A. Definisi
Stroke adalah gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses
patologi pada pembuluh darah (Price dan Wilson).
Stroke adalah gangguan yang mempengaruhi aliran darah keotak dan mengakibatkan
deficit neurologik (lewis, etc, 2000).
Stroke non hemorogik adalah bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung
sementara, beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10 - 20 menit) tapi kurang
dari 24jam.(Arief Mansjoer, 2000).
B. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat
kejadian yaitu:
a. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain.
C. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya d. pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak,
yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori,
bicara, atau sensasi.
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:
a. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke,
penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
b. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol
dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
C. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada
stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen
yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang
paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak
melalui empat mekanisme, yaitu :
a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran
darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan
perubahan-perubahan iskemik otak.
1
b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan
(hemorrhage).
c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan
otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran
darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi
pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan
menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih
mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur
anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi
pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah
dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah
ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga
aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri..
Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai
serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.
D. Manifestasi Klinik
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit
stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh,
hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan
melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa
kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata
yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh
dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002)
adalah:
a. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak.
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada
tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
b. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin
penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan
hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah
serebral dan potensi meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau
dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah
ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat
mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain
itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
2
d. Gagal nafas akut /ARDS dimana terjadi ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida
(PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi
yang diakibatkan kelainan neurologis primer akan memperngaruhi fungsi pernapasan.
Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang
dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit
pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan
neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada
penyakit stroke adalah:
a. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
b. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
c. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis,
emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak
sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan
adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
d. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark,
hemoragik, dan malformasi arteriovena.
e. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
f. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan
dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.
G. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian primer
1) Airway:pengkajian mengenai kepatenan jalan. Kaji adanya obstruksi pada jalan
napas karena dahak, lendir pada hidung, atau yang lain.
2) Breathing: kaji adanya dispneu, kaji pola pernapasan yang tidak teratur,
kedalaman napas, frekuensi pernapasan, ekspansi paru, pengembangan dada.
3) Circulation: meliputi pengkajian volume darah dan kardiac output serta
perdarahan. Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, warna kulit, nadi, dan
adanya perdarahan.
4) Disability: yang dinilai adalah tingkat kesadran serta ukutan dan reaksi pupil.
5) Exposure/ kontrol lingkungan: penderita harus dibuka seluruh pakaiannya.
b. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe) termasuk
reevaluasi pemeriksaan TTV.
1) Anamnesis
3
Setiap pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat
perlukaan. Riwayat “AMPLE” (alergi, medikasi, past illness, last meal,
event/environment) perlu diingat.
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan evaluasi kepala akan adanya luka, kontusio atau
fraktuf. Pemeriksaan maksilofasialis, vertebra sevikalis, thoraks, abdomen,
perineum, muskuloskeletal dan pemeriksaan neurologis juga harus dilakukan
dalam secondary survey.
3) Reevaluasi
Monitoring tanda vital dan haluaran urin penting dilakukan.
4) Tambahan pada secondary survev
Selama secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang
lebih spesifik seperti foto tambahan dari tulang belakang serta ekstremitas, CT-
Scan kepala, dada, abdomen dan prosedur diagnostik lain.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Peningkatan jumlah/viskositas secret paru.
Tujuan; jalan napas efektif
Kriteria hasil Menyatakan/menunjukkan hilangnya dyspnea, Mempertahankan jalan
napas paten dengan bunyi napas bersih/tak ada ronki, Mengeluarkan secret tanpa
kesulitan. Dan Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/mempertahankan bersihan
jalan napas.
Intervensi;
1) Catat perubahan upaya dan pola bernapas.
4
2) Observasi penurunan ekspansi dinding dada dan adanya/peningkatan fremitus.
3) Catat karakteristik bunyi napas.
4) Catat karakteristik batuk (missal, menetap, efektif/tak efektif) juga produksi dan
karakteristik sputum.
5) Pertahankan posisi tubuh/kepala tepat dan gunakan alat jalan napas sesuai
kebutuhan
6) Bantu dengan batuk/napas dalam, ubah posisi dan penghisapan sesuai indikasi.
7) Berikan oksigen lembab, cairan IV: berikan kelembaban ruangan yang tepat.
8) Berikan terapi aerosol, nebulizer ultrasonic.
9) Bantu dengan/berikan fisoterapi dada, contoh drainase postural: perkusi
dada/vibrasi sesuai indikasi.
5
5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi
pasien.
6
DAFTAR PUSTAKA
7
BAB II
TINJAUAN KASUS
1. Identitas Klien
Nama klien : Tn. D Umur : 55 Tahun
No RM : 11-40-23-80 Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal masuk : 30-09-2017 Hari rawat ke : VI (enam)
Tanggal pengkajian : 2-10-2017 Status : Menikah
Agama : Islam BB/TB : 100 kg / 175 cm
Diagnosa medis : Stroke, DM, Hemiparise
8
5.91 10^6/ µL, GDS; 242 2,6 mEq/L
mg/dL, kalium; 2,9 ECG : Sinus Takikardi
mEq/L CT-Scan : Atropi Cerebri
ECG : Sinus Takikardi Foto thorax : Cor & Pulmo Sqa.
CT-Scan : Atropi Cerebri Theapy
Foto thorax : Cor & Injeksi : meropenem, vomizol,
Pulmo Sqa. levofloxacin, citicolin, farmadol,
Theapy Lovenox
Infus RL Oral : Amplodipine, CPG, aspilet,
CPG 25 mg depaken Syrup.
Citicolin 500 mg Nebulizer : Farbivent
9
259,2 cc
Istirahat – tidur Klien sering tertidur, dan suka terbangun saat batuk dan jika diberikan
rangsangan nyeri.
Psikososial Klien tidak mengenal keluarga saat dijenguk
Spiritual Klien adalah seorang muslim yang baik, klien suka didengarkan mp3
Qiroah untuk membantu pemulihan klien. Klien suka dibacakan ayat
suci Al-Qur’an oleh keluarganya.
Hasil lab dan Hasil laboratorium.AGD :
diagnostik PH 7,516. PCO2 28,2 mmHg, PO2 112,4 mmHg, HCO3 23 mEg/L (alkalosis
respiratorik).
Hematologi rutin : Hb; 14,5 gr/dL, Leukosit; 13,46 ribu/µL,
Kimia klinik : GDS; 231 mg/dL
Elektrolit : Kalsium 8,5 mg/dL, Kalium; 2,6 mEq/L
ECG : Sinus Takikardi, left atrial enlargement,
CT-Scan : Atropi Cerebri
Foto thorax : Cor & Pulmo Sqa.
Program Injeksi : meropenem 3x1, vomizole 2x1, levofloxacin 1x750,
therapy citicolin 2x250, farmadol 3x1, Lovenox 2x0.4
Oral : Amplodipine 1x5mg, CPG, aspilet, depaken Syrup 4x10ml.
Nebulizer : Farbivent 3x1
10
4. Analisa Data
Tgl Data focus Problem Etiologi
2/10 S: - Bersihan jalan nafas tidak Produksi sputum yang
-2017 O: efektif berlebih
A: jalan napas tidak paten, ada sumbatan oleh dahak, lidah pasien jatuh
ke belakang, pasien terpasang ETT dan ventilator, terdapat slim di
selang ETT, terdengar suara gurgling dan snoring.
B: RR 23x/menit, klien tampak sesak dan batuk , dada simetris, tidak
ada otot bantu napas, suara napas terdengar ronchi.
C: TD 153/84 mmHg, nadi 129x/menit, suhu 37,2, pulsasi arteri kuat,
akral hangat, CRT < 3 dtk, BJ 1 dan BJ II reguler. Terdengar gallop
pada BJ III, teraba pitting edema pada ekstermitass kiri bawah.
D: Tingkat kesadaran pasien samnolen dengan GCS : E2, M3, V ETT,
reaksi pupil isokor 2 mm / 2 mm
.E. Hasil lab dan penunjang
Leukosit; 13,46 ribu/µL
Foto thorax : Cor & Pulmo Sqa
Terapi Injeksi : meropenem, vomizol, levofloxacin, citicolin, farmadol,
Lovenox
Oral : Amplodipine, CPG, aspilet, depaken Syrup.
Nebulizer : Farbivent
S: - Gangguan pertukaran gas Ventilasi difusi tidak
O: seimbang
A: jalan napas tidak paten, ada sumbatan oleh dahak, lidah pasien jatuh
ke belakang, pasien terpasang ETT dan ventilator, terdapat slim di
selang ETT, terdengar suara gurgling dan snoring.
B: RR 23x/menit, klien tampak sesak dada simetris, tidak ada otot bantu
napas, suara napas terdengar ronchi.
11
C: TD 153/84 mmHg, nadi 129x/menit, suhu 37,2, pulsasi arteri kuat,
akral hangat, CRT < 3 dtk, terdengar gallop pada BJ III, teraba pitting
edema pada ekstermitass kiri bawah.
D: Tingkat kesadaran pasien samnolen dengan GCS : E2, M3, V ETT,
reaksi pupil isokor 2 mm / 2 mm.
E: Hasil lab dan penunjangAGD : PH 7,516. PCO2 28,2 mmHg, PO2 112,4
mmHg, HCO3 23 mEg/L (alkalosis respiratorik).
Foto thorax : Cor & Pulmo Sqa
Terapi Injeksi : meropenem, vomizol, levofloxacin, citicolin, farmadol,
Lovenox
Oral : Amplodipine, CPG, aspilet, depaken Syrup.
Nebulizer : Farbivent
S: - Gangguan perfusi jaringan Suplai O2 yang tidak
O: adekuat
A: jalan napas tidak paten, ada sumbatan oleh dahak, lidah pasien jatuh
ke belakang, pasien terpasang ETT dan ventilator, terdapat slim di
selang ETT, terdengar suara gurgling dan snoring.
B: RR 23x/menit, klien tampak sesak dan batuk, dada simetris, tidak ada
otot bantu napas, suara napas terdengar ronchi.
C: TD 153/84 mmHg, nadi 129x/menit, suhu 37,2, pulsasi arteri kuat,
akral hangat, CRT < 3 dtk.
D: Tingkat kesadaran pasien samnolen dengan GCS : E2, M3, V ETT,
reaksi pupil isokor 2 mm / 2 mm.
E: Hasil lab dan penunjang.
AGD : PH 7,516. PCO2 28,2 mmHg, PO2 112,4 mmHg, HCO3
23 mEg/L
(alkalosis respiratorik). Leukosit; 13,46 ribu/µL, kalium; 2,6
mEq/L.
12
CT-Scan : Atropi Cerebri
Terapi Injeksi : meropenem, vomizol, levofloxacin, citicolin,
farmadol, Lovenox.
Oral : Amplodipine, CPG, aspilet, depaken Syrup.
Nebulizer : Farbivent
13
9. Beriakan terapi obat – obatan jelas tanpa batuk & menunjukkan
pengumpalan mukus pada jalan napas
5. Memudahkan pemeliharaan jalan napas /
paten bila jalan napas pasien dipengaruhi
gangguan tingkat kesadaran sedasi /
trauma
6. Meningkatkan drainase / eliminasi sekret
7. Kelembaban menghilangkan dan
meningkatkan transport O2
8. Membersihkan sputum untuk membuka
jalan napas
9. Pengobatan untuk mengurangi gejala.
2. Gangguan Setelah dilakukan Mandiri 1. Perubahan TTV dapat terjadi sebagai
pertukaran gas tindakan keperawatan 1. Monitor TTV (RR, dispneu, sianosis) akibat stres fisiologis dan nyeri / dapat
b/d ventilasi selama 3x8 jam 2. Kaji status pernapasan dengan sering, menunjukkan terjadi syok s/d hipoksia.
perfusi tidak Gangguan pertukaran catat peningkatan frekuensi / upaya 2. Takipneu adalah mekanisme kompensasi
seimbang gas teratasi dengan pernapasan / perubahan pola napas untuk hipoksemia & peningkatan upaya
KH : 3. Catat ada / tidak bunyi napas & adanya pernapasan dapat menunjukkan derajat
Menunjukkan bunyi tambahan hipoksemia.
perbaikan ventilasi 4. Observasi kecenderungan tidur, apatis, 3. Bunyi napas dapat menurun, tidak sama /
dan & O2 adekuat. tidak perhatian, gelisah, bingung, tidak ada pada area yang sakit
Bebas gejala samnolen. 4. Dapat menunjukkan berlanjutnya
distress 5. Berikan periode istirahat & lingkungan hipoksemia & / asidosis.
pernapasan. tenang 5. Menghemat energi pasien dan
Hasil AGD normal 6. Monitor hasil AGD menurunkan kebutuhan akan O2.
RR 12-20x/mnt 7. Kaji seri foto thorak 6. Mengetahui perubahan hasil AGD untuk
Kolaborasi perbaikan
8. Berikan oksigen lembab melalui 7. Menunjukkan kemajuan / kemunduran
14
ventilaror kongesti paru
9. Lakukan suction 8. Memaksimalkan sediaan O2 untuk
10. Berikan obat sesuai indikasi pertukaran dengan tekanan jalan napas
kontinue.
9. Untuk membersihkan slim / sputum
dengan tujuan membuka jalan napas
10. Terapi obat-obatan dapat mengurangi /
mengobati gejala.
3. Gangguan perfusi Setelah dilakukan Mandiri 1. Meningkatkan/ memperbaiki aliran darah
jaringan b/d tindakan keperawatan 1. Pantau/catat status neurologis secara serebral dan selanjutnya dapat mencegah
suplai O2 yang selama 3x8 jam teratur dengan skala koma glascow. pembekuan..
tidak adekuat Gangguan perfusi 2. Pantau tanda-tanda vital terutama 2. Menurunkan tekanan arteri dengan
jaringan teratasi tekanan darah. meningkatkan drainase dan
dengan KH : 3. Pertahankan keadaan tirah baring. meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
Tingkat kesadaran 4. Letakkan kepala dengan posisi agak 3. Aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat
membaik. ditinggikkan dan dalam posisi anatomis meningkatkan Tekanan Intra Kranial
Tanda-tanda vital (netral). (TIK).
stabil. Kolaborasi 4. Autoregulasi mempertahankan aliran
Tidak ada tanda- 5. Berikan obat sesuai indikasi darah otak yang konstan.
tanda peningkatan 5. Mengkaji adanya kecenderungan pada
tekanan tingkat kesadaran.
intrakranial.
15
7. Implementasi dan Evaluasi
Tgl 2 -10- 2017
D Evaluasi
Implementasi
X Tgl 2-10-2017 Tgl 3-10-2017 Tgl 4-10-2017
1 Mandiri S : klien rawatan hari ke-6 S : klien rawatan hari ke-7 S : klien rawatan hari ke-8
1.1. Memonitor TTV O : _ O:_ O:_
klien A : dahak dan slim A : dahak dan slim berkurang, A : dahak dan slim berkurang,
R/ TD: 143/84 mmHg, berkurang, klien klien terpasang ventilator modus klien terpasang ventilator modus
N: 112x/menit, RR: terpasang ventilator dan PC dan OPA, gargling (-) PC dan OPA, gargling (-)
32x/ menit, S:37,2⁰C OPA B : RR 17x/menit, pernapasan B : RR 12x/menit, pernapasan
1.2. Mengkaji dan B : RR 32x/menit, teratur, pergerakan dinding dada teratur, pergerakan dinding dada
mencatat status pernapasan cepat irama simetris, tidak tampak penggunaan simetris, tidak tampak penggunaan
pernapasan klien tidak teratur, pergerakan otot bantu napas, masih terdengar otot bantu napas, masih terdengar
R/ klien tampak sesak dinding dada simetris, ronchi ronchi
dengan RR: 32x/menit, tidak tampak penggunaan C : N 90x/menit, TD: 141/77 C : N 98x/menit, TD: 138/69
irama cepat tidak otot bantu napas, masih mmHg, palpasi kuat, akral hangat, mmHg, palpasi kuat, akral hangat,
teratur, pernapasan terdengar ronchi CRT < 3 detik CRT < 3 detik
dibantu ventilator. C : N 112x/menit, TD: D : tingkat kesadaran Somnolen, D : tingkat kesadaran Somnolen,
1.3. Mengobservasi dan 143/84 mmHg, palpasi GCS E2 M3 Ve GCS E2 M3 Ve
mencatat bunyi nafas kuat, akral hangat, CRT < E : hasil AGD PH : 7,491_ PO2: E : hasil AGD PH : 7,481_ PO2:
R/ suara napas 3 detik, sianosis (-) 150 _ PCO2: 33,5_ HCO3: 25,8 _ 151 _ PCO2: 34,5_ HCO3: 26,9 _
terdengar ronchi D : tingkat kesadaran BE: 3,4_ SpO2: 99%. Leukosit: BE: 3,6_ SpO2: 99%. Leukosit:
1.4. Memberikan istirahat Somnolen, GCS E2 M3 16.100, Ur/Cr: 65/1,6. Terapi yang 16.100, Ur/Cr: 65/1,6. Terapi yang
dan lingkungan yang Ve diberikan inj. Meropenem 3x1 gr, diberikan inj. Meropenem 3x1 gr,
tenang untuk istirahat E : terapi yang diberikan Levofloxacin 1x750, Citicolin Levofloxacin 1x750, Citicolin
klien monitor ventilator, 2x250 dan nebulezer Farbivent. 2x250 dan nebulezer Farbivent.
R/ klien tampak tenang nebulezer Farbivent, inj. ventilator PC, RR/PC: 15/15, ventilator PC, RR/PC: 12/13,
16
1.5. Memonitor ventilator Citicolin. Foto : PEEP: 8, FiO2: 60%, SpO2 99%. PEEP: 8, FiO2: 60%, SpO2 99%.
R/ ventilator SIMV COR&pulmo SGA
PC+PS, RR/DC: 4/10, Hasil lab : leukosit
PEEP/PS: 5/10, FiO2: 13.460, AGD terbaru blm A : masalah bersihan jalan napas A : masalah bersihan jalan napas
35%. dilakukan pemeriksaan. belum teratasi belum teratasi
1.6. Memonitor hasil ventilator SIMV PC+PS, P : Intervensi dilanjutkan P : Intervensi dilanjutkan
AGD dan foto thorax RR/DC: 4/10, PEEP/PS:
R/ klien hari ini belum 5/10, FiO2: 35%.
dilakukan pemeriksaan
ulang, Foto : A : masalah bersihan jalan
COR&pulmo SGA napas belum teratasi
1.7. Memberikan terapy P : Intervensi dilanjutkan
bronchodilator :
farbivent dan Inj
citicolin
1.8. Melakukan suction
1. R/ slim / sputum
berkurang setelah
dilakukan suction
2 Mandiri S : klien rawatan hari ke-6 S : klien rawatan hari ke-7 S : klien rawatan hari ke-8
1.1. Memonitor TTV O:_ O:_ O:_
klien A : dahak dan slim A : dahak dan slim berkurang, A : dahak dan slim berkurang,
R/ TD: 143/84 mmHg, berkurang, klien klien terpasang ventilator modus klien terpasang ventilator modus
N: 112x/menit, RR: terpasang ventilator dan PC dan OPA, gargling (-) PC dan OPA, gargling (-)
32x/ menit, S:37,2⁰C OPA B : RR 17x/menit, pernapasan B : RR 12x/menit, pernapasan
1.2. Mengkaji dan B : RR 32x/menit, teratur, pergerakan dinding dada teratur, pergerakan dinding dada
mencatat status pernapasan cepat irama simetris, tidak tampak penggunaan simetris, tidak tampak penggunaan
pernapasan klien tidak teratur, pergerakan otot bantu napas, masih terdengar otot bantu napas, masih terdengar
17
R/ klien tampak sesak dinding dada simetris, ronchi ronchi
dengan RR: 32x/menit, tidak tampak penggunaan C : N 90x/menit, TD: 141/77 C : N 98x/menit, TD: 138/69
irama cepat tidak otot bantu napas, masih mmHg, palpasi kuat, akral hangat, mmHg, palpasi kuat, akral hangat,
teratur, pernapasan terdengar ronchi CRT < 3 detik CRT < 3 detik
dibantu ventilator. C : N 112x/menit, TD: D : tingkat kesadaran Somnolen, D : tingkat kesadaran Somnolen,
1.3. Mengobservasi dan 143/84 mmHg, palpasi GCS E2 M3 Ve GCS E2 M3 Ve
mencatat bunyi nafas kuat, akral hangat, CRT < E : hasil AGD PH : 7,491_ PO2: E : hasil AGD PH : 7,481_ PO2:
R/ suara napas 3 detik 150 _ PCO2: 33,5_ HCO3: 25,8 _ 151 _ PCO2: 34,5_ HCO3: 26,9 _
terdengar ronchi D : tingkat kesadaran BE: 3,4_ SpO2: 99%. Leukosit: BE: 3,6_ SpO2: 99%. Leukosit:
1.4. Memberikan istirahat Somnolen, GCS E2 M3 16.100, Ur/Cr: 65/1,6. Terapi yang 16.100, Ur/Cr: 65/1,6. Terapi yang
dan lingkungan yang Ve diberikan inj. Meropenem 3x1 gr, diberikan inj. Meropenem 3x1 gr,
tenang untuk istirahat E : terapi yang diberikan Levofloxacin 1x750, Citicolin Levofloxacin 1x750, Citicolin
klien monitor ventilator, 2x250 dan nebulezer Farbivent. 2x250 dan nebulezer Farbivent.
R/ klien tampak tenang nebulezer Farbivent, inj. ventilator PC, RR/PC: 15/15, ventilator PC, RR/PC: 12/13,
1.5. Memonitor ventilator Citicolin. Hasil lab : PEEP: 8, FiO2: 60%, SpO2 99%. PEEP: 8, FiO2: 60%, SpO2 99%.
R/ ventilator SIMV leukosit 13.460, AGD
PC+PS, RR/DC: 4/10, terbaru blm dilakukan
PEEP/PS: 5/10, FiO2: pemeriksaan. ventilator A : masalah gangguan pertukaran gas A : masalah gangguan pertukaran gas
35%. SIMV PC+PS, RR/DC: belum teratasi belum teratasi
1.6. Memonitor hasil 4/10, PEEP/PS: 5/10, P : Intervensi dilanjutkan P : Intervensi dilanjutkan
AGD dan foto thorax FiO2: 35%.
R/ klien hari ini belum
dilakukan pemeriksaan A : masalah gangguan
ulang, Foto : pertukaran gas belum
COR&pulmo SGA teratasi
1.7. Memberikan terapy P : Intervensi dilanjutkan
bronchodilator :
farbivent dan Inj
18
citicolin
1.8. Melakukan suction
1. R/ slim / sputum
berkurang setelah
dilakukan suction
3 Mandiri S : klien rawatan hari ke-6 S : klien rawatan hari ke-7 S : klien rawatan hari ke-8
1.1.Memantau/ mencatat O : _ O:_ O:_
status neurologis A : dahak dan slim A : dahak dan slim berkurang, A : dahak dan slim berkurang,
secara teratur dengan berkurang, klien klien terpasang ventilator modus klien terpasang ventilator modus
skala koma glascow. terpasang ventilator dan PC dan OPA, gargling (-) PC dan OPA, gargling (-)
R/ GCS klien E2 M3 OPA B : RR 17x/menit, pernapasan B : RR 12x/menit, pernapasan
Ve, somnolen, reflek B : RR 32x/menit, teratur, pergerakan dinding dada teratur, pergerakan dinding dada
babinsky (+) di pernapasan cepat irama simetris, tidak tampak penggunaan simetris, tidak tampak penggunaan
ekstremitas kiri bawah tidak teratur, pergerakan otot bantu napas, masih terdengar otot bantu napas, masih terdengar
1.2.Memantau tanda-tanda dinding dada simetris, ronchi ronchi
vital terutama tekanan tidak tampak penggunaan C : N 90x/menit, TD: 141/77 C : N 98x/menit, TD: 138/69
darah. otot bantu napas, masih mmHg, palpasi kuat, akral hangat, mmHg, palpasi kuat, akral hangat,
R/ N 112x/menit, TD: terdengar ronchi CRT < 3 detik CRT < 3 detik
143/84 mmHg, RR C : N 112x/menit, TD: D : tingkat kesadaran Somnolen, D : tingkat kesadaran Somnolen,
32x/menit, S : 37,2⁰C. 143/84 mmHg, palpasi GCS E2 M3 Ve GCS E2 M3 Ve
1.3.Mempertahankan kuat, akral hangat, CRT < E : hasil AGD PH : 7,491_ PO2: E : hasil AGD PH : 7,481_ PO2:
keadaan tirah baring. 3 detik, sianosis (-) 150 _ PCO2: 33,5_ HCO3: 25,8 _ 151 _ PCO2: 34,5_ HCO3: 26,9 _
R/ klien mobilisasi D : tingkat kesadaran BE: 3,4_ SpO2: 99%. Leukosit: BE: 3,6_ SpO2: 99%. Leukosit:
miring kiri kanan dan Somnolen, GCS E2 M3 16.100, Ur/Cr: 65/1,6. Terapi yang 16.100, Ur/Cr: 65/1,6. Terapi yang
terlentang sesuai Ve diberikan inj. Meropenem 3x1 gr, diberikan inj. Meropenem 3x1 gr,
pergantian shift E : terapi yang diberikan Levofloxacin 1x750, Citicolin Levofloxacin 1x750, Citicolin
1.4.Meletakkan kepala monitor ventilator, 2x250 dan nebulezer Farbivent. 2x250 dan nebulezer Farbivent.
dengan posisi agak nebulezer Farbivent, inj. ventilator PC, RR/PC: 15/15, ventilator PC, RR/PC: 12/13,
19
ditinggikkan dan Citicolin. Amlodipine PEEP: 8, FiO2: 60%, SpO2 99%. PEEP: 8, FiO2: 60%, SpO2 99%.
dalam posisi anatomis 2x5mg, sedacim ekstra,
(netral). natrixum ekstra. Foto :
R/ klien dalam COR&pulmo SGA A : masalah gangguan perfusi A : masalah gangguan perfusi
keadaan semi fowler Hasil lab : leukosit jaringan belum teratasi jaringan belum teratasi
Kolaborasi 13.460, AGD terbaru blm P : Intervensi dilanjutkan P : Intervensi dilanjutkan
1.5.Memberikan obat dilakukan pemeriksaan.
sesuai indikasi ventilator SIMV PC+PS,
RR/DC: 4/10, PEEP/PS:
5/10, FiO2: 35%.
A : masalah gangguan
perfusi jaringan belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
20