Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sel darah merupakan kategori sel jaringan ikat bebas yang tidak terikat
pada sel lain atau tertambat oleh substansi intersel. Mereka dihasilkan oleh
jaringan hematopoietic dan setelah memasuki aliran darah mereka terendam
dalam plasma darah, yaitu bagian cairan darah.
darah merupakan bagian terpenting bagi makhluk hidup, karena darah
mempunyai peranan yang sangat penting dalam sistem transportasi. Darah
mengedarkan sari-sari makanan, cairan endokrin serta mengikat oksigen dan
CO2. Secara keseluruhan darah dapat dianggap sebagai jaringan pengikat
karena pada dasarnya terdiri atas unsure-unsur sel dan substansi interseluler
yang berbentuk plasma. Secara fungsional darah merupakan jaringan pengikat
dalam arti menghubungkan seluruh bagian-bagian dalam tubuh sehingga
merupakan integritas. Untuk melihat struktur sel-sel darah dengan
menggunakan mikroskop pada umumnya dibuat sediaan preparat apus.
Preparat adalah tindakan atau proses pembuatan maupun penyiapan
sesuatu menjadi tersedia, specimen patologi maupun anatomi yang siap di
awetkan untuk penelitian atau pemeriksaan. Sediaan apusan darah ini tidak
untuk mempelajari bentuk masing-masing sel darah, tetapi juga dapat
digunakan untuk menghitung perbandingan antar masing-masing jenis sel
darah.
Sediaan apus darah tepi merupakan slide untuk mikroskop yang pada salah
satu sisinya dilapisi dengan lapisan tipis darah vena yang diwarnai dengan
pewarnaan (wright/giemsa) dan diperiksa di bawah mikroskop. Sediaan apus
yang baik adalah yang ketebalannya cukup dan bergradasi dari kepala (awal)
sampai ke ekor (akhir).
Berdasarkan pembahasan latar belakang diatas maka dilaksanakan
praktikum dengan tujuan agar kita dapat mengetahui cara membuat apusan
darah tepatnya darah manusia.

1
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu mahasiswa terampil membuat
apusan darah yang dapat memberi gambaran yang jelas mengenai bentuk-
bentuk sel darah.
1.3 Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu mahasiswa telah terampil
membuat apusan darah dan memberi gambaran yang jelas mengenai bentuk-
bentuk sel darah.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Darah


Darah berasal dari kata" haima ", yang berasal dari akar kata hemo atau
hemato. Merupakan suatu cairan yang berada di dalam tubuh, ia berfungsi
mengalirkan oksigen ke seluruh jaringan tubuh, mengirimkan nutrisi yang
dibutuhkan sel-sel, dan menjadi benteng
pertahanan terhadap virus dan infeksi.
Darah adalah suatu suspensi partikel
dalam suatu larutan koloid cair
yangmengandung elektrolit. Darah
berperan sebagai medium pertukaran
antar sel yang terfiksasi dalam tubuh
dan lingkungan luar, serta memiliki sifat protektif terhadap organisme dan
khususnya terhadap darah sendiri. Darah pada tubuh manusia mengandung
55% plasma darah (cairan darah)dan 45% sel-sel darah (darah padat). Jumlah
darah yang ada pada tubuh kita yaitusekitar sepertiga belas berat tubuh orang
dewasa atau sekitar 4 atau 5 liter. Darah manusia bewarna merah, antara
merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan
oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein
pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme,
yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. (Ratnaningsih,
2009)
2.2 Sel-sel Darah
2.2.1 Eritrosit (Sel Darah Merah)
Eritrosit merupakan diskus bikonkaf, bentuknya bulat dengan
lekukan pada sentralnya dan berdiameter 7,65 µm. Eritrosit terbungkus
dalam membran sel dengan permeabilitas tinggi. Membran ini elastis
dan fleksibel, sehingga memungkinkan eritrosit menembus kapiler
(pembuluh darah terkecil). Setiap eritrosit mengandung sekitar 300 juta
molekul hemoglobin, sejenis pigmen pernapasan yang mengikat
oksigen. Volume hemoglobin mencapai sepertiga volume sel. Eritrosit

3
merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2 sel lainnya,
dalam keadaan normal mencapai hampir separuh dari volume darah. Sel
darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel darah
merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke
seluruh jaringan tubuh. Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi
sel-sel, dengan bahan limbah berupa karbon dioksida, yang akan
diangkut oleh sel darah merah dari jaringan dan kembali ke paru-paru.
(Syaifuddin,2006).

2.2.2 Leukosit (Sel Darah Putih )


Jumlahnya lebih sedikit, dengan perbandingan sekitar 1 sel
darah putih untuk setiap 660 sel darah merah. Terdapat 5 jenis utama
dari sel darah putih yang bekerja sama untuk membangun
mekanisme utama tubuh dalam melawan infeksi, termasuk
menghasilkan antibodi. Dibedakan berdasarkan ukuran, bentuk
nukleus, dan ada tidaknya granula sitoplasma. Sel yang memiliki
granula sitoplasma disebut granulosit sedangkan sel tanpa granula
disebut agranulosit. ( Meyer DJ, Harvey JW. 2004.)

4
a. Granulosit
1. Neutrofil
Juga disebut granulosit karena berisi enzim yang
mengandung granul-granul, jumlahnya paling banyak.
Neutrofil membantu melindungi tubuh melawan infeksi bakteri
dan jamur dan mencerna benda asing sisa-sisa peradangan.
Ada 2 jenis neutrofil, yaitu neutrofil berbentuk pita (imatur,
belum matang) dan neutrofil bersegmen (matur, matang).
Menurut Sloane (2003), neutrofil memiliki granula kecil
berwarna merah muda dalam sitoplasmanya. Nukleusnya
memiliki tiga sampai lima lobus yang terhubungkan dengan
benang kromatin tipis. Diameternya mencapai 9 µm samapai
12 µm.( Meyer DJ, Harvey JW. 2004.)
2. Eosinofil
Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar,
dengan pewarnaan oranye kemerahan. Sel ini memiliki nukleus
berlobus dua, dan berdiameter 12 µm sampai 15 µm. Berfungsi
sebagai fagositik lemah. Jumlahnya akan meningkat saat
terjadi alergi atau penyakit parasit, tetapi akan berkurang
selama stress berkepanjangan. Selain itu eosinofil juga
membunuh parasit, merusak sel-sel kanker dan berperan dalam
respon alergi. ( Meyer DJ, Harvey JW. 2004.)
3. Basofil
Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang
bentuknya tidak beraturan dan akan berwarna keunguan
sampai hitam serta memperlihatkan nukleus berbentuk S.
diameternya sekitar 12 µm sampai 15 µm. Basofil juga
berperan dalam respon alergi. Sel ini mengandung histamin.(
Meyer DJ, Harvey JW. 2004.)
b. Agranulosit
1. Limfosit

5
Limfosit merupakan sel utama pada sistem getah bening
yang berbentuk sferis, berukuran yang relatif lebih kecil
daripada makrofag dan neutrofil. Selain itu, limfosit bergaris
tengah 6-8 µm, 20-30% dari leukosit darah, memiliki inti yang
relatif besar, bulat sedikit cekung pada satu sisi. Sitoplasmanya
sedikit dan kandungan basofilik dan azurofiliknya sedikit.
Limfosit-limfosit dapat digolongkan berdasarkan asal, struktur
halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat
imunologisnya, siklus hidup dan fungsi (Murtiati, Tri dkk.
2010.).
Limfosit dibagi ke dalam 2 kelompok utama (Murtiati, Tri
dkk. 2010.)
1. Limfosit B berasal dari sel stem di dalam sumsum tulang
dan tumbuh menjadi sel plasma, yang menghasilkan
antibody
2. Limfosit T terbentuk jika sel stem dari sumsum tulang
pindah ke kelenjar thymus, dimana mereka mengalami
pembelahan dan pematangan.
Di dalam kelenjar thymus, limfosit T belajar
membedakan mana benda asing dan mana bukan benda asing.
Limfosit T dewasa meninggalkan kelenjar thymus dan masuk
ke dalam pembuluh getah bening dan berfungsi sebagai bagian
dari sistem pengawasan kekebalan.
2. Monosit
Monosit merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari
jumlah leukosit normal, diameter 9-10 um tapi pada sediaan
darah kering diameter mencapai 20 µm atau lebih. Inti
biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal
kuda. Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa
bim abu-abu pada sajian kering. Granula azurofil, merupakan
lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil. Ditemui
retikulim endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom

6
sedikit, banyak mitokondria. Apa ratus Golgi berkembang
dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan mikrotubulus pada
daerah identasi inti. Monosit terdapat dalam darah, jaringan
ikat dan rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik
mononuclear (system retikuloendotel) dan mempunyai tempat-
tempat reseptor pada permukaan membrannya. Untuk
imunoglobulin dan komplemen (Murtiati, Tri dkk. 2010).
2.2.3 Trombosit (Platelet/Keping Darah)
Merupakan paritikel yang menyerupai sel, dengan ukuran lebih
kecil daripada sel darah merah atau sel darah putih. Sebagai bagian
dari mekanisme perlindungan darah untuk menghentikan perdarahan,
trombosit berkumpul dapa daerah yang mengalami perdarahan dan
mengalami pengaktivan. Setelah mengalami pengaktivan, trombosit
akan melekat satu sama lain dan menggumpal untuk membentuk
sumbatan yang membantu menutup pembuluh darah dan
menghentikan perdarahan. Pada saat yang sama, trombosit
melepaskan bahan yang membantu mempermudah
pembekuan. Sediaan apus darah adalah suatu sarana yang digunakan
untuk menilai berbagai unsure sel darah tepi, seperti eritrosit,
leukosit, dan trombosit. Selain itu dapat pula digunakan untuk
mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan
lain-lain. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik
merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan
yang terbaik merupaka syarat mutlak untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan yang baik. (Syaifuddin,2006).

7
2.3 Preparat Apusan Darah
Pembuatan sediaan apus darah biasanya digunakan dua buah kaca sediaan
yang sangat bersih terutama harus bebas lemak. Satu buah kaca sediaan
bertindak sebagai tempat tetes darah yang hendak diperiksa dan ynag lain
bertindak sebagai alat untuk meratakan tetes darah agar didapatkan lapisan
tipis darah (kaca perata). Darah dapat diperoleh dari tusukan jarum pada
ujung jari. Sebaiknya tetesan darah pertama dibersihkan agar diperoleh hasil
yang memuaskan. Tetesan yang kedua diletakan pada daerah ujung kaca
sediaan yang bersih. Salah satu ujung sisi pendek kaca perata diletakan
miring dengan sudut kira-kira 45o tepat didepan tetes darah menyebar
sepanjang sisi pendek kaca perata, maka dengan mempertahankan sudutnya,
kaca perata digerakan secara cepat sehingga terbentuklah selapis tipis darah
diatas kaca sediaan. Setelah sediaan darah dikeringkan pada suhu kamar
barulah dilakukan pewarnaan sesudah difiksasi menurut metode yang dipilih,
yaitu metode Giemsa dan Wright yang merupakan modifikasi metode
Romanosky. Zat warna yang digunakan dalam metode Romanovsky adalah
Giemsa yang sebelumnya telah diencerkan dengan aquades. Sediaan apus
yang telah dikeringkan diudara, difixir dulu dengan methyl alkohol selama 3-
5 menit. Semakin lama pewarnaan yang dilakukan maka intensitasnya
menjadi semakin tua. Preparat apus yang yang telah selesai dibuat kemudian
diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Gambar yang didapat
dalam hasil menunjukan sel-sel butir darah baik eritrosit, leukosit, trombosit,
atau yang lain .( Meyer DJ, Harvey JW. 2004.)
Fungsi dari larutan-larutan pada pembuatan preparat apus darah ikan dan
manusia adalah metanol untuk proses fiksasi yaitu untuk membunuh sel-sel
pada sediaan tersebut tanpa mengubah posisi (struktur) organel yang ada di
dalamnya yang dilakukan selama 2 menit, pewarna Giemsa 10% sebagai
pewarna yang umum digunakan agar sediaan terlihat lebih jelas. Pewarnaan
ini sering disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini
banyak dipakai untuk mempelajari morfologi darah, sel-sel sumsum dan juga
untuk identifikasi parasit-parasit darah misalnya dari jenis protozoa. Zat ini
tersedia dalam bentuk serbuk atau larutan yang disimpan di dalam botol yang

8
gelap. Di dalam laboratorium-laboratorium banyak dipakai larutan Giemsa
3% yang dibuat dari larutan baku Giemsa yang berupa cairan (larutan)
Sediaan apus darah secara rutin diwarnai dengan campuran zat warna khusus
yang pertama kali ditemukan oleh oleh Dimitri Romanosky dan diubah oleh
penyelidik lainnya. Pada tahun 1891, Romanosky menemukan campuran
methylen blue dan eosin dalam perbandingan tertentu memberi warna ungu
inti leukosit. Pewarnaan ini disebabkan karena oksidasi methylen blue dan
pembentukan senyawa baru dalam campuran yang dinamakan azure. Setelah
pemberiaan campuran jenis Romanosky, diferensiasi sel-sel dapat dilakukan
Berdasarkan 4 sifat pewarnaan yang menyatakan afinitas struktur sel oleh
masing-masing zat warna.( Meyer DJ, Harvey JW. 2004.)
2.4 Metode Smear
Untuk melihat struktur sel-sel darah dengan mikroskop cahaya pada
umumnya dibuat sediaan apus darah. Sediaan apus darah ini tidak hanya
digunakan untuk mrmpelajari sel darah tapi juga digunakan untuk menghitung
perbandingan jumlah masing-masing sel darah. Pembuatan preparat apus
darah ini menggunakan suatu metode yang disebut metode oles (metode
smear) yang merupakan suatu sediaan dengan jalan mengoles atau membuat
selaput (film) dan substansi yang berupa cairan atau bukan cairan di atas gelas
benda yang bersih dan bebas lemak untuk kemudian difiksasi, diwarnai dan
ditutup dengan gelas penutup (Murtiati, 2010).
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembuatan preparat
dengan metode smear sebagai berikut:
3. Ketebalan film
4. Film difiksasi agar melekat erat pada gelas benda sehingga yakin bahwa
sel-sel di dalamnya strukturnya tetap normal
5. Memberi warna (pewarnaan)
6. Menutup dengan gelas penutup
Film darah (sediaan oles) ini dapat diwarnai dengan berbagai macam
metode termasuk larutan-larutan yang sederhana antara lain: pewarnaan
Giemsa, pewarnaan acid fast, pewarnaan garam, pewarnaan wright, dan lain-
lain.

9
Pewarnaan Giemsa disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode
pewarnaan ini banyak digunakan untuk mempelajari morfologi sel-sel darah,
sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga untuk mengidentifikasi parasit-parasit
darah misal Tripanosoma, Plasmodia danlain-lain dari golongan protozoa.
Hasil pewarnaan dengan Giemsa pada darah manusia akan
memperlihatkan eritrosit berwarna merah muda, nukleolus lekosit berwarna
ungu kebiru-biruan, sitoplasma lekosit berwarna sangat ungu muda, granula
dari lekosit eosinofil berwarna ungu tua, granula dari lekosit netrofil dan
lekosit basofil berwarna ungu
2.5 Pewarnaan
Prinsip sediaan apus: dibuat apusan darah pada kaca objek. Prinsip
pewarnaan didasarkan pada sifat kimiawi dalam sel. Zat warna yang bersifat
asam akan bereaksi dengan komponen sel yang bersifat alkalis, demikian pula
sebaliknya. Pewarnaan sediaan apus menggunakan prinsip Romanosky yaitu
menggunakan dua zat warna yang berbeda yang terdiri dari Azure B
(trimethylthionin)yang bersifat basa dan eosin Y (tetrabromoflourescein)
yang bersifat asam seperti yang dianjurkan oleh the International Council for
Standardization in Hematology dan pewarnaan yang dianjrkan adalah Wright-
Giemsa dan May Grunwald-Giemsa (MGG). (Watson, Roger. 2002)
2.6 Faktor kegagalan dan keberhasilan
1. Faktor Kegagalan
Menurut Maskoeri (2008), adapun faktor yang mempengaruhi
ketidakberhasilan dalam pembuatan preparat yaitu:
1) Darah yang cepat menggumpal ataupun cepat mengering saat
diteteskan ke kaca benda
2) Kurangnya pengalaman praktikan dan kurangnya kesabaran praktikan
2. Faktor Keberhasilan
Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pembuatan preparat, terutama pada pembuatan preparat apus diantaranya :
1) Pengambilan sampel

10
Sampel yang diambil adalah darah yang masih segar, karena darah
merupakan jaringan hidup yang dapat melakukan proses pembekuan
saat terjadi luka dan pendarahan.
2) Pemrosesan
Pemrosesan juga sangat mempengaruhi keberhasilan pembuatan
preparat terutama dalam proses perlakuan penggeseran darah pada
kaca benda, karena hal ini berpengaruh terhadap sel-sel darah.
3) Pewarnaan
Pemberian zat warna yang berlebihan akan mengakibatkan bagian-
bagian sel darah yang amat terlalu tebal, sehingga sulit diamati.
Lamanya pemberian zat warna juga berpengaruh karena adanya daya
serap jaringan juga berbeda. Sehingga dalam hal ini diperlukan
keterampilan dan pengamatan yang cukup (Maskoeri, 2008).

11
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu: Mikroskop, objek
glass, blood lancet, bunsen, deck glass, pipet tetes.
3.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu: Darah kapiler,
zat warna methilene blue, pewarna giemsa, Alkohol 70%, kapas, aquades.
3.3 Prosedur kerja
1) Metode Giemsa
1. Siapkan alat dan bahan yang digunakan.
2. Buat sediaan apusan kemudian keringkan. Setelah kering, difixir dulu
dengan methyl alkohol selama 3-5 menit atau alkohol absolute 30 menit
atau alkohol eter 30 menit.
3. Mewarnai sediaan apusan dengan zat warna yang di encerkan 3%
tersebut selama 30-45 menit.
4. Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x.
2) Metode methylen blue
1. Siapkan alat dan bahan yang digunakan.
2. Buat sediaan apusan kemudian dikeringkan.
3. Meneteskan methylen blue dan biarkan selama 10 menit.
4. Hangatkan kaca objek pada permukaan yang tidak ada apusan darahnya
dengan menggunakan Bunsen hingga air menguap, jangan sampai
kering.
5. Cuci apusan darah dengan merendamnya dalam aquades selama ± 2
menit.
6. Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x.

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan maka dapat dilihat hasil sebagai
berikut :
No Metode Yang digunakan Keterangan

1. Metode Giemsa
1. Sel darah Merah
1
2. Sel darah Putih
(Neutrofil segmen)

2. Metode Methylen Blue


1. Sel darah Putih
(Neutrofil Batang)
2. Sel darah Merah
1
(Eritrosit)
3. Trombosit
2

4.2 Pembahasan
Praktikum mengenai sediaan apus darah kali ini bertujuan untuk
mengamati dan menilai berbagai unsur sel darah pada manusia seperti sel

13
darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah
(trombosit). Sediaan apus darah dilakukan dengan menggunakan bahan darah
segar yang berasal dari darah kapiler dengan menggunakan blood lancet,
darah yang diambil dari jari tangan nomor 2, 3, dan 4. Karena jari tersebut
mengahsilkan darah pada Homo. Dan sebaiknya bukan pada jari nomor 1 dan
5. Setelah itu praktikan membuang tetesan darah pertama saat pembuatan
film. Maksud dari pembuangan tetesan darah pertama saat pembuatan film
darah yaitu agar darah tidak terkontaminasi dengan alkohol sewaktu jari
tengah dibersihkan dan tetesan kedua dan ketiga dianggap sudah steril dan
baru bisa diambil untuk dijadikan sample dan diamati bagian-bagian maupun
morfologinya. Setelah itu menaruhnya ke kaca objek. Kemudian
menyentuhkan kaca penutup ke tetesan darah hingga darah melebar.
Selanjutnya membentuk sudut 30-400 dengan kaca penutup, lalu digerakkan
ke kiri membentuk apusan darah yang tidak terlalu tipis ataupun terlalu tebal
karena jika terlalu tebal maka saat pengamatan di bawah mikroskop akan
terlihat tidak jelas karena sel darah bertumpuk.
Setelah mendapat sediaan yang bagus (tidak tebal dan tipis), maka
membiarkannya hingga kering. Kemudian diwarnai dengan menggunakan
metode giemsa dan metode methylen blue.
Pada pembuatan preparat apus darah ini menggunakan beberapa larutan,
diantaranya yaitu Alkohol 70% yang berfungsi untuk mensterilkan jari tengah
dan peralatan seperti jarum franked an gelas benda, metil alcohol berfungsi
untuk fiksator dalam proses fiksasi dan larutan Giemsa yang telah diencerkan.
3% berfungsi untuk melakukan pewarnaan seluruh permukaan film darah.
Dan campuran methylen blue dan eosin dalam perbandingan tertentu
memberi warna ungu inti leukosit. Tujuan pewarnaan pada pembuatan
preparat adalah untuk mempertajam atau memperjelas berbagai elemen tissu,
terutama sel-selnya sehingga dapat dibedakan dan ditelaah dengan
mikroskop. Tanpa pewarnaan tissu akan transparan sehingga sulit untuk
diamati.
Selanjutnya setelah sediaan apus darah telah selesai, maka dilakukan
pengamatan dengan menggunakan mikroskop untuk memeriksa sediaan apus

14
darah. Sebelum pengamatan sediaan apus darah diteteskan minyak emersi
terlebih dahulu, tujuan pemberian minyak emersi ini yaitu untuk mencegah
kerusakan pada mikroskop. Dengan perbesaran (100x), praktikan hanya
melihat bulat-bulat kecil yang sangat banyak dan belum terlihat jelas
perbedaan antara leukosit, eritrosit dan trombosit.
Dari hasil praktikum pada pengamatan pembuatan preparat apus darah ini,
dilakukan dengan metode apus/smear/oles. Sampel darah yang digunakan
yaitu darah manusia. Berdasarkan hasil dan foto yang didapatkan saat
pengamatan di bawah mikroskop, preparat apus darah dengan pewarnaan
Giemsa dan pewarnaan dengan Methylen Blue ini terlihat cukup baik dan
dapat terlihat adanya eritrosit dan beberapa macam leukosit yang tampak
menonjol dengan warna ungu. Jumlah eritrosit tampak paling menonjol jika
dibandingkan dengan leukosit. Pada praktikum praktikan menemukan ukuran
eritrosit yang kecil , berbentuk bulat bikonkaf tidak berinti, dan berwarna
ungu bening. Warna ungu ini akibat pewarnaan dengan giemsa, sehingga
warna darah yang semula merah, setelah diamati di mikroskop berubah
menjadi ungu. Hal ini sesuai dengan literatur yaitu eritrosit berbentuk cakram
bikonkaf atau cakram pipih, sel tidak berinti dan tidak punya organel seperti
sel-sel lain. Eritrosit berukuran sekitar 7,5µm dan bagian pusat lebih tipis dan
lebih terang dari bagian tepinya. Selain itu, eritrosit mengandung hemoglobin
yang berfungsi untuk mentransport O2 (Dikaamelia, 2008).
Dan pada pewarnaan methylen blue leukosit yang berhasil terlihat
merupakan jenis leukosit neutrofil batang yang mempunyai bentuk inti yang
lonjong seperti sepatu kuda atau berlobus tapi tidak bersegmen. Bentuk dari
neutrofil batang hampir sama dengan neutrofil segmen yaitu bentuk bulat atau
oval. Leukosit yang berhasil terlihat pada Pengamatan ini berbentuk dan lebih
besar daripada eritrosit dan berinti. Dibagian tengah sel terlihat granula
berwarna biru lebih gelap merupakan neutrofil batang. Serta pada pewarnaan
methylen blue terdapat trombosit atau keeping darah yang berfungsi sebagai
pembekuan darah. Berarti dari praktikum ini pasien tersebut sel darahnya
normal karena tidak ada yang melebihi ataupun kekurangan sel darah.

15
Berdasarkan hal ini, maka sel darah putih dikelompokkan menjadi dua
golongan yaitu sel darah putih yang bergranula (neutrofil, eusinofil dan
basofil) dan sel darah putih yang tidak bergranula (monosit dan limfosit).
Namun granula dari sel darah putih ini tidak dapat diamati dengan jelas
karena keterbatasan pembesaran dari mikroskop yang digunakan.
Agranulosit disebut juga leukosit granular terdiri dari Neutrofil atau
disebut juga polimorfonuklear leukosit, mempunyai inti sel yang kadang-
kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus /
glandula, banyaknya 60%-50%. Neutrofil menempel pada dinding pembuluh
darah yang berfungsi untuk menghalangi infeksi kuman atau bakteri yang
mencoba masuk ke dalam darah melalui luka. Sel darah putih inilah yang
paling aktif dan banyak terdapat dalam nanah pada luka ketika terjadi infeksi.
Berdasarkan gambar dari hasil pengamatan preparat apus darah manusia
dengan pewarnaan Giemsa dan methylen blue diketahui bahwa preparat
secara fisik cukup baik, bersih, dan terwarna. Dapat terlihat adanya eritrosit
dalam jumlah banyak dan leukosit. Eritrosit teramati terwarna agak bening
transparan. Eritrosit berbentuk bulat, dengan bentuk seperti cekungan
(cakram) pada sisi dalam (tengah) dan tak berinti. Leukosit ditunjukkan
dengan sel yang memiliki inti berwarna ungu. Warna ungu disebabkan oleh
inti leukosit yang basa sehingga mudah menyerap zat warna. Leukosit yang
paling banyak dijumpai ialah neutrofil Presentase neutrofil memang paling
banyak dalam darah, yaitu mencapai 50-70% dari jumlah leukosit yang ada.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembuatan
sediaan apus ini yaitu kecermatan dan kehati-hatian dalam prosesan
penggeseran darah pada kaca benda karena hal tersebut sangat berpengaruh
terhadap sel-sel darah.

16
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa sediaan apus
darah merupakan sediaan yang berasal dari sampel darah yang dibuat agar
dapat melihat, meneliti bentuk dan anatomi dari sel-sel darah yaitu pada sel
darah merah, sel darah putih dan keping darah (trombosit). Pada pengamatan
ini didapatkan jenis leukosit neutrofil dan eusinofil. Hal ini berkaitan dengan
jumlah/presentase neutrofil memang paling banyak dalam darah, yaitu
mencapai 55-70% dari jumlah leukosit yang ada. Sedangkan eusinofil
menunjukkan inti sel berwarna biru keunguan dan granula tampak cukup jelas
terlihat berwarna merah muda.
5.2 Saran
Sebaiknya Dalam pembuatan apusan tidak terlalu tipis ataupun terlalu
tebal sehingga preparat tidak terlalu rapat atau bertumpuk. Dalam pewarnaan
sebaiknya memperhatikan waktu sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan sehingga tidak akan memakan waktu yang lama.

17
DAFTAR PUSTAKA

Maskoeri, Jasin. 2008. Darah. http://barrusweet.blogspot.com/2008_07_


17_archive.html/. Diakses tanggal 29 Oktober 2018.

Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine: Interpretation


and Diagnosis. St. Louis: Saunders. Diakses tanggal 29 Oktober 2018.

Murtiati, Tri dkk. 2010. Penuntun Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia.
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Jakarta. Diakses tanggal 29
Oktober 2018.

Rudyatmi,Eli. 2014. Bahan Ajar Mikroteknik. Semarang: Jurusan Biologi FMIPA


UNNES. Diakses tanggal 29 Oktober 2018.

Saifuddin, AB, 2009. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: EGC. Diakses tanggal 29 Oktober 2018.

Syaifuddin,2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Buku


kedokteran EGC. Jakarta. Diakses tanggal 29 Oktober 2018.

Subowo. 2010. Histologi umum. Jakarta: PT.Bumi Aksara. Diakses tanggal 29


Oktober 2018.

Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Jakarta : EGC.
Diakses tanggal 29 Oktober 2018.

18

Anda mungkin juga menyukai