Anda di halaman 1dari 2

18

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Peran konsep diri dalam komunikasi yang efektif


Untuk memahami apa yang terjadi ketika orang saling berkomunikasi, kita
harus memahami bagaimana orang mengenal diri sendiri dan orang lain. Dalam
bagian terdahulu kita melihat bagaimana kita menanggapi perilaku orang lain
menerangkan sifat-sifatnya, mengambil kesimpulan tentang penyebab
perilakunya, dan mementukan apakah petunjuk-petunjuknya yang tampak itu
orisinal atau hanya pulasan saja. Ternyat kita tidak hanya menanggapi orang lain,
kita juga mempersepsi diri kita. Diri kita bukan lagi persona penanggap, tetapi
persona stimuli sekaligus (Rakhmat, 2005).
Sudah diketahui bahwa pendapat dan penilaian kita tentang orang lain
tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan rasional. Kita juga makhluk
emosional. Karena itu, ketika kita menyenangi seseorang, kita juga cenderung
melihat segala hal yang berkaitan dengan dia secara positif. Sebaliknya, jika kita
membencinya, kita cenderung melihat karakteristiknya secara negatif.
Komunikator yang dipandang menarik karena kesamaan, kedekatan, daya tarik
fisik lebih efektif dalam mempengaruhi perubahan pendapat dan sikap (Rakhmat,
2005).
Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku manusia dalam melakukan
komunikasi, terutama komunikasi yang efektif atau yang berdaya guna. Untuk
memahami komunikasi efektif ini dapat kita simak pendapat Stewart L.Tubbs dan
Sylvia Moss cit Rakhmat, 2005) yang mengatakan bahwa ada lima hal tanda-tanda
komunikasi yang efektif, yaitu:

1. Adanya saling pengertian, yaitu antar komunikator dan komunikan.


Banyak contoh gagalnya komunikasi karena tiadanya saling pengertian
tersebut, misal menurut cerita, ada pimpinan VOC yang ingin
menghormati raja-raja di Jawa tempo dulu, yaitu dengan mencium

17
18

tangan permaisuri, yang justru ditikam dengan keris atas ulah keliru
dari VOC itu.
2. Komunikasi efektif bila menimbulkan rasa senang atau kesenangan.
Dalam pergaulan sehari-hari kita biasa ucap selamat pagi,
Assalamualaikum, apa kabar? Kamu kok cantik hari ini! Situasi ini
akan beda bila kita mendengarkan obrolan seorang ibu yang suka
pamer hartanya di forum pertemuan.
3. Bila kita bisa merubah sikap. Misal kita berkomunikasi dengan orang
lain agar ia dapat merubah sikapnya atau pendapatnya, yang tadi buruk
menjadi baik, yang tadi tidak setuju menjadi setuju, yang tadi menolak
sekarang bisa menerima.
4. Adanya hubungan sosial yang baik. Hal ini didasari oleh jiwa manusia
sebagai makhluk sosial menurut Vance Packard, akan menjadi agresif,
senang berkhayal, sakit fisik,mental, dan menderita “flight syndrome”
(Rakhmat, 2005).
5. Adanya tindakan. Tujuan komunikasi yang efektif bukan semata-mata
bisa merubah sikap saja, tapi yang penting adalah adanya tindakan
yang nyata. Kita menganjurkan dan mengkampanyekan gaya hidup
bersih dan sehat tak akan ada artinya jika tidak dilaksanankan secara
nyata, yaitu adanya tindakan yang betul – betul dilakukan oleh
masyarakat dalam kampanye hidup sehat (Rakhmat, 2005).
Untuk memahami apa yang terjadi ketika orang saling berkomunikasi, kita
harus memahami bagaimana orang mengenal diri sendiri dan orang lain. Karena
pemahaman tersebut diperoleh melalui proses persepsi, kita harus mengetahui
bagaimana orang memersepsikan diri mereka sendiri atau orang lain. Ada
kalanya, kita merasa kesal karena orang lain tidak dapat memahami apa yang kita
maksud, sehingga kita akan berfikir bahwa orang tersebut tidak faham ungkapan
yang begitu sederhana. Hal ini dapat terjadi karena mungkin orang tadi
mempersepsikan sesuatu yang kita sendiri bahkan tidak merasa atau
menyadarinya. Pada dasarnya, letak persepsi adalah pada orang yang
mempersepsi, bukan pada suatu ungkapan atau objek (Fajar, 2009).

Anda mungkin juga menyukai