Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE

Wahyu Adi Prasetyo


22101114

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definsi
Stroke merupakan penyakit kerusakan system saraf pusat yaitu
otak yang dikarenakan adanya kelainan atau abnormalitas pada pembuluh
darah. Stroke dapat terjadi secara mendadak atau tanpa peringatan dan
akut serta berlangsung lebih dari 24 jam dikarenakan gangguan aliran
darah ke otak. Stroke dapat sembuh secara sempurna dan dengan cacat
hingga kematian karena gangguan aliran darah menuju otak yang
mengalami perdarahan ataunon perdarahan (Karunia, 2016).
Stroke dapat mengakibatkan terjadinya kelumpuhan, adanya
perubahan mental, gangguan pada proses daya pikir, kesadaran,
konsentrasi, kemampuan belajar, gangguan komunikasi, gangguan
emosional, gangguan tidur, depresi, disfagia, serta hilangnya indera rasa
(Lingga, 2013 dalam Karunia, 2016). Setelah seseorang terserang stroke
maka tingkat ketergantungan pada orang lain akan meningkat, sehingga
akan mengalami penurunan untuk melakukan aktivitas mandiri sehari-hari
(Karunia, 2016).

1.2 Etiologi
Penyebab terjadinya stroke dibedakan menjadi 3 golongan diantaranya
(Pinzon dkk., 2010) :
a. Gangguan pada dinding pembuluh darah
Hal yang berpengaruh yaitu usia lanjut, hipertensi, thrombus,
aterosklerosis, diabetes mellitus, dan infeksi. Pada hipertensi akan
terjadi penimbunan plak (plak aterosklerosis) di pembuluh darah besar.
Penimbunan ini akan menyebabkan ruang lumen atau diameter
pembuluh darah mengalami penyempitan. Plak-plak tersebut
memungkinkan terjadinya ruptur yang menimbulkan resiko
penyumbatan pembuluh darah otak sehingga akan tampak gejala
stroke.
Sedangkan pada penyakit diabetes mellitus dapat meningkatkan resiko
stroke iskemik dua kali lipat.
b. Kelainan susunan atau struktur darah
Hal yang berpengaruh yaitu polisitemia vera, kadar fibrinogen yang
meningkat, peningkatan jumlah sel trombosit, dan anemia
c. Gangguan aliran darah menuju otak
Hal yang berpengaruh yaitu aliran darah menuju otak menurun akibat
tekanan darah yang rendah (syok), dan kekentalan darah yang
meningkat. Merokok dapat berpengaruh dalam meningkatkan
kekentalan darah, dinding pembuluh darah yang mengeras, dan muncul
timbunan plak di dinding pembuluh darah.

1.3 Klasifikasi
Stroke dibedakan menjadi 2 berdasarkan penyebabnya yaitu stroke
iskemik dan stroke hemoragik (Karunia, 2016).
a. Stroke iskemik, merupakan stroke yang disebebkan oleh penyumbatan
pembuluh darah dikarenakan aliran darah menuju otak terhenti. Stroke
iskemik terbagi menjadi 3 janis, diantaranya (Sudarsini, 2017) :
1) Stroke trombotik, merupakan jenis stroke yang diakibatkan adanya
pembentukan thrombus yang menggumpal
2) Stroke embolik, merupakan jenis stroke yang dikarenakan oleh
pembuluh arteri yang tertutup bekuan darah
3) Hipoperfusion sistemik, merupakan stroke yang timbul akibat
aliran darah ke seluruh tubuh menurun dikarenakan oleh gangguan
kerja jantung
b. Stroke hemoragik, merupakan stroke akibat pecahnya pembuluh darah
otak Stroke hemoragik biasanya terjadi pada orang dengan penyakit
hipertensi. Stroke hemoragik terbagi menjadi 2 jenis, yaitu (Sudarsini,
2017) :
1) Hemoragik intraserebral (PIS), merupakan stroke dengan
perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. Peningkatan TIK
yang cepat dapat mengakibatkan kematian secara mendadak karena
adanya herniasi otak. PIS yang disebabkan oleh hipertensi sering
ditemukan pada daerah putamen, talamus, pons serta serebellum.
2) Hemoragik subaraknoid (PSA), merupakan stroke dengan
perdarahan subaraknoid (ruang antara permukaan otak dengan
lapisan jaringan yang menutupi otak). Perdarahan tersebut berasal
dari aneurisma berry (AVM) yang pecah. Aneurisma berasal dari
pembuluh darah sirkulasi Willsi dan cabang-cabangnya di luar
parenkim otak. Perdarahan di subaraknoid akan mengakibatkan
peningkatan TIK yang mendadak dan vasospasme pembuluh darah
serebri yang menimbulkan disfungsi otak global seperti nyeri
kepala, kesadaran yang menurun ataupun fokal seperti hemiparese,
gangguan hemisensorik, afasia.

1.4 Manifestasi klinis


Tanda dan gejala menurut Kowalak (2014) :

a. Kelemahan ekstremitas

b. Sakit kepala

c. Vertigo

d. Perubahan tingkat kesadaran

e. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh

f. Kehilangan keseimbangan

g. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)

h. Disartria (bicara pelo atau cadel)

i. Penurunan kesadaran yang cepat termasuk koma

j. Gejala neurologis seperti kelumpuhan wajah dan kelumpuhan satu anggota


badan atau lebih.

k. Gangguan visual yaitu adanya kesulitan dalam menghubungan dua atau


lebih objek dalam area spasial.
1.5 Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah
(makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan
dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor
penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau
darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat
atau terjadi turbulensi.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro
vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang
otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Patway

fOl(,tx:,f �ce-tu)'" �,fef-teflti . Petl"f'Of(i4:: §o(lwn�


�efOl(OI', �.fS', Ob��r, "<,\�! "!"of\� !fe.flt"9�Qt.
c::folo l\'I dat"Clh
J,
�111b uflo fl � \��rot '1' do\otf' daro\-1
Atet,st:t�t J.
l �,� t.��t (<("Olf'bur)

·-0.lI
J,
�""'uc cete2Grol fE(l bu\uh doroh f'�coh
J,.
�e t'IO(' fel,�.........
�Of'°91� do rah
I
l
P.hr-a" derc;h b(lbq.t
frosef "'�bo\1.ct\le doloffl
°'°IC .-ef90"99t.l
�r' l� et1&0,et
l
rv�
J \;_�o,�l,fC\(\ �fVf\Of'�
fc!nucvt10fl «;vp\01 cbro� ,!,
�fl �.1 �e C<te;pc cocron P��c:: ti,te,,..� j
�do�pl
JO.f'f\90fl s:€n2�re.L �,C.I" Po\e. f\Q-fO.C E-�a serebr1
1
�trq\(0<0(1 'tltc
L
� ve.�a::i tt.\o�
! �t\l�ICOl'I
��f"
l),�f'qt.i N Jfl ���fl reoro�c.r J,
t'eot<>CQrebf'Od'"' �Ofvf\Of) .f<.if'9<5i
J, � I. ti , \v r ')(' \I p,�1'9t.. ti II
.L, l, 1
"e'Ellc.�rl Orqqof'C �If tt. 1ft1 . orj,, ?< "
��fl �.rCfl'cll �1€� flE'I\E;lc,('I J,
J. tefl�r, f'e119t1,c:Jo, k\dQ.,::. �,t{� ,tS\UI'\.> !IQ f\
�\o.C19G<r't �"9�

I ""''"'.::�"""'·'·'°'I
.!, cl\,ro" �
�fill� opt �\.�rt do" "'e �(\O
f���n \r.tcft flutt< S'
J, J..
.L, �r�urcl\9 �r
I r---------1
J,
r:- J. --,
�ecse111� , ._�Jl�O
�.w"� l<-orc. C'-Q�fCI
"P
dari ��co
. �ot,
1.7 Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan diantaranya (Pudiastuti,
2011) :
1) Ultrasonografi Doppler, pemeriksaan ini berguna untuk identifikasi
penyakit artiovena atau masalah pada system arteri karotis
2) Angiografi serebral, berguna dalam mengetahui penyebab stroke
lebih spesifik, apakah termasuk dalam perdarahan atau terjadi
obstruksi arteri
3) CT-Scan, pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya edema,
hematoma, iskemia dan infark
4) Lumbal pungsi, pemeriksaan ini memperlihatkan terjadinya
hemoragik malformasi arterivenousa (MAV)
5) Sinar X, pemeriksaan ini akan menggambarkan adanya perubahan
kelenjar lempeng pineal di daerah yang berlawanan dari masa yang
meluas
6) EEG, pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi masalah berdasarkan
gelombang otak dan dapat memperlihatkan daerah lesi
b. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan (Muttaqin, 2012) :
1) Analisa gas darah, pengukuran menggunakan tes pH darah
menggunakan pH meter. Terjadi asidosis apabila pH cairan
ekstraseluler kurang dari 7,35, sedangkan terjadi alkalosis apabila
pH lebih dari 7,45
2) Pemeriksaan kimia darah, apabila terjadi stroke akut maka akan
menimbulkan hiperglikemia
3) Pemeriksaan darah lengkap
4) Kreatini kinase (CK), enzim yang digunakan dalam mendiagnosa
penyakit infark jantung akut. Gangguan serebri juga dapat
terdeteksi dengan adanya nilai kadar CK dan CK-MB total
5) C-Reactive protein (CRP), jumlahnya akan mengalami peningkatan
100x dalam 24-48 jam setelah adanya luka jaringan
6) Profil lemak darah, terdeteksi kadar kolesterol serum total
mengalami peningkatan lebih dari 200 mg/ml yang menjadi
terjadinya risiko stroke atau emboli serebri.

1.8 Diagnosa Banding


a. Penyakit sistemik atau kejang, yang menyebabkan perburukan
stroke yang pernah dialami
b. Kejang epileptik atau kejang non konvulsif
c. Lesi struktural intracranial : hematoma subdural, tumor otak, MAV
d. Ensefalopati metabolic/toksik
e. Fungsional/ non neurologis
f. Ensefalitis atau abses otak
g. Cedera kepala
h. Penyakit Creutzfeldt Jakob

1.9 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penderita stroke terbagi menjadi 3
diantaranya
(Ariani, 2012) :
a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
1) Edema serebri, terjadi apabila kelainan neurologis semakin parah
yang dapat menyebabkan tekanan intrakranial meningkat, hernia
dan hingga mengakibatkan kematian
2) Infark miokard, yang dapat mengakibatkan kematian secara
mendadak pada sroke di stadium awal
b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama)
1) Pneumonia, dapat terjadi apabila immobilisasi yang lama
2) Infark miokard
3) Emboli paru, dapat terjadi ketika 7-14 hari pasca stroke dan
penderita sudah dapat melakukan mobilisasi
4) Stroke rekuren, komplikasi ini dapat terjadi setiap saat
c. Komplikasi jangka panjang
1) Stroke rekuren
2) Infark miokard
3) Gangguan vascular lainnya : penyakit vascular perifer

1.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke diantaranya (Wijaya dkk., 2013) :
a. Penatalaksanaan umum
1) Memposisikan kepala dan badan di atas 20-30 derajat, apabila
pasien muntah, posisikan lateral decubitus. Melakukan mobilisasi
bertahap apabila hemodinamik stabil
2) Bebaskan jalan nafas dan berikan ventilasi yang adekuat, bila perlu
berikan oksigen 1-2 liter/menit
3) Apabila kandung kemih penuh, kosongkan kandung kemih dengan
kateter bila perlu
4) Pertahankan tekanan darah yang normal
5) Pertahankan suhu tubuh normal, bila demam, kompres dan berikan
antipiretik sesuai indikasi
6) Pemberian nutrisi peroral boleh diberikan apabila hasil dari tes
fungsi menelan dalam keadaan baik. Namun, bila terjadi gangguan
menelan dan penurunan kesadaran maka pasang NGT
7) Lakukan mobilisasi dan rehabilitasi dini apabila tidak ada
kontraindikasi
b. Penatalaksanaan medis
1) Trombolitik (Streptokinase) rt-PA intravena/intraarterial pada
kurang dari 3 jam setelah awitan stroke dengan dosis 0,9 mg/kg.
Dosis awal sejumlah 10% diberikan melalui bolus, sisanya
diberikan melalui infus dalam 1 jam
2) Antiplatelet atau antitrombolitik (Acetosal dan Ticlopidin)
3) Antikoagulan (Heparin), 5000 unit/12 jam selama 5-10 hari
4) Hemorhagea (Pentoxyfilin)
5) Antagonis serotonin (Naftidrofuryl)
6) Antagonis calcium (Nifedipine dan Piracetam)
c. Penatalaksanaan khusus atau komplikasi
1) Mengatasi kejang
2) Mengatasi peningkatan TIK dengan manitol, gliserol, furosemide,
intubasi, stroid
3) Mengatasi dekompresi (kraniotomi)
d. Penatalaksanaan faktor resiko
1) Mengatasi hipertensi
2) Mengatasi hiperglikemia
3) Mengatasi hiperurisemia

1.11Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian primer
1) Airway : Pengkajian mengenai kepatenan jalan. Kaji adanya obstruksi
pada jalan napas karena dahak, lendir pada hidung, atau yang lain.
2) Breathing : Kaji adanya dispneu, kaji pola pernapasan yang tidak
teratur, kedalaman napas, frekuensi pernapasan, ekspansi paru,
pengembangan dada.
3) Circulation : Meliputi pengkajian volume darah dan kardiac output
serta perdarahan. Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, warna
kulit, nadi, dan adanya perdarahan.
4) Disability : Yang dinilai adalah tingkat kesadran serta ukutan dan
reaksi pupil.
5) Exposure/ kontrol lingkungan : Penderita harus dibuka seluruh
pakaiannya.
b. Identitas klien
c. Clinical history
1) Keluhan utama
Klien dengan penyakit CVA biasanya mengeluhkan kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
serta penurunan tingkat kesadaran.
2) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dalam hal
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat letargi, tidak
responsif, serta koma
3) Riwayat penyakit dahulu
Kaji penyakit kesehatan terdahulu Klien yang dapat berhubungan
dengan timbulnya penyakit CVA yang diderita. Ada riwayat hipertensi,
riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-
obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif serta
kegemukan.
4) Riwayat keluarga
Kaji riwayat penyakit keluarga apakah ada keluarga yang memiliki
penyakit hipertensi, diabetes melitus atau adanya riwayat stroke
d. Pola fungsional
1) Pola persepsi terhadap kesehatan dan penyakit
Kaji persepsi kesehatan klien untuk mengetahui defisit pengetahuan
terhadap penyakit stroke.
2) Pola nutrisi – metabolisme
Identifikasi berapa kali dalam sehari pasien makan, sebelum dirawat di
rumah sakit dan saat dirawat di rumah sakit. Jenis makanan yang
dimakan beberapa hari sebelum dirawat. Hal ini untuk megidentifikasi
penyebab stroke akibat diabetes dan hipertensi
3) Pola eliminasi
Identifikasi frekuensi klien dalam berkemih dan defekasi. Hitung kira-
kira jumlah pengeluaran cairan.
4) Pola istirahat dan tidur
Identifikasi frekuensi tidur pasien sebelum dan sesudah dirawat di RS.
Tanyakan kualitas tidur pasien, kondisi yang mendukung dan
mengganggu pasien untuk tidur. Pasien stroke dapat mengalami
gangguan tidur akibat dispneu.
e. Pemeriksaan fisik dan penunjang
1) Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara kadang
mengalami gangguan yakni sukar dimengeri, kadang tidak bisa bicara
2) Tanda-tanda vital
Tekanan darah klien mengalami peningkatan tekanan darah atau
hipertensi, denyut nadi kuat dan cepat.
3) Pengkajian head to toe
a) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut dan kulit untuk
mengidentifiksi adanya trauma kepala. Periksa bagian leher untuk
mengidentifikasi adanya goiter, bruit pada arteri karotis. Kaji
kondisi mulut dan gigi. Penglihatan kabur.
b) Sistem integumen
Kaji turgor kulit, adanya striae pada abdomen, fibroma mukosal.
c) Sistem pernafasan
Kaji frekuensi napas, pola napas tidak teratur.
d) Sistem kardiovaskuler
Pulsasi kuat, hipertensi, aritmia, gallops, murmur interskapular.
e) Sistem urinary
Ginjal dapat terpalpasi.
f) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, kelemahan, adanya gait abnormal, nyeri,
paresis.
g) Sistem neurologi
Kaji respon sensoris dan motorik, parasthesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat.
Pengkajian Kuantitatif: Glasgow Comma Scale (GCS)
Membuka mata (Eyes)
4 = Membuka mata tanpa stimulus
3 = Membuka saat diperintah atau rangsangan suara
2 = Membuka saat dirangsang dengan nyeri
1 = Mata tidak dapat membuka
Respon Verbal
5 = Dapat berbicara dengan jelas
4 = Disorientasi tetapi dapat berkomunikasi dengan baik
3 = Kata yang diucapkan jelas
2 = Mengerang
1 = Tidak dapat berbicara, tanpa faktor penghalang
Respon Motorik
6 = Menuruti perintah pemeriksa
5 = Mengangkat tangan ke bagian atas clavicula saat distimulus nyeri
kepala dan leher
4 = Melipat siku tangan dengan cepat dan kurang normal
3 = Melipat siku tangan lamban dan kurang normal
2 = Ekstensi siku lengan
1 = Tidak ada gerakan lengan

Pemeriksaan saraf pusat


a. Pemeriksaan nervus olfaktorius (N I)
Mengkaji daya penciuman, adanya kelainan rongga hidung pada
dua rongga hidung dengan menggunakan bau-bauan yang tidak
iritan dan cepat menguap.
b. Pemeriksaan optikus (N II)
Mengkaji daya pengelihatan, dan lapang pandang. Pada umumnya
pasien stroke mengalami hemianopsia.
c. Pemeriksaan nervi okularis (N III, IV, VI)
Mengkaji pergerakan bola mata, kelopak mata dan pupil.
d. Pemeriksaan Nervus trigeminus (N V)
Mengkaji kekuatan dan refleks muskulus maseter dan muskulus
temporalis, sensasi nyeri. Pada pasien stroke umumnya kekuatan
kontraksi tidak sama pada sisi kanan atau kiri, dan dagu terdorong
ke arah lesi.
e. Pemeriksaan nervus fasialis (N VII)
Mengkaji dan mengamati kesimetrisan muka pasien dengan cara
menggerakan muka. Selain itu, pengkajian fungsi pengecapan
dengan meletakan gula, garam, atau sesuatu yang pahit pada bagian
kanan dan kiri lidah.
f. Pemeriksaan nervus akustikus (N VIII)
Mengkaji fungsi pendengaran dan vestibular (keseimbagan). Dapat
dilakukan pemeriksaan weber, rinne, dan swabach untuk memeriksa
fungsi pendengaran. Pemeriksaan tes kalori (telinga kiri dimasukan
air dingin akan muncul nistagmus kanan, dan telinga kanan
dimasukan air hangat akan muncul nistagmus kanan), serta past
pointing test (menyentuh jari pemeriksa) dapat dilakukan untuk
mengkaji fungsi keseimbangan.
g. Pemeriksaan nervus glosofaringeus (N IX)
Mengkaji muskulus stylopharingeus dengan meminta pasien untuk
mengucapkan ‘AAA’ saat membuka mulut. Orang yang sehat
langit- langit mulutnya akan bergerak keatas.
h. Pemeriksaan nervus vagus (N X)
Mengkaji mulut, pita suara, dan refleks muntah pasien dengan
membuka mulut pasien. Pasien stroke pada umumnya uvula akan
miring tertarik ke sisi yang sehat, refleks muntah tak ada pada sisi
lumpuh, suara serak akibat kelumpuhan sisi pita suara dan stridor
inspiratorik.
i. Pemeriksaan nervus aksesorius (N XI)
Mengkaji muskulus sternokleidomastoideus dan trapezius. Pasien
dapat dikatakan mengalami paralisis apabila saat kepala menoleh ke
sisi sehat, m. Sternokleidomastoideus tidak menegang. Bahu yang
sakit umumnya terletak lebih rendah daripada yang sehat, margo
vertebralis skapula sisi yang sakit akan lebih kesamping daripada
sisi yang sehat.

1.12Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017)
b. Gangguan mobilitas fisik (D0056)
1.13 Perencanaan
STANDAR DIAGNOSIS STANDAR LUARAN KEPERAWATAN STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN INDONESIA (SLKI) INDONESIA (SIKI)
INDONESIA (SDKI)
Resiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
efektif ditandai dengan jam resiko perfusi serebral efektif (1.06194)
aneurisma serebri, hipertensi Kriteria hasil: O:
(D.0017) Perfusi serebral (L.02014)  Identifikasi penyebab peningkatan TIK
Indikator S.A S.T  Monitor intake dan output cairan
T:
Kognitif 2 3
 Minimalkan stimulus dengan menyediakan
Tekanan intra kranial 2 3 lingkungan yang tenang
Tekanan darah sistolik 2 4  Berikan posisi semi fowler
Keterangan :  Pertahankan suhu tubuh normal
1 = menurun C:
2 = cukup menurun  Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
3 = sedang konvulsan
4 = cukup meningkat
5 = meningkat
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Teknik latihan penguatan sendi (1.05185)
berhubungan dengan nyeri yang 3x24 jam gangguan mobilitas fisik Tindakan:
di tandai dengan fisik lemah, menurun. Kriteria hasil : O:
rentang gerak (ROM) menurun Mobilitas fisik (L.05042)  Identifikasi keterbatasan fungsi dan gerak
(D.0054) Indikator S.A S.T sendi
 Monitor lokasi dan sifat ketidaknyamanan
Pergerakan ekstremitas 2 4
atau rasa sakit selama gerakan/aktivitas
Kekuatan otot 2 4
N:
Rentang gerak (ROM) 2 4  Berikan posisi tubuh optimal untuk gerakan
sendi pasif atau aktif
Keterangan :
 Fasilitasi menyusun jadwal latihan rentang
1 = menurun
gerak aktif atau pasif
2 = cukup menurun  Fasilitasi gerak sendi teratur dalam batas-
3 = sedang batas rasa sakit, ketahanan, dan mobilitas
4 = cukup meningkat sendi
5 = meningkat
E:
 Jelaskan kepada pasien/keluarga tujuan
dan rencanakan latihan bersama
 Ajarkan mobilisasi dini pada pasien post op
 Anjurkan melakukan latihan rentang gerak
aktif dan pasif secara sistematis
C:
 Kolaborasi dengan fisioterapi d a l a m
mengembangkan dan melaksanakan
program latihan
Gangguan komunikasi verbal Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 Promosi Komunikasi :Defisit
berhubungan dengan penurunan jam gangguan komunikasi verbal Bicara (1.13492)
sirkulasi serebral Kriteria hasil: O:
Komunikasi Verbal (L.13118)  Monitor proses kognitif, analomis dan fisiologis
Indikator S.A S.T yang berkaitan dengan bicara (mis. Memori
pendengaran dan Bahasa)
Kemampuan berbicara 2 3 T:
Kemampuan mendengar 2 3  Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan
(mis. Berdiri di depan pasien)
Kontak mata 2 3 E:
 Anjurkan berbicara perlahan
. Ajarkan pasien dan keluarga proses
kognitif, anatomis, dan fisiologis yang
berhubungan dengan kemampuan
berbicara
Defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Manajemen nutrisi (1.03119)
dengan, ketidak mampuan 3x24 jam defisit nutrisi. O:
menelan dan mencerna makanan Kriteria hasil : . Identifikasi perlunya penggunaan selang
(D.0019) Status nutrisi (L.03030) nasogastrik
Indikator S.A S.T . Monitor asupan makan
Kekuatan otot penguyah 2 3 T:
Kekuatan otot menelan 2 3 . Hentikan pemberian makan melalui
selang nasogatrik jika asupan oral dapat
Keterangan :
di toleransi
1. Menurun 4. Cukup meningkat
E:
2. Cukup menurun 5. Meningkat
3. Sedang . Ajarkan diet yang di programkan
DAFTAR PUSTAKA

Kowalak, dkk. 2014. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Herdman T.H. 2018. NANDA-1 Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.


Edisi 11. Buku Kedokteran : EGC.

Ariani, T. A. 2012. Sistem Neurobehaviour. Jakarta : Salemba Medika

Feigin V. L., B. Norrving, G. A. dan Mensah. 2017. Global Burden of Stroke.


Circulation Research. 120 : 439-448.

Karunia, E. 2016. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Kemandirian


Activity Of Daily Living Pasca Stroke. Jurnal Berkala Epidemiologi. 4(2) :
213-224

Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.


Jakarta : EGC

Muttaqin, A. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Persyarafan.


Jakarta : Salemba Medika

Pinzon, R. dan L. Asanti. 2010. Awas Stroke : Pengertian, Gejala, Tindakan,


Perawatan dan Pencegahan. Yogyakarta : CV. Andi Offset.

Pudiastuti, R. 2011. Penyakit Pemicu Stroke : Dilengkapi dengan Posyandu Lansia


dan Posbindu PTM. Yogyakarta : Nuha Medika

Satyanegara, R. Y. Hasan, S. Abubakar, A. J. Maulana, E. Sufarnap, I. Benhadi, S.


Mulyadi, J. Sionno, I. Adipurna, I. Y. Suhartono dan A. Saputra. 2010. Ilmu
Bedah Saraf Satyanegara. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Sudarsini. 2017. Fisioterapi. Malang : Penerbit Gunung Samudera

Wijaya, A. S. dan Y. M. Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan


Dewasa). Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai