Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL AKUT

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II

RUMAH SAKIT ISLAM BANJARMASIN

Disusun Oleh :
Nadya Nailil Ghina
NPM. 1714201110081
Kelompok 9

PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN 2020
LEMBAR KONSUL PEMBIMBING KLINIK

Nama Mahasiswa : Nadya Nailil Ghina

NPM : 1714201110081

Judul LP : Gagal Ginjal Akut

No Hari/ Materi Konsul Masukan/Saran TTD


Tanggal Pembimbing
Klinik
1. Jumat, 24 Pre conference

Juli 2020 LP Gagal Ginjal

Akut
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Nadya Nailil Ghina


NPM : 1714201110081
Rumah Sakit : RS. Islam Banjarmasin
Judul Laporan Pendahuluan : Gagal Ginjal Akut

Telah menyelesaikan laporan pendahuluan dalam kegiatan Praktik Lapangan


Keperawatan Gawat Darurat.

Banjarmasin, 24 Juli 2020

Mahasiswa Pembimbing Klinik

(Nadya Nailil Ghina) (Fauziah Rezeki, S.Kep.Ners)


Laporan Pendahuluan
Gagal Ginjal Akut

A. Anatomi Fisiologi

1. Definisi Ginjal
Ginjal adalah organ berpasangan dengan berat kurang lebih 125gr
yang terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal,
di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang
tebal, di belakang peritoneum (Wijaya, 2013).
Ginjal (ren) merupakan organ yang mempunyai peran penting dalam
mengatur keseimbangan air dan metabolic dalam tubuh dan
mempertahankan keseimbangan asam basa dalam darah (Snell dalam
Ulandaru, 2019).
Kedudukan ginjal dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari
ketinggian vertebra torakalis terakhir sampai vertebra lumbalis ketiga.
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri, karena hati menduduki banyak
ruang di sebelah kanan. Bentuk ginjal seperti biji kacang dan sisi
dalamnya atau hilium menghadap ke tulang punggung. Sisi luarnya
cembung. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada
hilium. Di atas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenal. Ginjal
kanan lebih pendek dan lebih tebal daripada yang kiri (Pearce, 2017).
2. Struktur ginjal
Setiap ginjal dilingkupi kapsul tipis dari jaringan fibrus yang rapat
membungkusnya, dan membentuk pembungkus yang halus. Di dalamnya
terdapat struktur-struktur ginjal. Warnanya ungu tua dan terdiri atas bagian
korteks di sebelah luar, dan bagian medula di sebelah dalam.
a. Nefron
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan
satuan-satuan fungsional ginjal; diperkirakan ada 1.000.000 nefron
dalam setiap ginjal. Setiap nefron mulai sebagai berkas kapiler (badan
Malpighi atau glomerulus) yang erat tertanam dalam ujung atas yang
lebar pada uriniferus atau nefron. Dari sini tubulus berjalan sebagian
berkelok-kelok dan sebagian lurus. Bagian pertama tubulus berkelok
kelok-kelok dan dikenal sebagai kelokan pertama atau tubula
proksimal dan sesudah itu terdapat sebuah simpai, simpai Henle.
Kemudian tubula itu berkelok-kelok lagi, disebut kelokan kedua atau
tubula distal, yang bersambung dengan tubula penampung yang
berjalan melintasi korteks dan medula, untuk berakhir di puncak salah
satu piramidis (Pearce, 2017).
b. Pembuluh darah
Selain tubulus uriniferus, struktur ginjal juga berisi pembuluh
darah. Arteri renalis membawa darah murni dari aorta abdominalis ke
ginjal. Cabang-cabangnya beranting banyak di dalam ginjal dan
menjadi arteriol aferen, dan masing-masing membentuk simpul dari
kapiler-kapiler di dalam salah satu badan Malpighi. Pembuluh eferen
kemudian tampil sebagai arteriol eferen yang bercabang-cabang
membentuk jaringan kapiler sekeliling tubulus uriniferus. Kapiler-
kapiler ini kemudian bergabung lagi membentuk vena renalis, yang
membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior. Maka darah yang
beredar dalam ginjal mempunyai dua kelompok kapiler, yang
bertujuan agar darah dapat lebih lama berada di sekitar tubulus
uriniferus, karena fungsi ginjal tergantung dari hal itu (Pearce, 2017).
c. Ureter
Terdapat dua ureter berupa dua pipa saluran, yang masing-masing
bersambung dengan ginjal dan dari ginjal berjalan ke kandung
kencing. Tebal setiap ureter kira-kira setebal tangkai bulu angsa dan
panjangnya 35 sampai 40 sentimenter. Terdiri atas dinding luar yang
fibrus, lapisan tengah yang berotot, dan lapisan mukosa sebelah dalam.
Ureter mulai sebagai pelebaran hilum ginjal dan berjalan ke bawah
melalui rongga abdomen masuk ke dalam pelvis dan dengan arah oblik
bermuara ke dalam sebelah posterior kandung kencing (Pearce, 2017).
d. Kandung kemih
Kandung kemih bekerja sebagai penampung urin; organ ini
berbentuk buah pir (kendi). Letaknya di dalam panggul besar, di depan
isi lainnya, di belakang simfisis pubis. Dinding kandung kemih terdiri
atas beberapa lapisan, sebuah lapisan serus sebelah luar, lapisan
berotot, lapisan submukosa, dan lapisan mukosa dari epitelium
transisional (peralihan). Tiga saluran bersambung dengan kandung
kemih. Dua ureter bermuara secara oblik di sebelah basis; letak oblik
ini menghindarkan urin mengalir kembali ke dalam ureter. Uretra
keluar dari kandung kemih di sebelah depan. Pada wanita kandung
kemih terletak di antara simfisis pubis, uterus, dan vagina (Pearce,
2017).
e. Uretra
Uretra ialah sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung
kencing ke lubang luar; dilipasi membran mukosa yang bersambung
dengan membran yang melapisi kandung kemih. Meatus urinarius
terdiri atas serabut otot lingkar, yang membentuk sfingter uretra. Pada
wanita panjang uretra adalah 2,5 sampai 3,5 sentimeter, pada pria 17
sampai 22,5 sentimeter (Pearce, 2017).
3. Fungsi ginjal
Fungsi ginjal adalah mengatur keseimbangan air, penyimpanan dan
eliminasi urin, konsentrasi garam dalam darah, keseimbangan asam-basa
darah, serta ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam (Brunner &
Suddarth dalam Wijaya, 2013).
4. Sekresi urin dan mekanisme fungsi ginjal
Glomerulus adalah saringan. Setiap 1 menit kira-kira 1 liter darah yang
mengandung 500 ccm plasma mengalir melalui semua glomeruli dan
sekitar 100 ccm (10 persen) disaring keluar. Plasma yang berisi semua
garam, glukosa, dan benda halus lainnya disaring. Sel dan protein plasma
terlalu besar untuk dapat menembusi pori saringan dan tetap tinggal dalam
aliran darah. Cairan yang disaring, yaitu filtrate glomerulus, kemudian
mengalir melalui tubula renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan
yang diperlukan tubuh dan meninggalkan yang tidak diperlukan. Dengan
mengubah-ubah jumlah yang diserap atau ditinggalkan dalam tubula, sel
dapat mengatur susunan urin di satu sisi dan susunan darah di sisi
sebaliknya. Dalam keadaan normal semua glukosa diabsorpsi kembali; air
sebagian besar diabsorpsi kembali, kebanyakan produk buangan
dikeluarkan. Dalam keadaan tertentu tubula menambah bahan pada urin
(Pearce, 2017).

B. Definisi Gagal Ginjal Akut


Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) adalah penurunan fungsi
ginjal tiba-tiba yang ditentukan dengan peningkatan kadar BUN dan kreatinin
plasma. Pengeluaran urin dapat kurang dari 40 ml per jam (oliguria), tetapi
mungkin juga jumlahnya normal atau kadang-kadang dapat meningkat (Mary,
2009).
Gagal ginjal akut adalah penurunan mendadak faal ginjal dalam 48 jam
yaitu berupa kenaikan kadar kreatinin serum 20,3 mgl dl (>26,4 pmol/l),
presentasi kenaikan kreatinin serum >50% (1,5 x kenaikan dari nilai dasar),
atau pengurangan produksi urin (oliguria yang tercatat < 0,5 ml/kg/jam dalam
waktu lebih dari 6 jam) (Ari, 2015).
Acute renal failure (ARF) atau gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu
sindroma yang ditandai kegagalan filtrasi renal yang berlangsung cepat atau
akut, akumulasi uremia, gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam
basa (Nusdianto, 2016).
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, gagal ginjal
akut adalah penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba yang ditandai dengan
kenaikan kadar kreatinin serum dan pengurangan produksi urin yang
mengakibatkan gangguan pada keseimbangan cairan tubuh.

C. Klasifikasi
1. Gagal ginjal akut pre renal (azotemia pre renal)
GGA prerenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan
histologik/morfologik pada nefron.
2. Gagal ginjal akut intra renal (azotemia intrinsik renal)
Gagal ginjal akut intra renal merupakan komplikasi dari beberapa
penyakit parenkim ginjal. Berdasarkan lokasi primer kerusakan tubulus
penyebab gagal ginjal akut inta renal, yaitu : pembuluh darah besar ginjal,
glomerulus ginjal, tubulus ginjal : nekrosi tubular akut, dan interstitial
ginjal.
3. Gagal ginjal akut post renal
GGA post renal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin
cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab
tersering adalah obstruksi, meskipun dapat juga karena ekstravasasi.
Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi
intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik (keganasan pada
pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu,
tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura).

D. Etiologi
1. Gagal ginjal akut pre renal (azotemia pre renal)
a. Deplesi volume cairan ekstrasel (ECF) absolute
- Perdarahan: operasi besar, trauma, pascapartum
- Diuresis berlebihan
- Kehilangan cairan dari gastrointestinal yang berat: muntah, diare
- Kehilangan cairan dari ruang ketiga: luka bakar, peritonisis,
pankreatitis
b. Penurunan volume sirkulasi arteri yang efektif
- Penurunan curah jantung: infark miokardium, disritmia, gagal
jantung kongestif, tamponade jantung, emboli paru
- Vasodilatasi perifer: sepsis, anafilaksis, obat anastesi,
antihipertensi, nitrat
- Hipoalbuminea: sindrom nefrotik, gagal hati (sirosis)
c. Perubahan hemodinamik ginjal primer
- Penghambat sintesis prostaglandin, aspirin dan obat NSAID lain
- Vasodilatasi arteriol eferen: penghambat enzim pengkonversi
angiotensin, misalnya kaptropil
- Obat vasokontriksi: obat alfa-adrenergik (missal norepinefrin)
angiotensin II
- Sindrioma hepatorenal
d. Obstruksi vascular ginjal bilateral
- Stenosis arteri ginjal, emboli, thrombosis
- Thrombosis vena renalis bilateral
2. Gagal ginjal akut intra renal (azotemia intrinsik renal)
Sebagai akibat penyakit ginjal primer seperti :
a. Glomerulusnefritis
b. Nefrosklerosis
c. Penyakit kolagen
d. Angitis hipersensitif
e. Nefritis intersitialis akut karena obat, kimia, atau kuman
f. Nefrosis tubuler akut
Nefropati vasomotorik akut terjadi karena iskemia ginjal sebagai
kelanjutan GGA prerenal atau pengaruh bahan nefrotoksik. Bila
iskemia ginjal sangat berat dan berlangsung lama dapat mengakibatkan
terjadinya nekrosis kortikol akut (NKA) dimana lesi pada umumnya
difus pada seluruh korteks yang besifat reversibel.
3. Gagal ginjal akut post renal
a. Obstruksi
b. Saluran kencing : batu, pembekuan darah, tumor, Kristal dan
sebagainya
c. Tubuli ginjal : kristal, pigmen, protein (mieloma)
d. Ekstravasasi

E. Patofisiologi
Terdapat tiga kategori acute renal failure atau gagal ginjal akut, yaitu
prerenal, renal dan postrenal dengan mekanisme patofisiologi berbeda.
1. Gagal ginjal akut pre renal (azotemia pre renal)
Prerenal ditandai dengan berkurangnya pasokan darah ke ginjal.
Penyebab umumnya yaitu terjadinya penurunan volume intravaskular
karena kondisi seperti perdarahan, dehidrasi, atau hilangnya cairan
gastrointestinal. Kondisi 4 berkurangnya curah jantung misalnya gagal
jantung kongestif atau infark miokard dan hipotensi juga dapat
mengurangi aliran darah ginjal yang mengakibatkan penurunan perfusi
glomerulus dan prerenal ARF (Stamatakis dalam Sujana, 2017).
Penurunan aliran darah ginjal ringan sampai sedang mengakibatkan
tekanan intraglomerular yang disebabkan oleh pelebaran arteriola aferen
(arteri yang memasok darah ke glomerulus), penyempitan arteriola eferen
(arteri yang membawa darah dari glomerulus), dan redistribusi aliran darah
ginjal ke medula ginjal. Fungsional ARF terjadi ketika mekanisme adaptif
terganggu dan hal tersebut sering disebabkan oleh obat-obatan, antara lain:
NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory Drug) merusak dilasi mediator
prostaglandin dari arteriola aferen. ACEI (Angiotensin Converting
Enzyme Inhibitor) dan ARB (Angiotensin Receptor Blocker) menghambat
angiotensin II dimediasi oleh penyempitan arteriola eferen. Siklosporin
dan takrolimus terutama dalam dosis tinggi merupakan vasokonstriktor
ginjal yang poten. Semua agen tersebut dapat mengurangi tekanan
intraglomerular dengan penurunan GFR (Glomerular Filtration Rate)
(Stamatakis dalam Sujana, 2017).
2. Gagal ginjal akut intra renal (Azotemia Intrinsik Renal)
Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah nekrosi tubular
akut disebabkan oleh keadaan iskemia dan nefrotoksin. Pada gagal ginjal
renal terjadi 13 kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis
tubular akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan tubular.
Pada kelainan vaskuler terjadi :
a. Peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang
menyebabkan sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor
dan gangguan otoregulasi
b. Terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel
endotel vaskular ginjal, yang mengakibatkan peningkatan A-II dan ET-
1 serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide yang
berasal dari endotelial NO-sintase
c. Peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan
interleukin-18, yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari
intraseluler adhesion molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel,
sehingga peningkatan perlekatan sel radang terutama sel netrofil.
Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen.
Kesuluruhan proses di atas secara bersama-sama menyebabkan
vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan GFR.
d. Salah satu Penyebab tersering GGA intrinsik lainnya adalah sepsis,
iskemik dan nefrotoksik baik endogenous dan eksogenous dengan
dasar patofisiologinya yaitu peradangan, apoptosis dan perubahan
perfusi regional yang dapat menyebabkan nekrosis tubular akut (NTA).
3. Gagal ginjal akut post renal
GGA post renal terjadi karena obstruksi aliran kemih oleh beberapa
sebab. Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi
peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal
dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah
1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat
pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat
tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai
oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan pelvis
ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24
jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari
normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan
faktor - faktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal.

Zat toksik Vaskular Infeksi Obstruksi


saluran kemih

Reaksi antigen Arterio Tertimbun


antibodi skerosis ginjal Retensi urin

Suplay darah Menekan


ginjal turun syaraf perifer

GFR turun
Nyeri

Gagal Ginjal

Retensi Na

Total CES
naik

Tek. kapiler
naik

Volume
interstisial
naik

Edema
Pre load naik

Beban jantung
naik
Tek. kapiler
naik

Hipertrovi
ventrikel kiri

Payah jantung
kiri

Bendungan
COP turun atrium kiri
naik

Aliran darah Tekanan vena


ginjal turun pulmonalis

Kapiler paru
RAA turun naik

Retensi Na Edema paru


dan H2O

Gangguan
Kelebihan
pertukaran
volume cairan
gas

F. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis gagal ginjal akut meliputi perubahan volume urin
(oliguria, poliuria), kelainan neurologis (lemah, letih, gangguan mental),
gangguan pada kulit (gatal-gatal, pigmentasi), tanda pada kardiopulmoner
(sesak, perikarditis), dan gejala pada saluran cerna (mual, nafsu makan
menurun, muntah) (Kenward & Tan dalam Winalda, 2016).
Perjalanan klinis gagal ginjal akut biasanya dibagi menjadi 3 stadium:
oliguria, dieresis, dan pemulihan. Pembagian ini dipakai pada penjelasan
dibawah ini, tetapi harus diingat bahwa gagal ginjal akut azotemia dapat saja
terjadi saat keluaran urin lebih dari 400ml/24 jam.
1. Stadium oliguria
Oliguri timbul dalam waktu 24 - 48 jam sesudah trauma dan disertai
azotemia.
2. Stadium diuresis
a. Stadium GGA dimulai bila keluaran urin lebih dari 400ml/hari
b. Berlangsung 2-3 minggu
c. Pengeluaran urin harian jarang melebih 4 liter, asalkan pasien tidak
mengalami hidrasi yang berlebih
d. Tingginya kadar urea darah
e. Kemungkinan menderita kekurangan kalium, natrium, dan air
f. Selama stadium dini dieresis kadar BUN mungkin meningkat terus
3. Stadium penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan
selama itu anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit
membaik.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pendekatan diagnosis
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis GGA sesuai dengan
yang telah dipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah
keadaan tersebut memang merupakan GGA atau merupakan suatu keadaan
akut pada PGK. Beberapa patokan umum yang dapat membedakan kedua
keadaan ini antara lain riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi penyebab
GGA, pemeriksaan klinis (anemia, neuropati pada PGK) dan perjalanan
penyakit (pemulihan pada GGA) dan ukuran ginjal. Patokan tersebut tidak
sepenuhnya dapat dipakai. Misalnya, ginjal umumnya berukuran kecil
pada PGK, namun dapat pula berukuran normal bahkan membesar seperti
pada neuropati diabetik dan penyakit ginjal polikistik. Upaya pendekatan
diagnosis harus pula mengarah pada penentuan etiologi, tahap GGA, dan
penentuan komplikasi.
2. Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan jasmani dan penunjang adalah untuk membedakan pre-
renal, renal dan post-renal. Dalam menegakkan diagnosis gagal ginjal akut
diperiksa :
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti untuk mencari
penyebabnya seperti misalnya operasi kardiovaskular, angiografi,
riwayat infeksi (infeksi kulit, infeksi tenggorokan, infeksi saluran
kemih), riwayat bengkak, riwayat kencing batu
b. Membedakan gagal ginjal akut dengan kronis misalnya anemia dan
ukuran ginjal yang kecil menunjukkan gagal ginjal kronis
c. Untuk mendiagnosis GGA diperlukan pemeriksaan berulang fungsi
ginjal yaitu kadar ureum, kreatinin atau laju filtrasi glomerulus. Pada
pasien rawat selalu diperiksa asupan dan keluaran cairan, berat badan
untuk memperkirakan adanya kehilangan atau kelebihan cairan tubuh.
Pada GGA berat dengan berkurangnya fungsi ginjal ekskresi air dan
garam berkurang sehingga dapat menimbulkan edema, bahkan sampai
terjadi kelebihan air yang berat atau edema paru. Ekskresi asam yang
berkurang juga dapat menimbulkan asidosis metabolic dengan
kompensasi 18 pernapasan Kussmaul. Umumnya manifestasi GGA
lebih didominasi oleh factor-faktor presipitasi atau penyakit utamanya.
d. Assessment pasien dengan GGA
e. Kadar kreatinin serum. Pada GGA faal ginjal dinilai dengan
memeriksa berulang kali kadar serum kreatinin. Kadar serum kreatinin
tidak dapat mengukur secara tepat LFG karena tergantung dari
produksi (otot), distribusi dalam cairan tubuh, dan ekskresi oleh ginjal.
f. Volume urin. Anuria akut atau oliguria berat merupakan indicator yang
spesifik untuk gagal ginjal akut, yang dapat terjadi sebelum perubahan
nilai-nilai biokimia darah. Walaupun demikian, volume urin pada
GGA bisa bermacam-macam, GGA prerenal biasanya hampir selalu
disertai oliguria (<400ml/hari), walaupun kadang tidak dijumpai
oliguria. GGA renal dan post-renal dapat ditandai baik oleh anuria
maupun poliuria
g. Petanda biologis (biomarker). Syarat petanda biologis GGA adalah
mampu mendeteksi sebelum kenaikan kadar kreatinin disertai dengan
kemudahan teknik pemeriksaannya. Petanda biologis diperlukan untuk
secepatnya mendiagnosis GGA. Petanda biologis ini adalah zat-zat
yang dikeluarkan oleh tubulus ginjal yang rusak, seperti interleukin 18,
enzim tubular, N-acetyl-B-glucosamidase, alanine aminopeptidase,
kidney injury molecule 1. Dalam satu penelitian pada anak-anak pasca
bedah jantung terbuka gelatinaseassociated lipocain (NGAL) terbukti
dapat dideteksi 2 jam setelah pembedahan, 34 jam lebih awal dari
kenaikan kadar kreatinin
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis
b. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat
c. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolic
d. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau
hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia
e. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam
24 jam setelah ginjal rusak
f. Warna urin kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb,
Mioglobin, porfirin
g. Ph urin lebih dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal, dan
gagal ginjal kronik
h. Klierens kreatinin urine mungkin secara bermakna menurun sebelum
BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna
i. Hb menurun pada adanya anemia
j. Pemeriksaan CT scan, MRI, EKG mungkin abnormal menunjukan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa
H. Penatalaksanaan Medis
Manajemen gangguan ini harus fokus pada penghapusan hemodinamik
kelainan penyebab atau toksin, menghindari gejala tambahan, dan pencegahan
dan pengobatan komplikasi.
1. Gagal ginjal akut pre renal
Komposisi cairan pengganti untuk pengobatan GGA pre renal akibat
hipovolemia harus disesuaikan sesuai dengan komposisi cairan yang
hilang. Hipovolemia berat akibat perdarahan harus dikoreksi dengan
packed red cells, sedangkan saline isotonik biasanya pengganti yang sesuai
untuk ringan sampai sedang perdarahan atau plasma loss (misalnya, luka
bakar, pankreatitis). Cairan kemih dan gastrointestinal dapat sangat
bervariasi dalam komposisi namun biasanya hipotonik. Solusi hipotonik
(misalnya, saline 0,45%) biasanya direkomendasikan sebagai pengganti
awal pada pasien dengan GGA prerenal akibat meningkatnya kehilangan
cairan kemih atau gastrointestinal, walaupun salin isotonik mungkin lebih
tepat dalam kasus yang parah. Terapi berikutnya harus didasarkan pada
pengukuran volume dan isotonik cairan yang diekskresikan. Kalium serum
dan status asam-basa harus dimonitor dengan hatihati. Gagal jantung
mungkin memerlukan manajemen yang agresif dengan inotropik positif,
preload dan afterload mengurangi agen, obat antiaritmia, dan alat bantu
mekanis seperti pompa balon intraaortic. Pemantauan hemodinamik
invasif mungkin diperlukan untuk memandu terapi untuk komplikasi pada
pasien yang penilaian klinis fungsi jantung dan volume intravaskular sulit.
2. Gagal ginjal akut intra renal
GGA akibat lain penyakit ginjal intrinsik seperti glomerulonefritis
akut atau vaskulitis dapat merespon glukokortikoid, alkylating agen, dan
atau plasmapheresis, tergantung pada patologi primer. Glukokortikoid juga
mempercepat remisi pada beberapa kasus interstitial nefritis alergi.
Kontrol agresif tekanan arteri sistemik adalah penting penting dalam
membatasi cedera ginjal pada hipertensi ganas nephrosclerosis, toxemia
kehamilan, dan penyakit pembuluh darah lainnya. Hipertensi dan AKI
akibat scleroderma mungkin sensitif terhadap pengobatan dengan inhibitor
ACE.
3. Gagal ginjal akut postrenal
Manajemen GGA postrenal membutuhkan kerjasama erat antara
nephrologist, urologi, dan radiologi. Gangguan pada leher uretra atau
kandung kemih biasanya dikelola awalnya oleh penempatan transurethral
atau suprapubik dari kateter kandung kemih, yang memberikan bantuan
sementara sedangkan lesi yang menghalangi diidentifikasi dan diobati
secara definitif. Demikian pula, obstruksi ureter dapat diobati awalnya
oleh kateterisasi perkutan dari pelvis ginjal. Memang, lesi yang
menghalangi seringkali dapat diterapi perkutan (misalnya, kalkulus,
sloughed papilla) atau dilewati oleh penyisipan stent ureter (misalnya,
karsinoma). Kebanyakan pasien mengalami diuresis yang tepat selama
beberapa hari setelah relief obstruksi. Sekitar 5% dari pasien
mengembangkan sindrom garam-wasting sementara yang mungkin
memerlukan pemberian natrium intravena untuk menjaga tekanan darah.
Pada dasarnya tata laksana GGA sangat ditentukan oleh penyebab
AGGA dan pada tahap apa GGA ditemukan. Jika ditemukan pada tahap
prarenal dan inisiasi, upaya yang dapat dilakukan adalah tata laksana
optimal penyakit dasar untuk mencegah pasien jatuh pada tahap GGA
berikutnya. Upaya ini meliputi rehidrasi bila penyebab GGA adalah
prarenal/hipovolemia, terapi sepsis, penghentian zat nefrotoksik, koreksi
obstruksi pascarenal, dan menghindari penggunaan zat nefrotoksik.
Pemantauan asupan dan pengeluaran cairan harus dilakukan secara rutin.
Selama tahap poliuria (tahap pemeliharaan dan awal perbaikan), beberapa
pasien dapat mengalami defisit cairan yang cukup berarti, sehingga
pemantauan ketat serta pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit
harus dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus diawasi secara ketat
dengan pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta elektrolit
urin dan serum.
4. Terapi nutrisi
Kebutuhan nutrisi pasien GGA bervariasi tergantung dari penyakit
dasarnya dan kondisi komorbid yang dijumpai.
5. Terapi pengganti ginjal
Adapun kriteria untuk memulai terapi pengganti ginal pada pasien
kritis dengan gangguan ginjal akut adalah :
a. Oliguria : produksi urin < 2000 ml dalam 12 jam
b. Anuria : produksi urin < 50 ml dalam 12 jam 24
c. Hiperkalemia : Kadar potassium > 6.5 mmol/L
d. Asidemia (keracunan asam) yang berat : pH < 7.0
e. Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L
f. Ensefalopati uremikum
g. Neuropati / miopati uremikum
h. Pericarditis uremikum
i. Natrium abnormalitas plasma : konsentrasi > 155 mmol/L atau <120
mmol/L
j. Hipertermia
k. Keracunan obat

I. Pengkajian Keperawatan
1. Data biografi
Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien
dan identitas penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama, usia,
jenis kelamin, pekerjaan, serta diagnosa medis. Penyakit gagal ginjal akut
dapat menyerang pria maupun wanita dari rentang usia manapun,
khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius, terluka serta
usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering adalah miksi terasa sesak dan sedikit-
sedikit.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit
terutama pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan
berapa lama keluhan penurunan jumlah urin output dan apakah penurunan
jumlah urin output tersebut ada hubungannya dengan predisposisi
penyebab, seperti pasca perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah
berat, luka bakar luas, cedera luka bakar, setelah mengalami episode
serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau pemakaian
antibiotic, adanya riwayat pemasangan transfuse darah, serta adanya
riwayat trauma langsung pada ginjal.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab
pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan
masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan
dokumentasikan.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV
sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering
didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami
peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan
suhu tubuh dan denyut nadi. Tekanan darah terjadi perubahan dari
hipertensi ringan sampai berat.
b. Pemeriksaan pola fungsi
- B1 (breathing)
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola
napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia
dan sindrom akut uremia. Klien bernapas dengan bau urin (fetor
uremic) sering di dapatkan pada fase ini. Pada beberapa keadaan
respons uremia akan menjadikan asidosis metabolic sehingga
didapatkan pernapasan kussmaul.
- B2 (blood)
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi
akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas
efusi pericardial sekunder dari sindrom uremic. Pada sistem
hematologic sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang
menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat
dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropotein, lesi
gastrointestinal uremic, penurunan usia sel darah merah, dan
kehilangan darah, biasanya saluran G1. Adanya penurunan curah
jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung akan memberat
kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering didapatkan
adanya peningkatan.
- B3 (brain)
Gangguan status mental, penurunan lapanf perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan
elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat
gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram
otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri
yang berlanjut pada sindrom uremia.
- B4 (bladder)
Perubahan pola kemih pada periode oliguri akan terjadi penurunan
frekuensi dan penurunan urin output <400 ml/hari, sedangkan pada
periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan
peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai tanda perbaikan
filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna
urin menjadi lebih pekat/gelap.
- B5 (bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga
sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
- B6 (bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum efek sekunder
dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, penurunan curah jantung,
penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat
2. Nyeri akut b.d penekanan syaraf perifer
3. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin, diet berlebih dan
retensi cairan serta natrium

K. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, penurunan
curah jantung, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
pertukaran gas dapat teratasi.
b. Kriteria hasil : mendemostrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi
yang adekuat, memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda
tanda distress pernafasan, tanda tanda vital dalam rentang normal.
c. Intervensi :
Airway management
- Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
- Pasang mayo bila perlu
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan
- Berikan bronkodilator bila perlu
- Berikan pelembab udara
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
- Monitor respirasi dan status 02
Respiratory monitoring
- Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
- Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
- Monitor suara nafas, seperti dengkur
- Monitor pola nafas : bradipnea, takipnea, kussmaul, hiperventilasi,
Cheyne stokes, biot
- Catat lokasi trakea
- Monitor kelelahan otot diafragma (gerakan paradoksis)
- Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
- Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi craklres dan
ronkhi pada jalan napas utama
- Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
2. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan syaraf perifer
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
berkurang.
b. Kriteria hasil : mampu mengontrol nyeri, melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri, dan menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
c. Intervensi :
Pain management
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
- Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
- Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan control nyeri masa lampau
- Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
- Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
- Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic administration
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
- Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic
ketika pemberian lebih dari satu
- Tentukan pilihan analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri
- Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
- Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic
pertama kali
- Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat
- Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan gejala
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin,
diet berlebih dan retensi cairan serta natrium
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
kelebihan volume cairan dapat teratasi.
b. Kriteria hasil : terbebas dari edama, efusi, anaskara, bunyi nafas bersih,
tidak ada dyspneu/ortopneu, terbebas dari distensi vena jugularis,
reflek hepatojugular (+), output jantung dan vital sign dalam batas
normal.
c. Intervensi :
Fluid management
- Pertahankan cairan intake dan output yang akurat
- Pasang urin kateter jika diperlukan
- Monitor hasil Hb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hmt,
osmolalitas urin)
- Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan
PCWP
- Monitor vital sign
- Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP, edema,
distensi vena leher, asites)
- Kaji lokasi dan luas edema
- Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori
- Monitor status nutrisi
- Kolaborasi pemberian diuretic sesuai interuksi
- Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan
serum Na <130 mEq/l
- Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
Fluid monitoring
- Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi
- Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidakseimbangan
carian (hipertermia, terapi diuretic, kelainan renal, gagal jantung,
diaphoresis, disfungsi hati, dll)
- Monitor berat badan, BP, HR, dan RR
- Monitor serum dan elektrolit urin
- Monitor serum dan osmilalitas urin
- Monitor tekanan darah orthostatic dan perubahan irama jantung
- Monitor parameter hemodinamik infasif
- Catat secara akurat intake dan output
- Monitor adanya distensi leher, rinchi, oedema perifer dan
penambahan BB
- Monitor tanda dan gejala dari odema
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather dan Shigemi Kamitsuru. 2018. NANDA-I Diagnosis


Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Edisi 11. Jakarta: EGC.
Laily Ulandaru, Sujono, dan Sistiyono. 2019. Perbedaan Kadar Kalium
Plasma Lithium Heparin dengan Penggunaan Separator Tube dan
Vacutainer Pada Pasien Post Hemodialisa. Skripsi. Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta. Web : http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/700/
(di akses pada hari selasa, 21 juli 2020 jam 12.34)
Mary Baradero, Mary Wilfrid Dayrit, dan Yakobus Siswadi. 2009. Klien
Gangguan Ginjal: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA, NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid
II. Yogyakarta: Mediaction
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai
Kasus. Edisi Revisi Jilid II. Yogyakarta: Mediaction.
Nusdianto Triakoso. 2016. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: AUP.
Pearce, Evelyn C. 2017. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. KMB 1 Keperawatan
Medikal Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Winalda, Gabela Ardavy dan Nurul Mutmainah. 2016. Evaluasi Ketepatan
Terapi Obat Pada pasien Gagal Ginjal di Instalasi Rawat Inap RSUD
Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Web : http://eprints.ums.ac.id/45547/ (di akses pada hari
selasa, 21 Juli 2020 jam 07.27)

Anda mungkin juga menyukai