Anda di halaman 1dari 18

1.

1 Pengertian Anemia
Anemia merupakan suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin
kurang dari normal. Secara umum, dapat diketahui bahwa terjadinya anemia
disebabkan turunya hemoglobin dibawah nilai terendah. Diketahui bahwa darah
orang normal mengandung 13-16 g hemoglobin (Hb)/100 cc (13-16 g%). Karena
semua Hb terdapat pada didalam eritrosit, maka apabila konsentrasi Hb turun
dibawah nilai normal, secara otomatis akan menimbulkan anemia. Anemia
merupakan hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya menyediakan
oksigen. Tanda dan gejala anemia yaitu kelemahan, pucat, mudah lelah,
keletihan, palpitasi / denyut jantung meningkat (Wahyu, 2021).
Anemia adalah suatu keadaan tubuh dimana kadar hemoglobin dalam
darah kurang dari jumlah normal atau sedang mengalami penurunan. Anemia
merupakan kondisi dimana sel darah merah tidak mencukupi kebutuhan
fisiologis tubuh. Kebutuhan fisiologis berbeda pada setiap orang dipengaruhi
oleh jenis kelamin, tempat tinggal, perilaku merokok, dan tahap kehamilan.
Anemia juga didefinisikan dengan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin
dalam darah lebih rendah dari nilai normal untuk kelompok individu
berdasarkan usia dan jenis kelamin (Kemenkes, 2019).
1.2 Anatomi dan Fisiologi
1.2.1 Anatomi

Gambar 1. Sel darah


Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah
diproduksi, termasuk sumsum tulang dan nodus limpa. Darah adalah
organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan.
Darah merupakan medium transport tubuh, volume darah manusia
sekitar 7% - 10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter.
Keadaan jumlah darah pada tiap-tiap organ tidak sama, bergantung pada
usia, pekerjaan serta keadaan jantung atau pembuluh darah. Darah terdiri
atas 2 kompunen utama, yaitu sebagai berikut (Varney H, 2006).
1) Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air,
elektrolit, dan protein darah.
2) Butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas
komponenkomponen berikut ini.
3) Eritrosit : sel darah merah (Sel Darah Merah ± reed blood cell
4) Leukosit : sel darah putih (Sel Darah Putih ± white blood cell).
5) Trombosit : butir pembeku darah ± platelet.
1.2.2 Fisiologi
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah
diproduksi, termasuk sumsum tulang dan nodus limfa. Darah adalah
organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan.
Cairan darah tersusun atas kompunen sel yang tersupensi dalam plasma
darah. Sel darah terbagi menjadi eritrosit (sel darah merah, normalnya 5
ribu per mm 2 darah) dan leukosit (sel darah putih, normalnya 5.000
sampai 10.000 per mm2 darah). Terdapat sekitar 500 sampai 1000
eritrosit tiap satu leukosit. Leukosit dapat berada dalam beberapa
bentuk : eosinofil, basofil, monosit, netrofil, dan limfosit. Selain itu
dalam supensi plasma, ada juga fragmen-fragmen sel tak berinti yang
disebut trombosit (normalnya 150.000 sampai 450.000 trombosit per mm
2 darah). Komponen seluler darah ini normalnya menyusun 40% sampai
45% volume darah. Fraksi darah yang ditempati oleh eritrosit disebut
hematokrit. Darah terlihat sebagai cairan merah, opak dan kental.
Warnanya ditentukan oleh hemoglobin yang terkandung dalam sel darah
merah. Volume darah manusia sekitar 7% sampai 10% berat badan
normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Darah bersikulasi di dalam sistem
veskuler dan berperan sebagai penghubung antara organ tubuh,
membawa oksigen yang diabsorbsi oleh paru dan nutrisi yang diabsorbsi
oleh traktus gastroinestinal ke sel tubuh untuk metabolisme sel.
Darah juga mengangkut produk sampah yang dihasilkan oleh
metabolisme sel ke paru, kulit, dan ginjal yang akan di transformasi dan
dibuang keluar dari tubuh. Darah juga membawa hormon dan antibodi ke
tempat sasaran atau tujuan. Untuk menjalankan fungsinya, darah harus
tetap berada dalam keadan cairan normal. Karena berupa cairan, selalu
terdapat bahaya kehilangan darah dari sistem vasekuler akibat trauma.
Untuk mencegah bahaya ini, darah memiliki mekanisme pembentukan
yang sangat peka yang diaktifkan setiap saat diperlukan untuk
menyumbat kebocoran pada pembuluh darah. Pembekuan yang
berlebihan ini juga sama bahayanya karena potensial menyumbat aliran
darah kejaringan vital. Untuk menghindari komplikasi ini, tubuh
memiliki mekanisme febrinolitik yang kemudian akan melarutkan
bekuan yang berbentuk dalam pembuluh darah. Darah dan kompunennya
mempunyai fungsi lainnya, yaitu :
1) Transportasi (sari makanan, oksigen, karbondioksida, sisa
metabolisme, dan air)
2) Trasportasi hormon menuju organ terget dan enzim menuju sel tubuh
3) Termogulasi (pengatur suhu tubuh)
4) Imunitas (pertahanan tubuh terhadap bakteri dan virus)
5) Homeostasis (mengatur keseimbangan zat dan pH tubuh) melalui
buffervdan asam amino yang ada di dalam plasma
6) Membantu dalam mencegah tubuh kehilangan cairan yaitu dengan
pembekuan darah.
1.3 Etiologi Anemia

Menurut Fikawati, (2017) penyebab anemia antara lain:

1. Meningkatnya Kebutuhan Zat Besi


Peningkatan kebutuhan zat besi pada massa remaja memuncak pada usia
antara14-15 tahun untuk perempuan dan satu sampai dua tahun kemudian
pada laki-laki. Setelah kematangan seksual, terjadi penurunan kebutuhan zat
besi, sehingga terdapat peluang untuk memperbaiki kekurangan zat besi
terutama pada remaja laki-laki. Sedangkan pada remaja perempuan,
menstruasi mulai terjadi satu tahun setelah puncak pertumbuhan dan
menyebabkan kebutuhan zat besi akan tetap tinggi sampai usia reproduktif
untuk mengganti kehilangan zat besi yang terjadi saat menstruasi. Itulah
sebabnya kelompok remaja putri lebih rentan mengalami anemia dibanding
remaja putra.
2. Kurangnya Asupan Zat Besi
Penyebab lain dari anemia gizi besi adalah rendahnya asupan dan buruknya
bioavailabilitas dari zat besi yang dikonsumsi, yang berlawanan dengan
tingginya kebutuhan zat besi pada masa remaja.
3. Kehamilan pada Usia Remaja
Masih adanya praktik tradisional pernikahan dini di negara-negara di Asia
Tenggara juga berkontribusi terhadap kejadian anemia gizi besi. Pernikahan
dini umunya berhubungan dengan kehamilan dini, dimana kehamilan
meningkatkan kebutuhan zat besi dan berpengaruh terhadap semakin
parahnya kekurangan zat besi dan anemia gizi besi yang dialami remaja
perempuan.
4. Penyakit Infeksi dan Infeksi Parasit
Sering terjadinya penyakit infeksi dan infeksi parasit di negara berkembang
juga dapat meningkatkan kebutuhan zat besi dan memperbesar peluang
terjadinya status gizi negatif dan anemia gizi besi.
5. Sosial-Ekonomi
Tempat tinggal juga dapat berhubungan dengan kejadian anemia, remaja
yang tinggal di wilayah perkotaan lebih banyak memiliki pilihan dalam
menentukan makanan karena ketersediaannya yang lebih luas di bandingkan
pedesaan.
6. Status Gizi
Juga ditemukan hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia.
Remaja dengan status gizi kurus mempunyai risiko mengalami anemia 1,5
kali dibandingkan remaja dengan status gizi normal.
7. Pengetahuan
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal
dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik,
buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan
sebagainya. Pengetahuan ini dapat membantu keyakinan tertentu sehingga
seseorang berprilaku sesuai keyakinan tersebut. Pada beberpa penelitian
terkait anemia ditemukan pula pada mereka yang memiliki pengetahuan
yang rendah terkait anemia.
Menurut Rini, 2018 penyebab anemia dapat diakibatkan oleh :
1. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vit B12,
asam folat, vit C, serta unsur-unsur pembentukan sel darah merah
2. Darah menstruasi berlebihan
3. Kehamilan, wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin
menyerap zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya
4. Obat obatan yang dapat menyebabkan perdarahan lambung (aspirin, anti
inflamas dll) dan obat lainnya dapat menyebabkan masalah pada
penyerapan zat besi dan vtamn (antacid, pil kb, antiarthirtis, dll)
5. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektom) dapat
menyebabkan anemia karena tubuh kurang penyerapan zat besi dan
vitamin B12
6. Penyakit radang kronis (CA, lupus, arthritis, penyakit ginjal dll) karena
mempengaruh proses pembentukan sel darah merah (Rini, 2018).
1.4 Klasifikasi Anemia
1. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi zat besi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang
mengurangi pasokan zat besi, mengganggu absorbsinya, meningkatkan
kebutuhan tubuh akan zat besi atau yang memenuhi sintesis Hb atau anemia
defisiensi besi terjai karena kandungan zat besi yang tidak memadai dalam
makanan.
2. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena terjadinya
penghancuran sel darah merah dalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit pendek. Penyebab hemolisis dapat karena 6 kongenital (faktor
eritrosit sendiri, gangguan enzim, hemoglobinopati) atau didapat.
3. Anemia sel sabit Anemia sel sabit merupakan salah satu kelompok penyakit
yang secara kolektif disebut hemoglobinopati, yaitu hemoglobin A (HbA)
yang normal digantikan sebagian atau seluruhnya dengan hemoglobbin sabit
(HbS) yang abnormal. Gambaran klinis anemia sel sabit terutama karena
obstruksi yang disebabkan oleh sel darah merah yang menjadi sel sabit dan
peningkatan destruksi sel darah merah.
4. Anemia aplastik
Anemia aplastik merupakan gangguan akibat kegagalan sumsum tulang yang
menyebabkan penipisan semua unsur sumsum. Produksi selsel darah
menurun atau terhenti. Timbul pansitopenia dan hiposelularitas sumsum.
Manifestasi gejala tergantung beratnya trombositopenia (gejala perdarahan),
neutropenia (infeksi bakteri, demam), dan anemia (pucat, lelah, gagal
jantung kongesti, takikardia).
1.5 Manifestasi Klinis Anemia

WHO,2014 menyatakan bahwa hemoglobin diperlukan tubuh untuk


membawa oksigen. Akibatnya, apabila jumlah hemoglobin tidak cukup, sel
darah merah terlalu sedikit ataupun abnormal, maka akan terjadi penurunan
kapasitas darah untuk membawa oksigen ke jaringan tubuh. Hal ini
menimbulkan gejala seperti kelelahan, lemah, pusing, dan sesak napas.
Sementara itu, kadar hemoglobin optimal yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis bervariasi pada setiap individu. Hal tersebut biasanya
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, tempat tinggal, kebiasaan merokok dan
status kehamilan.

Sedangkan menurut Kemenkes RI, 2019 anemia dapat mengakibatkan


gangguan ataupun hambatan pada pertumbuhan sel tubuh maupun sel otak.
Kurangnya kadar hemoglobin dalam darah dapat menimbulkan gejala Gejala
anemia sering disebut dengan 5L (lesu, letih, lemah, lelah, lalai), disertai dengan
pusing kepala terasa berputar, mata berkunang-kunang, mudah mengantuk, serta
sulit konsentrasi karena kurangnya kadar oksigen dalam otak. Pada remaja,
menurunnya kebugaran serta konsentrasi menyebabkan menurunnya capaian
belajar dan kemampuan mengikuti kegiatan baik didalam atau diluar sekolah.
Anemia juga akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga biasanya lebih mudah
terkena infeksi.

Menurut Damayanti, 2018 tanda dan gejala anemia sebagai berikut


1. Anemia Ringan (Hb 8 g/dl – 9,9 g/dl) :
Lemah, letih, lesu, lelah, penurunan energy, sesak nafas ringan,
palpitasi,tampak pucat
2. Anemia Berat (Hb <6 g/dl (WHO,2014) dan <5 g/dl (Kemenkes RI, 2018)) :
 Sering pusing dan mata berkunang kunang
 Kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan serta kaki pucat
karena kekkurangan vilume darah dan Hb
 Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah),
angina (sakit dada) dan murmur jantung
 Dyspnea, nafas pendek, muda capek saat aktivitas (pengiriman O2
berkurang)
 Sakit kepala, tinnitus
 Anemia berat oleh gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi
atau diare/ perubahan warna tinja (hitam, lengket, berbau dan tampak
darah) serta pembesaran limpa).
1.6 Patofisiologi Anemia
1.7 Pathway Anemia
1.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium adalah penunjang diagnostic dalam


menentukan diagnosa anemia. Pemeriksaan ini terdiri dari beberapa pemeriksaan
yaitu:

a) Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring pada anemia terdiri dari pengukuran kadar
hemoglobin, hapusan darah tepi, indeks eritrosit. Dari pemeriksaan ini dapat
dipastikan adanya anemia serta jenis morfologik anemia, dan sangat berguna
untuk menentukan diagnosis lebih lanjut.
b) Pemeriksaan darah seri anemia
Pemeriksaan darah seri anemia terdiri dari hitungan trombosit, leukosit, laju
endap darah dan hitungan retikulosit. Automatic hematology analyzer yang
dapat memberikan presisi hasil lebih baik.
c) Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan sumsung tulang memberikan informasi mengenai keadaan
sistem hematopoiesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk menentukan
diagnosis definitif pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsung tulang
diperlukan untuk diagnosis anemia aplastic, anemia megaloblastic serta
kelainan hematologic.
d) Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, seperti pada:
1) Anemia defisiensi besi: serum, TIBC (total iron binding capacity),
reseptor transferrin, protoporfirin eritrosit, saturasi transferrin dan
pengecatan besi pada sumsum tulang
2) Anemia megalobastik: Folat serum, tes supresi deoksiuridin, vitamin
B12 serum dan test schilling
3) Anemia hemolitik: test comb, elektroforesis hemoglobin, bilirubin
serum
4) Anemia Aplastik: biopsy sumsum tulang Jika diperlukan pemeriksaan
non-hematologik tertentu seperti pemeriksaan faal hati, faal ginjal, atau
faal tiroid (Bakta , 2017)
1.9 Diagnosa Banding

1. Talasemia

2. Anemia hemolitik autoimun

3. Anemia sideroblastik

1.10 Komplikasi Anemia

Penderita anemia yang tidak mendapat perawatan yang baik bisa saja
mengalami beberapa komplikasi seperti kesulitan melakukan aktivitas akibat
mudah lelah. Masalah pada jantung, seperti aritmia dan gagal jantung. Gangguan
pada paru misalnya hipertensi pulmonal. Selain itu anemia juga dapat memicu
terjadinya komplikasi kehamilan, seperti melahirkan premature, atau bayi
terlahir dengan berat badan rendah serta resiko kematian akibat perdarahan saat
melahirkan. Penderita anemia juga rentan mengalami infeksi dan akan terjadi
gangguan tumbuh kembang apabila terjadi pada anak-anak atau bayi. Anemia
merupakan kormobid (penyakit atau kondisi yang muncul bersamaan pada
seseorang) yang sering ditemukan pada penderita gagal jantung sementara
penyebabnya belum diketahui.

1.11 Penatalaksanaan Anemia

Anemia dapat dicegah dengan konsumsi makanan tinggi zat besi, asam
folat, vitamin A, vitamin C dan Zink, dan pemberian tablet tambah darah
(Kemenkes RI, 2019). Sedangkan menurut Amalia A, dan Agustyas, 2016
tatalaksana anemia ada 3 yakni :

1. Pemberian Zat besi oral


2. Pemberian Zat besi intramuscular. Terapi ini dipertimbangkan apabila respon
pemberian zat besi secara oral tidak berjalan baik.
3. Tranfusi darah diberikan apabila gejala anemia disertai dengan adanya resiko
gagal jantung yakni ketika kadar Hb 5-8 g/dl. Komponen darah yang
diberikan adalah PRC dengan tetesan lambat.

1.12 Konsep Keperawatan

1.12.1 Pengkajian
1. Identitas pasien

Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal, tempat


tanggal lahir, pekerjaan dan pendidikan.
2. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian.
3. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
2) Riwayat kesehatan dahulu
3) Riwayat kesehatan keluarga (genogram)
4. Pola nutrisi
5. Pola eliminasi
6. Pemeriksaan fisik
7. Pemeriksaan penunjang
1.12.2 Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin d.d
warna kulit pucat
2. Keletihan b.d kondisi fisiologis (anemia) d.d tampak lesu
3. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengasorbsi nutrient d.d serum
albumin turun
4. Deficit perawatan diri b.d kelemahan d.d minat melakukan perawatan
diri kurang
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2
d.d tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
6. Resiko infeksi b.d pertahanan sekunder tidak adekuat (penurunan Hb)
7. Pola napas tidakefektif b.d hambatan upaya napas d.d pola napas
abnormal
1.12.3 Perencanaan
Diagnosa SLKI SIKI
Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Pemantauan tanda vital I.02060
b.d penurunan konsentrasi selama 2 x 8 jam diharapkan perfusi Observasi :
hemoglobin d.d warna perifer meningkat dengan kriteria hasil : 1. Monitor tekanan darah
kulit pucat Perfusi perifer L.02011 2. Monitor nadi (frekuensi, kekuatan, irama)
1. Warna kulit pucat menurun 3. Monitor pernapasan (frekuensi, kedalaman)
2. Tekanan darah sistolik membaik 4. Monitor suhu tubuh
3. Tekanan darah diastolic membaik 5. Identifikasi penyebab perubahan tanda vital
4. Denyut nadi perifer meningkat Terapeutik :
5. Pengisian kapiler membaik 6. Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
7. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
8. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
9. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.

Keletihan b.d kondisi Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Manajemen energy I.05178
fisiologis (anemia) d.d selama 2 x 8 jam diharapkan tingkat Observasi :
tampak lesu keletihan membaik dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan.
Tingkat keletihan L.05046 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
1. Verbalisasi Lelah menurun 3. Monitor pola dan jam tidur
2. Lesu menurun Terapeutik :
3. Sakit kepala menurun 4. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus (suara,
4. Gangguan konsentrasi menurun cahaya, kunjungan)
5. Gelisah menurun 5. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
6. Frekuensi napas menurun Edukasi :
6. Anjurkan tirah baring
7. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
8. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala keletihan
tidak berkurang
Kolaborasi :
9. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan

Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Manajemen nutrisi I.03119
ketidakmampuan selama 2 x 8 jam diharapkan status nutrisi Observasi :
mengasorbsi nutrient d.d membaik dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi status nutrisi
serum albumin turun Status nutrisi L.03030 2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
1. Verbalisasi keinginan untuk 3. Monitor asupan makanan
meningkatkan nutrisi meningkat Terapeutik :
2. Serum albumin meningkat 4. Berikan makanan tinggi serat
3. Pengetahuan tentang standar asupan 5. Berikan makanan tinggi kalori dan protein
nutrisi yang tepat meningkat 6. Berikan suplemen makanan
Edukasi :
7. Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu.
Deficit perawatan diri b.d Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Dukungan perawatan diri I.11348
kelemahan d.d minat selama 2 x 8 jam diharapkan perawatan Observasi :
melakukan perawatan diri diri meningkat dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
kurang Perawatan diri L.11103 2. Monitor tingkat kemandirian
1. Kemampuan mandi meningkat Terapeutik :
2. Kemampuan mengenakan pakaian 3. Sediakan lingkungan yang terapeutik (suasana hangat, rileks, privasi)
meningkat 4. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan perawatan
3. Kemampuan ke toilet meningkat diri
4. Verbalisasi keinginan melakukan Edukasi :
perawatan diri meningkat 5. Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai
5. Mempertahankan kebersihan diri kemampuan
meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Ajeng dan Agustyas Tjiptaningrum. 2016. Diagnosis dan Tatalaksana Anemia
Defisiensi Besi. Jurnal Majority. 5(5) : 166-169
Bakta, I.M. (2017). Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Damayanti, Ni Wayan Uki (2018). Kadar Hemoglobin (HB) Berdasarkan Tingkat
Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Fikawati, Sandra, dkk. (2017). Gizi anak dan remaja. Ed. 1. Cet. 1. Depok : Rajawali
Pers.
Handayani, W., Andi, S. H. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Kemenkes, RI. (2018). Buku Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Pada
Remaja Putri dan Wanita Usia Subur (WUS). Jakarta: Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat.
Kemenkes RI. (2019). Standar Teknis Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan. Jakarta.
Rini Nova Nur Aristia (2018). Laporan Pendahuluan Anemia.Wonogiri:Akademi
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: Dewan PengurusPPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI.
Varney, Helen. (2006). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi I. Jakarta. EGC.
Wahyu Nugroho, (2021) Asuhan keperawatan pada pasien anemia dengan pemenuhan
kebutuhan penyuluhan dan pembelajaran. Diploma thesis, Universitas Kusuma
Husada Surakarta.
WHO (2014).The Global Prevalence Of Anemia in 2011. Geneva

Anda mungkin juga menyukai