi penyebabnya. Selain itu,
fortifikasi makanan dengan zat besi dan mengubah kebiasaan pola makanan dengan
menambahkan konsumsi pangan seperti buah dan sayur. Buah – buahan seperti
pisang menawarkan manfaat kesehatan yang besar. Pisang merupakan penganan
yang mudah ditemukan dan dikonsumsi pada setiap umur. Penelitian menunjukan
bahwa mengkonsumsi pisang ambon dapat mencegah dan menanggulangi anemia
dengan merangsang hemoglobin dalam darah. Pisang ambon memiliki kadar zat besi
dan vitamin c yang dapat membantu meningkatkan dan absorbsi zat besi dalam
tubuh. Makin tinggi kandungan vitamin C dalam makanan makin tinggi absorbsi
dan penggunaan zat besi dalam tubuh (Nurul, 2016).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien Tn.Y dengan Dx
Medik Anemia di ruangan Garuda RSUD S.K Lerik Kota Kupang
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat
1. Melakukan pengkajian keperawatan anemia
2. Menetapkan diagnosis keperawatan anemia
3. Menyusun intervensi keperawatan anemia
4. Melakukan implementasi keperawatan anemia
5. Melakukan evaluasi keperawatan anemia
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Anemia
2.1.1 PENGERTIAN
Anemia adalah suatu keadaan dengan kadar hemoglobin darah yang
lebih rendah daripada normal sebagai akibat ketidakmampuan jaringan
pembentuk sel darah merah dalam produksinya guna mempertahankan kadar
hemoglobin pada tingkat normal (Adriani & Wijatmadi, 2019).
Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb). Dikatakan
sebagai anemia bila Hb < 14g/dl dan Ht < 41% pada pria, Hb < 12g/dl dan Ht <
37% pada wanita (WHO, 2020).
National Institute of Health (NIH) Amerika 2011 menyatakan bahwa
anemia terjadi ketika tubuh tidak memiliki jumlah sel darah merah yang cukup
(Fikawati, Syafiq & Veretamala, 2017).
Digunakan dalam menentukan status anemia pada skala luas. Parameter
batasan kadar hemoglobin normal menurut WHO dalam Adriani & Wirjatmadi
(2017) adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Parameter Kadar Hemoglobin Normal

Kelompok Umur Hemoglobin (gr/dl)


Anak 6 bulan-6 tahun 11
6 tahun-14 tahun 12
Dewasa Laki-laki 13
Wanita 12
Wanita Hamil 11
2.1.2 ANATOMI & FISIOLOGI

Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah


mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel diseluruh tubuh. Darah juga
menyumplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme dan
mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan
tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan
melalui darah.
Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen
sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan
oleh hemoglobin, protein pernapasan yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang
merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Manusia memiliki sistem
peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir dalam pembuluh darah dan
disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompa oleh jantung menunju paru0paru untuk
melepaskan sisa metabolisme berupa karbondioksida dan menyerap oksigen melalui
pembuluh darah pulmonalis, lalu dibawa lagi ke jantung melalui vena pulmonalis. Daraj
juga mengangkut bahan-bahan sisa metabolisme dan obat-obatan dan bahan kimia asing
ke hati untuk dibuang sebagai urine (Randy, 2018).
Komponen darah manusia terdiri dari dua komponen :
1. Korpuskular adalah unsur padat darah yaitu sel-sel darah eritrosit, leukosit dan
trombosit.
a. Eritrosit (sel darah merah)
Sel ini berbentuk cakram bikonkav, tanpa inti sel, berdiameter 7-8
mikrometer. Eritrosit mengandung hemoglobin, yang memberinya warna merah.
Hemoglobin (Hb) adalah protein kompleks terdiri atas protein, globin, dan
pigmen hem (besi). Jadi besi penting untuk Hb. Besi ditimbun di jaringan
sebagai ferritin dan hemosiderin. Eritrosit dibentuk di sumsum tulang merah,
dari proeritroblas, kemudian normoblas. Keduanya masih memiliki inti.
Normoblas kehilangan intinya dan masuk peredaran darah sebagai eritrosit
dewasa (Bakta, IM, 2019).

Fungsi utama sel darah merah adalah untuk mentrasnfer hemoglobin,


yang selanjutnya membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan. Sel darah merah
merupakan cakram bikonkav yang mempunyai garis tengah rata-rata sekitar 8
mikron, tebalnya 2 mikron dan di tengahnya mempunyai tebal 1 mikron atau
kurang, bentuk sel normal adalah suatu “kantong” yang dapat berubah menjadi
hampir semua bentuk karena sel normal mempunyai membran, dan akibatnya
tidak merobek sel seperti yang akan terjadi pada sel-sel lainnya. pada laki-laki
normal, jumlah rata-rata sel darah merah permili liter kubik adalah 5.200.000
dan pada wanita normal adalah 4.700.000. jumlah hemoglobin dalam sel dan
transforoksigen, bila hematokrit darah mengandung rata-rata 15gram
hemoglobin. Tiap gram hemoglobin mampu mengikat kira-kira 1.39ml oksigen.
Oleh karena itu, pada orang normal lebih dari 20ml oksigen dapat diangkut
dalam ikatan dengan hemoglobin dalam tiap-tiap 100ml darah. Faktor utama
yang merangsang produksi sel-sel darah merah adalah hormon di dalam
sirkulasi yang disebut sebagai eritropritein, yang merupakan suatu glikoprotein.
pada orang normal 90%-95% dari seluruh eritropritein di bentuk di dalam
ginjal. (Bakta, IM, 2019).
b. Leukosit (sel darah putih)
Jumlah sel pada orang dewasa berkisar antara 6000-9000 sel/cc darah.
Fungsi utama dari sel tersebut adalah untuk fagosit (pemakan) bibit
penyakit/benda asing yang masuk tubuh. Peningkatan jumlah leukosit
merupakan petunjuk adanya infeksi misalnya radang paru-paru. Leukopenia
berkurangnya jumlah leukosit sampai dibawah 6000 sel/cc. leukositosis
bertambahnya jumlah leukosit melebihi normal (di atas 9000 sel/cc darah).
Granulosit adalah leukosit yang didalam sitoplasmanya memiliki butir-
butir kasar (granula). Jenisnya adalah eosinofil, basofil dan netrofil.
Agranulosit adalah leukosit yang sitoplasmanya tidak memiliki granula,
jenisnya adalah limfosit dan monosit.
o Eosinofil mengandung granula berwarna merah (warna eosin)
disebut juga asidofil berfungsi pada reaksi alergi.
o Basofil mengandung granula berwarna biru (warna basa)
berfungsi pada reaksi alergi.
o Netrofil ada 2 jenis sel yaitu netrofil batang dan netrofil segmen
disebut juga sebagai sel-sel PMN (Poly Morpho Nuclear)
berfungsi sebagai fagosit.
o Limfosit (ada 2 jenis sel yaitu sel T dan sel B) keduanya
berfungsi untuk menyelenggarakan imunitas (kekebalan tubuh).
Sel T adalah imunita seluler dan sel B adalah imunitas humoral.
o Monosit merupakan leukosit dengan ukuran paling besar.
c. Trombosit (Keping darah)
Disebut juga sel darah pembeku, jumlah sel pada orang dewasa sekitar
200.000-500.000 sel/cc. didalam trombosit terdapat banyak sekali faktor
pembeku (hemostasis) antara lain adalah faktor VIII (anti hemophilic factor),
jika seseorang secara genetis trombositnya tidak mengandung faktor tersebut,
maka orang tersebut menderita hemofili.
Proses pembekuan darah yaitu jika trombosit menyentuh permukaan
yang kasar akan pecah dan mengeluarkan enzim trombokinase (tromboplastin).
Pada masa embrio sel-sel darah dibuat di limpa dan hati (extra
medullarry haemopoesis) setelah embrio sudah cukup usia, fungsi itu diambil
alih oleh sumsumg tulang.

d. Plasma darah
Terdiri dari air dan protein darah yaitu albumin, globulin, dan fibrinogen, cairan
yang tidak mengandung unsur fibrinogen disebut serum darah. Protein dalam
serum inilah yang berfungsi sebagai antibodi terhadap adanya benda asing
(antigen).
Zat antibodi adalah senyawa gama yang disebut globulin. Tiap antibodi
bersifat spesifik terhadap antigen dan reaksinya bermacam-macam.
o Antibodi yang dapat menggumpalkan antigen disebut presipitin.
o Antibodi yang dapat menguraikan antigen adalah lisin.
o Antibodi yang dapat menawarkan racun adalah antioksidan.

2.1.3 ETIOLOGI:
1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
2. Perdarahan
3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi  defisiensi besi, folic acid,
piridoksin, vitamin C dan copper
Menurut Badan POM (2016), Penyebab anemia yaitu
1. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12, asam
folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah.
2. Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan
terkena anemia karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya banyak dan
dia tidak memiliki cukup persediaan zat besi.
3. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap zat
besi dan vitamin untuk pertumbuhannya.
4. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di
saluran pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat menyebabkan
anemia.
5. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan
lambung (aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat menyebabkan masalah
dalam penyerapan zat besi dan vitamin (antasid, pil KB, antiarthritis, dll).
6. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini dapat
menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin B12.
7. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal, masalah
pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya dapat
menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses pembentukan sel darah
merah.
8. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang, malaria,
atau disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.

2.1.4 PATOFISIOLOGI
Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
(misalnya berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, invasi tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau
dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.  Hasil samping
proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah.  Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan
bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia).  Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin
plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya,
hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria). 
Kesimpulan  mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam
sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang
dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia (Randy, 2018).

Anemia

viskositas darah menurun

resistensi aliran darah perifer

penurunan transport O2 ke jaringan

hipoksia, pucat, lemah

beban jantung meningkat

kerja jantung meningkat

payah jantung
2.1.5 PATHWAY ANEMIA
 

Hemolisis
Perdarahan
Defisiensi nutrein
Obat2an
infeksi

Gangguan Hemapoetik

Leukopenia Eritropetik Trombositopenia

Anemia Anemia Anemia


Hipoproliferatif Kurang
Hemolitika
trombosit

Lemah, letih, lesu


Pusing
Depresi sistem Darah sulit
Pucat
imun Takikardi membeku
Dyspnea
Sakit kepala
Hb turun perdarahan
Anemia berat gangguan
Pertahanan GI dan CHF
sekunder
terganggu
Oksihemoglobin turun
Aliran darah perifer
Resiko infeksi menurun
Perfusi jaringan tidak
efektif
Penurunan transport
Hipoksia : Pucat O2 ke jaringan
Perfus perifer tidak
efektif
Metabolism aerob
Intoleran Aktivitas
turun, anaerob naik
Kompensasi jantung
Kelemahan
Resiko jatuh
Respirasi meningkat, Ketidakefektifa
nadi meningkat n pola nafas

Gagal Jantung Cardiomegali :

sesak napas, aritmia,


Tidak mampu kelelahan,nyeri dada,
Kegagalan organ
Kematian memompa palpitasi
tubuh lain ,bahkan
henti jantung darah ke
seluruh tubuh
2.1.6 KLASIFIKASI ANEMIA
Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis menurut Haryono 2017 :
1. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan
oleh defek produksi sel darah merah, meliputi:
a) Anemia aplastik
Penyebab:
1) agen neoplastik/sitoplastik
2) terapi radias
3) antibiotic tertentu
4) obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason
5) benzene
6) infeksi virus (khususnya hepatitis)

Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang
Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)
Hambatan humoral/seluler

Gangguan sel induk di sumsum tulang

Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai

Pansitopenia

Anemia aplastik
Gejala-gejala:
1) Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)
2) Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna,
perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat.
3) Morfologis: anemia normositik normokromik
b) Anemia pada penyakit ginjal
Gejala-gejala:
1) Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl
2) Hematokrit turun 20-30%
3) Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi
Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun
defisiensi eritopoitin
c) Anemia pada penyakit kronis
Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia jenis
normositik normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang
normal).  Kelainan ini meliputi artristis rematoid, abses paru, osteomilitis,
tuberkolosis dan berbagai keganasan
d) Anemia defisiensi besi
Penyebab:
1) Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi
2) Gangguan absorbsi (post gastrektomi)
3) Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus,
hemoroid, dll.)

gangguan eritropoesis

Absorbsi besi dari usus kurang

sel darah merah sedikit (jumlah kurang)
sel darah merah miskin hemoglobin

Anemia defisiensi besi
Gejala-gejalanya:
1) Atropi papilla lidah
2) Lidah pucat, merah, meradang
3) Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut
4) Morfologi: anemia mikrositik hipokromik
e) Anemia megaloblastik
Penyebab:
1) Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
2) Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor
3) Infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing
pita, makan ikan segar yang terinfeksi, pecandu alkohol.

Sintesis DNA terganggu

Gangguan maturasi inti sel darah merah

Megaloblas (eritroblas yang besar)

Eritrosit immatur dan hipofungsi
2. Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh
destruksi sel darah merah:
a) Pengaruh obat-obatan tertentu
b) Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik
c) Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase
d) Proses autoimun
e) Reaksi transfusi
f) Malaria

Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit

Antigesn pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis
Pembagian derajat anemia menurut WHO dan NCI (National Cancer Institute)
DERAJAT WHO NCI
Derajat 0 (nilai normal) > 11.0 g/dL Perempuan 12.0 - 16.0
g/dL
Derajat 1 (ringan) 9.5 - 10.9 g/dL Laki-laki 14.0 - 18.0 g/dL
Derajat 2 (sedang) 8.0 - 9.4 g/dL 10.0 g/dL - nilai normal
Derajat 3 (berat) 6.5 - 7.9 g/dL 8.0 - 10.0 g/dL
Derajat 4 (mengancam < 6.5 g/dL 6.5 - 7.9 g/dL
jiwa) < 6.5 g/dL
2.a.7 TANDA DAN GEJALA
Menurut Haryono (2017) :
1. Lemah, letih, lesu dan lelah
2. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
3. Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan
menjadi pucat. Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb,
vasokontriksi
4. Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah) Angina
(sakit dada)
5. Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2 berkurang)
6. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan
berkurangnya oksigenasi pada SSP
7. Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi atau
diare)

2.a.8 PENATALAKSANAAN MEDIS


Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah
yang hilang (Haryono, 2017):
1. Anemia aplastik
a. Transplantasi sumsum tulang
b. Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)

2. Anemia pada penyakit ginjal


a. Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
b. Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan
untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya,
besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
4. Anemia pada defisiensi besi
a. Dicari penyebab defisiensi besi
b. Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat
ferosus.
5. Anemia megaloblastik
a. Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik
dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
b. Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan
selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang
tidak dapat dikoreksi.
c. Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan
asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.

2.a.9 PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENUNJANG


1. Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar Fe,
pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12, hitung trombosit,
waktu perdarahan, waktu protrombin, dan waktu tromboplastin parsial. 
2. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-binding capacity serum
3. Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis serta
sumber kehilangan darah kronis.
2.a.10 KEMUNGKINAN KOMPLIKASI YANG MUNCUL
Komplikasi umum akibat anemia adalah:
1. Gagal jantung,
2. Kejang.
3. Perkembangan otot buruk ( jangka panjang )
4. Daya konsentrasi menurun
5. Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN


1. Lakukan pengkajian fisik
a. Pengumpulan Data
1) Identitas pasien : lebih banyak anemia terjadi pada wanita, karena wanita
memiliki kadar hemoglobin dan hematocrit lebih rendah ketimbang pria.
Dan wanita juga membutuhkan asupan zat besi yang lebih tinggi akibat
kondisi khusus misalnya menstruasi, kehamilan, menyusui dan
menopause. Usia remaja lebih rentan mengalami anemia karena
mengalami menstruasi awal dalam fase hidupnya sehingga membutuhkan
kebutuhan zat besi yang lebih banyak.
2) Keluhan utama : keluhan yang dirasakan pasien anemia biasanya yaitu
pusing, lemas, pucat, sakit kepala
3) Riwayat kesehatan sekarang : terdiri dari kapan mulai megalami gejala-
gejala diatas, dan upaya apa yang telah dilakukan sebelumnya
4) Riwayat kesehatan dahulu : ada riwayat penyakit anemia atau penyakit
lain yang ada kaitannya dengan kekurangan darah, misalnya pernah
perdarahan.
5) Riwayat kesehatan keluarga : dapat dilihat dari genogram keluarga yang
akan menunjukkan salah satu anggota keluarga yang juga mengalami
anemia.
6) Riwayat psikososial : meliputi informasi perilaku, perasaan dan emosi
yang dialami penderita sehubungan dengan penyakit serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
2. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas dan istirahat, lelah/kelemahan, sesak napas
3. Observasi adanya manifestasi anemia
a. Manifestasi umum
b. Kelemahan otot
c. Mudah lelah
d. Kulit pucat
4. Manifestasi system saraf pusat
a. Sakit kepala
b. Pusing
c. Kunang-kunang
d. Peka rangsang
e. Proses berpikir lamba
f. Penurunan lapang pandang
g. Apatis
h. Depresi
5. Syok (anemia kehilangan darah)
a. Perfusi perifer buruh
b. Kulit lembab dan dingin
c. Tekanan darah rendah dan tekanan darah setral
d. Peningkatan frekwensi jatung
6. Pemeriksaan Labolatorium
2.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN MASALAH KOLABORASI YANG
MUNGKIN MUNCUL
1. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d  Penurunan Konsentrasi Hemoglobin
2. Resiko Infeksi b.d Ketidakadekuatan Pertahanan Tubuh Sekunder (Penurunan
Hb)
3. Intoleransi Aktifitas b.d Ketidakseimbangan antara Suplai dan Kebutuhan
Oksigen.
4. Keletihan b.d Kondisi Fisiologis (Anemia)
2.2.3 PERENCANAAN KEPERAWATAN
DIANGOSA
N TUJUAN DAN KRITERIA
KEPERAWATAN INTERVENSI
O HASIL
DAN KOLABORASI
1 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi
efektif b.d penurunan keperawatan selama ………
konsentrasi jam maka Perfusi Perifer Obsevasi
hemoglobin klien adekuat dengan kriteria  Periksa sirkulasi
hasil : perifer (mis. Nadi
a) Denyut nadi perifer perifer, warna, suhu)
meningkat  Monitor panas,
b) Warna kulit pucat kemerahan, nyeri atau
menurun bengkak pada
c) Nyeri ekstremitas ekstremitas
menurun Terapeutik
d) Kelemahan otot menurun  Hindari pemasangan
e) Pengisian kapiler infus atau
membaik pengambilan darah di
f) Akral membaik area keterbatasan
g) Turgor kulit membaik perfusi
h) Tekanan darah sistolik  Hindari pengukuran
membaik tekanan darah pada
i) Tekanan darah diastolic ekstremitas dengan
membaik keterbatasan perfusi
 Lakukan pencegahan
infeksi
 Lakukan perawatan
kaki dan kuku
Edukasi
 Anjurkan
menghindari merokok
 Anjurkan mengecek
air mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
 Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat (mis.
Melembabkan kulit
yang kering pada
kaki)
 Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (mis.
Rendah lemak jenuh,
minyak ikan omega
3)
 Informasikan tanda
gejala darurat yang
harus dilaporkan
(mis. Rasa sakit yang
tidak hilang saat
istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya
rasa)
2 Keletihan b.d kondisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
fisiologis (anemia) keperawatan selama ……….
Tingkat Keletihan berkurang Observasi
dengan kriteria hasil :  Identifikasi gangguan
a. Tenaga meningkat fungsi tubuh yang
b. Verbalisasi lelah menurun mengakibatkan
c. Lesu menurun kelelahan
d. Gnagguan konsentrasi  Monitor kelelahan
menurun fisik dan emosional
e. Sakit kepala menurun  Monitor pola jam
f. Selera makan membaik tidur
g. Pola npaas membaik  Monitor lokasi
h. Pola istirahat membaik ketidaknyamanan
selama melakukan
aktivitas
Terapeutik
 Sediakan lingkungan
yang nyaman dan
rendah stimulus (mis.
Cahaya, suara)
 Lakukan latihan
rentang gerakmpasif
dan aktif
 Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkam
 Fasilitasi duduk di
sisi tempat tidur jika
tidak dapat
berpindah/berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
 Anjurkan
menghubungi
perrawat jika tanda
dan gejala kelelahan
tidak berkurang
 Ajarkan strategi
moping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
3 Risiko Infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi
ketidakadekuatan keperawatan selama ……….
jam tingkat infeksi menurun Observasi
pertahanan tubuh
dengan kriteria hasil :  Monitor tanda dan
sekunder (penurunan a. Kebersihan tangan gejala infeksi local
Hb) meningkat dan sistemik
b. Kebersihan badan Terapeutik
meningkat  Batasi jumlah
c. Nafsu makan meningkat pengunjung
d. Demam menurun  Berikan perawatan
e. Kemerahan menurun kulit pada area edema
f. Nyeri menurun  Cuci tangan sebelum
g. Bengkak menurun dan sesudah kontak
h. Kadar sel darah putih dengan pasien dan
membaik lingkungan pasien
 Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
 Ajarkan etika batuk
 Anjurkan
meninkatkan asupan
nutrisi
 Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan

4 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi


b.d keperawatan selama
………. jam Toleransi Observasi
ketidakseimbangan
Aktivitas klien meningkat  Identifikasi gangguan fungsi
antara suplai dan dengan kriteria hasil : tubuh yang mengakibatkan
kebutuhan oksigen. a.Frekuensi nadi meningkat kelelahan
b. Saturasi oksigen meningkat  Monitor kelelahan fisik dan
c.Kemudahan dalam melakukan emosional
aktivitas sehari-hari  Monitor pola jam tidur
meingkat  Monitor lokasi
d. Keluhan lelah menurun ketidaknyamanan selama
e.Dyspnea saat aktivitas melakukan aktivitas
menurun Terapeutik
f. Dyspnea setelah aktivitas  Sediakan lingkungan yang
menurun nyaman dan rendah
g. Perasaan lemah menurun stimulus (mis. Cahaya,
h. Sianosis menurun suara)
i. Warna kulit membaik  Lakukan latihan rentang
j. Tekanan darah membaik gerakmpasif dan aktif
k. Frekuensi napas membaik
 Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkam
 Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur jika tidak dapat
berpindah/berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi
perrawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
 Ajarkan strategi moping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

2.2.4 Implementasi
Menurut (Kozier, 2015) Implementasi keperawatan adalah sebuah fase dimana perawat
melaksanakan intervensi keperawatan yang sudah direncanakan sebelumnya.
Berdasarkan terminologi SIKI, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang digunakan
untuk melaksanaan intervensi.

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan menurut (Kozier, 2015) adalah fase kelima atau terakhir dalam
proses keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil evaluasi
terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program
berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan
mendapatkan informasi efektifitas pengambilan keputusan. Evaluasi asuhan
keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assesment,
planing) (Achjar, 2017). Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang klien
hadapi yang telah di buat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. ANALISA DATA

NO DATA DATA OBJEKTIF ETIOLOGI MASALAH


SUBJEKTIF

1. Pasien mengeluh akral dingin, warna Penurunan Perfusi


lemas dan pusing kulit pucat, turgor Konsentrasi Perifer Tidak
kulit menurun, Hb 7,5 Hemoglobin Efektif
mg/Dl

CRT : <3 detik

TD : 121/87 mmHg

N : 85x/mnt

RR : 20x/mnt

S : 36,5

SPO2 : 98%

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Penurunan konsentrasi hemoglobin dibuktikan dengan pasien
mengeluh lemas, pusing, akral dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun, Hb 7,5 mg/dL,
CRT : <3 detik, TD : 121/87 mmHg, N : 85x/mnt, RR : 20x/mnt, S : 36,5, SPO2 : 98%
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSIS KEPERAWATAN & TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN


DATA PENDUKUNG

1. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Setelah dilakukan intervensi keperawatan Perawatan Sirkulasi I.02079
Penurunan konsentrasi hemoglobin selama 3x24 Jam maka Perfusi Perifer Observasi
dibuktikan dengan, pasien mengeluh (L.02011) membaik dengan kriteria hasil :  Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi
lemas, pusing, akral dingin, warna perifer, edema, pengisian kapiler,
kulit pucat, turgor kulit menurun, Hb 1. Warna kulit pucat menurun warna, suhu)
7,5 mg/dL, CRT : <3 detik, TD : 2. Pengisian kapiler membaik Terapeutik
121/87 mmHg, N : 85x/mnt, RR : 3. Akral membaik  Lakukan pencegahan infeksi
20x/mnt, S : 36,5, SPO2 : 98% 4. Turgor kulit membaik
Pemberian Produk Darah

Pemantauan tanda vital


Observasi
 Monitor tekanan darah
 Monitor nadi
 Monitor pernapasan
 Monitor suhu tubuh
 Monitor oksimetri nadi

Edukasi Diet
Observasi
 Identifikasi kemampuan pasien dan

Profesi_Ners_UCB
keluarga menerima informasi
Terapeutik
 Jadwalkan waktu yang tepat untuk
memberikan pendidikan kesehatan
Edukasi
 Jelaskan tujuan diet terhadap
kesehatan

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

NO TGL/JAM DIAGNOSIS TINDAKAN KEPERAWATAN EVALUASI NAMA


KEPERAWATAN & TTD

1 Selasa, Perfusi Perifer Tidak Pemantauan Hasil Laboratorium S : Pasien mengeluh lemas dan
21/06/2022 Efektif b.d 07.30 Memonitor hasil laboratorium yang pusing
Penurunan diperlukan (DL) O : Akral dingin terkadang hangat,
konsentrasi Hb : 7,5 mg/dL warna kulit pucat, turgor kulit
hemoglobin masih menurun, Hb 7,5 mg/Dl, Grace

Profesi_Ners_UCB
dibuktikan dengan Perawatan Sirkulasi I.02079 TD : 109/94, N : 88x, S : 36,6
pasien mengeluh 08.00 Mencuci tangan sebelum kontak dengan RR : 2Ox, SPO2 : 97%
lemas, pusing, akral pasien
dingin, warna kulit 08.05 Memonitor sirkulasi perifer (N: 83x/m, warna
pucat, turgor kulit kulit pucat, S: 36,7%) A : Perfusi Perifer Tidak Efektif
menurun, Hb 7,5 P : Intervensi Keperawatan
mg/dL, CRT : <3 dilanjutkan
detik, TD : 121/87 Pemberian Produk Darah
mmHg, N : 85x/mnt, Melayani transfuse darah :
RR : 20x/mnt, S : 08.10 Melayani PRC bag I
36,5, SPO2 : 98%
08.30 Mengobservasi Tanda-tanda vital
TD : 117/78, N : 96x, S : 36,9
RR : 2Ox, SPO2 : 97%

09.10 Mencuci tangan sesudah kontak dengan


pasien

09.30 Mengobservasi Tanda-tanda vital


TD : 109/94, N : 88x, S : 36,6
RR : 2Ox, SPO2 : 97%

11.00 Memberikan edukasi kepada pasien perbanyak


makan pisang ambon untuk menambah produksi zat
besi

Profesi_Ners_UCB
2. Rabu Perfusi Perifer Tidak Perawatan Sirkulasi I.02079 S : Pasien mengeluh lemas, pusing
22/06/22 Efektif b.d 08.00 Mencuci tangan sebelum kontak dengan sudah berkurang
Penurunan pasien
konsentrasi 08.05 Memonitor sirkulasi perifer (N: 90x/m, warna O : akral dingin terkadang hangat,
hemoglobin kulit pucat, S: 36,6) warna kulit masih sedikit pucat, Grace
turgor kulit masih menurun,

TD : 142/80, N : 84x, S: 37,1


Pemberian Produk Darah
Melayani transfuse darah : RR : 20x, SPO2 : 97%
08.10 Melayani PRC bag II
A : Perfusi Perifer Tidak Efektif
P : Intervensi Keperawatan
08.30 Mengobservasi Tanda-tanda vital
dilanjutkan
TD : 117/78, N : 96x, S : 36,9
RR : 2Ox, SPO2 : 97%

09.10 Mencuci tangan sesudah kontak dengan


pasien

09.30 Mengobservasi Tanda-tanda vital


TD : 109/94, N : 88x, S : 36,6
RR : 2Ox, SPO2 : 97%

11.00 Memberikan edukasi kepada pasien perbanyak


makan pisang ambon untuk menambah produksi zat

Profesi_Ners_UCB
besi

Kamis Perfusi Perifer Tidak Perawatan Sirkulasi I.02079 S : Pasien mengeluh lemas, pusing
23/06/22 Efektif b.d 08.00 Mencuci tangan sebelum kontak dengan berkurang
Penurunan pasien
konsentrasi 08.05 Memonitor sirkulasi perifer (N: 90x/m, warna O : akral hangat, warna kulit Grace
hemoglobin kulit pucat, S: 37) masih pucat, turgor kulit masih
menurun
08.30 Mengobservasi Tanda-tanda vital A : Perfusi Perifer Tidak Efektif
TD : 117/78, N : 96x, S : 36,9 P : Intervensi Keperawatan
RR : 2Ox, SPO2 : 97% dilanjutkan

09.10 Mencuci tangan sesudah kontak dengan


pasien

09.30 Mengobservasi Tanda-tanda vital


TD : 109/94, N : 88x, S : 36,6
RR : 2Ox, SPO2 : 97%

11.00 Memberikan edukasi kepada pasien perbanyak


makan pisang ambon untuk menambah produksi zat
besi

Pemantauan Hasil Laboratorium


12.00 Memonitor hasil laboratorium yang

Profesi_Ners_UCB
diperlukan (DL)
Hb : 8,5 mg/dL

Profesi_Ners_UCB
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn. Y.M
dengan diagnosis anemia berat di RSUD S.K.Lerik Kota Kupang, maka dalam bab ini
saya akan membahas kesenjangan antara teori dan kenyataan yang diperoleh sebagai
hasil pelaksanaan studi kasus. Dalam penyusunan studi kasus asuhan keperawatan ini,
saya membuat asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, perencanaan,
implementasi dan evaluasi keperawatan dengan uraian sebagai berikut:
4.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dari proses keperawatan. Pengkajian
dilakukan pada Tn. Y.T, pasien dengan diagnosa anemia berat, saat pengkajian
pasien mengeluh lemas dan pusing, hasil observasi akral dingin, warna kulit pucat,
turgor kulit menurun, hasil pemeriksaan HGB 7,5 mg/dL. Anemia adalah suatu
keadaan dengan kadar hemoglobin darah yang lebih rendah daripada normal sebagai
akibat ketidakmampuan jaringan pembentuk sel darah merah dalam produksinya
guna mempertahankan kadar hemoglobin pada tingkat normal (Adriani &
Wijatmadi, 2019). Kemenkes RI pada tahun 2013 menemukan prevalensi penyakit
tidak menular pada usia lanjut di Indonesia antara lain anemia (46,3%).

Hasil pengkajian pada Tn. Y.T , pasien berusia 57 tahun berjenis kelamin laki-laki.
Lansia usia 65–74 tahun di Indonesia yang mengalami anemia sebesar 34,2% dan
lansia usia >75 tahun sebesar 46% (Kemenkes RI, 2015).
4.2 Diagnosis
Menurut buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2018), diagnosis yang
dapat muncul pada pasien anemia antara lain : Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d 
Penurunan Konsentrasi Hemoglobin, Resiko Infeksi b.d Ketidakadekuatan Pertahanan
Tubuh Sekunder (Penurunan Hb), Intoleransi Aktifitas b.d Ketidakseimbangan antara
Suplai dan Kebutuhan Oksigen, Keletihan b.d Kondisi Fisiologis (Anemia)
Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data, saya merumuskan diagnosis
keperawatan yaitu: Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Penurunan konsentrasi
hemoglobin dibuktikan dengan pasien mengeluh lemas, pusing, akral dingin, warna
kulit pucat, turgor kulit menurun, Hb 7,5 mg/dL.

Profesi_Ners_UCB
Beberapa diagnosis yang ada pada teori tidak saya tegakan pada kasus Tn.Y.T karena
diagnosis-diagnosis tersebut tidak saya temukan data-data yang mendukung.
4.3 Intervensi & Implementasi
Berdasarkan diagnosis keperawatan yang didapat maka saya membuat perencanaan
yang selanjutnya implementasi yang dilaksanakan mengacu pada intervensi yang
telah dibuat. Rencana tindakan dibuat selama 3x24 jam perawatan dengan kriteria
hasilnya masing-masing. Perencanaan adalah sesuatu yang telah dipertimbangkan
secara mendalam, tahap yang sistematis dari proses keperawatan meliputi kegiatan
pembuatan keputusan dan pemecahan masalah. Dalam perencanaan keperawatan,
perawat menetapkannya berdasarkan hasil pengumpulan data dan rumusan
diagnosa keperawatan yang merupakan petunjuk dalam membuat intervensi dan
melakukan intervensi untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Kozier, 2008).
Pada kasus Tn.Y.M untuk satu diagnosa Perfusi Perifer Tidak Efektif saya mengambil
beberapa label intervensi sesuai buku SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
antara lain : perawatan sirkulasi, pemberian produk darah, pemantauan tanda-tanda vital
dan edukasi diet.
Pada intervensi edukasi diet saya melakukan kolaborasi dari jurnal yang disusun oleh
(Nurul &nReni, 2016) bahwa upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan
penanggulangan anemia adalah pemberian suplementasi tablet Fe dan
menanggulangi penyebabnya. Selain itu, fortifikasi makanan dengan zat besi dan
mengubah kebiasaan pola makanan dengan menambahkan konsumsi pangan seperti
buah dan sayur. Buah – buahan seperti pisang menawarkan manfaat kesehatan yang
besar. Pisang merupakan penganan yang mudah ditemukan dan dikonsumsi pada
setiap umur. Penelitian menunjukan bahwa mengkonsumsi pisang ambon dapat
mencegah dan menanggulangi anemia dengan merangsang hemoglobin dalam
darah. Pisang ambon memiliki kadar zat besi dan vitamin c yang dapat membantu
meningkatkan dan absorbsi zat besi dalam tubuh. Makin tinggi kandungan vitamin
C dalam makanan makin tinggi absorbsi dan penggunaan zat besi dalam tubuh
(Nurul, 2016).
Penelitian sebelumnya di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa buah pisang
mengandung zat besi yang akan menstimulus produksi hemoglobin dalam darah
dan juga membantu mencegah anemia. Vitamin c yang terkandung dalam pisang
juga bagus untuk kesehatan untuk membantu membangun kembali sistem
kekebalan tubuh. Pisang juga makanan yang relatif mudah dicerna dibandingkan

Profesi_Ners_UCB
makanan yang lain sehingga mempermudah seseorang dengan sistem kekebalan
tubuh yang rendah. Vitamin C juga meningkatan penyerapan besi dan
meningkatkan pembentukan darah, dua manfaat kesehatan ini membuat pisang
berguna untuk tambahan dalam menu makanan mereka dalam menanggulangi
anemia (Anhwange, 2018).
Salah satu upaya mempertahankan asupan zat besi yaitu mengkonsumsi pisang
ambon. Pisang ambon merupakan penganan yang dapat dikonsumsi pada semua
umur tanpa memiliki efek samping, selain mudah didapatkan dan harga relatif
murah disbanding buah lainnya. Pisang ambon memiliki kandungan nutrisi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa jenis buah lainnya. Pisang ini juga
digunakan masyarakat untuk pengobatan secara empiris yaitu sebagai pencegahan
anemia (Effendi, 2019).
Pada kasus Tn.Y perawat melakukan intervensi penambah produk darah dengan
melakukan transfusi 2 bag dan pil penambah darah lainnya. diluar intervensi itu
perawat juga memberi intervensi tambahan sesuai jurnal diatas, dengan
mengedukasi pasien perbanyak konsumsi buah pisang ambon sebagai penambah zat
besi, karena bisa di makan sehari-hari, mudah di dapat dan harga terjangkau.
4.4 Evaluasi
Selama 3x24 jam diagnosis Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Penurunan
konsentrasi hemoglobin teratasi dibuktikan dengan pasien mengeluh lemas
berkurang, pusing berkurang, akral dingin menurun, warna kulit pucat membaik,
turgor kulit membaik, Hb 8,5 mg/dL.

Profesi_Ners_UCB
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki zat besi yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah karena kurangnya
zat besi. Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan
oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Pisang ambon merupakan salah satu jenis
makanan yang dapat dikonsumsi karena kaya akan zat besi dan juga vitamin C.Vitamin C
diperlukan dalam penyerapan zat besi, dengan demikian vitamin C berperan dalam
pembentukan hemoglobin, sehingga mempercepat penyembuhan anemia. Asam organik
seperti vitamin C pada kandungan pisang ambon (Musa paradisiaca S) membantu
penyerapan besi non heme dengan mengubah bentuk feri menjadi fero dimana bentuk fero
lebih mudah diserap dengan begitu membantu proses absorbsi zat besi dalam tubuh dan
menanggulangi proses penyembuhan dalam kasus anemia defesiensi besi.

Profesi_Ners_UCB
DAFTAR PUSTAKA
Anhwange BA. Chemical composition of musa sapientum (banana) peels. Journal of food
technology. 2018; 6(6):263-6
Ani, LS.2016.Buku Saku Anemia Defisiensi Besi.Jakarta: EGC

Bakta, IM.2019..Hematologi Klinik Ringkas.Jakarta: EGC

Effendi YM. Perbandingan aktivitas antioksidan ekstrak daging pisang ambon (musa aaa
‘pisang ambong’) dengan vitamin a, vitamin c, dan katekin melalui penghitungan bilangan
peroksida. Jakarta: FK UI; 2019.
Handayani, W.2014.Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
hematologi.Jakarta: Salemba Medika
Haryono, R. 2017. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen
Publishing. J. Kedokt Meditek Volume 23, No.63 JuliSeptember 2017)
Kulsum, U. (2020). Pola Menstruasi Dengan Terjadinya Anemia Pada Remaja Putri. Jurnal
Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 11(2), 314–327.

Kementrian Kesehatan R.I. (2015). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta:
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI

Mascitelli, L., & Goldstein, M.R. (2015). Inhibition of iron absorption by polyphenols as an
anticancer mechanism. Q J Med2011, 104, 459–461. doi:10.1093/qjmed/hcq239.2010.12.015

Ping, Y., & Xiaohua, W. (2017). Risk factors for accidental falls in the elderly and intervention
strategy. Journal of Medical Colleges of PLA. Diakses dari http://www.elsevier.com/locate/ jmcpla

Thankachan. (2008). Iron Absorbtion in Young Women: the Interaction of Iron Status With
the Influence of Tea and Ascorbic Acid. The American Jounal of Clinical Nutrition, 87, 881.

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Jakarta: DPP PPNI

Rendy, M. Clevo &TH, Margareth. 2018. Asuhan Keperawatan Medikal


Bedah dan Penyakit Dalam.Yogjakarta : Nuha Medika.

Smeltzer & Bare. 2017. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith M. 2019. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.

Profesi_Ners_UCB

Anda mungkin juga menyukai