Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN LEUKIMIA

PADA ANAK

Disusun Oleh:

RUANG VIP

RSUD SULTAN THAHA SAIFUDDIN


KABUPATEN TEBO
TAHUN 2022
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Anak adalah individu yang berusia 0-18 tahun dipandang sebagai individu yang unik,

yang mempunyai petensi untuk tumbuh dan berkembang.anak bukanlah meniatur orang dewasa,

melainkan individu yang berada pada pada proses tumbuh-kembang dan mempunyai kebutuhan

yang spesifik. Sepanjang rentang sehat sehat sakit, anak membutuhkan perawat baik secara

langsung maupun tidak langsung sihingga tumbuh-kembangnya dapat terus berjalan. .(Supartini

Yupi,2004)

Salah satu masalah kesehatan yang sering diderita oleh individu adalah gangguan sistem

Hematologi khususnya Leukemia. Beberapa faktor yang ikut mempengaruhi terjadinya

Leukemia yaitu faktor sosial budaya, ekonomi, lingkungan fisik, dan biologis. Leukemia

disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor exogen seperti: sinar radiasi, bahan kimia (bensol, arsen,

preparat sulfat) dan faktor endogen seperti : ras, kelainan kromoson, dan herediter. (Asuhan

keperawatan pada anak Edisi 2, Suriadi S.Kp MSN 2006)

Menurut H.L. Bloem (1974), status kesehatan dipengaruhi oleh factor biologik, faktor

prilaku, faktor lingkungan dan faktor pelayanan kesehatan. Faktor biologik merupakan faktor

yang berasal individu yang bersangkutan dan disebut faktor keturunan. Faktor keturunan ini

misalnya pada penyakit alergi, kelainan jiwa, dan beberapa jenis penyakit kelainan darah yang

termasuk penyakit kanker..

Di dunia, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit

kardiovaskular. Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2003, setiap tahun

timbul lebih dari 10 juta kasus penderita baru kanker dengan prediksi peningkatan setiap tahun
kurang lebih 20%. Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penderita baru penyakit kanker

meningkat hampir 20 juta penderita, 84 juta orang diantaranya akan meninggal pada sepuluh

tahun ke depan bila tidak dilakukan intervensi yang memadai

Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 penyakit kanker

merupakan penyebab kematian nomor 5 di Indonesia setelah penyakit kardiovaskuler, infeksi,

pernafasan dan pencernaan. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,

prevelensi tumor di masyarakat sebesar 4,3 per 1000 penduduk. Sedangkan Data statistik rumah

sakit dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2006, menunjukkan bahwa kanker

payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap (19,64%), disusul kanker leher

rahim (11,07%), kanker hati dan saluran empedu intrahepatik (8,12%), Limfoma non Hodgkin

(6,77%), dan Leukemia (5,93%). Leukemia merupakan kanker yang sering terjadi pada anak.

(http://www.depkes.go.id)

Menurut data badan kesehatan dunia(WHO), setiap tahun jumlah penderita kanker di

dunia bertambah sekitar 6,25 juta orang. Tahun demi tahun, angka kejadian kanker pada anak

terus meningkat, jumlahnya mencapai 2-4% dan seluruh kejadian penyakit kanker pada manusia.

Sedangkan angka kejadiannya mencapai 110 hingga 130 kasus persejuta anak pertahun. Sebuah

laporan internasional bahkan menyatakan 10% kematian pada anak disebabkan penyakit kanker.

(http://www.koalisi.orang/detail.com)

Dan data RSCM  yang tersedia, bahkan diketahui bahwa dua penyebab utama kematian

kanker anak di Indonesia adalah karena leukemia (kanker darah) dan retinoblastoma (kanker

mata). Bahkan ditengarai jumlah anak pengidap leukemia di Indonesia mencapai 25-30%.

(http://www.koalisi.orang/detail.com)
B.     Tujuan Penulisan

1.      Tujuan Umum

Memperoleh pengalaman dalam penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan

sistem hematologi Leukemia

2.      Tujuan Khusus

2.1.   Memperoleh pengalaman dalam pengkajian, analisa data, dan merumuskan diagnosa

keperawatan yang terjadi pada klien anak dengan gangguan sistem hematologi : Leukemia

2.2.   Memperoleh pengalaman dalam merumuskan rencana asuhan keperwatan pada klien anak

dengan gangguan sistem hematologi : Leukemia.

2.3.   Memperoleh pengalaman dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien anak dengan

gangguan sistem hematologi : Leukemia.

2.4.   Memperoleh pengalaman dalam melaksanakan evaluasi pada klien anak dengan gangguan sistem

hematologi : Leukemia.

2.5.   Memperoleh pengalaman dalam mendokumentasikan pada klien anak dengan gangguan sistem

hematologi : Leukemia.

2.6.   Menganalisa perbedaan yang terjadi antara teori dan kenyataan pada klien anak dengan

gangguan sistem hematologi : Leukemia.


TINJAUAN PUSTAKA

A.    Konsep Dasar Medis

1.      Pengertian

a. Leukimia adalah poliferasi sel darah putih yang masih imatur dala  jaringan pembentuk darah.

(Suriadi,Skp,MSN & Rita Yuliani,SKp.M.Psi 2006 Edisi 2 Hal: 160)

b. Leukimia merupakan penyakit akibat terjadinya poliferasi sel leukosit yang abnormal dan ganas

serta sering disertai adanya leukosit jumlah berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya

anemia trombositopenia.(A.Aziz Alimul Hidayat 2006 Hal: 44)

c. Leukimia merupakan poliferasi tanpa batas sel darah putih yang imatur dalam jaringan tubuh

yang membentuk darah.

     (Wong’s Essentials of Pediatrik Nursing.Edisi 6 Hal: 1137)

d. Leukimia adalah sekumpulan penyakit yang di tandai oleh adanya akumulasi leukosit ganas

dalam sumsum tulang dan darah.

     (Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4 2005 Hal: 150)

2.      Anatomi dan Fisiologi

a.       Kakakteristik Darah

Darah memiliki karakteristik khusus:

1)  Jumlah

Seseorang memiliki empat sampai enam liter darah dalam tubuhnya, yang bergantung

pada ukuran tubuhnya. Sekitar 38% sampai 48%, total volume darah dalam tubuh manusia

tersusun berbagai sel darah, yang juga disebut “elemen penyusun.” Sisanya, yaitu sekitar 52%

sampai 62% merupakan plasma, bagian cair darah.


2)  Warna

Anda mungkin berkata pada diri Anda, “tentu, warnanya merah!” Warna merah

disinggung di sini meskipun sebenarnya warna merahnya bervariasi. Darah arteri tampak merah

terang karena mengandung kadar oksigen tinggi. vena telah memindahkan kandungan

oksigennya ke jaringan sehingga memiliki warna yang lebih gelap. Hal ini bisa sangat penting

dalam pengkajian sumber perdarahan. Jika warna darah merah terang, kemungkinan darah

berasal dari arteri yang terobek, dan jika warna darah merah gelap, kemungkinan darah tersebut

merupakan darah vena.

3)   pH

Kisaran pH normal darah adalah 7,35 sampai 7,45, yang cenderung agak basa Darah vena

biasanya memiliki pH yang lebih rendah daripada darah arteri karena mengandung karbon

dioksida dalam jumlah lebih besar.

4)   Viskositas

Berarti  pengentalan atau tahanan terhadap aliran darah. Darah lebih kental sekitar 3-5

kali dibanding air. Viskositas darah meningkat dengan adanya sel-sel darah dan protein  plasma,

dan kekentalan ini berpengaruh pada  tekanan darah normal.

b.      Plasma

Plasma adalah  bagian cair darah, dan sekitar 91% merupakan air. Kemampuan

melarutkan air memungkinkan plasma rnengangkut berbagai substansi. Nutrien yang diserap dari

saluran pencernaan disirkulasi ke berbagai jaringan tubuh. Dan produk sisa dari jaringan

diangkut ke ginjal dan diekskresikan melalui urine. Hormon yang diproduksi oleh kelenjar
endokrin diangkut oleh plasma menuju organ sasarannya, dan antibodi juga diangkut oleh

plasma. Sebagian besar karbon dioksida yang dihasilkan sel  diangkut oleh plasma dalam bentuk

ion bikarbonat (HCO 3). Ketika darah memasuki paru CO2 dibentuk kembali, berdifusi ke dalam

alveoli. dan akan diembus keluar.

c.       Sel Darah

Ada tiga macam sel darah: sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Sel-sel darah

diproduksi oleh jaringan hemopoietik, yang ada dua, yaitu: sumsum tulang merah yang terdapat

pada tulang pipih dan tulang tak beraturan, dan jaringan limfatik, seperti limpa, kelenjar getah

bening, dan kelenjar timus. 

1)   Sel Darah Merah

           Disebut juga eritrosit, sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf, yang berarti bagian

tengahnya lebih tipis dari pada bagian tepinya. Nukleus sel darah merah mengalami disintegrasi

selama pematangan sel darah merah dan menjadi tidak dibutuhkan dalam menjalankan

fungsinya.

Jumlah sel darah merah berkisar antara 4,5 sampai 6 juta per mm3 darah (milimeter

kubik sekitar satu tetesan yang sangat kecil). Hitung sel darah merah pada laki-laki sering kali

berada di ujung atas kisaran ini sedangkan pada wanita sering kali berada di ujung bawah

kisaran. Cara lain untuk menentukan jumlah sel darah merah adalah dengan hematokrit.

Pengujian ini dilakukan dengan cara memasukkan darah ke dalam tabung kapiler kemudian

mensentrifugasikannya sehingga sel darah terkumpul pada satu ujung. Setelah itu persentase sel

darah dan plasma dapat ditentukan. Karena sel darah merah adalah sel darah yang paling banyak,

total sel darah pada hematokrit normal sekitar 38% sampai 48%. Hitung sel darah merah dan

hematokrit adalah bagian pemeriksaan hitung darah lengkap


a). Fungsi

Sel darah merah mengandung protein Hemoglobin (Hb), yang memberi kemampuan

kepada sel darah merah untuk mengangkut oksigen. Setiap sel darah merah mengandung sekitar

300 juta molekul hemoglobin, yang masing-masing dapat mengikat empat molekul oksigen.

Pada kapiler di paru-paru sel darah merah akan rnengikat oksigen dan membentuk

oksihemoglobin. Pada kapiler sistemik, hemoglobin akan memberikan sebagian besar

oksigennya dan hemoglobin menjadi berkurang. Penentuan kadar hemoglobin juga termasuk

bagian pemeriksaan hitung darah total; kisaran normalnya sekitar 12-18 gram per 100 ml darah.

Sangat diperlukan pada pembentukan hemoglobin adalah mineral besi; terdapat empat atom besi

pada setiap molekul hemoglobin. Sebenarya atom besilah yang mengikat oksigen dan membuat

sel darah merah berwana merah.

b).  Produksi dan Pematangan

Sel darah merah dibuat di sumsum tulang merah pada tulang pipih dan tak beraturan.

Pada sumsum, tulang merah terdapat sel prekusor yang disebut Sel induk, yang secara terus-

menerus mengalami mitosis untuk memproduksi semua jenis sel darah, yang kebanyakan adalah

sel darah merah. Kecepatan produksinya sangat cepat (diperkirakan beberapa juta sel darah

merah baru setiap detik) dan faktor pengatur utamanya adalah oksigen. Jika tubuh dalam keadaan

hipoksia, atau kekurangan oksigen, ginjal akan memproduksi hormon eritropoietin, yang akan

menstimulasi sumsum tulang merah untuk meningkatkan kecepatan produksi sel darah merah.

Keadaan ini akan muncul setelah hemoragi atau jika seseorang tinggal untuk suatu waktu pada

daerah dataran tinggi. Sebagai hasil aksi eritropoietin, akan semakin banyak sel darah merah

yang tersedia untuk mengangkut oksigen dan memperbaiki keadaan hipoksia.


Sel induk yang akan menjadi sel darah merah mengalami beberapa tahap perkembangan;

hanya dua tahap perkembangan yang terakhir yang akan kita bicarakan. Normoblas adalah tahap

terakhir yang masih memiliki nukleus, yang kemudian akan mengalami disintegrasi. Retikulosit 

memiliki bagian retikulum endoplasma, yang akan terlihat ketika apusan darah diwarnai saat

diamati dengan mikroskop. Sel yang belum matang ini biasanya ditemukan pada sumsum tulang

merah meskipun sejumlah kecil retikulosit pada sirkulasi perifer dianggap normal. Apabila

terdapat retikulosit atau normoblas dalam sirkulasi darah dengan jumlah besar, itu berarti bahwa

jumlah sel darah merah matang yang ada tidak cukup untuk mengangkut okeigen yang

dibutuhkan oleh tubuh. Keadaan seperti ini meliputi hemoragi, atau ketika sel darah merah

matang menjadi rusak, seperti pada penyakit Rh pada bayi yang baru lahir dan malaria.

Pematangan sel darah merah membutuhkan banyak nutrien. Protein dan besi dibutuhkan

untuk sintesis hemoglobin dan menjadi bagian molekul hemoglobin. Vitamin asam folat dan B12

dibutuhkan untuk sintesis DNA dalam sel induk sumsum tulang merah. Selama sel-sel ini

mengalami mitosis, sel tersebut secara terus-menerus momproduksi sel-sel kromosom baru.

Vitamin B12 juga disebut fakot ekstrinsik karena sumbernya berasal dari luar tubuh, yaitu

makanan. Sel parietal pada lapisan lambung memproduksi faktor intrinsik, suatu zat kimia yang

bergabung dengan vitamin B12 dan makanan untuk mencegahnya dicerna dan meningkatkan

absorpsinya pada usus halus. Defisiensi vitamin B12 atau faktor intrinsik akan mengakibatkan

anemia pernisiosa

c).  Umur Darah

Umur sel darah merah sekitar 120 hari. Ketika Sel Darah Merah (SDM) mencapai usia

ini, SDM mudah rusak dan dikeluarkan sirkulasi oleh sel dan sistem makrofag jaringan (biasanya

disebut sistem retikuloendotelial atau RES). Organ yang mengandung makrofag


(artinya“pemangsa besar”) adalah hati, limpa, dan sumsum tulang merah. Sel darah merah lama

akan difagosit dan dicerna oleh makrofag. dan kandungan besinya akan dikembalikan ke dalam

aliran darah untuk kembali lagi ke dalam sumsum tulang merah yang digunakan untuk sintesis

hemoglobin baru.

d)   Golongan Darah

Golongan darah kita diturunkan secara genetik yaitu, kita mewarisi gen-gen dari orang

tua kita yang akan menentukan golongan darah kita. banyak faktor  atau golongan sel darah

merah; kita akan membahas dua yang paling penting, yaitu golongan ABO dan faktor Rh.

          (1). Golongan Darah A, B, O

Golongan  A, B, O terdiri dari empat golongan darah: A, B, AB, dan 0. Huruf

A dan B mewakili antigen (Protein-oligosakarida) pada membran sel darah merah.

Seseorang yang memiliki golongan.

Golongan darah A, B, O

Golongan Antigen pada sel darah Antibody pada plasma

merah

A A Anti-B

B B Anti-A

AB A dan B Tidak ada antibody

O Tidak ada antigen Anti-A dan anti-B

Seseorang yang memiliki golongan.darah A memiliki antigen A pada sel darah

merahnya, dan seseorang dengan golongan darah B memiliki antigen B. Golongan darah

AB berarti orang tersebut memiliki kedua antigen A dan B, dan golongan O berarti tidak

ada antigen A maupun antigen B.


Pada plasma setiap orang terdapat antibodi alami untuk antigen-antigen yang

tidak ada dalam sel darah merah. Oleh karena itu, seseorang dengan golongan darah A

memiliki antibodi anti-B pada plasmanya; seseorang dengan golongan darah B memiliki

antibodi anti-A, golongan darah AB tidak rnemiliki antibodi anti-A maupun anti-B, dan

golongan darah 0 memiliki antibodi anti-A maupun anti-B.

Antibodi alamiah ini sangat penting pada transfusi. Jika memungkinkan,

seseorang harus menerima darah dengan golongan darah yang sesuai dengan golongan

darahnya; hanya jika tidak tersedia golongan darah tersebut, baru dapat diberikan

golongan darah lain. Sebagai contoh, seseorang dengan golongan darah A membutuhkan

transfusi darah karena hemoragi. Jika diberikan darah dengan golongan B, apa yang akan

terjadi? Resipien dengan golongan darah A memiliki antibodi anti-B yang akan berikatan

dengan antigen golongan darah B sel darah merah donor. Sel darah merah golongan

darah B pertama-tama akan menggumpal (aglutinasi) dan kemudian pecah (hemolisis),

yang akan menggagalkan tujuan transfusi. Akibat lain yang lebih serius adalah

hemoglobin dan eritrosit yang mengalami hemolisis akan menyumbat kapiler ginjal, yang

dapat menimbulkan kerusakan ginjal ataupun gagal ginjal. Oleh karena itu, penggolongan

darah dan pencocokan silang darah donor dan darah resipien di laboratorium rumah sakit

menjadi sangat penting sebelum melakukan transfusi. Prosedur ini membantu menjamin

bahwa darah donor tidak akan menyebabkan reaksi transfusi hemolitik pada resipien.

Anda mungkin pernah mendengar konsep yang menyatakan bahwa golongan

darah 0 adalah “donor universal”. Biasanya golongan darah 0 negatif bisa diberikan

kepada orang dengan golongan darah lain. Hal ini karena golongan darah 0 tidak

memiliki antigen A maupun antigen B pada sel darah merahnya, sehingga tidak akan
terjadi reaksi terhadap antibodi apapun yang dimiliki resipien. Istilah “negatif” digunakan

untuk menunjukkan faktor Rh, yang akan kita bahas kemudian.

(2). Faktor Rh

Adalah tipe antigen lain (sering disebut D) yang mungkin terdapat pada sel darah

merah. Seseorang yang sel darah merahnya memiliki antigen Rh disebut Rh positif,

sedangkan yang tidak memiliki antigen Rh disebut Rh negatif. Seseorang dengan Rh

negatif  tidak memiliki antibodi alami terhadap antigen Rh, oleh karena itu antigen ini

dianggap asing. Jika seseorang dengan Rh negatif menerima darah dengan Rh positif

karena suatu kesalahan, maka akan terbentuk antibodi sebagaimana pembentukan

antibodi ketika terdapat bakteri ataupun virus. Kesalahan transfusi yang pertama sering

tidak menyebabkan rnasalah, karena produksi atibodi berlangsung perlahan-lahan       

selama perjalanan yang pertama. Namun, pada transfusi selanjutnya, ketika antibodi anti-

Rh sudah ada, akan terjadi reaksi transfusi, disertai hemolisis dan kernungkinan

kerusakan ginjal.

2)    Sel Darah Putih

Sel darah putih juga dikenal dengan nama Leukosit. Ada lima macam sel darah putih;

semuanya memiliki ukuran yang lebih besar daripada sel darah merah dan memiliki nukleus

ketika matang. Nukleus dapat berupa suatu bentuk tunggal ataupun muncul dalam beberapa

lobus. Dengan pewarnaan khusus untuk pemeriksaa mikroskopik, akan muncul gambaran khusus

untuk setiap sel darah putih.


Hitung sel darah putih normal (merupakan bagian hitung darah lengkap) adalah 5000—

10.000 per mm3. Perhatikan bahwa jumlah tersebut terbilang kecil bila dibanding hitung sel

darah merah normal. Sebagian besar sel darah putih tidak terdapat di dalam pembuluh darah,

tetapi berfungsi dalam cairan jaringan.

a).  Kiasifikasi dan Tempat Produksi

Kelima macam sel darah putih bisa dikiasifikasikan ke dalam dua kelompok: granular

dan tidak bergranula. Leukosit bergranular diproduksi dalam sum- sum tulang merah; yaitu

neutrofil, eosinofil, dan basofil, yang akan terlihat dengan warna granula yang lebih terang ketika

diwarnai. Leukosit tidak bergranula adalah limfosit dan monosit, yang diproduksi pada jaringan

limfatik, limpa, kelenjar getah bening, dan timus, sebagaimana juga diproduksi pada sumsum

tulang merah. Hitung jenis sel darah putih (bagian hitung darah total) adalah persentase setiap

jenis leukosit. Kisaran normal ditunjukkan pada Tabel dibawah, disertai nilai normal hitung

darah lengkap lain.

b). Hitung Darah Lengkap

Pengukuran Kisaran normal

Sel darah merah 4,5-6 juta/mm3

Hemoglobin 12-18 gram/100 ml

Hemaktokrit 38-48%

Retikulosit 0%-1,5%

Sel darah putih (total) 5000-10.000/mm3

Neutrofil 55-70%
Eosinofil 1-3%

Basofil 0,5-1%

Limfosit 20-35%

Monosit 3-8%

Trombosit 150.000-300.000/mm3

c). Fungsi

Seluruh sel darah putih memiiki fungsi umum yang sama, yaitu melindungi tubuh dan

penyakit infeksi dan membentuk imunitas terhadap penyakit tertentu. Setiap jenis leukosit

memiliki suatu peranan untuk menjaga homeostasis yang sangat penting ini.

Neutrofil dan monosit memiliki kemampuan memfagosit patogen. Neutrofil adalah yang

paling banyak menjalankan fungsi ini, tetapi menjalankan fungsi ini dengan sangat efisien,

monosit berdiferensiasi menjadi makrofag, yang juga memfagosit jaringan yang sudah rusak

amati pada tempat cedera, yang membantu perbaikan jaringan menjadi mungkin.

Eosinofil dipercaya memiliki fungsi untuk mendetoksifikasi protein asing. Hal ini penting

terutama pada reaksi alergi dan infeksi parasit, seperti kinosis (parasit cacing). Basofil

mengandung gra heparin dan histamin. Heparin adalah suatu anti koagulan yang membantu

mencegah pembekan yang tidak normal dalam pembuluh darah. F mm, seperti yang Anda ingat,

dilepaskan sel bagian proses inflamasi, dan efeknya memiliki kapiler lebih permeabel, yang

memungkinkan jaringan, protein, dan sel darah putih berkumpul di daerah yang mengalami

kerusakan

3)   Trombosit
Nama yang umum untuk platelet adalah trombosit, yang bukan merupakan sat lengkap,

melainkan fragmen atau pecahan sel. Hitung normal trombosit bagian dalam hitung darah

lengkap) adalah 150.000-300.000 / mm3 (batas atasnya bisa meningkat menjadi 500.000).

Trombositopenia adalah istilah untuk hitung trombosit yang rendah.

a). Tempat Produksi

Sebagian sel induk pada sumsum tulang merah berdiferensiasi menjadi sel besar yang

dinamakan megakariosit, yang akan pecah menjadi bagian-bagian kecil yang memasuki

sirkulasi. Bagian yang terdapat di dalam sirkulasi mi adalah trombosit, yang bisa hidup

sekitar lima sampai 9 hari, jika tidak digunakan sebelum hari tersebut.

            b).  Fungsi Trombosit

Trombosit dibutuhkan untuk memelihara hemostasis, yang berarti mencegh

kehilangan darah. Ada tiga mekanisme yang terjadi, dan trombosit terkait dalam setiap

mekanismenya.

(1)      Spasme Vascular

Ketika pembuluh darah besar, seperti arteri atau vena cedera berotot polos dinding

pembuluh darah tersi akan berkontraksi sebagai respons terhadap kerusakan yang terjadi (disebut

respons flagenik). Trombosit yang terdapat di dalam yang mengalami kerusakan akan

melepaskan konstriksi pembuluh darah. Diameter pembuluh darah tersebut akan segera

mengecil, dan lubang yang kecil tersebut akan segera tertutup oleh gumpalan darah. Jika

pembuluh darah tidak mengecil terlebih dahulu, bekuan darah yang terbentuk akan segera

tersapu oleh dorongan akibat tekanan darah.


c).  Sumbat Trombosit

Ketika suatu kapiler mengalami ruptur, kerusakan yang terjadi terlalu kecil untuk

memulai pembentukan bekuan darah. namun, permukaan luka yang kasar akan

menyebabkan trombosit Iengket dan melekat pada pinggiran luka dan saling melekat satu

sama lain. Trombosit tersebut akan membentuk suatu sawar rnekar atau dinding untuk

menutup kerusakan yang terjadi pada kapiler. Kerusakan kapiler cukup sering terjadi dan

pembentukan sumbat trombosit sekecil apapun sangat dibutuhkan untuk menutup kerusakan

tersebut.Apakah sumbat trombosit cukup efek untuk luka yang terjadi pada pembuluh darah

yang lebih besar? Jawabannya adalah tidak, karena sumbat trombosit tersebut akan tersapu

oleh aliran darah secepat pembentukannya, Apakah spasme vaskular cukup efektif pada

kerusakan kapiler? Sekali lagi, jawabannya adalah tidak, karena kapiler juga tidak memiliki

otot polos sehingga kapiler tidak bisa berkonstriksi sama sekali.

(1)      Pembekuan Kimiawi

Rangsangan untuk pembekuan darah adalah permukaan yang kasar pada pembuluh darah,

atau kerusakan pada pembuluh darah, yang juga menciptakan permukaan yang kasar. Semakin

besar kerusakan yang terjadi, semakin cepat pembekuan darah yang terjadi, dan biasanya dimulai

dalam 15 sampai 20 detik.

Mekanisme pembekuan merupakan suatu rangkaian reaksi yang melibatkan zat kimia

yang dalam keadaan normal beredar dalam darah, dan zat-zat lain dilepaskan ketika pembuluh

darah rusak. (buku ajar anatomi dan fisiologi, edisi 3, 2007)

3.      Klasifikasi

a.  Leukimia akut


1). Leukimia Limfositik Akut (ALL)

Dianggap sebagai suatu proliferasi ganas limfoblas, paling sering terjadi pada anak-

anak, dengan laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, dan puncak insidensi pada

usia 4 tahun, setelah usia 15 tahun ALL jarang terjadi

2) Leukimia Mielogeneus Akut (AML)

Mengenal sistem sel hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid,

monosit, grnulosit (basofil, neutrofil, eusinofil), eritrosit dan trombosit. Semua

kelompok usia dapat terkena, insiden meningkat sesuai dengan bertambahnya usia.

Merupakan Leukemia Nonlimfositik yang paling sering terjadi. (Muttaqin arif. 2009)

  b. Leukimia Kronis

1). Leukimia Limfositik Kronis (LLK)

Leukemia Limfositik Kronik (LLK) merupakan suatu gangguan limfoproliferatif

yang ditemukan pada orang tua (umur median 60 tahun) dengan perbandingan2:1 untuk

laki-laki. LLK dimanifestasikan oleh proliferasi dan akumulasi 30% limfosit matang

abnormal kecil dalam sumsum tulang, darah perifer, dan tempat-tempat ekstramedular,

dengan kadar yang mencapai 100.000+/mm3 atau lebih. Pada lebih dan 90% kasus, limfosit

abnormal adalah limfosit B. Karena limfosit B berperan pada sintesis imunoglobulin pasien

dengan LLK mengalami insufisiensi sintesis imunoglobulin dan penekanan respons

antibodi. Studi sitogenetik menunjukkan leblh dari 80% pasien mengalami berbagai

perubahan sitogenetik, yang mungkin menunjukkan prognosis buruk awitannya tersembunyi

dan berbahaya dan sering ditemukan pada pemeriksaan darah rutin, yang memperlihatkan

peningkatan jumlah limfosit absolut atau karena limfadenopati dan splenomegali yang tidak

sakit. waktu penyakitnva berkembang, hati juga membesar. Pasien yang hanya menderita
limfositosis dan limfadenopati dapat bertahan 10 tahun atau lebih lama. Dengan terkenanya

organ, terutama lien, prognosis memburuk.Anemia dini dan trombositopenia (jumlah

trombosit rendah) bersama penggandaan waktu SDP  pada kurang dari setahun

merefleksikan prognosis sangat buruk dengan harapan hidup median kurang dari 2 tahun.

Sekitar 10% pasien mengalami transformasi agresif serupa dengan sindrom Richter

(limfoma agresif).

Sekitar 5% sampai 10% pasien mengalami anemia hemolitik autoimun atau

trombositopenia atau keduanya, memerlukan intervensi dengan steroid atau agen kemoterapi

atau keduanya.

Pasien dengan penyakit derajat rendah diobservasi bertahun-tahun tanpa intervensi aktif

yang diperlukan selama beberapa tahun. Pengobatan diindikasikan bila pasien mengalarni

pansitopenia yang meningkat dengan infeksi, peningkatan limfadenopati dan organomegali,

anemia dan trombositopenia akibat penggantian sumsum tulang, dan perubahan kualitas hidup

pasien. Pengobatan ditujukan pada pengurangan massa limfositik sehingga membalikkan

pansitopenia dan menghiiangkan rasa tidak nyaman yang disebabkan oleh pembesaran organ.

Beberapa pasien dengan anemia hemolitik autoimun yang secara medis tidak memberikan

respons atau trombositopenia mungkin memerlukan splenektomi. Agen pengakil, seperti

kiorambusil dan sikiofosfarnid, aktif pada pengobatan LLK. Fludarabin antimetabolit purin,

diberikan 3-5 hari sebagai agen tunggal .juga efektif dan dapat digabung dengan agen aktif  lain

seperti sikiofosfamid jika pasien menjadi refrakter. Pendekatan baru terhadap pengobatan

keganasan sel B seperti LLK adalah pemakaian terapi biologi, menggunakan antibodi

monoklonal ini mencakup rituximab (anti-CD20) dan Campath IH (anti-CD52), keduanya

memperoleh persetujuan FDA.


(Sylvia A. Price, Edisi 6, 2006)

  2).   Leukemia Sel Berambut

Leukemia Sel Berambut relatif jarang terjadi, leukemia limfositik sel B indolen. Nama

mengidentifikasi projeksi mikroskop seperti gelondong pada limfosit pada apusan darah

dan sumsum tulang yang diwarnai. (Sylvia A. Price, Edisi 6, 2006)

 3).   Leukimia Mielogeneus Kronis (LMK)

Juga dimasukkan dalam keganasan sel stem myeloid. Namun, lebih banyak

terdapat sel normal dibanding pada bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan.

Abnormalitas genetic yang dinamakan kromosom Philadelphia ditemukan pada 90%

sampai 95% klien dengan LMK. LMK jarang menyerang individu berusia dibawah 20

tahun, namun insidennya meningkat sesuai pertambahan usia.   (Muttaqin arif. 2009)

Riset terbaru telah mengungkapkan bahwa leukemia merupakan penyakit kompleks

dengan heterogenitas yang beragam.akibatnya,klasifikasi leukemia menjadi semakin

kompleks,rumit,dan sangat pentin,karena identifikasi subtipe leukemia memiliki implikasi

terapeutik dan prognostik.Berikut ini merupakan uraian ringkas mengenai sistem klasifikasi

yang baru-baru ini dipakai:

1.      Morfologi

Dua bentuk penyakit leukemia yang umumnya ditemukan pada anak-anak

adalah:leukemia limfoid akut(acute lymphoid leukemia,ALL) dan leukemia

nonlimfoid(mielogenus)akut(acute nonlymphoid [myelogenous]leukemia,

ANLL/AML.).sinonim untuk ALL0 meliputi leukemia limfatik, limfositik, limpoblastik,


dan limfoblastoid. Biasanya istilah istilah leukemia sel tunas (stem cell) atau sel blast

juga mengacu pada leukemia tipe limfoid.sinonim untuk tipe AML meliputi leukemia

granulositik,  mielositik, monositik,mielogenus, monoblastik,dan monomieloblastik.

2.      Penanda(marker)sitokimia

Beberapa preparat pewarna kimia membantu membedakan ALL dengan

AML.sebagai contoh,ALL akan menunjukkan warna positif setelah diberi terminal

deoxynucleotidyl transferase(TdT)sementara AML memperlihatkan sifat

nonreaktif(Margolin dan Poplack,1997)

3.      Pemeriksaan kromosom

Análisis kromosom sudah menjadi alat yang penting dalam menegakkan

diagnosis leukemia limfoblastik akut.sebagai contoh,anak-anak dengan trisomi 21 akan

meghadapi risiko 20 kali lipat untuk mengalami leukemia limfoid akut dibandingkan

anak-anak lain. Anak-anak yang memiliki lebih dari 50 kromosom pada sel-sel

leukemia(hiperdiploid) mempunyai prognosis yang paling baik(Margolin dan

Poplack,1997).translokasi kromosom yang juga ditemukan pada sel-sel leukemia dapat

menunjukkan prognosis yang baik seperti pada trisomi 4 dan 10,atau prognosis yang

buruk,seperti pada t(9:22)atau kromosom Philadelphia.

4.      Penanda imunologik permukaan-sel

Antigen permukaan-sel telah memungkinkan diferensiasi ALL menjadi tiga

kelas yang besar:ALL non-T, non-B memiliki prognosis yang paling baik,terutama jika

mereka mempunyai antigen leukemia limfosit akut yang umum, yang dikenal sebagai

CALLA-positif,terdapat pada permukaan selnya(Margolin dan Poplack,1997)


4.      Etiologi

            Penyebab yang pasti belum di ketahui, akan tetapi terdapat factor predisposisi yang

menyebabkan terjadinya Leukimia, yaitu :

a.       Faktor genetic: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T cell Leukmia

lymphoma virus/HTLV)

b.      Radiasi : sinar X

c.       Obat-obat imunosupresif, obat obat karsinogenik seperti diethylstilbestor

d.      Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot

e.       Kelainan kromosom, misalnya pada Down Syndrome. (Asuhan keperawatan pada anak Edisi

2,Suriadi,S.Kp,MSN 2006)

5.       Insiden

            Menurut data badan kesehatan dunia(WHO), setiap tahun jumlah penderita kanker di

dunia bertambah sekitar 6,25 juta orang. Tahun demi tahun, angka kejadian kanker pada anak

terus meningkat, jumlahnya mencapai 2-4% dan seluruh kejadian penyakit kanker pada manusia.

Sedangkan angka kejadiannya mencapai 110 hingga 130 kasus persejuta anak pertahun. Sebuah

laporan internasional bahkan menyatakan 10% kematian pada anak disebabkan penyakit kanker.

(http://www.koalisi.orang/detail.com)

Dan data RSCM yang tersedia, bahkan diketahui bahwa dua penyebab utama kematian

kanker anak di Indonesia adalah karena leukemia (kanker darah) dan retinoblastoma (kanker

mata). Bahkan ditengarai jumlah anak pengidap leukemia di Indonesia mencapai 25-30%.

(http://www.koalisi.orang/detail.com)
f.    Patofisiologi

a.  Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang maligna, imaturnya sel blast. Adanya

proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan menimbulkan anemia

dan trombositipenia.

b. Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem pertahanan

tubuh dan mudah mengalami infeksi.

c. Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow daninfiltran organ, sistem saraf

pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang yang akan berdampak

pada penurunan leukosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan.

d. Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe, nodus

limfe, dan nyeri persendihan.

 (Suriadi & Rita Yuliani, 2006: 160)

g.       Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut:

a.  Pilek tidak sembuh-sembuh

b.  Pucat, lesu, mudah terstimulasi

c.  Demam dan anorexia

d.  Berat badan menurun

e.  Petekie, memar tanpa sebab

f.  Nyeri pada tulang dan persendian

g.  Nyeri abdomen

h.  Limphadenopathy
i. Hepatosplenomegaly

j. Abnormal WBC

(Suriadi & Rita Yuliani, 2006: 162)

h.       Test Diagnostik

1.   Pemeriksaan darah tepi : terdapat leukosit yang imatur.

2.   Aspirasi sum-sum tulang (BMP):hiperseluler terutama banyak terdapat sel muda.

3.   Biopsi sum-sum tulang.

4.   Lumbal punksi untuk mengetahui apakah sistem saraf pusat terinfiltrasi.

5.   Rontgen dada dan biopsi kelenjar limfa:menunjukkan tingkat kesulitan tertentu.

(Arif Muttaqin, 2009:419 & Suriadi, Rita Yuliani, 2006:162)

i.        Penatalaksanaan Medik

a.    Transfusi darah

Biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 gr % pada trombositopenia yang berat dan

perdarahan masih dapat diberikan transfusi trombosit.

b.   Kortikosteroid yaitu prednison, kortison, dexametasone setelah mencapai remisi dosis dikurangi

demi sedikit dan akhirnya dihentikan.

c.    Transpalansi sumsum tulang

d.   Kemoterapi merupakan bentuk terapi utama dan pada beberapa kasus dapat menghasilkan

perbaikan yang berlangsung sampai setahun atau lebih. Obat yang biasanya digunakan meliputi

daunorubicin, hydrochloride (cerubidin), cytarabine (Cytosar-U), dan mercaptopurine

(purinethol).

( Handayani Wiwik, 2008)

j.        Pengobatan
                        Setiap klinik mempunyai cara tersendiri, tergantung pada pengalamannya. Umumnya

pengobatan ditunjukkan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih

lama.

Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan

sebagai berikut :

a.    Induksi Remisi

                   Dimaksudkan untuk mencapai remisi yaitu dengan pemberian berbagai obat di atas, baik

secara sistematik maupun intratekal sampai sel blas dalam sum-sum tulang kurang dari 5

%.hampir segera setelah diagnosis di tegakkan, terapi induksi dimulai dan berlangsung selama 4

hingga 6 minggu. Obat-obatan utama yang dipakai untuk induksi pada ALL adalah

kortikosteroid (terutama prednison), vinkristin dan L-asparraginase, dengan atau tanpa

doksorubiisinn (daonomisin) dan sitosin.

                   Karena banyak di antara obat ini juga menyebabkan mielosupresi unsur-unsur darah yang

normal, periode waktu yang terjadi segera sesudah remisi merupakan periode yang sangat

menentukan. Tubuh pasien tidak lagi memiliki pertahanan dan sangat rentan terhadap infeksi dan

perdarahan spontan.

b.   Konsolidasi

                  Yaitu agar sel tersisa tidak cepat memperbanyak diri.

c.    Rumatan (maintenance)

                 Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang lama

biasanya dilakukan dengan pemberian sistostatika seperti dosis biasa.

                  Terapi rumatan dimulai sesudah terapi indukisi dan konsolidasi selesai dan berhasil

dengan baik untuk memelihara remisi dan selanjutnya mengurangi jumlah sel leukemia.
d.   Reinduksi

                 Dimaksudkan untuk merubah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3 – 6

bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10 – 14 hari

                Adanya sel-sel leukemia dalam sumsum tulang, SSP atau testis menunjukkan

terjadinya relaps/kekambuhan penyakit. Terapi pada anak-anak yang mengalami relaps

meliputi terapi reinduksi dengan prednisone dan vinkristin, di sertai pemberian kombinasi

obat lain yang belum digunakan. Terapi preventif SSP dan terapi rumatannya

dilaksanakan sesuai dengan yang telah diuraikan sebelumnya dan dilaksanakan setelah

remisi.

e.    Transpalansi sumsum tulang.

                  Transpalansi sumsum tulang sudah dilakukan untuk penanganan anak-anak yang

menderita ALL danAML dengan hasil yang baik. Transpalansi ini tidak dikomendasikan

untuk anak-anak yang menderita ALL selama remisi yang pertama karena kemoterapi

masih mungkin memberikan hasil yang menakjubkan. Mengingat prognosis anak-anak

yang menderita AML lebih buruk, transpalansi sumsum tulang alogenik biasa

dipertimbangkan selama masa remisi pertama.

         (Wong’s essentials of pediatric nursing. 2009 Hal: 1139)

B.     Konsep Dasar Keperawatan

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral

dari pelayanan kesehatan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang berbentuk pelayanan

bio-psiko-sosial, spiritual yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga, kelompok, dan

masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit dan mencakup seluruh proses kehidupan
manusia. Pelayanan keperawatan merupakan bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan

fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemajuan menuju kepada

kemampuan melaksanakan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari secara mandiri.

Di dalam memberikan asuhan keperawatan terdiri dari beberapa tahap atau langkah-

langkah proses keperawatan yaitu :

A.    Pengkajian

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sering kali memberi tanda pertama yang

menunjukkan adanya penyakit neoplastik. Keluhan yang samar seperti perasaan letih, nyeri

pada ekstermitas, berkeringat dimalam hari, penurunan selera makan, sakit kepala, dan

perasaan tidak enak badan dapat menjadi petunjuk pertama leukimia

(Wong’s pediatric nursing 2009. Hal:1140)

Adapun pengkajian yang sistematis pada sistem hamatologi (leukemia) meliputi

1.   Biodata

a)   Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, dan pendidikan.

b)   Identitas penanggung : nama, umur, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan,

pekerjaan, pendapatan, dan alamat.

2.   Riwayat kesehatan sekarang

a)   Adanya kerusakan pada organ sel darah/sum-sum tulang.

b)   Gejala awal biasanya terjadi secara mendadak panas dan perdarahan.

3.   Riwayat kesehatan sebelumnya

a)   Riwayat kehamilan/persalinan.


b)   Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.

c)   Riwayat pemberian imunisasi.

d)  Riwayat nutrisi, pemberian makanan yang adekuat.

e)   Infeksi-infeksi sebelumnya dan pengobatan yang pernah dialami.

4.   Riwayat Imunisasi

Riwayat imunisasi yang di dapatkan oleh klien yaitu BCG, DPT (I, II, III), Polio

(I, II ,III), Campak, Hepatitis, dan riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas

seperti malnutrisi. 

5.   Riwayat Tumbuh Kembang

a.  Pertumbuhan Fisik

                 - Berat badan

                BBL                              : 2500 gr – 4000 gr

                3 - 12 bulan                   : umur (bulan) + 9


                                                     2
                  1 - 6 tahun                     : umur (tahun) x 2 + 8

                6 - 12 tahun                   : umur (tahun) x 7 – 5


                                                             2
- Tinggi Badan

                 Tinggi badan lahir         : 45 - 50 cm

                 Umur 1 tahun               : 75 cm

                 2 - 12 tahun                  : umur (tahun) x 6 + 7

                 Atau
                 1 tahun                          : 1,5 x TB lahir

                 4 tahun                          : 2 x TB lahir

                 6 tahun                          : 1,5 x TB setahun

                 13 tahun                        : 3 x TB lahir

                 Dewasa                         : 3,5 x TB lahir (2 x TB 2 tahun)

b.  Perkembangan tiap tahap usia

                                  - Berguling                              : 3-6 bulan

                                    - Duduk                                   : 6-9 bulan

                                    - Merangkak                            : 9-10 bulan

                                    - Berdiri                                   : 9-12 bulan

                                    - Jalan                                      : 12-18 bulan

                                    - Senyum pertama kali dengan orang lain : 2-3 bulan

                                    - Bicara                                    : 2-3 tahun

                                    - Berpakaian tanpa dibantu     : 3-4 tahun

                                    (Aziz Alimul Hidayat, Hal : 27).

6.   Pemeriksaan fisik

a)   Keadaan Umum

Meliputi : Baik, Jelek, Sedang

b)   Tanda-tanda vital

-  TD        :   Tekanan Darah

-  N         :   Nadi

-  P          :   Pernapasan

-  S          :   Suhu


c)   Antropometri

-    TB         :  Tinggi badan 

-    BB        :  Berat badan

-    LLA      :  Lingkar lengan atas

-    LK        :  Lingkar kepala

-    LD        :  Lingkar dada

-    LP         :  Lingkar perut

d)  Sistem pernafasan

Frekuensi pernapasan, bersihan jalan napas, gangguan pola napas, bunyi

tambahan ronchi dan wheezing.

e)   Sistem cardiovaskuler

Anemis atau tidak, bibir pucat atau tidak, denyut nadi, bunyi jantung, tekanan

darah dan capylary reffiling time.

f)    Sistem pencernaan

Mukosa bibir dan mulut kering atau tidak, anoreksia atau tidak, palpasi

abdomen apakah mengalami distensi dan auskultasi peristaltik usus adakah meningkat

atau tidak.

g)   Sistem muskuloskeletal

Bentuk kepala, extermitas atas dan ekstermitas bawah.

h)   Sistem integumen

      Rambut  :   warna rambut, kebersihan, mudah tercabut atau tidak

Kulit       :   warna, temperatur, turgor dan kelembaban

        Kuku      :   warna, permukaan kuku, dan kebersihannya


i)     Sistem endokrin

Keadaan kelenjar tiroid, suhu tubuh dan ekskresi urine.

j)     Sistem penginderaan

      Mata       :  Lapang pandang dan visus.

      Hidung   :  Kemampuan penciuman.

      Telingan :  Keadaan daun telinga dan kemampuan pendengaran.

k)   Sistem reproduksi

Observasi keadaan genetalia, dan perubahan fisik sistem reproduksi.

l)     Sistem neurologis

1)      Fungsi cerebral

2)      Status mental : orientasi, daya ingat dan bahasa.

3)      Tingkat kesadaran (eye, motorik, verbal) : dengan menggunakan Gaslow Coma

Scale (GCS).

4)      Kemampuan berbicara.

5)      Fungsi kranial :

a)   Nervus I (Olfaktorius)     : Suruh anak menutup mata dan menutup salah satu

lubang hidung, mengidentifikasi dengan benar bau yang berbeda (misalnya

jeruk dan kapas alkohol).

b)   Nervus II (Optikus)         : Periksa ketajaman penglihatan anak, Persepsi

terhadap cahaya dan warna, periksa diskus optikus, penglihatan perifer.

c)   Nervus III (Okulomotorius) : Periksa ukuran dan reaksi pupil, periksa kelopak

mata terhadap posisi jika terbuka, suruh anak mengikuti cahaya.


d)  Nervus IV (Troklearis) : Suruh anak menggerakkan mata kearah bawah dan

kearah dalam.

e)   Nervus V (trigemenus) : Lakukan palpasi pada pelipis dan rahang ketika anak

merapatkan giginya dengan kuat, kaji terhadap kesimetrisan dan kekuatan,

tentukan apakah anak dapat merasakan sentuhan di ats pipi (bayi muda

menoleh bila area dekat pipi disentuh), dekati dari samping, sentuh bagian

mata yang berwarna dengan lembut dengan sepotong kapas untuk menguji

refleks berkedip dan refleks kornea.

f)    Nervus VI (Abdusen) : kaji kemampuan anak untuk menggerakkan mata

secara lateral.

g)   Nervus VIII (Fasialis) : Uji kemampuan anak untuk mengidentifikasiLarutan

manis (gula), Asam (jus lemon), atau hambar (kuinin) pada lidah anterior. Kaji

fungsi motorik dengan meminta anak yang lebih besar untuk tersenyum,

menggembungkan pipi, atau memperlihatkan gigi, (amati bayi ketika senyum

dan menangis).

h)   Nervus VIII (akustikus)  : Uji pendengaran anak

i)     Nervus IX (glosofharingeus) : Uji kemampuan anak untuk mengidentifikasi

rasa larutan pada lidah posterior.

j)     Nervus X (vagus) : Kaji anak terhadap suara parau dan kemampuan menelan,

sentuhkan spatel lidah ke posterior faring untuk menentukan apakah refleks

muntah ada (saraf cranial IX dan X mempengaruhi respon ini), jangan

menstimulasi refleks muntah jika terdapat kecurigaan epiglotitis, periksa

apakah ovula pada posisi tengah.


k)   Nervus XI (aksesorius) : Suruh anak memutar kepala kesamping dengan

melawan tahanan, minta anak untuk mengangkat bahu ketika bahunya ditekan

kebawah.

l)     Nervus XII (hipoglosus)  : Minta anak untuk mengeluarkan lidahnya. periksa

lidah terhadap deviasi garis tengah, (amati lidah bayi terhadap deviasi lateral

ketika anak menangis dan tertawa).dengarkan kemampuan anak untuk

mengucapkan “r”. letakkan spatel lidah di sisi lidah anak dan minta anak untuk

menjauhkannya, kaji kekuatannya.

6)       Fungsi motorik : massa otot, tonus otot dan kekuatan otot

7)      Fungsi sensorik: respon terhadap suhu, nyeri dan getaran

8)      Fungsi cerebrum: kemampuan koordinasi dan keseimbangan

7.   Pemeriksaan diagnostic

a) Hitung darah lengkap : Menunjukkan normositik, anemia normositik.

                  Hemoglobin : Dapat kurang dari 10 g/100 ml

                  Retikulosit : Jumlah biasanya rendah

                  Jumlah trombosit : Mungkin sangat rendah (<50.000/mm)

SDP : Mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP imatur (“menyimpang

ke kiri”).mungkin ada sel blast Leukimia

    b) PT/PTT : memanjang

     c) LDH : Mungkin meningkat

     d) Asam urat serum/urine : Mungkin meningkat

e) Muramidase serum (lisozim) : Peningkatan pada Leukimia monositik Akut dan

mielomositik.
       f) Copper serum : Meningkat

       g) Zink serum : Menurun

       h) Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50% atau Lebih dari sel

blast, dengan prekusor eritroid, sel imatur, dan megakariositis menurun.

i)    Foto dada dan biopsy nodus limfe : Dapat mengindikasikan derajat keterlibatan 

C.     Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut The North American Nursing Diagnosis Association

NANDA) adalah “suatu penilalan klinis tentang respon individu, keluarga. atau kornunitas

terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa

keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan

dimana perawat bertanggung gugat ‘ (Wong, 2004)

Menurut Donna L Wong 2004 diagnosa pada anak dengan leukemia adalah:

a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia

c. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah

trombosit

d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah

e. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping

agen kemoterapi
f. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,

malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis

g. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dan leukemia

h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,

radioterapi, imobilitas.

i. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada

penampilan.

j. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita

leukemia.

k. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak.

A.   Rencana keperawatan

Rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan atau intervensi untuk mencapai

tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan.

Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dan

pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.

Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut

(Wong ,2004: 595-602)

a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh

Tujuan: Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi

Intervensi Rasional

a) Pantau suhu dengan teliti a) untuk mendeteksi kemungkinan infeksi

b) Ternpatkan anak dalam ruangan khusus b) untuk meminimalkan terpaparnya anak dan

sumber infeksi
c) Anjurkan semua pengunjung dan staf c)  untuk meminimalkan pajanan pada

rumah sakit untuk menggunakan  teknik organism infektif

mencuci tangan dengan baik 

  d) Gunakan teknik aseptik yang cermat  untuk d) untuk mencegah kontaminasi silang atau

semua prosedur invasive menurunkan resiko infeksi

  e) Evaluasi keadaan anak terhadap tempat e) untuk intervensi dini penanganan infeksi

tempat munculnya infeksi seperti tempat

penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan  

masalah gigi

f).Inspeksi membran mukosa mulut.

Bersihkan mulut dengan baik f) rongga mulut adalah medium yang baik

 g) Berikan periode istirahat tanpa gangguan untuk pertumbuhan organism

g) menambah energi untuk penyembuhan dan

h) Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia regenerasi seluler

i) Berikan antibiotik sesuai ketentuan h) untuk mendukung pertahanan alami tubuh

i) Diberikan sebagai profilaktik atau

mengobati infeksi khusus

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemi

Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas

Intervensi Rasional
a) Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan a) Menentukan derajat dan efek

ketidakmampuan untuk berpartisipasi ketidakmampuan

dalam aktifitas sehari-hari

b)  Berikan lingkungan tenang dan perlu b)  Menghemat energi untuk aktifitas dan

istirahat tanpa gangguan regenerasi seluler atau penyambungan

jaringan

c)  Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada c)  Mengidentifikasi kebutuhan individual

aktifitas yang diinginkan atau  dibutühkan dan membantu pemilihan intervensi

c. Resiko terhadap cedera, perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah       trombosit

Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan

Intervensi Rasional

a)   Gunakan semua tindakan untuk mencegah a)   karena perdarahan memperberat kondisi

perdarahan khususnya pada daerah anak dengan adanya anemia

ekimosis

b)     Cegah ulserasi oral dan rectal b)   karena kulit yang luka cenderung untuk

berdarah

c)     Gunakan jarum yang kecil pada saat c)    untuk  mencegah perdarahan

melakukan injeksi

d)      Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan d) untuk memberikan intervensi dm1

(tekanan darah menurun, denyut nadi dalam       mengatasi perdarahan

cepat, dan pucat)

e)      Hindari obat-obat yang mengandung e) karena aspirin mempengaruhi fungsi


aspirin   trombosit

f)      Ajarkan orang tua dan anak yang lebih f)  untuk mencegah perdarahan

besar untuk mengontrol

d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah

 Tujuan : Pasien tidak mengalami mual atau muntah.

Intervensi Rasional

a)     Berikan antiemetik awal sebelum a)   untuk mencegah mual dan muntah

dimulainya kemoterapi

b)    Berikan antiemetik secara teratur pada b)   untuk mencegah episode berulang

waktu dan program kemoterapi

c)     untuk mencegah episode berulang c)   karena tidak ada obat antiemetik yang

d)    Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi secara umum berhasil hindari

sering memberikan makanan yang beraroma

e)   Berikan cairan intravena sesuai ketentuan menyengat

d)  karena jumlah kecil biasanya ditoleransi

dengan baik

e)   untuk mempertahankan hidrasi


e. Perubahan membran mukosa mulut stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen

kemoterapi

Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis oral

Intervensi Rasional

a)   lnspeksi mulut setiap hari untuk adanya a)   untuk mendapatkan tindakan yang segera

ulkus oral b)   untuk mencegah trauma

b)    Untuk mendapatkan tindakan yang segera

c)  Gunakan sikat gigi berbulu lembut,

aplikator berujung kapas, atau jan      

yang dibalut kasa c)   untuk menghindari trauma

d)  Berikan pencucian mulut yang sering

dengan cairan salin normal atau     tanpa

larutan bikarbonat d)  untuk rneningkatkan penyembuhan

e)  Gunakan pelembab bibir

e)   untuk menjaga agar bibir tetap lembab

f)    Hindari penggunaan larutan lidokain pada dan mencegah pecah     pecah (fisura)

anak kecil

f)   karena bila digunakan pada faring, dapat

menekan refleks     muntah yang

mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat

g)   Berikan diet cair, lembut dan lunak menyebabkan kejang


h)  Inspeksi mulut setiap hari g)   agar makanan yang masuk dapat

ditoleransi anak

i)  Dorong masukan cairan dengan h)  untuk mendeteksi kemungkinan infeksi

menggunakan sedotan

j)  Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen i) untuk membantu melewati area nyeri

peroksida dan susu magnesia

j)     dapat mengiritasi jaringan yang luka dan

dapat membusukkan  gigi,

memperlambat penyembuhan dengan

k)  Berikan obat-obat anti infeksi sesuai rnemecah protein dan dapat

ketentuan mengeringkan mukosa

l)  Berikan analgetik k)   untuk mencegah atau mengatasi

mukositis

l)     untuk mengendalikan nyeri

f.  Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan     anoreksia, malaise,

mual dan muntah, efek samping kernoterapi dan atau stomatitis

Tujuan : pasien mendapat nutrisi yang adekuat

Intervensi Rasional

a)   Dorong orang tua untuk tetap rileks pada a)   jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan

saat anak makan adalah akibat langsung   dan mual dan

muntah serta kemoterapi


b) Izinkan anak memakan semua makanan b)   untuk mempertahankan nutrisi yang

yang dapat ditoleransi,   rencanakan untuk optimal

memperbaiki kualitas gizi pada saat selera

makan anak meningkat

c)  Berikan makanan yang disertai suplemen c)   untuk memaksimalkan kualitas intake

nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau nutrisi

suplemen yang dijual bebas

d) Izinkan anak untuk terlibat dalam d)  untuk mendorong agar anak mau makan

persiapan dan pemilihan makanan e)   karna jumlah yang kecil biasanya

e) Dorong masukan nutrisi dengan jumlah ditoleransi dengan baik

sedikit tapi sering f)     kebutuhan jaringan metabolik

f) Dorong pasien untuk makan diet tinggi ditingkatkan begitu juga cairan untuk

kalori kaya nutrient menghilangkan produk sisa suplemen

dapat memainkan peranan penting dalam

mempertahankan masukan kalori dan

protein yang adekuat

g)   membantu dalam mengidentifikasi

g) Timbang BB, ukur TB dan ketebalan malnutrisi protein kalori, khususnya bila

lipatan kulit trisep BB dan   pengukuran antropometri

kurang
g. Nycri yang berhubungan dengan efek fisiologis dan leukemia

Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterirna

anak

Intervensi Rasional

a)      Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 a)   informasi memberikan data dasar untuk

sampai 5 mengevaluasi      kebutuhan atau

keefekti fan

b)  Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur

(misal pemantauan suhu non   invasif,

alat akses vena b)  untuk meminimalkan rasa tidak aman

c)   Evaluasi efektifitas penghilang nyeri

dengan derajat kesadaran dan sedasi

c)   untuk menentukan kebutuhan perubahan

d) Lakukan teknik pengurangan nyeri dosis. Waktu pemberian atau obat

e) Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur

d)  sebagai analgetik tambahan

e)   untuk mencegah kambuhnya nyeri

h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi,

imobilitas

Tujuan : pasien mempertahankan integritas kulit

Intervensi Rasional

a) Berikan perawatan kulit yang cermat, a)  karena area ini cenderung mengalami
terutama di dalam mulut dan daerah ulserasi

perianal

b) Ubah posisi dengan sering b)    Untuk merangsang sirkulasi dan

mencegah tekanan pada kulit

b)     Mandikan dengan air hangat dan sabun c)   mempertahankan kebersihan tanpa

ringan mengiritasi kulit

d) Kaji kulit yang kering terhadap efek d)     efek kemerahan atau kulit kering dan

samping terapi kanker pruritus,ulserasi dapat terjadi dalam area

radiasi pada beberapa agen kemoterapi

e) Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk e)      membantu mencegah friksi atau trauma

dan menepuk kulit yang kering kulit

f) Dorong masukan kalori protein yang f)       untuk mencegah keseimbangan nitrogen

adekuat yang negatif

g) Pilih pakaian yang longgar dan lembut g)      untuk meminimalkan iritasi tambahan

diatas area yang teradiasi

i. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan

 Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif

Intervensi Rasional

a)    Dorong anak untuk memilih wig (anak a)     untuk membaritu mengembangkan

perempuan) yang serupa gaya dan warna penyesuaian rambut terhadap kerontokan

rambut anak sebelum rambut mulai rontol rambut

b)     Berikan penutup kepala yang adekuat b)     karena hilangnya perlindungan rambut
selama pemajanan pada sinar matahari,

angin atau dingin

c)     Anjurkan untuk menjaga agar rambut c)      untuk menyamarkan kebotakan parsial

yang tipis itu tetap bersih, pendek dan

halus

d)    Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh d)     untuk menyiapkan anak dan keluarga

dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin terhadap perubahan penampilan rambut

warna atau teksturnya agak berbeda baru

e) Dorong hygiene, berdandan, dan alat-alat

yang sesuai dengan jenis e)      untuk meningkatkan penampilan

kelamin ,misalnya wig, skarf, topi, tata

rias.

j. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia

 Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur diagnostik atau terapi

Intervensi Rasional

a)    Jelaskan alasan setiap prosedur yang a)      untuk meminimalkan kekhawatiran yang

akan dilakukan pda anak tidak perlu

b)    Jadwalkan waktu agar keluarga dapat b)     untuk mendorong komunikasi dan

berkumpul tanpa gangguan dan staf ekspresi perasaan

c)     Bantu keluarga merencanakan masa c)      untuk meningkatkan perkembangan anak

depan, khususnya dalam membantu anak yang optimal


menjalani kehidupan yang normal

d)    Dorong keluarga untuk mengespresikan d)     memberikan kesempatan pada keluarga

perasaannya mengenai kehidupan anak untuk menghadapi rasa takut secara

sebelum diagnosa dan prospek anak realistis

untuk bertahan hidup

e)      Diskusikan bersama keluarga e)      untuk mempertahankan komunikasi yang

bagaimana mereka memberitahu anak terbuka dan jujur

tentang hasil tindakan dan kebutuhan

terhadap pengobatan dan kemungkinan

terapi tambahan

f) Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang

tidak sesuai dengan kenyataan yang ada f)      untuk mencegah bertambahnya rasa

kekhawatiran keluarga

k. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak

 Tujuan : pasien atau keluarga menerima dan mengatasi kemungkinan kematian    anak

Intervensi Rasional

a) Kaji tahapan berduka terhadap anak dan a)   pengetahuan tentang proses berduka

keluarga memperkuat normalitas perasaan atau

reaksi terhadap apa yang dialarni dan

dapat membantu pasien dan keluarga


lebih efektif menghadapi kondisinya

b)     untuk menetapkan hubungan saling

percaya yang mendorong komunikasi

c)  Berikan kontak yarg konsisten pada c)   untuk meyakinkan bahwa harapan

keluarga mereka diimplementasikan

d)  memperkuat normalitas perasaan atau

d)    Bantu keluarga merencanakan reaksi terhadap apa yang dialami

perawatan anak, terutama pada tahap

terminal

e)      Fasilitasi anak untuk mengespresikan

perasaannya melalui bermain

E. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dan perencanaan keperawatan yang telah

dibuat untuk rnencapai hasil yang efektif. Dalam pelaksanaan implementasi keperawatan,

penguasaan keterampilan dan pengetahuan hams dimiliki oleh setiap perawat sehingga

pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan demikian tujuan dan rencana yang telah

ditentukan dapat tercapai (Wong. 2004:33 1).

F. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien. Menurut Donna L Wong (2004:596-610) hasil yang

diharapkan pada klien dengan leukemia adalah:

1)      Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi


2)      Berpartisipasi dalam aktifitas sehari-sehari sesuai tingkat kemampuan, adanya laporan

peningkatan toleransi aktifitas.

3)      Anak tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan.

4)      Anak menyerap makanan dan cairan, anak tidak mengalami mual dan muntah

5)      Membran mukosa tetap utuh, ulkus menunjukkan tidak adanya rasa tidak nyaman

6)      Masukan nutrisi adekuat

7)      Anak beristirahat dengan tenang, tidak melaporkan dan atau menunj ukkan  bukti-bukti

ketidaknyamanan, tidak mengeluhkan perasaan tidak nyaman.

8)      Kulit tetap bersih dan utuh

9)      Anak mengungkapkan masalah yang berkaitan dengan kerontokan rambut, anak

membantu menentukan metode untuk mengurangi efek kerontokan rambut dan

menerapkan metode mi dan anak tampak bersih, rapi, dan berpakaian menarik.

10)   Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang prosedur, keluarga menunjukkan

pengetahuan tentang penyakit anak dan tindakannya. Keluarga mengekspresikan perasaan

serta kekhawatirannya dan meluangkan waktu bersama anak.

11)  Keluarga tetap terbuka terhadap konseling dan kontak keperawatan

Anda mungkin juga menyukai