Anda di halaman 1dari 64

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS GANGGUAN SISTEM

HEMATOLOGI ANEMIA DAN POLISETIMIA


DI

OELH : KELOMPOK I

FITRIA WILDA

AUDYATI HASNUM

MAYA SIRURRIFQA

RAIHAN SALSABILA

SUCI ULANDARI

M. KHATAMI

PENGASUH : Ns. RISNA S.Kep, M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

PROGRAM ILMU KEPERAWATAN

MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI

AJARAN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat dan
Karunia-Nya, Saya sebagai penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-
baiknya dan tepat pada waktunya.
Makalah ini berjudul “Asuhan Keperawatan kasus gangguan sistem hematologi Anemia
dan polisetimia”, untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen mata kuliah pilihan yaitu
Hematologi . Selain itu juga, makalah ini diharapkan mampu menjadi sumber pembelajaran
bagi kita semua untuk mengerti lebih jauh tentang pengertian interpretasi data klinik dan
mendalami tentang ertitrosit (sel darah merah).
Makalah ini dibuat dengan meninjau beberapa sumber dan menghimpunnya menjadi
kesatuan yang sistematis. Terimakasih Saya ucapkan kepada semua pihak yang menjadi
sumber referensi bagi Saya.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca sekalian. Saya selaku penyusun
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari bentuk penyusunan
maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat Saya harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Sigli, November 2019


BAGIAN : 1

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI


ANEMIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hematologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari darah, organ
pembentuk darah dan penyakitnya. Khususnya jumlah dan morfologi sel-sel darah,
serta sumsum tulang. Darah adalah jaringan khusus yang berbeda dengan organ lain,
karena berbentuk cairan. Jumlah darah dalam tubuh adalah 6-8% berat tubuh total.
Empat puluh lima sampai 60% darah terdiri dari sel-sel, terutama eritrosit, leukosit
dan trombosit. Fungsi utama darah adalah sebagai media transportasi, serta
memelihara suhu tubuh dan keseimbangan cairan (Atul dan Victor, 2008 cit. Arifin
dkk, 2015).
Berdasarkan WHO (1992) cit Parulian (2016) pengertian anemia adalah suatu
keadaan dimana kadar hemoglobin lebih rendah dari batas normal untuk kelompok
orang yang bersangkutan. Anemia secara laboratorik yaitu keadaan apabila terjadi
penurunan di bawah normal kadar hemoglobin, hitung jenis eritrosit dan hemotokrit
(packedredcell). Secara klinis kriteria anemia di Indonesia umumnya bila didapatkan
hasil pemeriksaan darah kadar Hemoglobin < 10 g/dl, Hemotokrit < 30 % dan
Eritrosit < 2,8 juta/mm3. Derajat anemia pada ibuhamil berdasarkan kadar
Hemoglobin menurut WHO dikatakan ringan sekali bila Hb 10 g/dl – batas normal,
ringan Hb 8 g/dl - 9,9 g/dl, sedang Hb 6 g/dl – 7,9 g/dl dan berat pada Hb < 6 g/dl.
Departemen Kesehatan menetapkan derajat anemia sebagai berikut ringan sekali bila
Hb 11 g/dl – batas normal, ringan Hb 8 g/dl – 11 g/dl, sedang Hb 5 g/dl – 8 g/dl, dan
berat Hb < 5 g/dl. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan
menggunakan alat sahli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I
dan III. (Tarwoto & Wasnidar, 2007 cit Parulian, 2016).
Selama kehamilan terjadi anemia berdasarkan factor-factor yang
mempengaruhi pembentukan sel darah merah adalah sebagai berikut :
`1.  Komponen / bahan yang ada pada makanan, yaitu :
a) Protein, Glukosa, Lemak.
b) Vitamin B12, B6, C dan Asam folat
c) Elemen Dasar :Fe, Ion, Cu, Zink.
2. Sumber pembentukan darah, yaitu : sum-sum tulang.
3. Kemampuan reabsorbsi usus halus terhadap makanan.
4. Umur sel darah merah (eritrosit) terbatas sekitar 120 hari, sel-sel darah
yang sudah tua di hancurkan kembali menjadi bahan baku untuk
membentuk sel darah baru.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Menjelaskan pengertian Hematologi.
2. Menjelaskan definisi Anemia
3. Menjelaskan Etiologi anemia
4. Menjelaskan Patofisiologi / pathways anemia
5. Menjelaskan Manifestasi klinis anemia
6. Menjelaskan Komplikasi anemia
7. Menjelakan Pemeriksaan penunjang anemia
8. Menjelaskan Tata laksana anemia
9. Menerangkan asuhan keperawatan anemia

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian hematologi
2. Untuk mengetahui apa itu anemia
3. Untuk mempelajari etiologi dari anemia
4. Untuk mempelajari proses patofisiologi anemia
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis
6. Untuk mengetahui komplikasi anemia
7. Mengetahui macam-macam pemeriksaan penunjang
8. Dan mempelajari tata laksan anemia
9. Mengetahui asuhan keperawatan anemia
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. HEMATOLOGI
1. Pengertian hematologi
Hematologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari darah,
organ pembentuk darah dan penyakitnya. Khususnya jumlah dan morfologi
sel-sel darah, serta sumsum tulang. Darah adalah jaringan khusus yang
berbeda dengan organ lain, karena berbentuk cairan. Jumlah darah dalam
tubuh adalah 6-8% berat tubuh total. Empat puluh lima sampai 60% darah
terdiri dari sel-sel, terutama eritrosit, leukosit dan trombosit. Fungsi utama
darah adalah sebagai media transportasi, serta memelihara suhu tubuh dan
keseimbangan cairan (Atul dan Victor, 2008cit. Arifin dkk, 2015).
Pemeriksaan panel hematologi (hemogram) terdiri dari leukosit,
eritrosit, hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit dan trombosit. Pemeriksaan
hitung darah lengkap terdiri dari hemogram ditambah leukosit diferensial yang
terdiri dari neutrofil, basofil, eosinofil, limfosit dan monosit (Menkes RI,
2011).
Darah merupakan bagian dari tubuh yang berperan penting dalam
mempertahankan kehidupan. Sebab, ia berfungsi sebagai pertahanan tubuh
terhadap virus atau bakteri. Darah berbentuk cairan, sehingga dapat
didistribusikan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Volume dalam
tubuh bervariasi, pada orang dewasa volume darah sekitar 6 liter atau sekitar
7-8 % dari berat badan. Darah terdiri dari komponen berbentuk dan komponen
plasma. Komponen berbentuk kurang lebih 45% (eritrosit, lekosit dan
trombosit). Angka (45 %) ini dinyatakan dalam nilai hermatokrit atau volume
sel darah merah yang dipadatkan yang berkisar antara 40 sampai 47 (Erna dan
Supriyadi, 2015).
Sekitar 44% darah terdiri dari unsur-unsur sel yang membentuk bagian
terbesar adalah eritrosit (sel darah merah). Eritrosit adalah sel yang tidak
memiliki nukleus dan hidup sekitar 120 hari dan merupakan sel paling banyak
dalam darah. Berfungsi untuk mengangkut oksigen dan karbon dioksida
melalui aliran darah. Sel darah merah normal berbentuk lempeng bikonkaf
dengan diameter kira-kira 7,8 mikrometer. Bentuk sel darah merah dapat
berubah-ubah ketika sel berjalan melewati kapiler. Eritrosit yang bersikulasi
mempunyai masa paruh sekitar 120 hari. Pada pria, jumlah sel darah merah
normal (RBC) adalah 5.500.000 per mm3, sedang RBC normal pada wanita
adalah 4.800.000 per mm3 (Erna dan Supriyadi, 2015).
Kekurangan eritrosit secara garis besar mampu memicu keberadaan
anemia dengan beragam penyebab seperti gejala khas anemia yakni pucatnya
warna tubuh disertai mata yang cekung, gampang lelah serta mudah sakit,
sistem imun semakin melemah dan terjadi kerontokan rambut akibat kurang
nutrisi, berkurangnya pasokan oksigen dapat menjadi penyebab pusing serta
susah bernafas pada beberapa kondisi tertentu. Sedangkan apabila kelebihan
eritrosit bisa menyebabkan penggumpalan darah dan kerusakan organ
(Hidayat dkk, 2016).
Piliang dan Djojosoebagio (2006) menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi pembentukan eritrosit adalah kecukupan nutrisi. Pada
penelitian Trubus Tri Ihwantoroyang berjudul gambaran darah dan performa
produksi ayam kampung serta ayam ras petelur pada kandang terbukadiduga
bahwa ayam kampung dan ayam ras petelur mendapatkan nutrisi yang
mengandung unsur-unsur pendukungdalam pembentukan sel darah merah.
Nutrisi tersebutdi antaranyaprotein,zat besi, vitamin B9dan vitamin B12.
Protein dan zat besi terlibat dalam pembentukan hemoglobin, sedangkan
vitamin B9 dan vitamin B12 berperan dalam pematangan eritosit (Ihwantoro,
2014).
Pemeriksaan laboratorium rutin dilakukan untuk mendapatkan
informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan klinik mulai dari
pemilihan obat, penggunaan obat hingga pemantauan efektivitas dan
keamanan, Apoteker memerlukan hasil pemeriksaan laboratorium. Hasil
pemeriksaan tersebut dibutuhkan sebagai pertimbangan dalam penggunaan
obat, penentuan dosis, hingga pemantauan keamanan obat. Oleh karena itu,
Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam
interpretasi data laboratorium, khususnya yang terkait penggunaan obat, yaitu
pemahaman nilai normal dan implikasi perubahannya (Menkes RI, 2011).
Suatu uji laboratorium akan bernilai hasilnya jika mempengaruhi diagnosis,
prognosis atau terapi, memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai
proses penyakit dan memberikan rekomendasi terkait penyesuaian dosis
(Menkes RI, 2011).
2. Gangguan pada Sistem Peredaran Darah
Banyak penyakit serta kelainan yang disebabkan oleh sistem peredaran
darah manusia. Di bawah ini adalah beberapa penyakit ataupun kelainan yang
disebabkan oleh sel – sel darah :
a) Anemia
Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau
jumlah hemoglobin sel darah merah hingga di bawah normal sehingga
darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah yang diperlukan
tubuh. Penyakit tersebut dapat disebabkan dari pendarahan hebat, seperti
akibat kecelakaan, berkurangnya pembentukan sel darah merah, dan
meningkatnya penghancuran sel darah merah.
Anemia biasanya banyak diderita oleh kaum perempuan. Hal ini
disebabkan karena setiap satu bulan sekali perempuan mengalami
pendarahan yang lumayan banyak yaitu saat menstruasi. Anemia dapat
menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga, dan kepala terasa
melayang.pengobatan yang diberikan pada pasien anemia berupa tranfusi
darah. Salah satu tindakan pencegahannya adalah dengan rajin
mengonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi, misalnya
bayam, atau bisa juga dengan mengonsumsi suplemen penambah darah.
b) Leukemia
Leukemia adalah kanker dari sel-sel darah. Penyakit tersebut
disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel darah putih yang tak terkendali.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah
putih dalam sumsum tulang menghasilkan perubahan ke arah keganasan.
Pengobatan yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan kemoterapi,
kemoterapi berguna untuk menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.
Selain kemoterapi, penderita leukimia bisa juga melakukan transplantasi
sumsum tulang, namun transplantasi sumsum tulang adalah proses yang
cukup rumit karena memerlukan pendonor sumsum tulang dengan tingkat
kecocokan yang cukup tinggi.
c) Hemofilia
Hemofilia adalah penyakit yang bersifat menurun (genetik),
maksudnya dapat diturunkan pada keturunannya. Penderita penyakit ini
tidak dapat menghentikan pendarahan akibat luka karena darahnya sukar
membeku. Untuk pengobatan penderita hemofilia sepertinya agak sulit
dilakukan, karena penyakit ini adalah penyakit keturunan. Pada
pendarahan yang cukup serius, misalnya saja mengalami kecelakaan, maka
penderita hemofilia bisa saja mengalami kematian karena darahnya sukar
membeku. Sebaiknya para penderita hemofilia berhati-hati dengan benda-
benda tajam ataupun sesuatu yang bisa menyebabkan mereka
mengeluarkan darah. Hemofilia hanya diderita oleh kaum laki-laki, tetapi
gen ini dibawa oleh perempuan.
d) Plasma darah
Bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warna bening ke kuning-
kuningan. Hampir 90% dari plasma darah terdiri dari air, disamping itu
terdapat pula zat-zat lain yang terlarut di dalamnya. Untuk mendapatkan
plasma darah kita harus mencampurkan dulu sedikit sitras natrikus ke
dalam darah,supaya darah tidak membeku sesudah itu campuran tadi
dipasang dengan suatu alat , dan dibiarkan beberapa lama, maka akan
kelihatan beberapa sel-sel darah turun atau mengendap dan bagian-bagian
atasnya tinggal cairan bening yaitu plasma darah yang di dalamnya
terdapat serum darah.
Jika darah yang keluar dari tubuh dibiarkan membeku maka bagian
bawah bekuan tadi terdapat cairan yang juga berwarna bening, yang
disebut serum darah. Jadi serum merupakan plasma tanpa fibrinogen yang
di dapat dengan membekukan darah. Zat-zat yang terdapat dalam plasma
darah:
1. Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah.
2. Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dll) yang
berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik.
3. Protein darah (albumin, globulin) meningkatkan viskositas darah
dan juga menimbulkan tekanan osmotik untuk memelihara
keseimbangan cairan dalam tubuh.
4. Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral, dan vitamin).
5. Hormon yaitu zat yang dihasilkan kelenjar tubuh
6. Antibodi/Antitoksin.

Darah terdiri dari plasma darah dan sel-sel darah. Plasma darah sebagian
besar terdiri dari air dan zat-zat yang larut di dalamnya misalnya zat makanan,
hormon antibodi dll. Sel-sel leukosit merupakan pertahanan tubuh terhadap
serangan penyakit.

B. ANEMIA
1. Pengertian Anemia
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan
komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan
untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan
kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999). Anemia adalah
penurunan kadar hemoglobin yang di jumpai selama kehamilan pada wanita
sehat yang tidak mengalami defisiensi besi atau folat yang di sebabkan oleh
penambahan volume plasma yang relative lebih besar dari pada penambahan
massa hemoglobin dan volume sel darah. (Cunningham G,2005;h.1463)
Anemia didefenisikan sebagai penurunan jumlah sel darah merah atau
penurunan konsentrasi hemoglobin dalam sirkulasi darah.anemia yang
diterima secara umum adalah kadar Hb kurang dari 12,0 gr/100 ml dan wanita
hamil 11,0 g/dl. ( Varney H,2006.;h.623). Anemia didefinisikan sebagai kadar
Ht, konsentarsi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas” normal “. Dimana
umumnya ibu hamil dianggap anemi jika kadar hemoglobin dibawah 11 gr / dl
atau hematokrit kurang dari 33 %.( Prawirohardjo, 2008;h.775). Anemia
adalah penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen; hal tersebut dapat
terjadi akibat penurunan Sel Darah Merah (SDM), dan / atau penurunan
hemoglobin (Hb) dalam darah. (Fraser Diane dan Cooper  A Margaret,
2009;h.328).
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah
merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002
: 935). Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah
merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit)
per 100 ml darah (Price, 2006 : 256). Dengan demikian anemia bukan
merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan merupakan pencerminan
keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan perubahan
patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang
seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.
Berdasarkan WHO (1992)cit Parulian (2016) pengertian anemia adalah
suatu keadaan dimana kadar hemoglobin lebih rendah dari batas normal untuk
kelompok orang yang bersangkutan. Anemia secara laboratorik yaitu keadaan
apabila terjadi penurunan di bawah normal kadar hemoglobin, hitung jenis
eritrosit dan hemotokrit (packedredcell). Batasan normal kadar haemoglobin
menurut WHO tahun 1968 dapat digambarkan pada tabel 2.1 berikut:

No Kriteria Kadar Hemoglobin


.
1. Laki-laki Dewasa >13 g/dl
2. Wanita Dewasa Tidak Hamil >11 g/dl
3. Wanita Hamil >12 g/dl
4. Anak Umur 6-14 tahun >11 g/dl
5. Anak umur 6 bulan – 6 tahun >12 g/dl

Tabel 2.1 Kriteria Kadar HB menurut WHO (1968)cit Parulian (2016)

Secara klinis kriteria anemia di Indonesia umumnya bila didapatkan hasil


pemeriksaan darah kadar Hemoglobin < 10 g/dl, Hemotokrit < 30 % dan
Eritrosit < 2,8 juta/mm3. Derajat anemia pada ibuhamil berdasarkan kadar
Hemoglobin menurut WHO dikatakan ringan sekali bila Hb 10 g/dl – batas
normal, ringan Hb 8 g/dl - 9,9 g/dl, sedang Hb 6 g/dl – 7,9 g/dl dan berat pada
Hb < 6 g/dl. Departemen Kesehatan menetapkan derajat anemia sebagai
berikut ringan sekali bila Hb 11 g/dl – batas normal, ringan Hb 8 g/dl – 11
g/dl, sedang Hb 5 g/dl – 8 g/dl, dan berat Hb < 5 g/dl. Pada pemeriksaan dan
pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sahli, dilakukan
minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III. (Tarwoto &
Wasnidar, 2007 cit Parulian, 2016).

Tabel Derajat Anemia :


Ringan Sekali Hb 10gr/dl – 13gr/dl
Ringan Hb 8gr/dl – 9,9gr/dl
Sedang Hb 6gr/dl –7,9 gr/dl
Berat Hb < 6gr/dl

2. Etiologi
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang
diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam
folat. Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan,
kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat, dan sebagainya.
a) Perdarahan hebat, Akut (mendadak), Kecelakaan, Pembedahan,
Persalinan, Pecah pembuluh darah, Penyakit Kronik (menahun)
dan Perdarahan hidung.
b) Kanker atau polip di saluran pencernaan.
c) Tumor ginjal atau kandung kemih.
d) Perdarahan menstruasi yang sangat banyak.
e) Berkurangnya pembentukan sel darah merah, Kekurangan zat
besi, Kekurangan vitamin B12, Kekurangan asam folat,
Kekurangan vitamin C, Pembesaran limpa, Kerusakan mekanik
pada sel darah merah, dan Reaksi autoimun terhadap sel darah
merah.
f) Penyakit sel sabit, Penyakit hemoglobin C, Penyakit
hemoglobin S-C, Penyakit hemoglobin E, Thalasemia (Burton,
1990).

Beberapa faktor penyebab lain anemia, yaitu:

a) Genetik; yaitu beberapa penyakit kelainan darah yang dibawa sejak lahir
antara lain Hemoglobinopati, Thalasemia, abnormal enzim Glikolitik, dan
Fanconi anemia,
a) Nutrisi; keadaan anemia yang disebabkan oleh defisiensi besi, defisiensi
asam folat, desifiensi vitamin B12, alkoholis, dan kekurangan
nutrisi/malnutrisi,
b) Perdarahan,
c) Imunologi,
d) penyakit infeksi seperti hepatitis, Cytomegalovirus, Parvovirus, Clostridia,
sepsis gram negatif , malaria, dan Toksoplasmosis,
e) pengaruh obat-obatan dan zat kimia; antara lain agenchemoterapi,
anticonvulsi, kontrasepsi, dan zat kimia toksik,
f) Trombotik Trombositopenia Purpura dan Syndroma Uremik Hemolitik,
g) Efek fisik seperti trauma, luka bakar, dan pengaruh gigitan ular,
h) Penyakit kronis dan maligna; di antaranya adalah gangguan pada ginjal
dan hati, infeksi kronis dan Neoplasma. (Elsevier dan Saunders, 2005cit
Parulian, 2016).
3. Patofisiologi ( pathways )
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang
atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-
sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi
tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus
yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak
sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor
diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah. Lisis sel
darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam
system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil
samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk
dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis)
segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi
normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada
sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya
kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah
membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini
kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat
kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel
bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang
memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa
diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).
Untuk menentukan adanya kelainan darah, perlu dilakukan test
diagnostik dan pemeriksaan darah. Beberapa istilah yang lazim dipakai dalam
pemeriksaan di antaranya:
1. Hitung sel darah yaitu jumlah sebenarnya dari unsur darah (sel darah
merah, sel darah putih dan trombosit) dalam volume darah tertentu,
dinyatakan sebagai jumlah sel per millimeter kubik (mm3)
2. Hitung jenis sel darah yaitu menentukan karakteristik morfologi darah
maupun jumlah sel.
3. Pengukuran Hematokrit (Hct) atau volume sel padat, menunjukkan volume
darah lengkap (sel darah merah). Pengukuran ini menunjukkan presentasi
sel darah merah dalam darah, dinyatakan dalam mm3/100 ml.
4. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) atau konsentrasi hemoglobin rata-
rata adalah mengukur banyaknya hemoglobin yang terdapat dalam satu sel
darah merah. Nilai normalnya kira-kira 27-31 pikogram/sel darah merah.
5. Mean Corpuscular Volume (MCV) atau volume eritrosit rata-rata
merupakan pengukuran besarnya sel yang dinyatakan dalam kilometer
kubik, dengan batas normal 81-96 mm3, apabila kurang dari 81 mm3maka
menunjukkan sel-sel mikrositik dan apabila lebih besar dari 96 mm3
menunjukkan sel-sel makrositik.
6. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) atau konsentrasi
hemoglobin eritrosit ratarata, mengukur banyaknya hemoglobin dalam 100
ml sel darah merah padat. Normalnya 30-36 g/100 ml darah.
7. Hitung leukosit adalah jumlah leukosit dalam 1 mm3 darah.
8. Hitung trombosit adalah jumlah trombosil dalam 1 mm3 darah.
9. Pemeriksaan sumsum tulang yaitu melalui aspirasi dan biopsy pada
sumsum tulang, biasanya dalam sternum, prosesus spinosus vertebra,
Krista iliaka anterior atau posterior. Pemeriksaan sumsum tulang
dilakukan jika tidak cukup data-data yang diperoleh untuk mendiagnosa
penyakit pada sistem hemotolik
10. Pemeriksaan biokimiawi, pemeriksaan untuk mengukur kadar unsur-unsur
yang perlu bagi perkembangan sel-sel darah merah seperti kadar besi (Fe)
serum, vitamin B12 dan asm folat (Parulian, 2016).

a) Zat Besi dan Tablet Tambah


Darah Zat besi merupakan komponen hemoglobin yang berfungsi mengangkut
oksigen dalam darah ke sel-sel yang membutuhkannya untuk metabolisme glukose,
lemak dan protein menjadi energi (ATP). (Waryono, 2010cit Parulian, 2016).
Sedangkan menurut Sunririnah (2014) bahwa Zat besi adalah salah satu mineral
penting yang diperlukan selama kehamilan, bukan hanya untuk bayi tapi juga untuk
ibu hamil. Bayi akan menyerap dan mengunakan zat besi dengan cepat, sehingga jika
ibu kekurangan masukan zat besi selama hamil, bayi akan mengambil kebutuhanya
dari tubuh ibu sehingga menyebabkan ibu mengalami anemia dan merasa lelah. Zat
besi juga merupakan bagian dari mioglobulin yaitu molekul yang mirip hemoglobin
yang terdapat di sel-sel otot, yang juga berfungsi mengangkut oksigen. Mioglobulin
yang berkaitan dengan oksigen inilah yang membuat daging berwarna merah. Di
samping sebagai komponen hemoglobin dan mioglobulin, besi juga merupakan
komponen dari enzim oksidasi Xanthine Oksidase, Suksinat Dehidrogenase, Katalase
dan Peroksidasi. 99% dari anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi selain itu juga
menurunkan kekebalan tubuh sehingga sangat peka terhadap serangan bibit penyakit.
Penyerapan zat besi (Fe) asal bahan makanan hewani dapat mencapai 10-20%.
Zat besi bahan makanan hewani (heme) lebih mudah diserap daripada zat besi
nabati (non heme). Keanekaragaman konsumsi makanan sangat penting dalam
membantu meningkatkan penyerapan Fe di dalam tubuh. Kehadiran protein hewani,
vitamin C, vitamin A, zink (Zn), asam folat, zat gizi mikro lain dapat meningkatkan
penyerapan zat besi dalam tubuh. Manfaat lain mengkonsumsi makanan sumber zat
besi adalah terpenuhinya kecukupan vitamin A. Makanan sumber zat besi umumnya
merupakan sumber vitamin A. (Waryono, 2010cit. Parulian, 2016).
Sumber zat besi yang berasal dari produk nabati di antaranya kacang bakar dan jenis
kacang polongan, sayuran hijau (bayam, brokoli, aprikot kering) dan semua roti
gandum. Sedangkan yang berasal dari produk hewani diantaranya telur, irisan daging
sapi merah, babi atau kambing. Tubuh tampaknya tidak mudah untuk menyerap zat
besi pada makanan nabati, tapi vitamin C (yang ditemukan pada buah jeruk, kismis
kering, sayuran hijau) menambah penyerapan zat besi. Sebaliknya, tanin yang
ditemukan di teh dapat mengurangi penyerapan zat besi. Jadi, mengkonsumsi
makanan yang kaya zat besi dan mengandung vitamin C (misalnya segelas jus jeruk
dan semangkuk sereal) lebih baik daripada secangkir teh. (Waryono,2010cit. Parulian,
2016).
b) Manfaat Utama dan Fungsi Zat Besi
Menurut Waryono (2010) cit Parulian (2016) manfaat utama zat besi adalah
pembentukan enzim, yang berfungsi mengubah berbagai reaksi kimia di dalam tubuh
dan pembentukan komponen utama dari sel darah merah dan sel-sel otot. Akibat
kekurangan yang ditimbulkan adalah anemia, kesulitan menelan, kuku berbentuk
sendok, kelainan usus, berkurangnya kinerja, gangguan kemampuan belajar.
Sebaliknya bila kelebihan zat besi akan timbul masalah pengendapan zat besi,
kerusakan hati (sirosis), diabetes melitus, pewarnaan kulit. Manfaat dan fungsi zat
besi bagi ibu hamil yaitu :
1. Sebagai pembentukan sel darah merah, cadangan Fe pada bayi yang baru
lahir. Sel darah merah bertugas mengangkut oksigen dari paru-paru ke
jaringan dan mengangkut nutrisi dari ibu ke janin; ikatan Fe dan protein
dalam otot menyimpan oksigen yang sewaktu-waktu digunakan oleh sel;
dan reaksi enzim diberbagai jaringan tubuh.
2. Untuk pembentukan dan mempertahankan sel darah merah. Kecukupan sel
darah merah akan menjamin sirkulasi oksigen dan metabolisme zat – zat
gizi yang dibutuhkan ibu hamil. Selain itu asupun zat besi sejak awal
kehamilan cukup baik, maka janin akanmenggunakannya untuk kebutuhan
tumbuh kembangnya, sekaligus menyimpan dalam hati sebagai cadangan
sampai umur 6 bulan setelah dilahirkan. Sehingga pengaruh kekurangan
zat besi sejak sebelum hamil bila tidak diatasi dapat mengakibatkan ibu
hamil menderita anemia. (Desi dan Dwi, 2014).
Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan risiko
morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR
dan Prematur juga lebih besar. Anak yang dikandung oleh ibu yang menderita
anemia juga akan mengalami penurunan kecerdasan intelejensi setelah dilahirkan.
Penurunan IQ pada anak dapat turun sampai 9 poin dari normal. Ibu hamil tergolong
anemia jika kadar Haemoglobin dalam darahnya kurang dari 11 g/dl, dan berisiko
tinggi jika kurang dari 8 gr/dl. Penyebab anemia pada ibu hamil umumnya akibat
minimnya kemampuan ekonomi keluarga, sehingga makanan bergizi terabaikan.
(Waryono, 2010cit. Pauralin, 2016).
c) Anemia Pada Ibu Hamil
Menurut Manuaba (1998)cit. Pauralin (2016), Anemia hamil disebut “potensial
danger to mother and child’ anemia (potensial membahayakan ibu dan anak). Oleh
karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dan semua pihak yang terkait dalam
pelayanan kesehatan pada masa yang akan datang. Anemia pada ibu hamil adalah
kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya hemoglobin, sehingga
kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin
menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi
hemoglobin kurang dari 10,5 sampai dengan 11,0 g/dl. Rendahnya kapasitas darah untuk
membawa oksigen memicu kompensasi tubuh dengan memacu jantung meningkatkan
curah jantung. Jantung yang terus-menerus dipacu bekerja keras dapat mengakibatkan
gagal jantung dan komplikasi lain seperti preeklampsia. (Laros dalam Tarwoto, 2015).
Dalam kehamilan terjadi peningkatan volume plasma darah sehingga terjadi
hipervolemia. Akan tetapi bertambahnya sel-sel darah merah lebih sedikit dibandingkan
dengan peningkatan volume plasma, sehingga terjadi pengenceran darah (Hemodelusi).
Pertambahan volume darah tersebut berbanding sebagai berikut: plasma 30 %, sel darah
18 % dan hemoglobin 19 % (Prawiroharjo, 1999cit. Pauralin, 2016).
Keadaan tersebut disebut sebagai anemia fisiologis ataupseudoanemia. Pengenceran
darah yang terjadi pada wanita hamil dianggap sebagai penyesuaian fisiologis
bermanfaat karena:
1. Hemodilusi meringankan beban jantung yang harus berkerja lebih berat
dalam kehamilan. Hedremia menyebabkan cardiac out meningkat dan kerja
jantung diperingan bila viskositas darah menjadi rendah, resistensi perifer
berkurang sehingga tekanan darah tidak naik.
2. Mengurangi hilangnya zat besi pada waktu terjadinya kehilangan darah paska
persalinan. Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak umur
kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan 32–36
minggu. Kebutuhan ibu hamil terhadap energi, vitamin maupun mineral
meningkat sesuai dengan perubahan fisiologis ibu terutama pada akhir
trimester kedua selama terjadi proses hemodelusi yang menyebabkan
terjadinya peningkatan volume darah dan mempengaruhi konsentrasi
hemoglobin darah. Pada keadaan normal hal tersebut dapat diatasi dengan
pemberian tablet besi, akan tetapi pada keadaan gizi kurang bukan saja
membutuhkan suplemen energi juga membutuhkan suplemen vitamin dan zat
besi. Keperluan yang meningkat pada masa kehamilan, rendahnya asupan
protein hewani serta tingginya konsumsi serat / kandungan fitat dari
tumbuhtumbuhan serta protein nabati merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya anemia besi. (Chinue, 2009cit Pauralin, 2016)
Adaptasi fisiologi sistem kardiovaskuler pada ibu hamil yaitu terjadinya
perubahan berupa, peningkatan curah jantung, meningkatnya stroke volume, aliran
darah dan volume darah. Akibat kerja jantung yang meningkat untuk memenuhi
sirkulasi darah ibu dan janin, jantung mengalami hipertropi. Keadaan ini kembali
normal setelah bayi lahir. Peningkatan curah jantung dimana volume darah yang
dipompakan oleh ventrikel selama satu menit. Peningkatan curah jantung terjadi bulan
ke-3 kehamilan. Perubahan ini disebabkan karena meningkatnya kebutuhan darah
baik untuk ibu maupun untuk janinnya.
Pada kehamilan trimester ke-2 terjadi peningkatan curah jantung 40% tetapi
pada trimester ketiga terjadi penurunan curah jantung sebesar 25395, di atas curah
jantung sebelum hamil karena adanya penekanan vena kava inferior. Terjadi
peningkatan stroke volume yaitu darah yang dipompakan oleh ventrikel setiap kali
denyutan.
Pada primigravida terjadi peningkatan 25% di atas sebelum hamil sedangkan
pada multigravida lebih dari 38%. (Yasmin Wijaya, dkk dalam Tarwoto, 2013)
Peningkatan aliran darah dan volume darah terjadi selama kehamilan, mulai 10-12
minggu umur kehamilan dan secara progresif sampai dengan umur kehamilan 30-34
minggu. Volume darah meningkat kira-kira 1500 ml, normal terjadi peningkatan 8,5%
9,0% dari berat badan. Penurunan darah yang cepat terjadi pada saat persalinan dan
volume darah akan kembali normal pada minggu 4-6 post partum. Tekanan darah
arteri bervariasi sesuai umur, tingkat aktivitas, ada atau tidaknya masalah kesehatan.
Pasien dengan anemia kecenderungan terjadi penurunan tekanan darah.
4. Manifestasi klinis
Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat, takikardi, sakit
dada, dyspnea, nafas pendek, cepat lelah, pusing, kelemahan, tinitus, penderita
defisiensi yang berat mempunyai rambut rapuh dan halus, kuku tipis rata mudah patah,
atropi papila lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging
meradang dan sakit (Guyton, 1997). Manifestasi klinis anemia besi adalah pusing, cepat
lelah, takikardi, sakit kepala, edema mata kaki dan dispnea waktu bekerja. (Gasche C.,
1997:126).
Selain beratnya anemia, bernagai faktor yang memengaruhi berat dan adanya gejala :
1) Kecepatan kejadian anemia,.
2) Durasinya ( mis., kronisitas)
3) Kebuthan metabolisme pasien bersangkutan
4) Adanya kelainan lain atau kecacatan
5) Komplikasi tertentu atau keadaan penyerta kondisi yang mengakibatkan anemia.

Semakin cepat perkembangan anemia, semakin berat gejalanya. Pada orang


yang normal penurunan hemoglobin, hitung darah merah, atau hematokrit tanpa gejala
yang tampak atau ketidakmampuan yang jelas secara bertahap biasanya dapat di
toleransi sampai 50%, sedangkan kehilangan cepat sebanyak 30% dapat menyebabkan
kolaps vaskuler pada individu yang sama. Individu yang telah mengalami anemia
selama waktu yang cukup lama,dengan kadar hemoglobin antara 9 dan 11mg/dl,
hanya mengalami sedikit gejala atau tidak ada gejala sama sekali selain takikardi
ringan saat latihan. Dispnea latihan biasanya terjadi hanya dibawah 7,5g/dl,
kelemahan hanya terjadi di bawah 6g/dl; Dispnea istirahat dibawah 3g/dl; dan gagal
jantung, hanya pada kadar sangat rendah 2 sampai 2,5g/dl.
Pasien yang biasanya aktif lebih berat mengalami gejala, dibanding orang
yang tenang. Pasien dengan hipotiroidisme dengan kebutuhan oksigen yang rendah
bisa tidak bergejala sama sekali, tanpa takikardia atau peningkatan curah jantung,
pada kadar Hb dibawah 10g/dl.
Akhirnya, berbagai kelainan anemia akan berkomplikasi dengan berbagai
abnormalitas lain yang bukan diakibatkan oleh anemia tetapi menyertai penyakit ini.
Abnormalitas tersebut dapat menimbulkan gejala yang secara sempurna menutupi
gejala anemia, seperti pada penderita anemia lain yang mengalami krisis nyeri.
1. Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb, vasokontriks
2. Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah) Angina
(sakit dada).
3. Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2 berkurang)
4. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan
berkurangnya oksigenasi pada SS
5.   Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi atau diare)
Pucat merupakan tanda paling penting pada defisiensi besi. Pada ADB dengan
kadar Hb 6-10 g/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala
anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb turun <> 100 µg/dl eritrosit. Gejala
khas yang dijumpai pada defisiensi besi dan tidak dijumpai pada anemia jenis
lain adalah sebagai berikut :
a. Koilonikia  Kuku sendok (Spoon nail) kuku menjadi rapuh, bergaris-
garis vertical, dan menjadi cekung seperti sendok.
b. Atrofi papilla lidah  Permukaan lidah menjadi licin dan mengilap karena
papil lidah menghilang.
c. Stomatitis angularis  adanya peradangan pada sudut mulut, sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
d. Disfagia  nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
e. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklorida.

a. Klasifikasi anemia
1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi Besi merupakan penyebab tersering anemia selama
kehamilan dan masa nifas adalah defisiensi besi dan kehilangan darah
akut. Tidak jarang keduanya saling berkaitan erat, karena pengeluaran
darah yang berlebihan disertai hilangnya besi hemoglobin dan terkurasnya
simpanan besi pada suatu kehamilan dapat menjadi penyebab penting
anemia defisiensi besi pada kehamilan berikutnya.
Status gizi yang kurang sering berkaitan dengan anemia defisiensi besi
(Scholl,1998cit Pauralin, 2016). Pada gestasi biasa dengan satu janin,
kebutuhan ibu akan besi yang dipicu oleh kehamilannya rata-rata
mendekati 800 mg; sekitar 500 mg, bila tersedia, untuk ekspansi massa
hemoglobin ibu sekitar 200 mg atau lebih keluar melalui usus, urin dan
kulit. Jumlah total ini 1000 mg jelas melebihi cadangan besi pada
sebagian besar wanita. Kecuali apabila perbedaan antara jumlah cadangan
besi ibu dan kebutuhan besi selama kehamilan normal yang disebutkan
diatas dikompensasi oleh penyerapan besi dari saluran cerna, akan terjadi
anemia defisiensi besi.
Dengan meningkatnya volume darah yang relatif pesat selama
trimester kedua, maka kekurangan besi sering bermanifestasi sebagai
penurunan tajam konsentrasi hemoglobin. Walaupun pada trimester ketiga
laju peningkatan volume darah tidak terlalu besar, kebutuhan akan besi
tetap meningkat karena peningkatan massa hemoglobin ibu berlanjut dan
banyak besi yang sekarang disalurkan kepada janin. Karena jumlah besi
tidak jauh berbeda dari jumlah yang secara normal dialihkan, neonatus
dari ibu dengan anemia berat tidak menderita anemia defisiensi besi
(Arisman, 2007cit Pauralin, 2016).
2. Anemia Akibat Perdarahan Akut
Sering terjadi pada masa nifas. Solusio plasenta dan plasenta previa
dapat menjadi sumber perdarahan serius dan anemia sebelum atau setelah
pelahiran. Pada awal kehamilan, anemia akibat perdarahan sering terjadi
pada kasus-kasus abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa.
Perdarahan masih membutuhkan terapi segera untuk memulihkan dan
mempertahankan perfusi di organ-organ vital walaupun jumlah darah
yang diganti umumnya tidak mengatasi difisit hemoglobin akibat
perdarahan secara tuntas, secara umum apabila hipovolemia yang
berbahaya telah teratasi dan hemostasis tercapai, anemia yang tersisa
seyogyanya diterapi dengan besi. Untuk wanita dengan anemia sedang
yang hemoglobinnya lebih dari 7 g/dl, kondisinya stabil, tidak lagi
menghadapi kemungkinan perdarahan serius, dapat berobat jalan tanpa
memperlihatkan keluhan, dan tidak demam, terapi besi selama setidaknya
3 bulan merupakan terapi terbaik dibandingkan dengan transfusi darah.
(Sarwono, 2005cit. Pauralin, 2016).
c. Anemia pada Penyakit Kronik
Gejala-gejala tubuh lemah, penurunan berat badan, dan pucat sudah
sejak jaman dulu dikenal sebagai ciri penyakit kronik. Berbagai penyakit
terutama infeksi kronik dan neoplasma menyebabkan anemia derajat
sedang dan kadang-kadang berat, biasanya dengan eritrosit yan sedikit
hipokromik dan mikrositik. Dahulu, infeksi khususnya tuberculosis,
endokarditis, atau esteomielitis sering menjadi penyebab, tetapi terapi
antimikroba telah secara bermakna menurunkan insiden penyakit-penyakit
tersebut. Saat ini, gagal ginjal kronik, kanker dan kemoterapi, infeksi virus
imunodefisiensi manusia (HIV), dan peradangan kronik merupakan
penyebab tersering anemia bentuk ini.
Selama kehamilan, sejumlah penyakit kronik dapat menyebabkan
anemia. Beberapa di antaranya adalah penyakit ginjal kronik, supurasi,
penyakit peradangan usus (inf lammatory bowel disease), lupus
eritematosus sistemetik, infeksi granulomatosa, keganasan, dan arthritis
remotoid. Anemia biasanya semakin berat seiring dengan meningkatnya
volume plasma melebihi ekspansi massa sel darah merah. Wanita dengan
pielonfritis akut berat sering mengalami anemia nyata. Hal ini tampaknya
terjadi akibat meningkatnya destruksi eritosit dengan produksi
eritropoietin normal (Cavenee dkk:1994cit Pauralin, 2016).
d. Defisiensi Vitamin B12/Definisi Megaloblastik
Anemia megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B 12
selama kehamilan sangat jarang terjadi, ditandai oleh kegagalan tubuh
menyerap vitamin B12 karena tidak adanya faktor intrinsik. Ini adalah
suatu penyakit autoimun yang sangat jarang pada wanita dengan kelainan
ini. Defisiensi vitamin B12 pada wanita hamil lebih mungkin dijumpai
pada mereka yang menjalani reseksi lambung parsial atau total. Kausa lain
adalah penyakit Crohn, reseksi ileum, dan pertumbuhan bakteri berlebihan
di usus halus.
Kadar vitamin B12 serum diukur dengan radio immunoassay. Selama
kehamilan, kadar non hamil karena berkurangnya konsentrasi protein
pengangkut B12 transkobalamin (zamorano dkk,1985cit. Pauralin, 2016).
Wanita yang telah menjalani gastrektomi total harus diberi 1000 mg
sianokobalamin (vitamin B12) intramuscular setiap bulan. Mereka yang
menjalani gastrektomi parsial biasanya tidak memerlukan terapi ini, tetapi
selama kehamilan kadar vitamin B12 perlu dipantau. Tidak ada alasan
untuk menunda pemberian asam folat selama kehamilan hanya karena
kekhawatiran bahwa akan terjadi gangguan integritas saraf pada wanita
yang mungkin hamil dan secara bersamaan mengidap anemia pernisiosa
Addisonian yang tidak terdeteksi (sehingga tidak diobati).
e. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan penghancuran/ pemecahan sel darah
merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Ini dapat disebabkan oleh:
1. Faktor intra kopuskuler dijumpai pada anemia hemolitik heriditer,
talasemia, anemia sel sickle (sabit), hemoglobin, C, D, G, H, I dan
paraksismal nokturnal hemoglobinuria,
2. Faktor ekstrakorpuskuler; disebabkan malaria, sepsis, keracun zat
logam, dan dapat beserta obat-obatan, leukemia, penyakit hodgkin
dan lain-lain. Gejala utama anemia hemolitik adalah anemia
dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan,
serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.
Pengobatan bergantung pada jenis anemia hemolitik serta
penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya di
berantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun, pada
beberapa jenis obatobatan, hal ini tidak memberikan hasil. Maka
transfusi darah yang berulang dapat membantu penderita ini.
f. Anemia Aplastik dan Hipoplastik
Walaupun jarang dijumpai pada kehamilan, anemia aplastik adalah
suatu penyulit yang parah. Diagnosis ditegakkan apabila dijumpai anemia,
biasanya disertai trombositopenia, leucopenia, dan sumsum tulang yang
sangat hiposeluler. Pada sekitar sepertiga kasus, anemia dipicu oleh obat
atau zat kimia lain, infeksi, radiasim, leukemia, dan gangguan imunologis.
Kelainan fungsional mendasar tampaknya adalah penurunan mencolok
sel induk yang terikat di sumsum tulang. Banyak bukti yang menyatakan
bahwa penyakit ini diperantarai oleh proses imunologis. Pada penyakit
yang parah, yang didefinisikan sebagai hiposelularitas sumsum tulang
yang kurang dari 25 persen, angka kelangsungan hidup 1 tahun hanya 20
persen (Suhemi, 2015).
Setiap ibu hamil perlu mengatur intake makanan sesuai program diit
ibu hamil yang bertujuan dengan memberikan makanan yang dapat
mencegah dan memperbaiki keadaan anemia. Diit yang sesuai untuk ibu
hamil yaitu harus memenuhi syarat energi sesuai kebutuhan secara
bertahap sejumlah 2200 kalori + 300-500 kalori/hari, lemak cukup 53
gr/hari, protein tinggi 75 gram/hari + 8-12 gr/hari diutamakan protein
bermutu tinggi, meningkatkan konsumsi makanan sumber pembentukan
sel darah merah, serta bentuk makanan dan porsi disesuaikan dengan
keadaan kesehatan ibu hamil.
Cara meningkatkan asupan Fe dan Asam Folat yaitu dengan cara
mengkosumsi:
1. protein hewani yaitu daging, unggas, seafood, telur, susu dan
hasil olahannya
2. makanan sumber asam folat antara lain Asparagus, bayam,
buncis, hati sapi, kapri, kacang tanah, orange juice, almond,
beras merah/tumbuk, kembang kol, telur, selada dan sereal
instant,
3. buah berwarna jingga dan merah segar lebih yaitu jeruk,
pisang, kiwi, semangka atau nanas;
4. makanan fortifikasi seperti susu, keju, es krim, dan makanan
berbasis tepung;
5. vitamin C, untuk meningkatkan absorbsi Fe;
6. makanan sumber vitamin B12 seperti daging, ikan, hati,
makanan fermentasi, yoghurt, udang dan susu;
7. sayuran hijau paling tidak 3 porsi/hari; konsumsi sari buah
yang kaya vitamin C minimal 1 gelas/hari.
2. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Anemia
Penyebab terjadinya anemia gizi pada berbagai kelompok penduduk itu
beraneka ragam, yang secaragaris besar dikelompokkan dalam:
a. Sebab Langsung :
1. Kecukupan makanan; Kurangnya zat besi di dalam tubuh dapat disebabkan
oleh kurang makan sumber makanan yang mengandung zat besi, makanan
cukup namun yang dimakan bioavailabilitas besinya rendah sehingga
jumlah zat besi yang diserap kurang, dan makanan yang dimakan
mengandung zat penghambat absorbsi besi.
2. Infeksi penyakit; Beberapa infeksi penyakit memperbesar resiko menderita
anemia pada umumnya adalah cacing dan malaria.
b. Sebab Tidak Langsung :
Perhatian terhadap wanita yang masih rendah di keluarga oleh sebab itu
wanita di dalam keluarga masih kurang diperhatikan dibandingkan laki-laki.
Sebagai contoh:
1. Wanita mengeluarkan energi lebih banyak di dalam keluarga. Wanita yang
bekerja sesampainya di rumah tidak langsung beristirahat karena umumnya
mempunyai banyak peran, seperti memasak, menyiapkan makan,
membersihkan rumah dan lain sebagainya.
2. Distribusi makan di dalam keluarga umumnya tidak menguntungkan ibu
dimana pada umumnya ibu makan terakhir, sehingga pada keluarga miskin
ibu mempunyai resiko lebih tinggi,
3. Kurang perhatian dan kasih sayang keluarga terhadap wanita,
misalnya penyakit pada wanita atau penyulit yang terjadi pada
waktu kehamilan dianggap sebagai suatu hal yang wajar.
c. Penyebab Mendasar :
Anemia gizi lebih sering terjadi pada kelompok penduduk sebagai berikut:
1. Pendidikan yang rendah; karena pada umumnya:
 Kurang memahami kaitan anemia dengan faktor lainnya,
 Kurang mempunyai akses mengenai informasi anemia dan
penanggulangannya,
 Kurang dapat memilih bahan makanan yang bergizi, khususnya yang
mengandung zat besi relatif tinggi,
 Kurang dapat menggunakan pelayanan kesehatan yang tersedia,
2. Ekonomi yang rendah, karena:
 Kurang mampu membeli makanan sumber zat besi karena harganya
relatifmahal,
 Kurang mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan yang tersedia,
3. Status sosial wanita yang masih rendah di masyarakat;
Mempunyai beberapa akibat yang mempermudah timbulnya anemia
gizi. Sebagai contoh :
 Rata-rata pendidikan wanita lebih rendah dari laki-laki. Hal ini terjadi
karena anggapan bahwa anak perempuan tidak perlu sekolah yang tinggi;
 Upah tenaga kerja wanita umumnya lebih rendah dari laki-laki pada
hampir seluruh lapangan kerja,
 Adanya kepercayaan yang merugikan, seperti pantangan makanan
tertentu, mengurangi makan setelah trimester III agar bayinya kecil,
4. Lokasi geografis yang buruk;
yaitu lokasi yang menimbulkan kesulitan dari segi pendidikan dan
ekonomi, seperti daerah terpencil, dan daerahendemis dengan penyakit yang
memperberat anemia, seperti daerah endemis malaria.
Menurut Arisman (2014) bahwa nutrisi pada ibu hamil sangat
menentukan status kesehatan ibu dan janinnya. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi status gizi ibu hamil adalah:
 Keadaan sosial ekonomi keluarga ibu hamil; untuk memenuhi gizi
diperlukan sumber keuangan yang memadai,
 Keadaan kesehatan dan gizi ibu; kemampuan mengkonsumsi zat gizi
berkurang ibu dalam keadaan sakit sehingga terjadi peningkatan
metabolisme tubuh. Untuk itu diperlukan asupan yang lebih banyak,
 Jarak kelahiran; jika yang dikandung bukan anak pertama, jarak kelahiran
yang pendek mengakibatkan fungsi alat reproduksi masih belum optimal,
 Umur kehamilan pertama, umur di atas 35 tahun merupakan resiko
penyulit persalinan dan mulai terjadinya penurunan fungsi-fungsi organ
reproduksi,
 Kebiasaan ibu hamil mengkonsumsi obat-obatan, alkohol, perokok dan
pengguna kopi. Upaya Penanggulangan Anemia .

5. Komplikasi anemia
Komplikasi umum akibat anemia adalah: gagal jantung, parestisia dan kejang.
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita
anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau
gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena
harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat
ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin.
Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu
perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak.

6. Pemeriksaan penunjang
Perlu pemeriksaan darah tepi untuk mengetahui Hb, eritrosit, dan hematocrit.
Pada anemia defisiensi besi, kadar Hb kurang dari 10gr/dl dan eritrosit menurun.
Eritrosit berbentuk mikrositik hipokromik (kecil dan pucat). Sedangkan pada
defisiensi asam folat dan vitamin B12,bentuk sel darahnya adalah makrositik.
Pemeriksaan diagnostik pada anemia adalah:
a. Jumlah darah lengkap (JDL) di bawah normal (hemoglobin, hematokrit
dan SDM).
b. Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi.
c. Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa.
d. Tes Comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun.
e. Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormal
pada penyakit sel sabit.
7. Penatalaksanaan anemia
Penatalaksanaan medis Menurut Engram, (1999). penatalaksanaan pada pasien
dengan anemia yaitu :
1. Memperbaiki penyebab dasar.
2. Suplemen nutrisi (vitamin B12, asam folat, besi)
3. Transfusi darah.
a. Medikamentosa
Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg
besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan.
Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.
Asam askorbat 100 mg/15 mg besi elemental (untuk meningkatkan absorbsi besi).
1. Pemberian preparat besi peroral
Preparat yang tersedia berupa ferrous glukonat, fumarat dan suksinat.
Yang sering dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya lebih murah. Untuk
bayi tersedia preparat besi berupa tetes (drop). Untuk mendapatkan respon
pengobatan dosis besi yang dipakai adalah 4-6 mg besi elemental/kgBB/hari.
Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari. Preparat besi ini harus diberikan
selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi.1,2
2. Pemberian preparat besi parenteral
Pemberian besi secara intramuskuler menimbulkan rasa sakit dan
harganya mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi
alergi. Kemampuan untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding
peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini
mengandung 50 mg besi. Dosis dihitung berdasarkan : Dosis besi (mg) = BB
(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5.
3. Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan
pada keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat
mempengaruhi respon terapi. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan
dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman
sambil menunggu respon terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia
berat dengan kadar Hb.
b. Bedah
Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena
diverticulum Meckel.
c. Suportif
Makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang
bersumber dari hewani (limfa,hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar
80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penaganannya dapat dilakukan
dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral.
Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian
secara parenteral. Pemberian secara parenteral dilakukan pada penderita yang
tidak dapat memakan obat oleh karena terdapat gangguan pencernaan.

C. ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA


Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh(Boedihartono,1994). Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges,
1999) meliputi :
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-
masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada tahap
ini. Tahap ini terbagi atas:
1) Identitas Pasien.
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama : Biasanya pasien mengeluh lemas, lesu, dan pusing.
3) Riwayat Kesehatan.
   Riwayat Penyakit Sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang
ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien
untuk menanggulanginya.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien dulu pernah mengalami perdarahan hebat. Dan
apakah pasien dulu pernah kekurangan makanan yang mengandung
asam folfat, Fe.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit anemia
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya anemia, sering
terjadi pada beberapa keturunan, dan anemia defisiensi besi yang
cenderung diturunkan secara genetik.
a. Dasar data pengkajian pasien
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala :
 Keletihan, kelemahan, malaise umum.
 Kehilangan produktivitas, penurunan semangat untuk bekerja
 Toleransi terhadap latihan ringan.
 Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda :
 Takikardia/takipnea, dispnea pada bekerja atau istirahat
 Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada
sekitarnya.
 Kelemahan otot dan penurunan kekuatan
 Ataksia, tubuh tidak tegak.
 Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda-tanda
lain yang menunjukkan keletihan
2. Sirkulasi
Gejala :
Riwayat kehilangan darah kronis, mis, perdarahan GI kronis,
menstruasi berat (DB),angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan)
 Riwayat endokarditis infektif kronis
 Palpitasi (takikardia kompensasi)
Tanda :
 TD : Peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi
melebar,hipotensi postural.
 Disritmia  Abnormalitas EKG, misl. depresi segmen ST dan
pendataran atau depresi gelombang T : takikardia.
 Bunyi jantung : Murmur sistolik (DB).
 Ekstremitas (warna) : Pucat pada kulit dan membran mukosa
(konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku (Catatan : pada
pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan); kulit
seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (PA)
 Sklera : Biru atau putih seperti mutiara (DB).
 Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan
vasokonstriksi kompensasi)
 Kuku : Mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB)
 Rambut : Kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara prematur
(AP).

3. Integritas Ego
Gejala :
 Keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan,
misal : penolakan transfuri darah
Tanda :
 Depresi

4. Eliminasi
Gejala :
 Riwayat pielonefritis, gagal ginjal
 Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB)
 Hematemesis, feses dengan darah segar, melena
 Diare atau konstipasi
 Penurunan haluaran urine
Tanda :
 Destensi abdomen
5. Makanan/Cairan
Gejala :
 Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani
rendah/masukan produk sereal tinggi (DB)
 Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring)
 Mual/muntah dispepsia, anoreksia
 Tidak pernah puas mengunyah atau jika untuk es, kotoran, tepung
jagung, cat tanah liat dan sebagainya (DB)
Tanda :
 Lidah tampak merah daging/halus 9AP : defisiensi asam folat dan
vitamin B12.
 Membran mukosa kering pucat
 Turgor kulit : Buruk, kering, tampak kusut/hilang elastisitas (DB)
 Stomatis dan glositis (status defisiensi)
 Bibir : Selitis, mis. Inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah
(DB)
6. Higiena
Tanda :
 Kurang bertenaga, penampilan tak rapi
7. Neurosensori
Gejala :
 Sakit kepala berdenyut, pusing, vertigo, tinitus,
ketidakmampuan berkonsentrasi.
 Insomnia, penurunan penglihatan dan bayangan pada mata.
 Kelemahan keseimbangan buruk, kaki goyah, parestesia
tangan/kaki (AP): KLAUD.
 Sensasi menjadi dingin
         Tanda :
 Peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis
 Mental tak mampu berespon lambat dan dangkal
 Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP)
 Epistaksis perdarahan dari lubang-lubang (taplastik)
 Gangguan koordinasi, ataksia : penurunan rasa getar dan posisi,
tanda Romberg positif, paralisis (AP)

8. Nyeri/Kenyamanan
Gejala :
 Nyeri abdomen samar; sakit kepala (DB)

9. Pernapasan
Gejala :
 Riwayat TB, abses paru.
 Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
        Tanda :
 Takipnea, ortopnea dan dispnea

10. Keamanan
Gejala :
 Riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia, mis. Benzen,
insektisida, fenilbutazon, naftalen.
 Riwayat terpajan pada radiasi baik sebagai pengobatan atau
kecelakaan.
 Riwayat kanker, terapi kanker.
 Tidak toleran terhadap dingin dan/atau panas.
 Transfusi darah sebelumnya
 Gangguan penglihatan
 Penyembuhan luka buruk, sering infeksi
        Tanda :
 Demam rendah, mengiggil, berkeringat malam.
 Limfadenopati umum.
 Petekie dan ekimosis (aplastik)
11. Seksualitas
Gejala :
 Perubahan aliran menstruasi, mis. Menoragin atau amenore
(DB)
 Hilang libido (pria dan wanita)
 Impoten
Tanda :
 Serviks dan dinding vagina pucat
b. Pemeriksaan SADT
Sediaan apus darah tepi memperlihatkan sel-sel eritrosit bersifat
hipokrom, mikrositik, kadang ditemukan target cell dan poikilosit
berbentuk pensil/ pencil cell. Jumlah retikulosit rendah sebanding dengan
derajat anemia.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Anemis, tidak disertai ikterus.
2) Organomegali dan limphadenopati
3) Stomatitis angularis, atrofi papil lidah
4) Ditemukan takikardi, murmur sistolik dengan atau tanpa
pembesaran.
5) jantung
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penurunan O2 ke
jaringan.
b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, tidak mau makan.
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai
oksigen deng kebutuhan miokard.
e. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan sistem pertahanan
tubuh.
f. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor pembekuan
darah
3. Analisa Data
NO Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Gangguan rasa Klien akan 1. Kaji keluhan nyeri, 1. Nyeri pada anemia
nyaman nyeri b.d menunjukan lokasi dan lamanya membuat hipoksia
penurunan O2 ke kebutuhan (skala 0-10). dan dapat
jaringan Oksigen terpenuhi menimbulkan infark.
KH: 2. Observasipetunjuk
a. Menunjukkan nyeri non verbal. 2. Petunjuk non verbal
postur badan Misal: denggan yang dapat membantu
rileks. bergerak, ekspresi mengevaluasi nyeri
b. Bebas wajah. dan keefektifan terapi.
bergerak.
c. Mampu 3. Biarkan anak 3. Meningkatkan
istirahat mengambil posisi kenyamanan dan
dengan tepat. yang nyaman misal resiko terjadinya
gunakan posisi cedera menurunkan
miring, tinggikan nyeri dan
kepala sedikit pada meningkatkan
tempat tidur tanpa kenyamanan.
menggunakan
bantal.

4. Lakukan pijatan 4. Membantu


lokal hati-hati pada menurunkan tegangan
area luka. otot
5. Lakukan kompres 5. Hangat menyebabkan
hangat, basah vasodilatasi,
untuk sendi yang meningkatkan
sakit/nyeri sirkulasi. Dingin
menyebabkan
vasokontriksi.

2. Intoleransi Setelah dilakukan   Observasi adanya    Merencanakan intervensi


aktivitas tindakan tanda kerja fisik yang tepat.
berhubungan keperawatan
(dispnea, sesak nafas,
   Untuk mencegah
dengan selama 1 x 24 jam kunang-kunang,
kelelahan.
kelemahan umum diharapkan klien keletihan.
melaporkan   Antisipasi dan bantu
    Meningkatkan istirahat
peningkatan dalam aktifitas
dengan tenang serta
intoleransi kehidupan sehari-hari.
mencegah kebosanan dan
aktifitas.   Beri pengalihan
menarik diri.
aktifitas bermain.
    Untuk mendorong
KH :
kepatuhan pada
    Menunjukkan
kebutuhan istirahat.
pernafasan   Pilih teman sekamar
     
normal. yang sesuai dengan
    Untuk pertukaran udara
    Mendapatkan usia dan minat yang
ug optimal.
istirahat yang sama.
    Untuk menentukan nilai
cukup.   Pertahankan posisi
dasar perbandingan
    TD dalam fowler tinggi
selama periode aktifitas.
keadaan normal   Ukur tanda vital
selama istirahat
3. Nutrisi kurang Setelah dilakukan     Berikan susu pada     Terlalu banyak minum
dari kebutuhan asuhan bayi sebagai makanan susu, akan menurunkan
berhubungan keperawatan suplemen setelah masukan makanan padat.
dengan selama 1 x 24 jam makanan padat     Mengurangi resiko
anoreksia, mual, diharapkan anak diberikan. penurunan terjadi
muntah, tidak mendapatkan     Sajikan makanan muntah.
mau makan.. kebutuhan nutrisi sedikit tapi sering dari      
yang tepat. pada 3 kali dalam     Untuk memenuhi
KH : porsi besar. kebutuhan nutrisi dan
    Berat badan anak    Instruksikan keluarga suplemen yang
kembali normal. untuk memberikan dibutuhkan oleh tubuh.
    Anak asupan makanan yang      
mendapatkan cukup dan suplemen     Klien mungkin hanya
suplemen yang (Fe). makan sedikit karena
dibutuhkan missal    Dorong klien untuk kehilangan minat pada
(Fe) makan semua makanan serta
    Tidak mengalami makanan atau mengalami mual.
tanda malnutrisi. makanan tambahan.     Makanan yang mereka
makan pasti dihabiskan.
    Berikan pilihan
    Memberikan informasi
makanan yang mereka
tentang kebutuhan
sukai.
pemasukan atau
    Ukur masukan diet defisiensi.
harian dengan jumlah
kalori.
4. Pola nafas tidak Setelah dilakukan-      Auskultasi bunyi-      Indikasi dema paru,
efektif b.d perawatan selama nafas. sekunder akibat
Ketidak 2x24jam tidak dekompensasi jantung.
seimbangan terjadi perubahan -      Curiga gagal
suplai oksigen pola nafas dg k.h: kongestif/kelebihan
deng kebutuhan TD: volume cairan
miokard 120/80mmHg -      Kaji adanya edema. -      Agar memaksimalkan
Suhu : 37 C ekpansi paru
HR : 60 x/i -      Memenuhi kebutuhan
RR: 20x/i oksigen
-      Posisikan pasien pada-      Diuretik bertujuan untuk
keadaan semi fowler menurunkan volume
plasma dan menurunkan
-      Berikan oksigen retensi cairan
sesuai indikasi dijariangan, sehingga
menurunkan resiko
-      Kolaborasi pemberian terjadi edema paru
diuretik.
5. Resiko tinggi Setelah dilakukan    Tingkatkan cuci    Mencegah terjadinya
terjadinya infeksi tindakan tangan yang baik oleh kontaminasi bakterial.
berhubungan keperawatan pemberi perawatan    Menurunkan resiko
dengan sistem selama 1 x 24 jam dan klien. infeksi bakteri.
pertahanan tubuh mampu untuk    Pertahankan teknik    Menurunkan resiko
mengidentifikasi aseptik ketat pada kerusakan kulit atau
perilaku untuk prosedur perawatan. jaringan.
mencegah     Berikan perawatan    Untuk meminimalkan
menurunkan kulit. pemejanan pada
infeksi.     Lindungi klien dari organisme infektif
KH : kontak dengan    Adanya bukti infeksi dan
    Klien dan individu yang membutuhkan
keluarga. terinfeksi. pengobatan.
    Kliwn tidak    Pantau suhu.
menunjukkan
bukti infeksi.
6. Resiko Setelah diberikan     Awasi nadi, TD, dan      Peningkatan nadi dengan
perdarahan b/d asuhan CVP bila ada. penurunan TD dan CVP
penurunan faktor keperawatan dapat menunjukkan
pembekuan darah selama 24 jam kehilangan volume darah
diharapkan anak sirkulasi, memerlukan
dapat mnurunkan     Catat perubahan evaluasi lanjut.
resiko mental atau tngkat      Perubahan dapat
perdarahan. kesadaran menunjukkan perbahan
KH : perfusi jaringan serebral
   Mempertahankan sekunder terhadap
homeastasis     Dorong menggunakan hipoolemia, hipoksemia.
dengan tanpa sikat gigi halus       Pada adanya gangguan
perdarahan. faktor pembekuan,
   Menunjukkan trauma minimal dapat
perilaku menyebabkan perdarahan
penurunan resiko     Gunakan jarum kecil mukosa.
perdarahan. untuk injeksi, tekan
      Meminimalkan
lebih lama pada
kerusakan jaringan,
bagian bekas suntikan.
menurunkan resiko
      perdarahan/hematoma
    Hindarkan      Koagulasi memanjang,
penggunaan produk berpotensi untuk resiko
yang mengandung
aspirin perdarahan.
kolaborasi
    Awasi Hb/Ht dan      Indikator anemia,
faktor pembekuan perdarahan aktif/
terjadinya komplikasi
    Berikan obat sesuai (contoh: KID)
indikasi. Vitamin      Menungkatkan sintesis
tambahan (contoh: vit protombin dan koagulasi
K, D, C)

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan

dan pendokumentasian pasien. ed.3. EGC : Jakarta


Handayani, Andi Sulistyo, Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan

Hematologi, Salemba Medika, Jakarta

Handayani, Wiwik dan Sulistyo, Andi, Wibowo.2008.Asuhan Keperawatan Pada Klien

Dengan Gangguan Sistem Hematologi.Hal 1-6.Salemba Medika.Jagakarta.Indonesia.

BAGIAN: 2

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI


POLISITEMIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Jumlah sel darah merah normal dalam darah bervariasi, dan lebih tinggi pada laki-laki
daripada perempuan. bayi baru lahir memiliki jumlah sel merah yang lebih tinggi dari
pada orang dewasa. Pada polisitemia primer, mungkin menjadi 8 - 9 juta jiwa dan
kadang-kadang 11 juta eritrosit milimeter kubik darah (kisaran normal untuk orang
dewasa adalah 4-6), dan hematokrit mungkin setinggi 70 hingga 80%. Selain itu, volume
total darah kadang-kadang meningkat menjadi sebanyak dua kali normal. Sistem
vaskular keseluruhan dapat menjadi nyata membesar dengan darah, dan sirkulasi kali
untuk darah ke seluruh tubuh dapat meningkat hingga dua kali dari nilai normal.
Peningkatan jumlah eritrosit dapat menyebabkan viskositas darah untuk meningkatkan
sebanyak lima kali normal. Kapiler dapat menjadi terpasang oleh darah yang sangat
kental, dan aliran darah melalui pembuluh cenderung sangat lamban.
Sebagai konsekuensi dari di atas, orang dengan polisitemia vera tidak diobati berada
pada risiko berbagai peristiwa trombotik (trombosis vena dalam, embolisme paru),
serangan jantung dan stroke, dan memiliki risiko yang besar sindrom Budd-Chiari
(trombosis vena hati), atau Myelofibrosis. Kondisi ini dianggap kronis, ada. pengobatan
simtomatik yang dapat menormalkan jumlah darah dan kebanyakan pasien dapat hidup
normal selama bertahun-tahun.
Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga
dikenal sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak
disebabkan oleh gangguan lain. Polisitemia vera terjadi di semua kelompok usia
(termasuk anak-anak),  meskipun peningkatan insiden dengan usia. Satu penelitian
menemukan rata-rata usia saat diagnosis menjadi 60 tahun, sementara sebuah penelitian
Mayo Clinic di Olmsted County, Minnesota menemukan bahwa kejadian tertinggi pada
usia 70-79 tahun. keseluruhan kejadian dalam populasi Minnesota adalah 1,9 per 100.000
orang-tahun, dan penyakit itu lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Sebuah
cluster di situs beracun dikonfirmasi di timur laut Pennsylvania pada tahun 2008.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Mengetehui konsep teoritis penyakit  polisitemia    
2. Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada penyakit polisitemia meliputi
definisi, manifestasi klinis, pathways, etiologi, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan.
3. Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit polisitemia, yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi dan rasional.
C. TUJUAN
Untuk mengetahui tentang penyakit yang berkaitan dengan Polisitemia.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI POLISITEMIA
Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah
akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang. Polisitemia
adalah suatu kondisi yang jarang terjadi di mana tubuh terlalu banyak memproduksi sel
darah merah. Polisitemia berasal dari bahasa Yunani yaitu poly (banyak), cyt (sel), dan
hemia (darah). Polisitemia adalah peningkatan jumlah sel darah merah dalam sirkulasi
akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang, yang
mengakibatkan peningkatan viskositas dan volume darah. Aliran darah yang mengalir
melalui pembuluh darah terhalang dan aliran kapilar tertutup. Orang dengan polisitemia
memiliki peningkatan hematokrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas
normal melebihi 6 juta/ mm atau hemoglobinnya melebihi 18 g/dl.
Sel darah tubuh diproduksi di sumsum tulang ditemukan di beberapa tulang, seperti
tulang paha. Biasanya produksi sel darah diatur oleh tubuh sehingga jumlah sel darah
baru dibuat untuk menggantikan sel-sel darah yang lama karena mereka mati. Dalam
polisitemia, proses ini tidak normal karena berbagai penyebab dan menghasilkan terlalu
banyak sel darah merah dan kadang-kadang sel-sel darah lainnya. Hal ini menyebabkan
penebalan darah. Ada dua jenis utama polisitemia:
a. Polisitemia Vera adalah adalah suatu gangguan atau kelainan mieloproliferatif
kronik yang ditandai dengan peningkatan sel darah merah (eritrositosis) sehingga
terjadi hiperviskositas aliran darah.
b. Polisitemia Sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain
atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti tumor hati, tumor ginjal
atau sindroma Cushing.
Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang berbeda-beda.
Polisitemia Vera lebih serius dan dapat mengakibatkan komplikasi kritis lebih dari
polisitemia sekunder. Sel darah tubuh diproduksi di sumsum tulang ditemukan di
beberapa tulang,Seperti tulang paha.
Biasanya produksi sel darah diatur oleh tubuh sehingga jumlah sel darah baru
dibuat untuk menggantikan sel-sel darah yang lama karena mereka mati. Dalam
polisitemia, proses ini tidak normal karena berbagai penyebab dan menghasilkan
terlalu banyak sel darah merah dan kadang-kadang sel-sel darah lainnya. Hal ini
menyebabkan penebalan darah.

B. EPIDEMIOLOGI
Kelainan ini paling sering ditemukan pada usia 50-an. Pria terkena sedikit lebih
banyak dibandingkan wanita. Dewasa muda juga terkena kelainan ini. Polisitemia
merupakan kelainan sel induk kronal. Massa sel darah merah tinggi dan separuh pasien
memiliki jumlah trombosit dan/atau sel darah putih yang meningkat; 40% memiliki
kelainan kariotipe sumsum tulang.
C. ETIOLOGI
Sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, polisitemia terjadi karena
sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon induk yang abnormal. Berbeda dengan
keadaan normalnya, sel induk darah yang abnormal ini tidak membutuhkan eritropoetin
untuk proses pematangannya (eritropoetin serum, 4 mU/mL). Hal ini jelas
membedakannya dari eritrositosis atau polisitemia sekunder dimana eritropoetin
tersebut meningkta secara fisiologis (wajar sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen
yang meningkat), biasanya pada keadaan dengan saturasi oksigen arteiral rendah atau
eritropoetin tersebut meningkat secara non fisiologis (tidak wajar) pada sindrom
paraneoplastik manifestasi neoplasma lain yang mensekresi eritropoetin.
Di dalam sirkulasi darah tepi pasien polisitemia vera didpati peninggian konsentrasi
eritrosit terhadap plasma, dapat tercapai. 49% pada wanita (kadar Hb 16 mg/dL) dan
52% pada pria (kadar Hb . 17 mg/dL), serta didapati pula peningkatan jumlah total
eritrosit (hitung eritrosit >6 juta/mL). Kelainan ini terjadi pada populasi klonal sel
induk darah (sterm cell) sehingga seringkali terjadi juga produksi leukosit dan
trombosit yang berlebihan.
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko lidah polisitemia berkembang:
a. Umur.
Menurut, Paru, dan Darah Institute, National Heart polycythemia lidah
lebih sering terjadi pada orang dewasa yang lebih tua dari 60. Ini jarang
terjadi pada orang muda dari 20.
b. Sex lidah polisitemia
Mempengaruhi laki-laki lebih sering daripada wanita.

c. Sejarah keluarga.
Dalam beberapa kasus, vera polycythemia tampaknya berjalan dalam
keluarga, menunjukkan bahwa faktor genetik lain selain JAK2 dapat
menyebabkan penyakit.
Sel darah tubuh diproduksi di sumsum tulang ditemukan di beberapa tulang,
seperti tulang  paha. Biasanya produksi sel darah diatur oleh tubuh sehingga jumlah sel
darah kanan baru dibuat untuk menggantikan sel-sel darah yang lama karena mereka
mati. Dalam polisitemia, proses ini tidak normal karena berbagai penyebab dan
menghasilkan terlalu banyak sel darah merah dan kadang-kadang sel-sel darah lainnya.
Hal ini menyebabkan penebalan darah.

a. Polisitemia Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah merah


adalah karena masalah yang melekat dalam proses produksi sel darah merah.
Polisitemia Primer terjadi di sekitar 2 pada setiap 100.000 orang. Penyebabnya
tidak diketahui. Namun, polisitemia ini hadir saat lahir, biasanya disebabkan
oleh kelainan genetik warisan yang abnormal menyebabkan tingkat tinggi
prekursor sel darah merah. polisitemia keluarga dan bawaan. Primer (PFCP) dan
polisitemia vera (PV).
b. Polisitemia sekunder: polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon
terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan,
seperti tumor hati, tumor ginjal atau sindroma Cushing. Polisitemia sekunder
juga dapat disebabkan oleh peningkatan eritropoietin (EPO) produksi baik
dalam respon terhadap hipoksia kronis (kadar oksigen rendah) atau dari tumor
mensekresi eritropoietin,  perilaku, gaya hidup, seperti merokok, tinggal di
tempat yang tinggi, penyakit paru-paru parah, dan penyakit jantung.Bila ada
kekurangan oksigen, tubuh merespon dengan memproduksi lebih banyak sel
darah merah yang membawa oksigen ke sel-sel tubuh.
Berikut ini adalah daftar penyebab atau kondisi yang mendasarinya (lihat juga
mendiagnosis penyebab yang mendasari polisitemia) yang mungkin dapat
menyebabkan polisitemia meliputi :
1. Terpapar Karbon monoksida kronis
2. Dehidrasi
3. Ibu merokok
4. Bayi dari ibu diabetes
5. Tumor ginjal
6. Polisitemia vera rubra
7. Penyakit paru kronis
8. Penyakit paru obstruktif kronik.
D. PATOFISIOLOGI
Terjadinya polisitemia disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada
sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang terdapat pula sel
batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan dan
pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih
belum diketahui. Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal
terhadap faktor pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah
eritropoetin. Kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA
yang dikenal dengan mutasi. Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang
memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah.
Pada keadan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara
ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan, terjadi
fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian
memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi signal
transducers and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel
(nucleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau
inhibisi proses trasnkripsi dari hematopoietic growth factor.
Pada penderita polisitemia, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana
terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama
JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses
aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu,  proses eritropoiesis dapat
berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth factor.
Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel darah
putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung
mengalami thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme
homeostatis yang disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah
platelet. Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke,
pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari.
Fungsi platelet penderita polisitemia menjadi tidak normal sehingga dapat
menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan
terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan batu ginjal. Sebagai suatu
penyakit neoplastik yang berkembang lambat, polisitemia terjadi karena sebagian
populasi eritrosit berasal dari satu klon induk darah yang abnormal. Berbeda dengan
keadaan normalnya,sel induk darah yang abnormal ini tidak membutuhkan eritropoetin
untuk proses pematangannya(eritropoetinserum, 4 mU/mL).
Hal ini jelas membedakannya dari eritrositois atau polisitemia sekunder dimana
eritropoetin tersebut meningkat secara fisiologis(wajar sebagai kompensasi atas
kebutuhan oksigen yang meningkat),biasanya pada keadaan dengan saturasi oksigen
arterial rendah atau eritropoetin tersebut meningkat secara fisiologis (wajar sebagai
kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat), biasanya pada keadaan dengan
saturasi oksigen ateiral rendah atau eritropoetin tersebut meningkat secara non
fisiologis (tidak wajar) pada sindrom paraneoplastik manifestasi neoplasma lain yang
mengsekresi eritropoetin.
Didalam sirkulasi darah tepi pasien polisitemia didapati peninggian nilai hematrokit
yang menggambarkan terjadinya peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap
plasmadapat mencapai. 49% pada wanita (kadar Hb. 16 mg/dL) dan 52% pada pria
(kadar 17 mg/dL), serta didapati pula peningkatan jumlah total eritrosit (hitung eritrosit
> 6 juta/mL). Kelainan ini terjadi pada populasiklonal sel induk darah (sterm cell)
sehingga seringkali terjadi juga produksi leukosit dan trombosit yang berlebihan.
Mekanisme yang diduga untuk menyebabkan peningkatan poliferesi sel induk
hematopoietik adalah sebagai berikut:
1. tidak terkontrolnya poliferesi sel induk hematopoietik yang bersifat neoplastik.
2. adanya faktor mieloproliferatif abnormal yang memepengaruhi poliferasi sel
induk hematopoietik normal.
3. Peningkatan sensivitas sel induk hematopoietik terhadap eritropoitin,
interlaukin,1,3 GMCSF dan sistem cell faktor.
Adapun perjalanan klinis polisitemia yaitu :
a. Fase eritrositik atau fase polisitemia.
Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini didapatkan peningkatan
jumlah eritrosit yang dapat bertanggung jawab 5-25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan
flebotomi secara teratur untuk menggendalikan viskositas darah dalam batasan
normal.
b. Fase brun out (terbakar habis) atau spent out (terpakai habis ).
Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien
memasuki priode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul
anemia tetapi trombositosis dan leokositosis biasanya menetap.
c. Fase mielofibrotik
Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan
perjalanan klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia mieliod.
Kadang- kadang terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati, kelenjar getah bening
dan ginjal.
d. Fase terminal
Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh
komplikasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena mielofibrosis terjadi pada
kurang dari 15%. Kelangsungan hidup rerata (median survival) pasien yang diobati
berkisar anatara 8 dan 15 tahun, sedangkan pada pasien yang tidak mendapatkan
pengobatan hanya 18 bulan. Dibandingkan dengan pengobatan flibotomi saja, resiko
terjadinya leukemia akut meningkat 5 kali jika pasien diberi pengobatan fosfor P32
dan 13 kali jika pasien mendapatkan obat sitostatik seperti klorambusil.

E. KLASIFIKASI POLISITEMIA
Ada 3 jenis utama polisitemia yaitu:
1. Polisitemia Vera (Polisitemia Primer)
Polisitemia Vera lebih serius dan dapat mengakibatkan komplikasi kritis lebih
dari polisitemia sekunder. Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang
berbeda-beda. Polisitemia primer ( polisitemia vera) ditandai dengan peningkatan
jumlah trombosit dan granulosit serta sel darah merah, dan dan diyakini sebagai awal
terjadinya abnormalitas Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang
berbeda-beda. Polisitemia primer ( polisitemia vera) ditandai dengan peningkatan
jumlah trombosit dan granulosit serta sel darah merah, dan dan diyakini sebagai awal
terjadinya abnormalitas Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai
"polisitemia benar") juga dikenal sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer
berarti bahwa polisitemia tidak disebabkan oleh gangguan lain Dalam polisitemia
primer peningkatan sel darah merah adalah karena masalah yang melekat. Tanda dan
Gejala :
a. Pada tahap awal, polisitemia vera biasanya tidak menimbulkan
gejala apapun. Namun, seiring dengan proses bertambah
banyaknya sel darah merah, ada beberapa gejala yang bisa dikenali
seperti :
 Sakit kepala
 Kepala serasa berputar
 Gatal-gatal, terutama ketika sedang mandi air panas
 Muncul tanda merah pada kulit
 Susah bernafas atau nafas pendek-pendek
 Susah bernafas, terutama ketika sedang dalam posisi
berbaring
 Sakit pada dada
 Perasaan terbakar atau lemas dibagian tangan, kaki, atau
lengan
 Perasaan kembung atau eneg di perut sebelah kiri
 Cepat lelah
 Susah bicara secara mendadak. Ini bisa jadi akibat
pembuluh darah ke otak sudah tersumbat, sehingga
mengakibatkan stroke.
 Penglihatan terganggu/ganda
 Gangguan keseimbangan dan koordinasi gerak tubuh.
 Mengalami masalah ingatan

2. Polisitemia Sekunder
Polisitemia sekunder: polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon
terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti
tumor hati, tumor ginjal atau sindroma Cushing.
3. Polisitemia Relatif (‘stres’)
Polisitemia ‘stres’ atau pseudo-polisitemia, adalah akibat penyusutan volume
plasma. Volume sel darah total normal. Keadaan ini lebih umum dari polisitemia vera.
Paling banyak terjadi khusus pada laki-laki umur pertengahan dan dapat disertai oleh
problem kardivaskular, misalnya ikshemia miokard atau TIA (transient ischaemic
attacks) otak. Jika bersamaan dengan hipertensi ini dinamakan sindroma Gaisbock.
Terapi deuritik dan merokok berat sering bersamaan. Nilai setiap bentuk pengobatan
khusus belum ditentukan tetapi percobaan demngan venaseksi berulang dengan atau
tanpa pergantian plasma sedang dikembangkan.

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Hiperviskositas.
Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang
kemudian akan menyebabkan:
 Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan menimbulkan
eritrostasis sebagai penggumpalan eritrosit.
 Penurunan laju transpor oksigen.
Kedua hak tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan.
Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran
(iskemia/infark) seperti otak,mata, telingga, jantung, paru, dan ekstermitas. Sel
darah merah yang berlebihan akan menambah volume darah dan menyebabkan
darah menjadi lebih kental sehingga lebih sulit mengalir melalui pembuluh darah
yang kecil (hiperviskositas). Jumlah sel darah merah bisa meningkat jauh sebelum
timbulnya gejala.
 Penurunan shear rate
Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemastasis primer
yaitu agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya
pendarahan, walaupun jumlah trombosit > 450 ribu/mL. Perdarahan terjadi pada 10-
30% kasus PV, manifestasinya dapat berupa epitaksis, ekimosis, dan perdarahan
gastrointestinal.
 Trombositosis
Trombositosis (hitung normal > 400.000/ml). Dapat menimbulkan trombosis
pada PV tidak ada kolerasi trombositosis dengan trombosis. Trombosis vena atau
tromboflebitis dengan emboli terjadi pada 30-50% kasus PV.
 Basofilia
Lima puluh persen kasus PV Penderita bisa merasakan gatal di seluruh tubuh,
terutama setelah mandi air hangat. Kaki dan panas terasa panas (seperti terbakar) dan
kadang tulang terasa nyeri. Dan polisetimea vera datang dengan urtikaria suatu
keadaan yang disebabkan dengan meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai
akibat adanya basofilia. Terjadinya gastritis dan pendarahan lambung terjadi karna
peningkatan kadar histamin.
 Splenomegali.
Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisetimia vera. Splenomegali
terjadi sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramendula.
 Hematomegali
Hematomegali dijumpai pada kira-kira 40% menggidap penyakit polisitemia
vera. Sebagaimana dengan halnya Splonomogali. Hepatomegali juga merupakan
akibat sekunder hiperaktifitas hemopoesia ekstramedula.
 Laju siklus sel yang tinggi
Sebagai konsekuensiya logis hiperaktifitas hemopoesis dan splenomegali
adalah sekuestari sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi
asam urat darah akan meningkat. Disisi lain laju filtrasi gromeruler menurun
karena penurunan shear rate.
Gejala-gejala polisitemia bervariasi tergantung dari penyebabnya dan adanya
komplikasi. Gejala polisitemia vera dapat mencakup pusing , sakit kepala ,
kemerahan pada wajah, kesulitan bernafas, kelelahan, gatal setelah mandi panas,
limpa membesar , kelesuan, dan gangguan visual. Gejala sekunder polisitemia
meliputi kelesuan, hipertensi , dan sakit kepala.
2. Manifestasi perdarahan (10-20% penderita): epistaksis, perdarahan traktus
gastrointestinal (ulkus peptikum), serta abnormalitas faktor pembekuan V dan XII.
3. Manifestasi trombosis arteri dan vena: gangguan serebrovaskular, infark
miokardium, infark paru-paru, trombosis vena mesentrika, hepatika, dan deep vein
thrombosis.
4. Muka kemerah-merahan (pletora), gambaran pembuluh darah di kulit atau selaput
lendir, dan kongjungtiva hiperemia sebagai akibat peningkatan massa eritrosit.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
Pemeriksaan yang pertama dilakukan ketika pasien datang adalah
pemeriksaan tanda-tanda vital. Untuk melihat apakah pasien datang dalam
keadaan kompos mentis atau tidak, melihat apakah pasien datang tampak sakit
ringan atau berat. Pada kasus yang didapatkan dijelaskan bahwa hasil
pemeriksaan fisik pasien sebagai berikut:
1. Pemeriksaan fisik: Kulit wajah kemerahan, conjungtiva tidak anemis,
pemeriksaan lainnya dalam batas normal. Hasil lab: Hb: 19g/dL. Ht:
65%, Trombosit: 60.000, Leukosit: 28.000, Eritrosit: 6.000.000,
Retikulosit: 2.5%.
2. Pada penyakit polisitemia vera biasanya akan didapatkan kelainan fisik
sebagai berikut:
3. Muka penderita akan terlihat merah. Disekitar kulit muka, leher, telinga
dan selaput lendir akan terlihat gambaran pembuluh darah. Pada
pemeriksaan  di kedua mata, konjungtiva pasien akan terlihat sangat
merah karena adanya pelebaran dari pembuluh darah. Dapat terlihat
adanya perubahan hiperviskositas pada fundus, termasuk vena retina
yang melebar dan berkelok-kelok dan harus dicari adanya perdarahan.
4. Inspeksi lidah dapat dilakukan untuk melihat apakah terdapat sianosis
sentral.
5. Pemeriksaan sistem kardiovaskular lebih baik dilakukan untuk
memastikan apakah terdapat pembesaran jantung yang disertai bising
sistolik.
6. Pemeriksaan sistem pernapasan dilakukan untuk mengetahui adanya
tanda penyakit paru kronik yang disertai dengan ronkhi basah.
7. Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk mencari apakah terdapat
pembesaran limpa (splenomegali) atau tidak. Pada penderita
polisitemia vera dapat ditemukan pembesaran limpa serta pembesaran
hepar. Pembesarannya bersifat keras dan tidak terdapat nyeri tekan.
2. Pemeriksaan diagnostik
a. Eritrosit
Peningkatan >6 juta/mL, dan sediaan apus eritrosit biasanya normokrom,
normositik kecuali jika terdapat transisi kea rah metaplasia mieloid.
b. Granulosit, meningkat pada 2/3 kasus polisitemia, berkisar antara 12-
25.000 /mL tetapi dapat sampai 60.000/mL.
c. Trombosit, berkisaran antara 450-800 ribu/mL, bahkan dapat . 1 juta/mL
sering didapatkan dengan morfologi trombosit yang abnormal.
d. B12 serum
B12 serum dapat meningkat pada 35% kasus, tetapi dapat pula menurun,
pada ± 30% kasus, dan UBBC meningkat pada > 75% kasus polisitemia.
e. Pemeriksaan Sumsum Tulang (SST)
Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostic, kecuali bila ada
kecurigaan penyakit mieloproliferatif. Sitologi SST menunjukkan
peningkatan selularitas.
f. Peningkatan Hemoglobin berkisar 18-24 gr/dl.
g. Peningkatan Hematokrit dapat mencapai > 60%.
h. Viskositas darah meningkat 5-8 kali normal.
i. UBBC (Unsaturated B12 Binding Capasity) meningkat 75 % penderita.
j. Pemeriksaan Sitogenetik, dapat dijumpai kariotip 20q, 13q, 11q, 7q, 6q, 5q,
trisomi 8 dan trisomi 9.
k. Serum eritropoitin
Pada Polisitemia vera serum eritropoitin menurut atau normal
sedangkan pada polisitemia sekunder serum eritropoitin meningkat.

H. PENATALAKSANAAN
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang dapat
dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.
1. Tujuan terapi yaitu:
a. Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan sel darah merah
(eritrosit).
b. Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena, serebrovaskular,
trombosis vena dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer, dan infark
pulmonal.
c. Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.
2. Prinsip terapi :
Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan
mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
a. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang
belum terkendali.
b. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
c. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada
pasien usia muda.
d. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau
kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan:
1. Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala
trombosis
2. Leukositosis progresif
3. Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik
4. Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar
dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit
diatasi.
3. Terapi PV
a. Flebotomi
Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-
satunya bentuk pengobatan yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-
kadang selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan.
Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit,dan
pada pasien yang masih dalam usia subur.Pada flebotomi, sejumlah kecil
darah diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menuru. Jika nilai
hematokrit sudah mencapai normal, maka darah diambil setiap beberapa
bulan, sesuai dengan kebutuhan. Target hematokrit yang ingin dicapai adalah
<45% pada pria kulit putih dan <42% pada pria kulit hitam dan perempuan.
b. Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi sel
darah merah atau konsentrasi platelet).
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi.  Lebih
baik menghindari kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien uisa
muda. Terapi mielosupresif dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau
diberikan sebagai pengganti flebotomi. Kemoterapi yang dianjurkan adalah
Hidroksiurea (dikenal juga sebagai hidroksikarbamid) yang merupakan salah
satu sitostatik golongan obat antimetabolik karena dianggap lebih aman, tetapi
masih diperdebatkan tentang keamanan penggunaan jangka panjang.
Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau
tidak dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius.
Walaupun demikian, FDA masih membenarkan klorambusil dan Busulfan
digunakan pada PV. Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih
sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan
pemberian obat jika hematokrit: pada pria < 45% dan memberikannya lagi jika
> 52%, pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.
c. Fosfor Radiokatif (P32)
Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk
menekan sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-
3mCi/m2 secar intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%.
Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian pertama P32 Mendapatkan hasil,
reevaluasi setelah 10-12 minggu.
Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan.Tidak
mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama,
dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.
d. Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama
untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk
biologi yang digunakan adalah Interferon (Intron-A, Roveron-) digunakan
terutama pada keadaan trombositemia yang tidak dapat dikendalikan.
Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid
(Cytoxan).
3. Pengobatan pendukung
1. Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien
dengan penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.
2. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, jika diperlukan dapat
diberikan Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA).
3. Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor  H2.
4. Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin.
5. Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau tambahan ketika hidroksiurea tidak
memberikan toleransi yang baik atau dalam kasus trombositosis sekunder (jumlah
platelet tinggi). Anagrelid mengurangi tingkat pembentukan trombosit di sumsum.
Pasien yang lebih tua dan pasien dengan penyakit jantung umumnya tidak diobati
dengan anagrelid.

I. PROGNONSIS
Polisitemia adalah penyakit kronis dan bila tanpa pengobatan kelangsungan hidup
penderita rata-rata 18 bulan. Dengan Plebotomi kelangsungan hidup 13,9 tahun dengan
terapi32 P kelangsungan hidup 11,8 tahun dan 8,9 tahun pada penderita dengan terapi
klorambusil. Penyebab utama morbidity dan mortality adalah 2.24
1. Trombosis, dilaporkan pada 15-60 % pasien tergantung pada penegndalian penyakit
tersebut dan 10-40 peneyebab utama kematian.
2. Komplikasi perdarahan timbul 15-35 % pada pasien polisitemia vera dan 6-30%
menyebabkan kematian.
3. Terhadap 3-10 % pasien Polisitemia vera berkembang menjadi mielofibrosis dan
pansitopenia.
4. Polisitemia vera dapat berkembang menjadi leukemia akut dan sindrom
mielodisplasia pada 1,5 % pasien dengan pengobatan hanya plebotomi.
5. Peningkatan resiko tranformasi 13,5 % dalam 5 tahun dengan pengobatan
Klorambusil dan 10,2 % dalam 6-10 tahun pada pasien dengan terapi 32P. terdapat
juga 5,9 % dalam 15 tahun resiko terjadinya tranformasi pada pasien dengan
pengobatan Hidroksiurea. Insiden leukemia akut meningkat pada pasien yang
mendapat 32P atau kemoterapi dengan Khlorambusil.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya, yang meliputi:
nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal pengkajian.
a. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Penderita penyakit polisitemia vera  menampakkan gejala  mencakup pusing,
sakit kepala, kemerahan pada wajah, kesulitan bernafas, kelelahan, gatal. Pada
polisitemia sekunder  menampakkan gejala kelesuan, hipertensi,sesak napas,
batuk kronis, gangguan tidur (apnea tidur), pusing.
b. Riwayat Kesehatan Terdahulu (RKD)
Penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelum masuk rumah sakit,
kemungkinan pasien pernah menderita penyakit sebelumnya seperti : kelesuan,
sakit kepala, hipertensi,dan riwayat merokok.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
o Riwayat adanya penyakit polisitemia pada anggota keluarga yang lain
seperti : Kelainan genetik warisan yang abnormal menyebabkan tingkat
tinggi prekursor sel darah merah.
o PPOK, tumor ginjal atau sindroma Cushing,dan lain-lain.
B. Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:
 Peningkatan warna kuli( sering kemerah-merahan) disebabkan oleh
peningkatan kadar hemoglobin
 Gejala –gejala kelebihan beban sirkulasi( peningkatan tekanan darah, sakit
kepala, dan pusing).
 Spenomegali.
 Hepatomegali.
 Gatal – gatal
 Riwayat pendarahan.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan; kardiopulmoner,serebral, gasrtointinal,dan atau perfer
yang berhubungan dengan aliran darah di buktikan dengan pendarahan
2. Perubahan nutrisi;kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna atau menyerap nutrisi dibuktikan oleh distres
epigastrik, perasaan kembung
3. Nyeri yang berhubungan dengan penyakit kronis dibuktikan olehnyeri persendian dan
sakit kepala.

D. PERENCANAAN/ INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Keperawatan

1. Perubahan perfusi Aliran darah -Tanda vital stabil


1.      Kaji kulit dan membran 1. kondisi kulit
jaringan; dapat bekerja mukosa. dipengaruhi olek
- tidak terdapat
kardiopulmoner, dengan sirkulasi,nurtisi
bukti terjadi
2.      auskultasi dada untuk
serebra gasrtointinal, normal dan imobilisasi.
pendarahan. mengetahui  pernapasan
dan atau perfer yang kembali. Jaringan dapat
dan bunyi jantung.
berhubungan dengan menjadi rapuh
aliran darah di 3.      beri dorongan untuk cenderung
buktikan dengan berkomunikasi dengan menjadi rusak.
pendarahan. orang terdekat.
2. pertahanan
4.      siapkan terapi aferesis posisi nyaman
sesuai pesanan jelaskan dan pernapasan
prosedurnya. maksimal.

5.      tingkatkan aktivitas 3.


reduksi stres lainnya. meminimalkan
adanya
6.      instruksikan pasien untuk
perasaanketidak
duduk selama 10 sampai
nyamanan.
15 menit kemudian
berdiri selama 3 sampai 5 4.ketidaknyama
menit. nan terapi harus
digunakan
7.    gabungkan prosedur
secara hati-hati,
laboatorium  gunakan
jarum dengan diameter karena dapat
kecil. menurunkan
upaya menekan
8.       observasi  perdarahan
perdarahan.
dari tempat fungsi vena
berikan tekanan pada 5. berikan
tempat tusukan selama 5 informasi
sampai 10 menit atau tentang kondisi
sampai pendarahan dan kemajuan.
berhenti. Dengan
melakukan
tanya jawab.

6. meningkatkan
secara bertahap
tingkat aktivitas 
sampai normal
untuk memper
baiki tonus otot
atau stamina
tanpa
kelemahan.

7. indikasikan
sesuai dengan
prosedur.

8. kaji dan catat


dosis yang
dbutuhkan
hingga
perdarahan
berhenti.

2. Perubahan Pemenuhan Berat badan 1.Berikan cairan pilihan


1. Memenuhi
nutrisi;kurang dari nutrisi menujukan tanda- sampai 2500ml/hari kebutuhan
kebutuhan tubuh seimbang. tanda kemajuan adekuat didalam
yang berhubungan mencapai berat tubuh
2.Pantau masukan dan
dengan badan
pengeluaran setiap 8
ketidakmampuan normal;pasien
jam      
untuk mencerna atau mendapatkan diet .Mengetahui
menyerap nutrisi seimbang dengan jumlah cairan
dibuktikan oleh cairan 2000-2500 yang masuk dan
3.Ingatkan agar pasien
distres epigastrik, ml/hari keluaran
perasaan kembung. makan denganperlahan

dan dikunyah dengan


Menghindari
baik luka diusus
kerena makanan
tidak dikunyah
4.Atur pengunjung dengan baik
pasien yang dapat
meningkatkan aspek
sosial waktu makan Menimalkan
semangat pasien
5.Timbang berat badan
waktu makan
pasien setiap hari
karena ada
dengan menggunakan
keluarga yang
pakaiyan dan tumbangn
menemani
yang sama
makan
6.ajikan makanan
dengan pengaturan yang
baik Mengetahui
berat badn
pasien apakah
ada peningkatan
atau penurunan.
1. kaji lokasi durasi dan
Untuk intervensi
beratnya rasa nyeri
selanjutnya
menggunakan skala
Nyeriyang nyeri.
berhubungan dengan
2. pertahankan Meningkatkan
penyakit kronis
dibuktikan olehnyeri megatur aktivitas lingkungan yang tenang nafsu makan
persendian dan sakit tanpa dan berikan waktu
3.
kepala. ketidaknyamanan; istirahat tanpa
postur tubuh dan gangguan.
wajah rileks
3. anjurkan masukan
cairan
Pasien
mengatakan 4. berikan kompers
tidak lagi dingin atau panas sesuai
merasa nyeri permintaan pasien. 1.membantu
dan sakit mengkaji
5. ubah posisi klien
kepala kebutuhan untuk
setiap 4 jam sekali: kaji
intervensi; dapat
latihan tentang gerak.
menidentivikasi
6. kaji ulang atau kan terjadinya
tingkatkan intervensi komplikasi.
kenyamanan pasien
2.meningkatkan
sendiri, posisi aktivitas
istirahat.
fisik atau non aktif dsb.
3.menghindari
terjadinya
dehidrasi

4.meminimalkan
kebutuhan atau
meningkatkan
efek obat

5.memperbaiki
sirkulasi
jaringan dan
mobilitas sendi.

6. penangan
sukses terhadap
nyeri
memerlukan
keterlibatakn
pasien.
Penggunaan
teknik efektif
memberikan
penguatan yang
positif.

E. IMPLEMENTASI

Hari No RencanaPerawatan TTD


TujuandanKriteria Intervensi Implementasi
/Tgl Dx
Hasil
1 Setelahdiberikanas1.      Kajikeluhannyeri,
1.     
uhankeperawatan perhatikanlokasi, intensitas Mengindikasikankebutu
3x24 jam (skala 1-10), frekuensi, hanuntukintervensidanj
diharapkannyeri  danwaktu. ugatanda-
dapatberkurangden2.      tandaperkembanganko
gan KH : Lakukantindakanpengubah mplikasi.
· SkalaNyeri 3-1 anposisi, masase,
2.     
· rentanggerakpadasendi Meningkatkanrelaksasi/
Pasientidaktampak yang sakit. menurunkanteganganot
meringislagi. 3.      ot.
Ajarkanpasienuntukmengg3.     
unakanvisualisasi/bimbing Meningkatkanrelaksasi
animajinasi, danperasaansehat.
relaksasiprogresif. 4.     
4.      Berikan Memberikanpenurunan
analgesic/antipiretik. nyeri/tidaknyaman
2 Setelahdiberikanas1.      Observasi TTV pasien. 1.     
uhankeperawatan 2.      Untukmengidentifikasi
3x24 jam Ubahposisipasiendenganpe peningkatansuhutubuhp
diharapkanpasienm rlahandanpantauterhadapp asiendantindakanselanj
elaporakanpeningk using. utnya yang
atantoleransiaktivit3.      tepatuntukpasien.
asdenganKH : Ajarkanpasienuntukmengh2.      Hipotensi postural
         Tanda-tanda entikanaktivitasbilapalpita atauhipoksiaserebraldap
vital normal si, nyeri dada, atmenyebabkanpusin,
TD:120/80 mmHg napaspendek, berdenyutdanpeninngka
RR : 20 kali/menit kelemahanataupusingterja tanrisikocedera.
Suhu : 360C di 3.     
Nadi:80 kali/menit4.      Regangan/streskardiopu
         Berikanoksigentambahan lmonalberlebihan/stresd
Mampumelakukana apatmenimbulkandeko
ktivitassehariharise mpensasi/kegagalan.
caramandiri. 4.     
Memaksimalkansediaan
oksigenuntukkebutuhan
seluler.
3 Setelah 1.      Kaji riwayat nutrisi. 1.      Mengidentifikasi
diberikanasuhan 2.      Berikan intake nutrisi defisiensi, menduga
keperawatan sedikit tapi sering. kemungkinanintervensi.
selama 3x24
3.      2.      Intake yang sedikit
jamdiharapkanberat Berikaninformasimengenai tapi sering menurunkan
badan stabil dengan nutrisidengankandunganka kelemahan dan
nilai laboratorium lori, vitamin, protein, dan meningkatkan
normal dengan KH: mineral tinggi. pemasukan serta
         Beratbadan ideal
4.      Konsultasidenganahli mencegah distensi
sesuaidengantinggi diet. gaster.
badan. 3.     
         Tidakadatanda- Memilikiinformasiinida
tandamalnutrisi. patmembantupasienme
         mahamipentingnya diet
Menunjukkanpenin seimbang.
gkatanfungsipenge 4.     
capandanmenelan Memberikanbantuandal
ammerencanakan diet
nutrisiuntukmemenuhik
ebutuhanindividu.
Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi keperawatan.
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari perilaku
keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang
diperlukan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup
melakukan membantu dan mengarahkan kerja aktivitas kehidupan sehari-hari. Implementasi
keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.

F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dari masalah polisitemia yaitu:
1. Masalah teratas
2. Masalah sebagaian teratasi
3. Masalah tidak teratasi
4. Muncul masalah baru.

DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nuratif, Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jilid 2. Yogyakarta Budiarto, Eko. 2002.
Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis.
Ed 6. Jakarta: EGC.
Doengoes, EM.2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk        
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasian,
Alih Bahasa I Made Kariasa,dkk.(2001).Jakarta:EGC.
Isbister, James P. 1999. Hematologi klinik: pendekatan berorientasi masalah.

Jakarta: Hipokrates.

Smeltzer C. Suzanne,(2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih

Bahasa Andry hartono,dkk. Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai