Anda di halaman 1dari 28

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Darah di dalam tubuh bukan sekedar suatu benda cair. Darah terdiri dari
beberapa bagian atau komponen penyusunnya. Yaitu bagian yang cair, disebut
plasma darah, dan bagian yang padat atau sel-sel darah. Bagian yang padat atau
sel-sel darah terdiri dari sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah. Darah
kita beredar dalam pembuluh darah dan tidak ada yang keluar dari pembuluh
darah. Dan juga tidak ada aliran darah di luar pembuluh darah. Jika yang terakhir
ini yang terjadi berarti pembuluh darah mengalami pecah. Kejadian ini sering
disebut perdarahan (Surtiretna, 2006).
Bila terjadi perdarahan maka sel darah merah dengan hemoglobinnyasebagai
pembawa oksigen hilang. Pada perdarahan sedang, sel-sel itu diganti dalam waktu
beberapa minggu berikutnya. Tetapi bila kadar hemoglobin turun sampai 40%
atau di bawahnya, maka diperlukan transfusi darah (Pearce, 2000).
Transfusi darah merupakan tindakan yang dilakukan pada seseorang yang
membutuhkan darah dengan cara memasukkan darah melalui vena dengan
menggunakan set transfusi. Pemberian transfusi darah digunakan untuk memenuhi
volume sirkulasi darah, memperbaiki kadar hemoglobin dan protein serum.
Tindakan ini dapat dilakukan pada seseorang yang kehilangan darah, seperti pada
operasi besar, perdarahan postpartum, kecelakaan, dan penyakit kekurangan kadar
Hb atau kelainan darah. Dalam pemberian darah harus diperhatikan kondisi
pasien, kemudian kecocokan darah melalui nama pasien, label darah, golongan
darah, dan periksa warna darah (terjadi gumpalan atau tidak), homogenitas
(bercampur rata atau tidak) (Hidayat dan Musrifatul, 2004).
Pada saat terjadi luka, jika kulit hilang seperti pada luka bakar atau saat kulit
terluka, infeksi dapat terjadi. Walaupun demikian, luka kecil jarang menyebabkan
infeksi yang parah karena karena luka kecil memicu respons imun kulit. Sistem

1
2

imun melindungi tubuh terhadap agens lingkungan yang asing bagi tubuh (Sloane,
2003).

1.2 Rumusan Masalah


Apakah darah berperan dalam sistem imun.

1.3 Tujuan
Agar mengetahui tentang darah, sistem imun, dan homeostasis dalam tubuh.

1.4 Hipotesa
Darah berperan dalam sistem imun.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Darah
Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya (elemen pembentuk)
tertahan dan dibawa dalam matriks cairan (plasma). Darah lebih berat dan lebih
kental dibandingkan air. Cairan ini memiliki rasa dan bau yang khas, serta PH 7,4
(7,35-7,45). Warna darah bervariasi dari merah terang sampai merah tua kebiruan,
bergantung pada kadar oksigen yang dibawa sel darah merah (Pearce,2000).
Fungsi darah antara lain :
1. Transpor
Makanan, gas, hormon, mineral, enzim, dan zat-zat vital lainnya dibawa
darah ke seluruh sel tubuh. Zat-zat sisa dibawa darah menuju paru-paru,
ginjal, atau kulit untuk dikeluarkan dari tubuh.
2. Mempertahankan Suhu Tubuh
Pembuluh darah berkontriksi untuk mempertahankan panas tubuh dan
berdilatasi untuk melepaskan panas pada permukaan kulit.
3. Perlindungan
Sistem darah dan limfatik melindungi tubuh terhadap cedera dan invasi
benda asing melalui sistem imun. Mekanisme pembekuan darah mencegah
kehilangan darah.
4. Pendaparan (buffering)
Protein darah memberikan sistem buffer asam-basa untuk
mempertahankan PH optimum darah.
(Sloane, 2003)

2.1.1 Hematopoiesis (Produksi) Elemen Pembentuk


Hematopoiesis terjadi sejak masa embrional. Hematopoiesis menurut waktu
terjadinya terbagi atas hematopoiesis prenatal dan hematopoiesis postnatal.
Hematopoiesis prenatal terjadi selama dalam kandungan. Hematopoiesis prenatal
terdiri atas 3 fase: mesoblastik, hepatik, dan mieloid. Fase mesoblastik dimulai

3
4

sejak usia mudigah 14 hari sampai minggu kesepuluh, berlangsung di yolk sac
(saccus vitelinus). Sedangkan fase hepatik berlangsung mulai minggu keenam
sampai kelahiran, berlangsung di mesenkim hepar, dan mulai terjadi differensiasi
sel. Fase mieloid berlangsung dalam sumsum tulang pada usia mudigah 12-17
minggu, ini menandakan sudah berfungsinya sumsum tulang untuk menghasilkan
sel darah.
Organ yang berperan dalam proses hematopoiesis adalah sumsum tulang
dan organ retikuloendotelial (hati dan spleen).  Jika terdapat kelainan pada
sumsum tulang, hematopoiesis terjadi di hati dan spleen. Ini disebut
hematopoiesis ekstra medular. Sumsum tulang yang berperan dalam pembentukan
sel darah adalah sumsum tulang merah, sedangkan sumsum kuning hanya terisi
lemak. Pada anak kurang dari 3 tahun, semua sumsum tulang dari sumsum tulang
berperan sebagai pembentuk sel darah. Sedangkan saat dewasa, sumsum merah
hanya mencakup tulang vertebra, iga, sternum, tengkorak, sakrum, pelvis, ujung
proksimal femur dan ujung proksimal humerus.
Semua sel darah diturunkan dari hemositoblas (sel batang yang primitif)
yang terbagi menjadi 5 jenis :
1. Proeritroblas: mengalir melalui sejumlah tahapan (eritoblas basofilik,
kromatofilik, normoblas, retikulosit). Setelah matang menjadi eritrosit.
(b)Selama masa perkembangan, eritrosit mensintesis hemoglobin. Suatu
pigmen pembawa oksigen, dan melepas organelnya.nukleus mengecil dan
akhirnya keluar dari sel.
(c)Setelah nukleus hilang, eritrosit tetap berada dalam susum tulang selama
beberapa hari sampai matang dan kemudian dilepas kedalam sirkulasi.
2. Mieloblas merupakan asal promeilosit, yang mengalami penyimpangan dalam
perkembangannya dan menjadi tiga jenis sel darah yang disebut granulosit:
neutrrofil, eusinofil, basofil.
3. Limfoblas merupakan asal limfosit.
4. Monoblas merupakan asal dari monosit. Limfosit dan monosit ddisebut
agranulosit.
5. Megakarioblas membentuk megakariosit,yang merupakan asal dari trombosit.
5

Sel darah yang dalam proses pematangan memiliki karakteristik umum yang
sama, yaitu:
1. Semakin matang, ukurannya semakin kecil
2. Semakin matang, rasionya semakin menurun. Hal ini menandakan bahwa
inti sel semakin mengecil saat sel darah semakin matang.
(Sloane, 2003).

2.1.2 Komponen Darah

Secara umum darah digolongkan menjadi dua komponen, yaitu :


1. Plasma Darah
Adalah cairan bening kekuning-kuningan, terdiri dari 92% air, 7%
protein plasma, dan mengandung nutrien (asam amino, lipid, gula), gas darah
(O2,CO2), vitamin, elektrolit (Na, K, Mg, Cl, Fosfat) , dan zat sisa.
Ada tiga jenis protein plasma yang utama, yaitu :
a. Albumin
Merupakan protein plasma yang terbanyak, sekitar 60% tetapi ukurannya
paling kecil. Albumin disintesis dalam hati dan bertanggungjawab untuk
tekanan osmotik koloid.
b. Globulin
Membentuk sekitar 30% protein plasma. Alfa dan beta globulin disintesis di
hati, dengan fungsi utama sebagai molekul pembawa lipid, beberapa
hormon, dan zat penting tubuh. Gamma globulin (imunoglobulin) adalah
6

antibodi yang diproduksi oleh jaringan limfoid dan berfungsi dalam


imunitas.
c. Fibrinogen
Membentuk 4% protein plasma, disintesis di hati dan merupakan komponen
yang berperan dalam mekanisme pembekuan darah.
(Sutiretna, 2006).
2. Sel darah
Sel darah terdiri atas 3 komponen, yaitu :
a. Eritrosit (Sel Darah Merah)

Sel darah merah (eritrosit) membawa hemoglobin dalam sirkulasi. Sel


ini berbentuk lempeng bikonkaf dan dibentuk di sumsum tulang. Eritrosit
terbungkus dalam membran sel dengan permeabilitas tinggi, membran ini
elastis dan fleksibel, sehingga memungkinkan eritrosit menembus kapiler.
Eritrosit kehilangan intinya sebelum memasuki peredaran darah. Pada
manusia, sel ini berada dalam sirkulasi selama kurang lebih 120 hari
Eritrosit mengandung hemoglobin, sejenis pigmen pernafasan yang
mengikat oksigen. Jika hemoglobin terpajan oksigen, dia akan membentuk
oksihemoglobin yang berwarna merah terang. Jika oksigen dilepas ke
jaringan, maka hemoglobin tersebut disebut deoksihemoglobin yang
warnanya terlihat lebih gelap atau bahkan kebiruan. Fungsi dari eritrosit
yaitu berperan dalam transpor O2 ke seluruh jaringan melalui pengikatan
hemoglobin terhadap oksigen, dan berperan penting dalam pengaturan PH
darah karena hemoglobin merupakan buffer asam-basa (Ganong, 2008).
b. Leukosit (Sel darah Putih)
7

Tipe Gambar Keterangan

Neutrofil 60% Memliliki granula kecil berwarna merah


muda. Neutrofil sangat fagositik dan
sangat aktif. Sel ini sampai di jaringan
terinfeksi untuk menyerang dan
menghancurkan agen penyebab cedera.
Aktivitas dan matinya neutrofil dalam
jumlah yang banyak menyebabkan
adanya nanah.

Eosinofil 1-3% Eosinofil memiliki granula sitoplasma


yang kasar dan besar. Sel ini adalah
fagosittik lemah. Meningkatnya eosinofil
menandakan banyaknya parasit, sel ini
juga berfungsi dalam detoksikasi
histamin yang diproduksi sel mast saat
inflamasi berlangsung. Eusinofil juga
mengandung peroksidase dan fosfatase,
yaitu enzim yang mampu menguraikan
protein.

Basofil <1% Basofil memiliki granula sitoplasma


besar yang bentuknya tidak beraturan
dan akan berwarna keunguan. Sel ini
mengandung histamin untuk
meningkatkan aliran darah ke jaringan
yang cedera, dan juga heparin untuk
mencegah penggumpalan darah.

Limfosit 30% Limfosit ditemukan dalam jaringan


limfatik. Darah mempunyai tiga jenis
8

limfosit:
 Sel B: Sel B membuat antibodi
yang mengikat patogen lalu
menghancurkannya. (Sel B tidak
hanya membuat antibodi yang dapat
mengikat patogen, tapi setelah
adanya serangan, beberapa sel B akan
mempertahankan kemampuannya
dalam menghasilkan antibodi sebagai
layanan sistem 'memori'.)
 Sel T: Membantu Sel T
mengkoordinir tanggapan ketahanan
serta penting untuk menahan bakteri
intraseluler. Sel T juga dapat
membunuh sel yang terinfeksi virus.
 Sel natural killer: Sel ini dapat
membunuh sel tubuh yang tidak
menunjukkan sinyal bahwa dia tidak
boleh dibunuh karena telah terinfeksi
virus atau telah menjadi kanker.
Monosit 3-8% Monosit sangat fagositik dan sangat
aktif. Sel ini juga mampu memberikan
potongan patogen kepada sel T sehingga
patogen tersebut dapat dihafal dan
dibunuh, atau dapat membuat tanggapan
antibodi untuk menjaga.
Makrofag Monosit dikenal juga sebagai makrofag
setelah dia meninggalkan aliran darah
serta masuk ke dalam jaringan.
9

c. Trombosit (Keping darah)

Trombosit adalah benda kecil bergranula yang membentuk agregat


(kumpulan) di tempat cedera pembuluh darah. Bentuknya bulat atau oval
dengan pinggir tidak teratur. Sel ini tidak memiliki nucleus dan berdiameter
2-4 µm. Jumlahnya sekitar 300.000 per µL darah dan pada keadaan normal
mempunyai waktu-paruh sekitar 4 hari. Trombosit mempunyai suatu cincin
mikrotubulus di sekeliling tepinya dan invaginasi (lekukan) membrane yang
luas dengan system saluran kompleks yang berhubungan dengan cairan
ekstasel. Membran selnya mengandung reseptor untuk kolagen, ADP, dan
fibrinogen (Ganong, 2008).

2.1.3 Pembekuan Darah

Mekanisme pembekuan darah melibatnya suatu rangkaian proses yang cepat


1. Hemostasis
a. Vasokontriksi, jika pembuluh darah terpotong, trombosit pada sisi yang
rusak akan melepas serotonin dan prostaglandin yang menyebabkam otot
10

polos dinding pembuluh darah berkontriksi. Hal ini pada awalnya akan
mengurangi darah yang hilang
b. Plug Trombosit, trombosit membengkak, menjadi lengket, dan menempel
pada serabut kolagen pembuluh darah yang rusak, membentuk plug
trombosit. Trombosit melepas ADP untuk mengaktivasi trombosit lain,
sehingga mengakibatkan agregasi trombosit untuk memperkuat plug
trombosit. Jika kerusakan pembuluh darah sedikit, maka plug trombosit
mampu menghentikan pendarahan. Jika kerusakan besar, maka plug
trombosit dapat mengurangi pendarahan, sampai proses bekuan darah
terbentuk (Sloane,2003).
2. Pembentukan Bekuan Darah
Tromboplastin yang dilepas oleh sel-sel jaringan yang rusak
mengaktivasi protrombin dengan bantuan ion Kalsium untuk membentuk
trombin. Trombin mengubah fibrinogen yang dapat larut menjadi fibrin yang
tidak dapat larut. Benang-benang fibrin membentuk jaring-jaring fibrin, yang
menangkap sel darah merah dan rombosit serta menutup aliran darah yang
melalui pembuluh yang rusak (Sloane,2003).
3. Fibrinolisis
Fibrinolisis adalah proses penghancuran deposit fibrin, sehingga aliran
darah akan terbuka kembali. Sistem fibrinolisis mulai bekerja sesaat setelah
terbentuknya bekuan fibrin. Deposisi fibrin akan merangsang aktivasi plasmin,
plasmin yang terbentuk akan memecah fibrinogen dan fibrin. Dengan proses
ini fibrin yang tidak diperlukan dilarutkan sehingga hambatan terhadap aliran
darah dapat dicegah. Untuk menghindari terjadinya aktivitas fibrinolisis yang
berlebihan, tubuh mempunyai mekanisme kontrol berupa inhibitor aktivator
plasminogen yang akan menetralkan aktivitas plasmin yang masuk ke sirkulasi
(Sloane,2003)..
2.1.4 Penggolongan Darah
Berdasarkan ada atau tidaknya zat antigen pada permukaan membran
eritrosit, penggolongan darah diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Sistem Penggolongan Darah ABO
11

Tahun 1900 Karl Landstainer mengemukakan penemuannya tentang


golongan darah manusia. Penemuan Landstainer ini, yaitu golongan darah
ABO, berdasarkan:
1. Faktor yang terdapat di permukaan eritrosit yaitu antigen, zat yang
menentukan golongan darah manusia.
2. Faktor yang terdapat dalam plasma serum yaitu antibodi, zat anti yang
dapat menghancurkan antigen yang menjadi lawannya
Antigen atau disebut juga aglutinogen merupakan suatu zat yang berupa
protein, polisakarida atau keduanya yang dapat menggugah sistem imunitas
untuk menanggapi antigen yang bersangkutan, terletak pada permukaan
eritrosit, dan mempermudah aglutinasi (Santosa, 1989).
Antibodi merupakan protein terutama fraksi gamaglobulin, yang dibentuk oleh
sel plasma sebagai tanggapan terhadap induksi aglutinogen dan dapat bereaksi
secara khusus hanya dengan antigen yang bersesuaian teteapi dapat juga bereaksi
dengan antigen lain. Antibodi yang terlibat dalam penggolongan darah ini aglutinin
(zat anti).
Golongan darah Aglutinin Antigen (aglutinogen)
A Anti B A
B Anti A B
AB Anti - AB
O Anti A, B -

2. Sistem Penggolongan darah Rhesus


Rhesus adalah protein (antigen) yang terdapat pada permukaan sel darah
merah yang ditemukan pertama kali oleh landstainer dan liner pada 1940
melalui injeksi darah merah kera rhesus ke tubuh kelinci. Zat anti yang di
temukan dalam tubuh kelinci itu kemudian dinamakan anti rhesus dan ternyata
anti rhesus itu juga dapat mengaglutinasikan sel darah merah sebagian
manusia. Seorang yang darahnya teraglutinasi bila direaksikan dengan anti
rhesus ini dikatakan memiliki antigen rhesus. Adanya antigen D menunjukkan
seseorang memiliki golongan darah Rhesus positif, sedangkan tidak adanya
antigen tersebut berarti individu memiliki golongan darah Rhesus negatif.
12

Ketidak cocokan golongan Rh antara suami dan istri dapat


mengakibatkan kematian pada bayi yang dikandungnya. Jika anak yang
dikandung bergolongan darah Rh+ maka akan terbentuk antigen Rh dalam
darah bayi yang mengakibatkan penggumpalan. Kelahiran bayi pertama
selamat, tetapi bayi selanjutnya akan menderita eritroblastosis fetalis atau
disebut sakit kuning (Alfiansyah, 2012).

2.1.5 Penyakit Pada Darah


Macam-macam penyakit yang berhubungan dengan darah dan peredarannya
(Arif, 2009):
1. Hemophilia
Yaitu kelainan darah karena darahnya tidak mempunyai atau kekurangan faktor
pembeku (AGH atau hormone antiglobulin)
2. Anemia
Yaitu kelainan yang disebabkan jumlah sel darah merah sedikit atau sel darah
merah tidak mengandung Hb.
3. Hipotensi
Yaitu penyakit tekanan darah rendah. Tekanan sistolnya dibawah 100mmHg
4. Hipertensi
Yaitu tekanan darah pada arteri di atas normal. Nilai ambang sistolenya
mencapai 140-200 mmHg atau lebih , dan nilai ambang tekanan distolenya 90-
110 mmHg atau lebih.
5. Aterosklerosis
13

Yaitu pergeseran dan degenerasi diding arteri akibat penumpukan endapan


bahan lemak, terutama kolestrol. Jika penyumbatan dari zat kapur, disebut
arteriosklerosis.
6. Aneurisma
Yaitu pembengkakan pembuluh darah. Ateroskelerosis dan hipertensi dapat
melemahkan dinding arteri hingga dapat menimbulkan aneurisma .
7. Leukemia
Yaitu gangguan berupa peningkatan jumlah sel darah putih yang abnormal,
sedangkan jumlah sel darah merah dan trombosit menurun. Penyebab leukemia
antara lain virus, radiasi sinar gelombang pendek dan mutasi.
2.2 Sistem Limfatik
Sistem limfatik membawa cairan dan protein yang hilang kembali ke darah,
merupakan suatu sistem sirkulasi sekunder yang berfungsi mengalirkan limfa atau
getah bening di dalam tubuh. Limfa berasal dari plasma darah yang keluar dari
sistem kardiovaskular ke dalam jaringan sekitarnya. Cairan ini kemudian
dikumpulkan oleh sistem limfa melalui proses difusi ke dalam kelenjar limfa dan
dikembalikan ke dalam sistem sirkulasi.
Di sepanjang pembuluh limfa terdapat organ yang disebut nodus (simpul)
limfa (lymph node) atau nodus getah bening yang menyaring limfa. Di dalam
nodus limfa terdapat jaringan ikat yang berbentuk seperti sarang lebah dengan
ruang-ruang yang penuh dengan sel darah putih. Sel-sel darah putih tersebut
berfungsi untuk menyerang virus dan bakteri. Organ-organ limfa diantanya
kelenjar getah bening (limfonodus), tonsil, tymus, limpa ( spleen atau lien) ,
limfonodulus. Nodus limfaticus terdapat di sepanjang jalur pembuluh limfe
berupa benda oval atau bulat yang kecil. Fungsi utama nodus limfaticus untuk
menyaring antigen dari limfe dan menginisiasi respon imun. Timus berfungsi
untuk memproduksi leukosit khususnya limfosit T (Syaifuddin, 2002).
Fungsi sistem limfa yaitu:
1. Mengembalikan cairan & protein dari jaringan ke sirkulasi darah
2. Mengangkut limfosit
3. Membawa lemak emulsi dari usus
14

4. Menyaring dan menghancurkan mikroorganisme untuk menghindarkan


penyebaran
5. Menghasilkan zat antibodi

2.3 Sistem imun


Sistem imun adalah suatu sistem kompleks yang memberikan perlindungan
untuk menghadapi agen asing spesifik seperti bakteri, virus, toksin, atau zat lain
yang oleh tubuh dianggap “bukan bagian diri”. Tiga jenis sel yang memegang
peranan penting dalam imunitas: sel B ( limfosit B), sel T ( limfosit T), dan
makrofag. Sistem imun terdiri atas pertahanan non spesifik dan pertahanan
spesifik :
1. Pertahanan Tubuh Non Spesifik
Memberikan perlindungan umum terhadap jenis agen. Secara umum
pertahanan tubuh non spesifik ini terbagi menjadi pertahanan fisik, mekanik,
dan kimiawi (Akib,dkk., 2008).

a. Barier fisik, Kimia, dan Mekanik terhadap agens infeksi.


1. Kulit yang utuh menjadi salah satu garis pertahan pertama karena
sifatnya yang permeabel terhadap infeksi berbagai organisme.
2. Membran Mukosa yang melapisi permukaan bagian dalam tubuh
mensekresi mukus untuk menjebak mikroba dan partikel asing lainnya
serta menutup jalur masuk ke sel epitel. Sebagai contoh, partikel besar
yang masuk dalam ruang nasal disaring oleh rambut dalam hidung dan
tertahan dalam mukus. Partikel besar yang masuk dalam saluran
pernapasan akan dikeluarkan saat bersin dan batuk.
3. Cairan tubuh yang mengandung agens antimikroba, misalnya
mikroorganisme dapat dihancurkan oleh enzim lisozom dalam saliva,
sekresi nasal, dan air mata.
4. Pertahanan Mekanik
15

 Bersin, reaksi tubuh karena ada benda asing (bakteri, virus, benda, dan
lain-lain yang masuk hidung) reaksi tubuh untuk mengeluarkan
dengan bersin.
 Bilasan air mata, saat ada benda asing produksi air mata berlebih
untuk mengeluarkan benda tersebut.
 Bilasan saliva, kalau ada zat berbahaya produksi saliva berlebih untuk
menetralkan.
 Urine dan feses, jika berlebih maka respon tubuh untuk segera
mengeluarkannya.
(Sloane, 2003).
b. Fagositosis adalah garis pertahan kedua tubuh terhadap agens infeksi proses
ini terdiri dari penelanan dan pencernaan mikroorganisme serta toksin yang
berhasil masuk kedalam tubuh.
1. Fagosit utama tubuh adalah neutrofil darah dan makrofag jaringan
2. Neutrofil dan makrofag bergerak ke seluruh jaringan melaului
kematoksis yaitu gerakan sel leukosit yang dipengaruhi zat kimia.
Makrofag berperan penting dalam memfasilitasi imun (Sloane, 2003).
c. Inflamsi adalah respon jaringan terhadap cedera akibat infeksi
1. Tanda-tanda lokal respons inflamasi meliputi Rubor (kemerahan), Kalor
(panas), Tumor (pembengkakan), Dolor (nyeri), Fungsiolaesa
( perubahan fungsi).
2. Efek sistematik inflamasi meliputi demam dan leukositos.
a. Demam atau suhu bandan tinggi yang abnormal dapat terjadi dalam
kaitanya dengan inflamasi.
 Pirogen eksogen (pencetus demam) yang dilepas bakteri dan
pirogen endogen yang dilepas berbagai leukosit, bekerja pada
hipotalamus untuk mengatur kembali kendali suhu normal ke suhu
yang lebih tinggi.
 Penyesian tubuh terhdapa peningkatan suhu meliputi
vasokontruksi untuk mengurangi panas, menggigil dan gemetar
16

untuk meningkatkan panas tubuh, dan penignkatan laju metabolik


akibat suhu badan menjadi lebih tinggi.
b. Leukositos ( peningkatan jumlah leukosit dalam darah ) terjadi akibat
peningkatan kebutuhan jumlah sel darah putih tambahan dan
penigkatan produksi sel tersebut dalam sumsum tulang (Sloane, 2003).
d. Zat antivirus dan anti bakteri non spesifik diproduksi tubuh untuk
perlindungan tubuh terhadap infeksi.
1. Interferon ( IFN ) adalah protein antivirus yang dapat disintesis oleh
hampir setiap jenis sel hospes
a. Jenis-jenis interferon
o Interferon alfa diproduksi oleh leukosit yang terinfeksi virus
o Interferin beta diproduksi oleh fibroblast yang terinfeksi virus.
o Interferon gamma diproduksi oleh 2 jenis limfosit imun.
b. Fungsi IFN meghalangi multiplikasi virus dan juga memegang
peranan dalam modulasi aktivitas imun (Sloane, 2003).
2. Sistem Komplemen adalah sekelompok protein plasma yang bersirkuasi
dalam darah. Fungsi keseluruhan sitem komplemen adalah untuk
menyerang dan mengancurkan penyusup
(Sloane, 2003)
2.. Pertahan Spesifik
Sistem imun ini dapat membedakan berbagai zat asing dan responsnya.
Respons imuns memiliki kemampuan untuk mengingat kembali kontak
sebelumnya dengan suatu agens tertentu, sehingga pajanan berikutnya akan
menimbulkan respons yang lebih cepat dan lebih besar. Sistem imun dapat
membedakan agens-agens asing, dan sel tubuh sendiri serta protein, walaupun
respons terhadap “diri sendiri” dapat terjadi dan membentuk suatu kondisi yang
disebut autoimunitas. Autoimun adalah kegagalan toleransi diri imunologis yang
menyebabkan respon sistem imun melawan sel tubuh sendiri (Pack,2007).

Komponen dari respon imun yaitu antigen dan antibodi. Antigen adalah
suatu zat yang menyebabkan respon imun spesifik. Sedangkan antibodi adalah
17

suatu protein dapat larut yang dihasilkan sistem imun sebgai respon terhadap
keberadaan antigen dan akan bereaksi khususnya dengan antigen tersebut
(Sloane, 2003).
Ada lima kelas antibodi (imunoglobin) (Ig), antara lain :
1. Molekul IgA  ditemukan dalam keringat, saliva, air mata. Fungsi
utamanya adalah untuk melawan mikroorganisme pada setiap titik masuk ke
dalam tubuh.
2. Molekul IgD  ditemukan dalam limfe dan limfosit B. Fungsinya memicu
respon imun.
3. Molekul IgE  ditemukan dalam darah, kadarnya meningkat selama reaksi
alergi. Molekul ini terikat pada reseptor sel mast dan basofil serta
menyebabkan pelepasan histamin.
4. Molekul IgG  merupakan satu-satunya imunitas yang dapat menembus
plasenta dan memberikan imunitas pada bayi baru lahir. Fungsinya sebagai
pelindung terhadap mikroorganisme yang bersirkulasi, mengaktivasi sistem
komplemen, dan meningkatkan keefektifan sel fagosit.
5. Molekul IgM  merupakan antibodi pertama yang tiba di sisi infeksi pada
pajanan awal terhadap antigen. Antibodi IgM mengaktivasi komplemen dan
memperbanyak fagositosis.
(Sloane, 2003).

2.3.1 Jenis Imunitas


6. Imunitas Aktif
Didapat akibat kontak langsung dengan mikroorganisme atau toksin sehingga
tubuh memproduksi antibodinya sendiri.
a. Imunitas aktif alami terjadi jika seseorang terpapar satu penyakit dan sistem
imun memproduksi antibodi serta limfosit khusus, imunitas bersifat seumur
hidup ( campak, cacar ) atau sementara.
18

b. Imunitas aktif buatan merupakan hasil vaksinasi. Vaksin dibuat dari patogen
yang mati atau dilemahkan atau toksin yang telah diubah, vaksin ini dapat
merangsang respons imun tetapi tidak menyebabkan penyakit.
7. imunitas pasif terjadi jika antibodi dipindah dari satu individu ke individu lain
a. Imunitas pasif alami terjadi pada janin saat antibodi ibu masuk menembus
plasenta janin dan memberi perlindungan sementara.
b. Imunitas pasif buatan adalah imunitas yang diberikan melalui injeksi
antibodi yang diproduksi oleh orang atau hewan yang kebal karena pernah
terpapar suatu antigen (Sloane, 2003).

2.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sistem Imun


Terdapat sejumlah faktor yang dapat berpengaruh terhadap fungsi sistem imun,
selain faktor genetik sendiri. Di antara faktor-faktor tersebut yaitu (Subowo,
2009):

1. Faktor metabolik
Hormon tertentu dapat berpengaruh terhadap respons imun tubuh. Hal ini dapat
di amati misalnya pada keadaan hipodrenalisme akan menyebabkan menurunya
daya tahan tahan terhadap infeksi. Demikian pula pada orang-orang yang
mendapatkan pengobatan sediaan steroid sangat mudah mendapatkan infeksi
bakteri maupun virus. Steroid tersebut berkhasiat dalam menghambat
fagositosis, produksi antibodi dan menghambat proses peradangan.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan yang kotor akan meningkatkan bibit-bibit penyakit, lingkungan
yang kotor juga dapat menurunkan daya tahan tubuh seseorang.
3. Faktor gizi
Kekurangan gizi pada seseorang sangat berpengaruh terhadap respon imunnya.
Gizi yang cukup dan seimbang sangat penting untuk berfungsinya sistem imun
secara normal. Dengan demikian kekurangan gizi dapat merupakan penyebab
utama timbulnya difisiensi imun (immuno deficiency).
4. Faktor sawar anatomik
19

Garis pertahanan pertama dalam menghadapi invasi mikroba biasanya terdapat


garis kulit dan selaput lendir yang keduanya melapisi serta melindungi tubuh
terhadap lingkungan luar. Pada lapisan kulit dan selaput lendir terdapat
berbagai jenis struktural yang bertindak sebagai pelindung,seperti misalnya
rambut, sel-sel yang memiliki bulu getar, atau lapisan keratin yang terdapat
pada permukaan epidermis kulit. Apabila lapisan kulit dan selaput lendir rusak
maka akan memudahkan invasi mikroba ke dalam tubuh.
5. Faktor umur
Efektivitas fungsi sistem imun secara bertahap semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. Tetapi hal ini tidak berarti, jika orang lanjut usia memiliki
sistem imun yang lebih efektif dengan individu yang berumur lebih muda. Pada
umumnya individu yang berumur lebih muda berbeda kualitas sitem imunnya
dengan usia yang lebih lanjut, hal ini disebabkan oleh kemunduran biologik
secara umum, juga disebabkan oleh pengaruh mengecilnya kelenjar timus
dengan bertambahnya umur.
6. Faktor mikroba
Keberadaan mikroba yang tidak patogen pada permukaan luar dan dalam tubuh
dibutuhkan untuk peningkatan daya tahan tubuh, karena bakteri tersebut akan
merangsang pembentukan antibodi alami (natural antibody) yang dibutuhkan
untuk menangkal invasi bakteri yang patogen.

2.4 Infus
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian
sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena
(pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan
ari tubuh (Brouwer, 1995).
Ketika terjadi gangguan homeostasis (keseimbangan cairan tubuh)
maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk mengembalikan
keseimbangan air dan elektrolit (Lukas, 2011).
20

Menurut Brouwer (1995) secara umum, keadaan-keadaan yang dapat


memerlukan pemberian cairan infus adalah:
1. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah)
2. Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah)
3. Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha)
(kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
4. “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada
dehidrasi)
5. Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)
6. Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)
7. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan
tubuh dan komponen darah)

2.4.1 Komplikasi Pemasangan Infus


1. Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat
pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat
penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan”
berulang pada pembuluh darah.
2. Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan
pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh
darah.
3. Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi
akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
4. Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi
akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh
darah.

2.5 Tranfusi Darah


21

Transfusi darah adalah pemindahan darah dari orang yang sehat kepada orang
yang sakit yang memerlukan (Syamsul, 1989).
Tranfusi dikerjakan pertama kali kurang lebih 100 tahun yang lalu dimana
pengetahuan dalam bidang fisiologi dan pengetahuan tentang srikulasi masih
sempit sekali oleh karena itu banyak kegagalan yang dialami. Dengan
berkembanganya ilmu pengetahuan berkembang pula pengetahuan, tentang
tranfusi. Berkat ditemukannya penggolongan darah ABO, asam sitrat sebagai
antikoagulan, berkuranglah ancaman kematian akibat transfusi (Syamsul,1989).

2.5.1 Indikasi Tranfusi


Mengingat tranfusi bukan pekerjaan yang ringan dan banyak efek
sampingan maka pelaksanaannya harus dengan indikasi (Syamsul, 1989).
Penderita-penderita yang karena suatu hal mengalami gangguan srikulasi
baik yang akut maupun kronik sehingga mengancam kehidupannya perlu
menambah darah dari luar. Satu-satunya usaha yang paling tepat adalah
mengerjakan tranfusi (Syamsul, 1989).
Kita tinjau pendarahan akut:
a. Pendarahan sampai 10% (500cc), tidak memerlukan tranfusi
b. Pendarahan 10-15% memerlukan infusi
c. Pendarahan lebih dari 15% memerlukan tranfusi
Pada pendarahan yang kronis dengan kadar Hb 5 gr% belum merupakn indikasi
mutlak untuk tranfusi dalam hal ini kita perlu mengingat tujuan tranfusi
(Syamsul, 1989).
Dalam pemberian darah harus di perhatikan kondisi pasien, kemudian
kecocokan darah melalui nama pasien, label darah, golongan darah, dan periksa
warna darah (terjadi gumpalan atau tidak), homogenitas (bercampur rata atau
tidak) (Hidayat, 2004).

2.5.2 Tujuan Tranfusi Darah


Menurut Hidayat (2004), tujuan transfusi darah adalah,
22

 Meningkatkan volume darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma atau


heragi).
 Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar
hemoglobin pada klien anemia.
 Memberikan komponen seluler tertentu sebagai terapi sulih (misalnya: faktor
pembekuan untuk membantu mengontrol perdarahan pada pasien hemofilia).

2.5.3 Alat dan Bahan Tranfusis Darah


Menurut Hidayat (2004), alat dan bahan yang diperlukan dalam transfusi
darah adalah:
- Standar Infus
- Set Transfusi (Tranfusi Set)
- Botol berisi NaCl 0,9%
- Produk darah yang benar sesuai program medis
- Pengalas
- Torniket
- Kapas alkohol
- Plester
- Gunting
- Kassa steril
- Betadine
- Sarung tangan

2.5.4 Cara Tranfusi Darah


Cara transfusi darah dengan slang tunggal:
Tusuk kantong darah, tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk
sehingga filter terisi sebagian, buka klem pengatur, biarkan slang infus terisi
darah, hubungkan slang transfusi ke kateter IV dengan membuka klem pengatur
bawah, setelah darah masuk, pantau tanda vital tiap 5 menit selama 15 menit
23

pertama, dan tiap 15 menit selama 1 jam berikutnya, setelah darah di infuskan,
bersihkan slang dengan NaCl 0,9%, catat type, jumlah dan komponen darah yang
di berikan, cuci tangan setelah prosedur dilakukan (Hidayat, 2004 ).
24

BAB 3
CONCEPTUAL MAPPING

DARAH

SEL-SEL PLASMA
DARAH DARAH

PROTEIN

ERITROSIT LEUKOSIT TROMBOSIT FIBRINOGEN GLOBULIN ALBUMIN

SISTEM IMUN

24
25

BAB 4

PEMBAHASAN

Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya (elemen pembentuk)


tertahan dan dibawa dalam matriks cairan (plasma). Darah lebih berat
dibandingkan air dan lebih kental. Cairan ini memiliki rasa dan bau yang khas,
serta pH 7,4 (7,35-7,45). Warna darah bervariasi dari merah terang sampai merah
tua kebiruan, bergantung pada kadar oksigen yang dibawa sel darah merah.
Volume darah total sekitar 5 liter pada laki-laki dewasa berukuran rata-rata, dan
kurang sedikit pada perempuan dewasa. Volume ini bervariasi sesuai ukuran
tubuh (Sloane, 2003).
Susunan darah terdiri dari serum darah atau plasma yang terdiri atas air
(91%), protein (8%, yang meliputi albumin, globulin, protrombin dan fibrinogen),
mineral (0,9%, yang meliputi natrium khlorida, natrium bikarbonat, garam dari
kalsium, fosfor, magnesium dan besi). Plasma juga berisi gas (oksigen dan karbon
dioksida), hormon-hormon, enzim, dan antigen. Darah juga tersusun dari sel darah
yang meliputi eritrosit, leukosit dan trombosit. Sisanya diisi oleh sejumlah bahan
organik, yaitu glukosa, lemak, urea, asam urat, kreatinin, kholesterol dan asam
amino (Pearce, 2000).
Golongan darah sangat penting untuk diketahui sehubungan dengan
transfusi darah, yaitu memasukkan darah seseorang ke dalam tubuh orang lain
melalui pembuluh darah vena. Transfusi ini bermanfaat dan diperlukan, tetapi jika
pekerjaan ini dilakukan sembarangan sangat berbahaya karena bias menimbulkan
kematian bagi yang menerimanya (Syaifuddin, 2006).
Jika ke dalam darah manusia dimasukkan sel-sel darah binatang maka sel
darah tersebut tidak akan lama beredar tetapi akan berkumpul dan akhirnya
mengendap. Peristiwa ini disebut aglutinin atau penggumpalan, yang
mengakibatkan pembuluh darah akan tersumbat sehingga dapat membahayakan
atau menimbulkan kematian. Di dalam serum darah manusia terdapat suatu zat
yang disebut aglutinin atau zat penggumpal yang terdiri dari 2 macam yaitu

25
26

aglutinin alfa dan aglutinin beta. Sedangkan di dalam eritrosit terdapat pula zat
lain yang disebut aglutinogen A dan aglutinogen B. Berdasarkan faktor tersebut
maka Landsteiner membagi darah ke dalam empat golongan, yaitu golongan darah
A, B, AB, dan O (Syaifuddin, 2006).
Transfusi darah merupakan tindakan yang dilakukan pada seseorang yang
membutuhkan darah dengan cara memasukkan darah melalui vena dengan
menggunakan set transfusi. Pemberian transfusi darah digunakan untuk memenuhi
volume sirkulasi darah, memperbaiki kadar hemoglobin dan protein serum.
Tindakan ini dapat dilakukan pada pasien yang kehilangan darah, seperti pada
operasi besar, perdarahan postpartum, kecelakaan, dan penyakit kekurangan kadar
Hb atau kelainan darah (Hidayat dan Musrifatul U., 2004).
Respon imun dapat dibawa sejak lahir (alamiah, nonadaptif atau
nonspesifik) atau adaptif (didapat atau spesifik). Imunitas alamiah merupakan
imunitas yang diperoleh tanpa didahului oleh kontak dengan antigen. Imunitas ini
bersifat nonspesifik yang meliputi pertahanan terhadap berbagai macam agen
infeksius, contohnya kulit dan membran mukosa, sel natural killer (NK),
fagositosis, inflamasi dan berbagai macam faktor nonspesifik lainnya. Sedangkan
imunitas adaptif didapat setelah terjadi paparan terhadap antigen (misalnya agen
infeksius) bersifat spesifik dan diperantarai baik oleh antibodi maupun sel limfoid.
Imunitas ini dapat bersifat pasif atau aktif (Brooks, Geo F., dkk).
27

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

`Darah dan sistem imun mempunyai peranan penting dalam tubuh. Darah
komponennya terdiri dari plasma dan elemen pembentuk darah (eritrosit, leukosit,
dan trombosit). Eritrosit bertugas menghantarkan oksigen ke jaringan, leukosit
menyediakan banyak bahan pelindung, dan plasma yang berfungsi untuk
menyegarkan cairan jaringan dan merupakan kendaraan untuk mengangkut bahan
buangan ke berbagai organ ekskretorik untuk dibuang. Sedangkan sistem imun
berfungsi untuk mempertahankan kekebalan tubuh, melawan dan menghancurkan
mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh.

5.2 Saran

Disarankan untuk mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Institut Bhakti


Wiyata Kediri untuk lebih mengetahui, mengerti serta memahami fungsi dan
peran darah dan kelenjar limfa dalam proses ketahanan tubuh.

27
28

DAFTAR PUSTAKA

Akib, Arwin AP, dkk. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak. 2008. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia
Arif. 2009. Penyakit Pada Darah. Jakarta: Salemba Medika
Ganong, W. F. 2008. Buku Ajar FisiologiKedokteran. Jakarta: EGC
Hidayat, A. Aziz AlimuldanMusrifatulUliyah. 2004. KebutuhanDasarManusia.
Jakarta: EGC
Lukas, Stefanus. 2011. Formulasi Steril. Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET
Pack, Phillip E. 2007. Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Pakar Raya
Pearce, Evelyn C. 2000. AnatomidanFisiologiuntukParamedis. Jakarta: PT
Gramedia
Santoso. 1989. Indikasi Tranfusi. Jakarta: EGC
Sloane, Ethel. 2003. AnatomidanFisiologiuntukPemula. Jakarta: EGC
Surtiretna, Nina. 2006. MengenalSistemPeredaranDarah. Bandung: PT
KiblatBukuUtama

28

Anda mungkin juga menyukai